• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

GUBERNUR JAWA TIMUR

PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang : a. bahwa pelaksanaan program akselerasi peningkatan produktivitas gula nasienal melalui kegiatan pengembangan tebu Jawa Timur telah mampu meningkatkan areal, produksi dan produktivitas dimana belum diikuti peningkatan rendemen yang memadai ;

b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a dan upaya peningkatan rendemen tebu harus segera diwujudkan melalui gerakan peningkatan rendemen di Jawa Timur dengan menetapkan Petunjuk Teknis Gerakan Peningkatan Rendemen Tebu di Jawa Timur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4411 ).

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548).

3. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 34 Tahun 2000 tentang Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN

PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR

Pasal 1

Dengan Peraturan ini ditetapkan Petunjuk Teknis Gerakan Peningkatan Rendemen Tebu di Jawa Timur sebagaimana tersebut dalam Lampiran.

(2)

Pasal 2

Petunjuk Teknis Gerakan Peningkatan Rendemen Tebu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebagai pedoman untuk memperbaiki mutu produksi tebu, mengoptimalkan mutu tebang angkut menuju kondisi hasil tebu manis bersih segar dan meningkatkan kapasitas giling serta efisiensi dengan tujuan meningkatkan rendemen tebu di Jawa Timur.

Pasal 3

Dalam penyelenggaraan Gerakan Peningkatan Rendemen Tebu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Bupati/Walikota, Dinas/lnstansi yang membidangi dan pelaku industri gula di Jawa Timur untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai tugas dan fungsinya.

Pasal 4

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur.

Ditetapkan di Surabaya

pada tanggal 28 Agustus 2006

DIUNDANGKAN DALAM BERITA DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR

TGL 28-08-2006 No. 45 Th. 2006 / E1

GUBERNUR JAWA TIMUR ttd

(3)

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR

NOMOR : 45 TAHUN 2006

TANGGAL : 28 AGUSTUS 2006

PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR

I. PENJELASAN UMUM

Petunjuk teknis ini diterbitkan mengacu kepada surat Deputi Menneg BUMN Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan tanggal 26 Februari 2006 Nomor S-18/D3.MBU/2006. Secara khusus petunjuk teknis ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan mengatur pelaksanaan operasional ketentuan Gerakan Peningkatan Rendemen di Iingkup industri gula Jawa Timur. Sasaran yang ingin dicapai dengan diterbitkannya petunjuk teknis ini adalah terwujudnya kesamaan pengertian dan keserasian langkah pengaturan pelaksanaan teknis di lapangan berkaitan dengan upaya-upaya peningkatan rendemen di Jawa Timur.

Selaras dengan Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula Nasional, pad a tahun 2005 luas areal tebu di Jawa Timur mencapai sekitar 169 ribu ha, produksi tebu sekitar 15,5 juta ton, rata-rata produktivitas tebu 91,6 ton/ha, rendemen 6,80%, dan produktivitas hablur 6,20 ton/ha, sehingga diperoleh produksi gula total sekitar 1,048 juta ton. Target produksi gula Jawa Timur yang dicanangkan di akhir Program Akselerasi pada tahun 2007 sekitar 1,20 juta ton, sehingga apabila dibandingkan terhadap produksi gula tahun 2005 masih terjadi kekurangan sekitar 154.000 ton.

Setelah Program Akselerasi berjalan selama 3 tahun, pencapaian produksi tebu giling terus mengalami kenaikan dan bahkan telah melampaui target yang ditetapkan. Sementara itu, kapasitas pabrik gula di Jawa Timur tidak banyak mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah tebu giling menyebabkan pabrik gula menggiling tebu melampaui masa giling optimal (180 hari). Pabrik gula harus meningkatkan kapasitas giling agar tebu yang ada bisa digiling pada masa giling optimal. Namun karena peningkatan kapasitas giling relatif lambat, maka salah satu upaya untuk meningkatkan produksi gula guna mencukupi kekurangan sekitar 154 ribu ton, dilakukan melalui peningkatan rendemen tebu. Skenarionya adalah pada posisi produksi tebu sekitar 15,5 juta ton, rendemen ditingkatkan minimal 1 %. Pencapaian rendemen 6,80% pada tahun 2005 harus menjadi lebih dari 7,80% sebelum tahun 2007, sehingga akan dihasilkan tambahan produksi gula minimal 155 ribu ton, setara terhadap kekurangannya.

Faktor yang menentukan perolehan rendemen relatif cukup banyak, menyangkut aspek on farm, tebang angkut dan off farm. Gerakan Peningkatan Rendemen difokuskan kepada elemen-elemen dari ketiga faktor tersebut yang berpengaruh secara signifikan serta bersifat operasional dan observable (dapat diobservasi) dalam meningkatkan rendemen. Fokus kegiatan masih tidak terlepas dari beberapa asumsi yang diperlukan, sehingga tahapan kegiatan diharapkan mampu berjalan sesuai dengan pencapaian sasaran yang ditetapkan.

(4)

Kondisi on farm setelah Program Akselerasi berjalan relatif cukup baik, yang diindikasikan oleh pencapaian produktivitas dan produksi tebu di atas target yang ditetapkan. Dengan asumsi bahwa seluruh tahapan kegiatan budidaya dan penerapan teknologinya dilaksanakan sebagaimana kondisi optimal yang telah dijalankan pada program di tahun sebelumnya, seperti penggunaan bibit bermutu, bongkar dan rawat ratoon, sertifikasi bibit, pemberian air optimal, dll, maka sesuai kondisi eksistingnya terdapat beberapa fokus kegiatan on farm yang berpeluang cukup besar dalam meningkatkan rendemen, yaitu: penataan varietas, pemupukan, pemacuan kemasakan, kontrak giling dan penerapan sistem Pertanian Terukur. Proporsi varietas yang tidak ideal menyebabkan banyaknya tebu yang belum masak di awal giling dan tebu yang melampaui kemasakan optimal di akhir giling.

Pemupukan cenderung dilakukan dengan memperbanyak unsur N untuk memacu bobot tebu dan tidak dilakukan secara berimbang pad a kondisi tepat dosis, tepat cara dan tepat waktu. Kontrak giling ditujukan guna memberikan jaminan pasok tebu ke PG dan kepastian giling tebu petani, sehingga bisa mendukung pemenuhan hari giling optimal. Pertanian Terukur mendorong penggunaan berbagai input secara tepat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman tebu.

Tebang angkut merupakan tahapan kegiatan penting yang berperan menghasilkan tebu pada kondisi manis, bersih dan segar (MBS). Penurunan kemanisan tebu akibat kehilangan sukrosa selama proses tebang angkut relatif cukup besar (> 20%). Pencapaian rendemen tidak optimal karena tebu giling relatif kotor dengan kadar kotoran rata-rata di atas 10%. Jumlah tebu wayu dan tebu tidak masak optimal yang digiling juga relatif besar. Dengan melaksanakan proses tebang angkut yang efektif dan efisien, maka kehilangan gula dapat dieliminasi sekecil mungkin, sehingga pada akhirnya rendemen dapat ditingkatkan.

Kondisi off farm pada saat ini tercermin dalam kapasitas pabrik gula yang umumnya rendah, kondisi pabrik gula sudah tua, jam berhenti giling relatif tinggi, dan perawatan/pemeliharaan peralatan pabrik belum efektif. Rata-rata kehilangan gula selama proses pabrikasi disinyalir mencapai sekitar 25%. Dengan melaksanakan usaha perbaikan unjuk kerja di tingkat off farm melalui peningkatan kapasitas pabrik, pemeliharaan dan mengupayakan kinerja pabrik mengikuti standar operasional optimal, maka peluang peningkatan rendemen cukup besar.

Dengan diterbitkannya Petunjuk Teknis ini diharapkan ketentuan Gerakan Peningkatan Rendemen dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dan mencapai sasarannya, yang dilandaskan pada keterpaduan dan harmonisasi pelaku praktisi gula khususnya antara petani dan pabrik gula. Sasaran Gerakan Peningkatan Rendemen adalah pencapaian rendemen tebu secara bertahap pada periode tahun 2006-2009, yaitu : rendemen naik 0,70 poin pad a tahun 2006, 0,59 poin pada 2007, 0,59 poin tahun 2008, dan 1,0 poin pad a tahun 2009. Dengan skenario kenaikan rendemen seperti di atas, maka rendemen diproyeksikan meningkat dari 6,80% pada tahun 2005 menjadi 9,69 % pada tahun 2009.

(5)

II. PENGERTIAN

Yang dimaksud pengertian dalam Petunjuk Teknis (Juknis) ini adalah penjelasan atau definisi yang terkait dalam istilah-istilah atau subtansi yang digunakan pada Gerakan Peningkatan Rendemen.

1. On farm adalah lapangan usahatani, tempat melaksanakan budidaya tebu untuk menghasilkan bahan baku tebu bagi pabrik gula.

2. Penataan varietas adalah pengaturan varietas tertanam berdasarkan komposisi kemasakan varietas yang dinyatakan dengan porsi luasan untuk memenuhi bahan baku tebu. Penataan varietas mengarah kepada komposisi varietas masak awal, masak tengah dan masak akhir dengan perbandingan 30:50:20.

3. Varietas masak awal adalah varietas tebu yang menunjukkan kemasakan optimal dan ditebang pad a periode awal giling pabrik gula yaitu sekitar bulan Mei-Juni. 4. Varietas masak tengah adalah varietas tebu yang menunjukkan kemasakan

optimal dan ditebang pada periode pertengahan giling pabrik gula yaitu sekitar bulan Juli-September.

5. Varietas masak akhir adalah varietas tebu yang menunjukkan kemasakan optimal dan ditebang pada periode akhir giling pabrik gula yaitu sekitar bulan September-Oktober.

6. Pemupukan adalah tindakan pemberian materi padat ke dalam tanah yang mengandung nutrisi hara yang dibutuhkan tanaman dan tidak bersifat racun bagi tanaman.

7. Rekomendasi pemupukan adalah rekomendasi pemberian pupuk menyangkut dosis pupuk yang penetapannya didasarkan pada hasil analisis tanah.

8. Analisis tanah adalah cara penetapan kandungan (kadar) nutrisi hara dalam tanah, yang dilaksanakan melalui analisis laboratorium kimia tanah dengan tatacara penetapannya mengikuti prosedur baku.

9. Kontrak giling adalah ikatan kerjasama antara Petani dan Pabrik Gula dalam hal penyediaan bahan baku tebu, guna menjamin jumlah dan keajegan pasok tebu ke pabrik gula selama musim giling.

10. Sistem Pertanian Terukur adalah sistem pertanian yang menggunakan input terkuantifikasi disesuaikan dengan kondisi agroklimat untuk menghasilkan output berupa produktivitas secara maksimal atau sesuai yang diharapkan, yang di dalam pengelolaannya menggunakan monitoring dan evaluasi memakai teknologi informasi.

11. Zat pemacu kemasakan (ZPK) adalah suatu materi dalam bentuk individu ataupun kelompok senyawa kimia yang dapat memacu dan mempercepat proses kemasakan tebu.

12. T ebang adalah kegiatan panen tebu yang dilakukan dengan cara memotong tegakan tebu tandas di permukaan tanah dan memotong pucuk daun diujung pangkal batang bagian atas, sehingga diperoleh potongan batang tebu yang bersih dari kotoran yang terdiri dari pucuk daun, klaras, sogolan dan tanah.

(6)

13. Muat angkut adalah kegiatan mengangkut batang tebu yang telah ditebang di kebun, dinaikkan ke alat transportasi dan dibawa sampai di meja tebu.

14. Waktu proses tebang angkut adalah lamanya waktu yang diperlukan ketika tebu mulai dipanen/ditebang dan diangkut sampai ke meja tebu.

15. Sisa tebu di emplesemen adalah sisa tebu di pagi hari yang terdapat di emplesemen/caneyard pabrik gula, dinyatakan dalam besaran persentase (%) dari kapasitas giling pabrik gula. Sisa tebu ini menggambarkan jumlah tebu yang berada di emplasemen yang diangkut ke PG pada hari/malam sebelumnya, namun belum tergiling hingga pagi hari berikutnya. Tebu ini sengaja dikumpulkan pada siang hingga sore hari untuk proses giling di malam hari, dimana proses tebang angkut berhenti.

16. Kotoran tebu adalah material berupa salah satu atau kombinasi dari daun, pucuk, klaras, siwilan, akar, sogolan, gulma, pasir, tanah dan bahan lainnya yang terangkut bersama batang tebu hasil panen.

17. Manis adalah suatu kondisi yang menggambarkan tebu telah mencapai kemasakan optimal sehingga mengandung kadar gula sukrosa dalam nira yang optimal.

18. Bersih adalah suatu kondisi yang menggambarkan batang tebu yang dipanen (ditebang) terbebas dari kotoran atau maksimal mengandung sebanyak 5%. 19. Segar adalah suatu kondisi yang menggambarkan tebu yang digiling maksimal

setelah 36 jam panen (ditebang).

20. Kemasakan tebu adalah kondisi fisiologis tanaman tebu pada fase generatif yang menunjukkan kadar sukrosa dalam nira di batang pad a kondisi maksimum.

21. Faktor kemasakan yang selanjutnya disingkat FK adalah tingkat kemasakan tebu, yang menggambarkan perbedaan kadar gula (sukrosa) pada batang bagian bawah dengan batang bagian atas. FK dinyatakan dalam angka skala dari 100-0, yang diperoleh dengan menggunakan rumus baku FK = ((Rb - Ra) / Rb) * 100%, dimana :

Rb = rendemen ruas-ruas batang bawah = (nilai nira)b * FR

Ra = rendemen ruas-ruas batang atas = (nilai nira)a * FR

FR = faktor rendemen, dapat menggunakan nilai tahun sebelumnya. 22. Off Farm adalah ruang Iingkup sekitar pabrik gula mulai dari cane yard, stasiun

gilingan di bagian depan hingga stasiun pengemasan gula di bagian belakang pabrik gula.

23. Overall recovery (OR) adalah tingkat efisiensi pabrik gula dinyatakan dalam persen (%), yang menggambarkan kemampuan pabrik gula mengambil sukrosa dari tebu dan mewujudkannya dalam bentuk kristral gula. Secara empiris nilai OR merupakan hasil perkalian antara mill extraction dan boiling house recovery.

(7)

24. Mill extraction (ME) adalah besaran yang menunjukkan tingkat efisiensi stasiun pemerahan (gilingan), yang ditentukan sebagai pol dalam nira mentah dibagi pol dalam tebu, dinyatakan dalam satuan persen (%). Stasiun pemerahan bertugas mengambil gula yang ada dalam tebu semaksimal mungkin dan diwujudkan dalam bentuk nira yang disebut nira mentah.

25. Boiling house recovery (BHR) adalah besaran yang menunjukkan tingkat efisiensi stasiun pengolahan, yang ditentukan sebagai pol dalam hasil gula kristal dibagi pol dalam nira mentah, dinyatakan dalam prosen (%). Stasiun pengolahan bertugas mengolah nira mentah menjadi gula kristal (GKP).

26. Rendemen individu adalah rendemen yang diperoleh dengan cara penetapan rendemen yang mewakili individu pemilik pad a setiap gugus lori atau truk yang diindikasikan oleh kondisi tebu (varietas, lokasi, umur, dll) yang homogen.

27. Masa giling adalah suatu periode waktu kegiatan giling tebu di PG, yang umumnya diawali pada bulan April/Mei hingga berakhir pada bulan Oktober/November. 28. Kapasitas giling adalah suatu besaran yang menggambarkan kemampuan PG

dalam menggiling sejumlah tebu dalam satuan waktu tertentu. Kapasitas giling biasanya dinyatakan dengan ton tebu per hari, dan sangat tergantung kepada kinerja mesin dan alat-alat di PG.

29. Jam berhenti giling adalah suatu besaran dalam satuan persen (%), yang menunjukkan perbandingan lamanya berhenti giling pabrik terhadap masa giling. Berhenti giling bisa terjadi akibat faktor di luar dan di dalam pabrik. Faktor luar pabrik yang menyebabkan berhenti giling meliputi kelangkaan pasok tebu, kesulitan transportasi tebu, kelangkaan tenaga tebang angkut, dll, sedangkan faktor dalam pabrik meliputi kerusakan alat/mesin sehingga pabrik tidak dapat menggiling tebu.

III. PENGAWASAN

Yang dimaksud dengan pengawasan dalam petunjuk teknis ini adalah kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara berjenjang mulai tingkat lapangan samapai dengan Provinsi. Agar terjadi sinergitas pada pelaporan, maka di tingkat Kabupaten/Kota sebagai koordinator adalah Dinas yang membidangi perkebunan, yang selanjutnya menyampaikan laporan kepada Gubernur cq. Dinas yang membidangi perkebunan dengan tembusan kepada yang berkepentingan.

IV. RUANG LINGKUP

1. Petunjuk ini mencakup aspek on farm, tebang angkut dan off farm. Aspek teknis on farm meliputi penataan varietas mulai dari penyediaan bibit berkualitas dan ratingnya; pemupukan dan pemberian pemacu kemasakan menyangkut ketepatan dosis, waktu dan cara aplikasi; penyediaan dan jaminan bahan baku dan proses giling tebu; serta monitoringnya melalui aplikasi Pertanian Terukur. Aspek teknis tebang angkut menyangkut pelaksanaan tebangan hingga kepada persyaratan mutu standar tebangan yang prima. Sedangkan aspek teknis off farm meliputi

(8)

peningkatan kapasitas dan perbaikan unjuk kinerja pabrik mengikuti standar operasional pabrik yang optimal serta aplikasi penetapan rendemen individu. 2. Ruang lingkup kegiatan dalam petunjuk ini termasuk di dalamnya menyangkut

pengorganisasian yang diarahkan untuk mensinergikan seluruh sumberdaya yang ada di Jawa Timur, agar Gerakan Peningkatan Rendemen diimplementasikan secara efektif dan sekaligus sebagai wujud komando dan pengawasan kegiatan. Sedangkan sosialisasi dan implementasi merupakan bagian dari wujud kongkrit kegiatan di lapangan yang mencakup kesamaan persepsi stakeholder, implementasi gerakan peningkatan rendemen, serta monitoring dan evaluasi. 3. Ketentuan-ketentuan dalam petunjuk ini tidak mengubah ketentuan-ketentuan

baku dalam istilah maupun rumus-rumus empiris yang telah diterbitkan oleh intansi penelitian ataupun industri gula (pabrik gula).

V. UPAYA PENINGKATAN RENDEMEN

Upaya-upaya dalam peningkatan rendemen mencakup aspek teknis di bidang on farm, tebang angkut dan off farm, sebagai berikut :

A. On Farm

Upaya yang harus dilakukan dalam Gerakan Peningkatan Rendemen dari sisi on farm, sebagai berikut :

1. Penataan Varietas

a. Melaksanakan penataan varietas secara bertahap hingga diperoleh kondisi pertanaman tebu dengan komposisi varietas berdasarkan kategori kemasakan yaitu masak awal, masak tengah dan masak akhir dengan porsi perbandingan luas tertanam mendekati kondisi komposisi kemasakan ideal, yaitu berturut-turut 30%, 50% dan 20%, sebagaimana tabel di bawah; b. Melakukan penataan varietas yang dimulai dari penyediaan bahan tanam berupa bibit sesuai dengan kebutuhan varietas (tepat jenis dan tepat jumlah) hingga penanamannya pada tebu giling ;

c. Melaksanakan penanaman varietas unggul tebu yang secara dominan diminati petani di Jawa Timur berdasarkan katagori kemasakannya, yaitu : masak awal terdiri dari PS 862, PS 863 dan PSCO 90-2411; masak tengah terdiri dari PS 851, PS 921, PSJT 94-33, PSBM 98-113, PA 198; masak akhir terdiri dari BULULAWANG, PS 864 dan PS 951.

Tahun Porsi luas varietas tertanam (%)

Masak awal Masak tengah Masak akhir

2006 20 30 50

2007 25 40 35

2008 25 45 30

(9)

2. Pemupukan

a. Melaksanakan pemupukan berimbang mengikuti ketentuan tepat dosis, tepat cara dan tepat waktu sesuai kebutuhan tanaman tebu ;

b. Melaksanakan rekomendasi pemupukan tepat dosis mengikuti penentuan kebutuhan dosis berdasarkan hasil analisis tanah, yaitu kebutuhan dosis pupuk secara berimbang yang ditetapkan berdasarkan ketersediaan hara dalam tanah. Kandungan (kadar) ketersediaan hara dalam tanah ditetapkan melalui hasil analisis laboratorium kimia tanah ;

c. Melaksanakan rekomendasi pemupukan tepat cara mengikuti ketentuan cara aplikasi pupuk yang biasa dilakukan di lingkup perkebunan tebu berdasarkan agroekologi dan kebiasaan setempat ;

d. Melaksanakan rekomendasi tepat waktu dalam pemberian pupuk sesuai waktu optimal aplikasi pemupukan berdasarkan agroekologi dan kebiasaan setempat. Untuk menjamin ketersediaan pupuk tepat waktu, hendaknya instansi terkait dalam pengadaan pupuk sampai ke tingkat petani untuk melaksanakan koordinasi secara terencana dengan baik ;

e. Melaksanakan pentahapan pemupukan yang sesuai rekomendasi sebagai berikut :

Tahun Sasaran Aksi Pemupukan

2006 50% luasan menggunakan rekomendasi pemupukan penetapan dosis berdasarkan hasil analisis tanah 2007 75% luasan menggunakan rekomendasi pemupukan

penetapan dosis berdasarkan hasil analisis tanah 2008 100% luasan menggunakan rekomendasi pemupukan

penetapan dosis berdasarkan hasil analisis tanah 2009 100% luasan menggunakan rekomendasi pemupukan

penetapan dosis berdasarkan hasil analisis tanah

3. Kontrak Giling

a. Melaksanakan ikatan kerjasama dalam penyediaan bahan baku dan proses giling tebu secara bertahap antara petani sebagai pemilik bahan baku tebu dan Pabrik Gula sebagai tempat proses giling tebu dalam bentuk naskah kontrak ;

b. Melaksanakan penyusunan kontrak giling secara efisien yang berlandaskan prinsip-prinsip kesetaraan, peran serta dan tidak saling mencurigai dengan menjunjung kebersamaan dan demokrasi dalam menjaga kontinuitas/keajegan bahan baku untuk mencapai tingkat produktivitas secara maksimal ;

c. Melaksanakan kontrak giling dan proses giling tebu yang memberikan jaminan penyediaan bahan baku pada kondisi kualitas prima dan memberikan jaminan proses giling bahan baku tepat jumlah dan tepat waktu pada kondisi operasional pabrik yang optimal;

(10)

d. Melaksanakan tatacara dan aturan main yang dicantumkan dalam naskah kontrak, yang diatur sedemikian rupa melalui pembahasan antara petani (KPTR, APTR, Koperasi) dan PG yang sepakat mengikat kerjasama dengan mengikuti aturan bahasa hukum yang jelas dan di luar ketentuan dalam petunjuk teknis ini ;

e. Melaksanakan pentahapan pemupukan yang sesuai rekomendasi sebagai berikut :

Tahun Sasaran Kontrak Giling

2006 20% luas pengelolaan tebu rakyat melaksanakan kontrak giling. 2007 50% luas pengelolaan tebu rakyat melaksanakan kontrak giling. 2008 75% luas pengelolaan tebu rakyat melaksanakan kontrak giling. 2009 >90% luas pengelolaan tebu rakyat melaksanakan kontrak giling.

4. Monitoring Perencanaan Tebangan Tebu dengan Aplikasi Pertanian Terukur

a. Melaksanakan penyusunan dan penerapan sistem pertanian terukur dengan VRT (variable rate technology) budidaya berupa masa tanam, penggunaan varietas dan teknologi pasca panen berupa tebang angkut yang dielaborasi terhadap teknologi GPS (Global Positioning System) dan SIG (sistem informasi geografi) untuk menghasil tata laksana perencanaan tebang secara optimal;

b. Melaksanakan penyusunan permodelan perencanaan tebang optimal menggunakan software komputer sistem pakar berdasarkan parameter masa tanam dan penggunaan varietas termasuk klasifikasi kategori kemasakan, sehingga diperoleh sarana untuk mempermudah pengolahan data guna mempermudah pengambilan keputusan manajeman dalam pengelolaan tebu (perencanaan) ;

c. Melaksanakan penyusunan dan pendelineasian area perencanaan tebang melalui pemanfaatan data fisik Iingkungan geografis, permodelan sistem pakar, pemanfaatan SIG untuk penyusunan basis data sumberdaya lahan/ wilayah dan data pendukung lainnya untuk penetapan kesesuaian perencanaan tebang secara optimal dalam bentuk out put matriks dan atau peta perencanaan pront tebang ;

d. Melaksanakan monitoring perencanaan tebangan tebu dengan sistem Pertanian Terukur secara bertahap seperti berikut :

Tahun Sasaran Kontrak Giling

2006 20% luas pengelolaan tebu melaksanakan Sistem Pertanian Terukur.

2007 50% luas pengelolaan tebu melaksanakan Sistem Pertanian Terukur.

2008 75% luas pengelolaan tebu melaksanakan Sistem Pertanian Terukur.

(11)

B. Tebang Angkut

Upaya yang harus dilakukan dalam Gerakan Peningkatan Rendemen dari sisi tebang angkut meliputi:

a. Melaksanakan tahap kegiatan tebang angkut mengikuti ketentuan tebu manis, segar dan bersih (MBS), yang didasarkan pada optimalisasi penetapan faktor kemasakan dan waktu proses tebang angkut, serta minimalisasi kadar kotoran tebu dan sisa tebu di emplesmen di pagi hari ;

b. Melaksanakan pemanenan tebu (tebu ditebang) pada tingkat nilai FK mendekati 25 melalui pemantauan kemasakan tebu secara bertahap dengan melaksanakan analisis kemasakan mengikuti prosedur yang biasa dilaksanakan oleh pabrik gula ;

c. Memberikan Zat Pemacu Kemasakan (ZPK) secara bertahap khususnya bagi kebun tertentu yang direncanakan ditebang pada periode awal giling sehingga bisa mendorong pencapaian FK 25. Tahapan pemberian pemacu kemasakan yaitu pada tahun 2006 sekitar 15%, pada tahun 2007 sekitar 20%, pad a tahun 2008 sekitar 25% dan pada tahun 2009 sekitar 30% ;

d. Mempercepat pelaksanaan proses tebang angkut tebu sampai di meja tebu sehingga tidak lebih dari 36 jam;

e. Melaksanakan tebang tebu secara bersih dengan tingkat kadar kotoran tebu tidak lebih dari 5% ;

f. Melaksanakan penataan dan harmonisasi koordinasi yang baik antara tahap tebang dan proses giling tebu dengan mengupayakan sisa tebu di emplesmen dipagi hari <30% dari total kapasitas giling harian pabrik gula ;

g. Melakukan pentahapan kegiatan tebang angkut secara optimal sebagai berikut:

Uraian Program dan sasaran kegiatan tebang angkut

2006 2007 2008 2009

Faktor kemasakan Maks 35 Maks 30 Maks 25 Maks 25

Kotoran Tebu (%) Maks 10 Maks 5 Maks 5 Maks 5

Waktu Tebang Angkut (jam)

Maks 36 Maks 36 Maks 36 Maks 36

Sisa Tebu pagi hari di emplesemen (%)

Maks 30 Maks 30 Maks 30 Maks 30

C. Off Farm

Upaya yang harus dilakukan dalam Gerakan Peningkatan Rendemen dari sisi off farm meliputi:

a. Melaksanakan upaya peningkatan kapasitas giling serta perbaikan dan pemeliharaan pabrik gula secara intensif di setiap stasiun, sehingga kelancaran giling dapat terjaga pada kapasitas giling optimal. Dengan demikian sasaran jumlah tebu digiling dan hari giling optimal tidak lebih dari 180 hari;

(12)

b. Melakukan pengawasan di stasiun gilingan dan menjaga operasional gilingan sehingga efisiensi (ME) meningkat sesuai dengan sasaran yang ditetapkan pada setiap tahun ;

c. Melakukan pengawasan stasiun pengolahan dan menjaga serta mengerahkan operasional proses sesuai dengan prosedur operasional standar yang berlaku, sehingga efisiensi stasiun pengolahan (BHR) mencapai sasaran yang ditetapkan pada setiap periode tahun ;

d. Melakukan pengawasan dan menjaga kelancaran operasional pabrik secara keseluruhan sehingga efisiensi total pabrik (OR) mencapai sasaran yang ditetapkan pada setiap periode tahun ;

e. Mensosialisasikan dan mengimplementasikan serta melakukan upaya pengawasan sistem penetapan rendemen individu yang transparan dan menghargai prestasi individu di semua pabrik gula ;

f. Membentuk tim rendemen yang terdiri dari wakil petani, pabrik gula dan pemerintah guna melaksanakan pengawasan pelaksanaan penetapan rendemen yang transparan di semua pabrik gula ;

g. Melakukan pentahapan program dan sasaran off farm seperti tabel berikut: Uraian Program dan sasaran kegiatan tebang angkut

2006 2007 2008 2009

Kapasitas Giling (ton per hari)

93.000 95.000 98.000 100.000

Mill extraction / ME (%) 91 93 94 95

Waktu Tebang Angkut (jam)

82 83 84 85

Sisa Tebu pagi hari di emplesemen (%)

30 50 75 100

VI. PENUTUP

Petunjuk Teknis Gerakan Peningkatan Rendemen Tebu di Jawa Timur ini disusun sebagai pedoman bagi pelaksanaan di lapangan dalam mewujudkan tercapainya swasembada gula nasional.

DIUNDANGKAN DALAM BERITA DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR

TGL 28-08-2006 No. 45 Th. 2006 / E1

GUBERNUR JAWA TIMUR ttd

Referensi

Dokumen terkait

Tambahan pula, kini perangkat pendidikan ini kini juga diramu dengan unsur hiburan (entertainment) yang sesuai dengan materi, sehingga anak semakin suka. Dalam kaitan ini,

Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini akan dibangun sebuah sistem pakar berbasis desktop dengan menggunakan compiler Delphi 2010 yang

langsung secara tertulis pada penyuluh tentang hal yang dirasa tidak sesuai dengan rencana penyuluhan. Bila dari hasil pengamatan observer peserta kurang

Hasil analisis menjelaskan bahwa motivasi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebelum dan sesudah pembentukan bapelluh di Sumatera Utara berpengaruh secara positif

Manfaat perencanaan SDM pegawai di masa depan menuntut aanya pimpinan yang secara teratur melakukan proses pengembangan strategi sumber daya manusia pada

Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Jika model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division diterapkan dalam proses belajar

Sebagai Rumah Sakit yang berlokasi di kawasan industri dan berpotensi menjadi rujukan utama pasien akibat dari bencana industri, Rumah Sakit Petrokimia Gresik

Setelah klik Cash pada diagram chart atau pilih sub menu Stock &amp; Cash maka akan tampil informasi akun terkait transaksi saham seperti settlement, dan informasi terkait