• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TUJUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TUJUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TUJUAN PUSTAKA

A. INTENSI

1. Definisi Intensi

Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku tertentu. Chaplin (1999) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu. Intensi menurut Corsini (2002) adalah keputusan bertindak dengan cara tertentu, atau dorongan untuk melakukan suatu tindakan, baik itu secara sadar atau tidak sadar. Menurut Sudarsono (1993) menyatakan intensi adalah niat, tujuan, keinginan untuk melakukan sesuatu, mempunyai tujuan.

Horton (1984) mengatakan bahwa intensi terkait dalam 2 hal yang saling berhubungan yaitu, kecenderungan untuk membeli dan rencana dari keputusan membeli. Jadi intensi berhubungan dengan perilaku. Individu melakukan perilaku tersebut, apabila ia benar-benar ingin melakukannya untuk membentuk intensi.

Ajzen (2005), menyatakan bahwa intensi adalah indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan perilaku. Menurut Theory of Planned Behavioral, intensi untuk melakukan suatu perilaku merupakan prediktor paling kuat bagi munculnya perilaku tersebut. Menurut Ajzen (1991) yang menjadi

(2)

faktor utama dalam theory of planned behavior ini adalah intensi seseorang untuk memunculkan suatu perilaku. Berdasarkan theory of planned behavior, intensi adalah fungsi dari tiga penentu utama, pertama adalah faktor personal dari individu tersebut, kedua bagaimana pengaruh sosial, dan ketiga berkaitan dengan kontrol yang dimiliki individu (Ajzen, 2005).

Berdasarkan uraian diatas, maka intensi adalah suatu keputusan atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu perilaku tertentu baik secara sadar atau tidak.

2. Aspek-aspek Intensi

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) intensi memiliki empat aspek, yaitu:

1. Sasaran (Target): yaitu sasaran yang ingin dicapai jika menampilkan suatu perilaku.

2. Action: merupakan suatu tindakan yang mengiringi munculnya perilaku.

3. Context:mengacu pada situasi yang akan memunculkan perilaku. 4. Time (waktu): yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu

(3)

3. Faktor- faktor Intensi

Ajzen (2005) mengemukakan intensi merupakan fungsi dari tiga faktor, yaitu:

1. Faktor Personal merupakan sikap individu terhadap perilaku berupa evaluasi positif atau negatif terhadap perilaku yang akan ditampilkan. 2. Faktor sosial diistilahkan dengan kata norma subjektif yang meliputi

persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku.

3. Faktor kendali yang disebut perceived behavioral control yang merupakan perasaan individu akan mudah atau sulitnya menampilkan perilaku tertentu.

Menurut Ajzen (2005) ketiga faktor yaitu sikap, norma subjektif, dan

perceived behavioral control dapat memprediksi intensi individu dalam melakukan perilaku tertentu. Hubungan antara intensi dan ketiga faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat dalam gambar 1.

(4)

Umumnya seseorang menunjukkan intensi terhadap suatu perilaku jika mereka telah mengevaluasinya secara positif, mengalami tekanan sosial untuk melakukannya, dan ketika mereka percaya bahwa mereka memiliki kesempatan dan mampu untuk melakukannya. Sehingga dengan menguatnya intensi seseorang terhadap perilaku tersebut, maka kemungkinan individu untuk menampilkan perilaku juga semakin besar (Ajzen, 2005). Apabila ketika control diri mereka lebih besar dalam memiliki kesempatan dan mampu untuk melakukannya akan langsung mempengaruhi ke perilaku mereka.

B. Sikap

1. Definisi Sikap

Menurut Allport sikap merupakan suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang yang didalamnya terdapat pengalaman individu yang akan mengarahkan dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan situasi ( Sarwono, 2009). Sikap merupakan penyataan atau pertimbangan evaluatif mengenai objek, orang, atau peristiwa (Robin, Amaliah 2008). Del & David (2007) sikap merupakan cara seseorang unuk berfikir, merasakan, dan tindakan untuk berperilaku dengan cara yang tetap menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu. Petty & Cacippo mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat oleh manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu tersebut (Azwar, 2007).

Menurut Ajzen (2005) sikap merupakan suatu evaluasi untuk merespon secara positif ataupun negatif. Secara umum, semakin seseorang tersebut memiliki

(5)

evaluasi bahwa suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi positif maka seseorang akan cenderung bersikap favorable terhadap perilaku tersebut, sebaliknya semakin seseorang yang memiliki evaluasi negatif maka seseorang akan cenderung bersikap unfavorble terhadap perilaku tertentu (Ajzen, 2005).

Ajzen (2005) sikap merupakan evaluasi individu baik positif maupun negatif terhadap objek sikap berupa benda institusi, orang, kejadian, perilaku, maupun minat tertentu. Sikap ditentukan dari evaluasi seseorang mengenai konsekuensi suatu perilaku yang diasosiasikan dengan suatu perilaku, dengan melihat kuatnya hubungan antara konsekuensi tersebut dengan suatu perilaku. Maka dapat disimpulkan bahwa jika seseorang memiliki belief yang kuat bahwa suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi yang positif, maka sikap terhadap perilaku tersebut akan positif. Akan tetapi jika belief terhadap perilaku tersebut negatif, maka sikap yang terbentuk terhadap suatu perilaku tersebut akan negatif.

Berdasarkan uraian diatas, maka sikap adalah evaluasi konsumen terhadap suatu keyakinan yang secara positif atau negatif terhadap suatu objek.

2. Aspek Sikap

Ajzen (2005) sikap terhadap perilaku diartikan sebagai derajat penilaian positif atau negatif individu terhadap perilaku. Berdasarkan theory of planned behavior, sikap seseorang terhadap perilaku diperoleh dari beberapa aspek, yaitu:

1. Behavioralbelief

Behavioral belief merupakan belief individu akan konsekuensi yang dihasilkan apabila seseorang menampilkan suatu perilaku tertentu.

(6)

2. Outcomeevaluation

Outcome evaluation merupakan evaluasi individu terhadap konsekuensi atau hasil dari perilaku yang ditampilkan. Individu yang yakin bahwa dengan menampilkan suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi yang positif, akan memiliki kecenderungan yang besar untuk melakukan perilaku tersebut.

Hubungan kedua aspek diatas dapat digambarkan dalam persamaan berikut ini :

Persamaan diatas menjelaskan bahwa merupakan sikap terhadap suatu perilaku yang merupakan hasil kali dari sebagai behavioral belief dan sebagai evaluation of outcome. Jadi, individu yang percaya bahwa sebuah perilaku dapat menghasilkan outcome yang positif maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif terhadap sebuah perilaku, begitu juga sebaliknya.

C. Norma Subjektif

1. Definisi Norma Subjektif

Norma merupakan harapan bersama tentang bagaimana seseorang harus berperilaku dalam kelompok (Burn, 2004). Baron & Byrne (2002) menyatakan bahwa norma subjektif adalah persepsi individu tentang apakah orang lain akan menerima, mendukung atau mewujudkan tindakan tersebut. Norma subjektif

(7)

didefinisikan merupakan pengaruh orang lain yang penting. Hal ini dipersepsikan sebagai sesuatu yang dipikirkan orang lain yang penting (important person) yang harus dilakukan orang tersebut dengan perilaku tertentu (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995).

Ajzen (2005) mengatakan norma subjektif sebagai persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk menampilakan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Norma subjektif diartikan sebagai persepsi individu tentang tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (Ajzen, 2005). Norma subjektif merupakan fungsi yang didasarkan oleh belief yang disebut

normative belief, yaitu belief mengenai setuju dan tidak setuju yang berasal dari

referent atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua, pasang, teman dekat, rekan kerja atau lainnya terhadap suatu perilaku (Ajzen, 2005). Ketika seseorang ingin menampilkan perilaku, maka ia akan menyesuaikan perilaku tersebut dengan norma kelompoknya sehingga kecenderungan untuk menampilkan perilaku akan semakin besar jika kelompok bisa menerima perilaku tersebut. Kelompok ini bisa saja berupa orangtua, saudara, teman dekat, dan orang yang berkaitan dengan perilaku tersebut.

2. Aspek Norma Subjektif

Norma Subjektif diartikan sebagai dukungan orang-orang terdekat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (Ajzen, 2005). Norma subjektif ditentukan oleh dua aspek yaitu:

(8)

1. Normative belief (keyakinan normatif)

Normative belief adalah keyakinan seseorang mengenai setuju atau tidak setuju yang berasal dari referent. Referent merupakan orang atau kelompok sosial yang sangat berpengaruh bagi seseorang baik itu orang tua, pasangan (istrri atau suami), teman dekat, rekan kerja dan lain-lain tergantung pada tingkah laku yang dimaksud. Keyakinan normatif (normative belief) berasal dari keyakinan seseorang mengenai orang-orang terdekatnya (significant others) yang mendukung atau menolak pada tampilan perilaku tersebut. Keyakinan normatif didapat dari significant others tentang apakah individu perlu, harus, atau dilarang melakukan perilaku tertentu dan dari seseorang yang berhubungan langsung dengan perilaku tersebut.

2. Motivation to comply (keinginan untuk mengikuti)

Motivation to comply adalah motivasi individu untuk menampilkan atau mematuhi perilaku yang diharapkan significant others. Individu yang percaya bahwa significant others menyetujui suatu perilaku, maka ini akan menjadi tekanan sosial bagi individu untuk melakukan perilaku tersebut dan begitu sebaliknya.

Hubungan antara dua aspek norma subjektif diatas dapat digambarkan pada persamaan berikut ini :

(9)

Berdasarkan rumus di atas norma subjektif (SN) didapat dari penjumlahan hasil kali dari normative belief dengan motivation to comply.

D. PerceivedBehavioralControl

1. Definisi PerceivedBehavioralcontrol

Ajzen (2005) mengatakan perceived behavioral control atau kontrol perilaku sebagai keyakinan atau fungsi mengenai ada atau tidaknya faktor yang mendukung atau tidak mendukung untuk menampilkan perilaku tersebut. Keyakinan ini diperoleh dari pengalaman masa lalu akan tetapi biasanya dipengaruhi oleh informasi sekunder, seperti informasi yang diperoleh dari observasi seseorang dari pengalaman, teman, dan faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi intensitas berperilaku. Maka semakin banyak informasi dan kesempatan seseorang maka semakin kuat kontrol perilaku yang dimiliki. Jadi, kontrol perilaku merupakan persepsi mengenai mampu atau tidak mampu atau bisa atau tidak bisanya seseorang menampilkan perilaku tersebut.

Apabila individu merasa banyak faktor yang mendukung dan sedikit faktor yang menghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka lebih besar kontrol yang mereka rasakan atas perilaku tersebut, dan begitu juga sebaliknya (Ajzen, 2005). Theory of planned behavior, perceived behavioral control (Ajzen, 2005) akan bersama-sama dengan intensi dapat digunakan secara langsung untuk memunculkan perilaku. Terdapat dua alasan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Yang pertama, intensi untuk memunculkan perilaku akan lebih berhasil jika disertai dengan adanya perceived behavioral control. Yang kedua, adanya

(10)

hubungan langsung antara perceived behavioral control dengan munculnya perilaku, dimana perceived behavioral control dapat digunakan untuk mengukur kontrol aktual.

2. Aspek Perceived Behavioral Control

Perceived behavioral control merupakan persepsi individu mengenai mudah atau sulitnya perilaku tersebut dilakukan (Ajzen, 2005). Perceived behavioral control ditentukan oleh dua kombinasi, yaitu (Ajzen, 2005):

1. Control Belief

Control belief merupakan keyakinan individu mengenai apakah ia mampu atau tidak mampu untuk memunculkan suatu perilaku.

2. Power of Control belief

Power of control belief adalah kekuatan atau keyakinan individu untuk seberapa besar perasaan tersebut mempengaruhi keputusan seseorang untuk memunculkan perilaku tersebut.

Hubungan antara dua aspek perceived behavioral control di atas dapat digambarkan dalam persamaan berikut :

Persamaan diatas menunjukkan bahwa PBC dipengaruhi oleh gabungan dari yang merupakan control belief dan yang merupakan power of control

(11)

E. Pakaian Bekas

Pakaian merupakan barang yang dipakai oleh seseorang seperti baju, celana, dan sebagainya (Uswatun, 2014). Pakaian berfungsi untuk menjaga pemakainya merasa nyaman dari cuaca atau iklim yang panas dan dingin sebagai suatu pelindung tubuh. Pakaian juga sebagai salah satu alat komunikasi kepada masyarakat sebagai status sosial dan gaya hidup. Bekas merupakan benda atau barang yang sudah dipakai oleh orang lain. Menurut kamus Bahasa Indonesia pakaian bekas merupakan pakaian yang sudah pernah dipakai, dan tidak baru lagi (Uswatun, 2014).

Karimah (2014) menyatakan bahwa pakaian bekas adalah pakaian yang sudah pernah dipakai sebelumnya dan menjadi salah satu target masyarakat untuk mendapatkan gaya yang berbeda dengan yang lain, biasanya pakaian bekas berasal dari Singapura, Malaysia, Korea, dan Hongkong. Pakaian bekas adalah pakaian yang sudah dipakai sebelumnya oleh orang lain, barang cacat dari pabrik, atau barang yang sudah tidak laku lagi (Virano, Winarto, Andadari, 2008).

Aisyah (2003) mengatakan pakaian bekas adalah barang yang dibeli dan dipakai oleh konsumen pertama kemudian dijual kembali kepada konsumen kedua. Pada tahun 1970-an pakaian bekas dijual di Pematang Siantar masyarakat mengenalnya dengan “Burjer” atau buruk-buruk sian Jerman, pada awal 1980 pakaian bekas dijual di Kabanjahe, Kabupaten Karo. Masyarakat Kabanjahe menyebutnya dengan “Kajebo” singkatan dari Kabanjahe botik, pada tahun 1983-1984 di Kota Medan dikenal dengan “Monza” singkatan dari Monginsidi Plaza, pada awal 2000-an yang menjual pakaian bekas pindah ke jalan Bintang,

(12)

Perumnas, jalan Pancing, dan jalan Simalingkar, dan pada tahun 2010 tempat menjual pakaian bekas mulai terkenal dengan sebutan “Pamela” ini merupakan singkatan dari Pajak Melati. Semua barang datang dari Tanjung Balai melalui pelabuhan yang dibungkus dalam bentuk bal. Bal merupakan istilah tempat untuk menyatukan atau mengkumpulkan pakaian bekas yang dibungkus dengan goni platih dan diikat dengan raeat baja. (Komunikasi Personal, EG 3 Juni 2015). Bal

merupakan suatu kemasan pakaian bekas import berbentuk segi empat yang memiliki berbagai merek dan kode tergantung jenis pakaian yang dihendaki, bal

juga terdiri dari beberapa merek yang menentukan harga dari suatu bahan serta kualitas pakaian yang ada didalamnya (Aisyah, 2003). Khususnya di kota Medan pakaian bekas sudah ada di Indonesia sekitar tahun 1983-an hingga sekarang.

Di kota Medan istilah pakaian bekas dikenal dengan sebutan “Monza”. Monza merupakan singkatan dari Monginsidi Plaza, karena jalan Mongonsidi merupakan tempat pertama kali menjual pakain bekas di kota Medan (Rini, 2013). Pasar Monza ini muncul disaat plaza-plaza di Medan mulai tumbuh subur, di pasar ini ada menjual baju, celana, pakaian dalam, jaket, kaos kaki, tas, sepatu, karpet, dan lain-lain. Barang-barang yang ada di pasar Monza ini berasal dari Jepang, Amerika, Thailand, dan Korea (Yustita, 2013). Barang-barang yang ditawarkan dijual dengan harga yang relatif murah tentu saja dengan kualitas yang tinggi (Yustita, 2013). Jenis yang dijual di Monza beragam dngan ukuran, merek, dan model yang beragam. Pada tahun 1990-an merupakan masa keemasan bagi Monza. Pada saat itu sering ditemukan merek-merek ternama seperti Arrow,

(13)

Crocodile, Bonia, Louis Vitton, Elle, dan Guest yang dijualkan dengan harga cukup murah.

Pakaian bekas yang dijual di Monginsidi Plaza mulai surut perlahan-lahan dan mulai bergeser ke Pajak Melati Medan atau yang sering dikenal dengan “Pamela” (Rini, 2013). Pada tahun 2000-an hingga sekarang Pamela dikenal tempat penjual pakaian bekas atau monza terbesar di kota Medan (Hidayat, 2014). Barang yang dijual di pamela ini sama dengan barang yang dijual di monza dulu, dengan kualitas yang tinggi dan harga yang murah. Pada saat hari pekan setiap hari selasa, jumat, dan minggu pamela ramai dengan konsumen yang mencari pakaian bekas (Hidayat, 2014).

Bukan hanya dipajak melati saja, tetapi monza atau pakaian bekas ada juga dijual di sambuh, pajak petisah, jalan simalingkar, dan jalan pancing. Pada hari pekan merupakan hari pembukaan bal. Pakaian bekas yang dikirim dari luar negeri dikirim dan dikemas dalam bentuk bal.

Dari uraian diatas, pakaian bekas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pakaian yang sudah dipakai, cacat dari pabrik, atau pakaian yang sudah tidak musim lagi. Pakaian bekas ini berasal dari luar negeri atau pakaian bekas import yang dijual di kota Medan seperti pajak Melati, pajak Petisah, pajak Sambu, jalan Pancing, jalan Simalingkar, dan jalan padang Padang Bulan (depan Pajak USU).

(14)

F.DINAMIKA ANTARA VARIABEL

1. Dinamika Sikap terhadap Intensi Membeli Pakaian Bekas

Del dan David (2007) sikap menyatakan cara seseorang untuk berpikir, merasakan, dan tindakan untuk berperilaku dengan cara yang tetap menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu. Sikap merupakan penilaian positif atau negatif, suka atau tidak suka individu terhadap perilaku tertentu. Ajzen (2005) menyatakan sikap merupakan evaluasi individu secara positif ataupun negatif pada benda, situasi, orang, kejadian, perilaku, atau minat. Apabila individu memiliki evaluasi pada suatu perilaku yang positif maka individu akan cenderung favorable terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya apabila individu memilki evaluasi yang negatif maka individu tersebut akan cenderung

unfavorable terhadap perilaku tersebut.

Sikap akan mempengaruhi intensi individu dalam menampilkan atau tidak memunculkan perilaku tersebut. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Rahmah (2011) yang menyatakan bahwa sikap secara signifikan memberi pengaruh atau sumbangan terhadap intensi membeli referensi kuliah ilegal. Sikap menunjukkan pengaruh yang positif atau tinggi terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal, maka semakin banyak minat mahasiswa membeli buku referensi ilegal. Penelitian yang dilakukan oleh Cahayadi (2013) menyatakan bahwa sikap secara parsial berpengaruh positif terhadap niat pedagang pasar untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan pada koperasi jasa keuangan syariah.

(15)

mempengaruhi intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika dikaitkan dengan penelitian ini maka ketika individu memliki sikap yang positif terhadap pakaian bekas maka semakin tinggi intensi individu untuk membeli pakaian bekas. Sebaliknya, semakin negatif sikap individu terhadap pakaian bekas maka semakin rendah intensi individu untuk membeli pakaian bekas.

2. Dinamika Norma Subjektif terhadap Intensi Membeli Pakaian Bekas

Ajzen (2005) menyatakan bahwa norma subjektif merupakan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Norma subjektif yang berasal dari significant others atau orang-orang terdekat seperti orang-orang tua, pasangan, saudara, serta teman dekat yang akan mempengaruhi intensi individu dalam menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. Ajzen (2005) berpendapat norma subjektif ditentukan oleh keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply). Apabila individu yakin bahwa significant others mengharapkan atau mendukung perilaku tersebut maka individu akan melakukan perilaku tersebut dan akan termotivasi untuk melakukannya. Sebaliknya apabila individu yakin bahwa

significant others tidak mendukung atau tidak menyukai maka individu tidak melakukan perilaku dan akan menjauhi perilaku tersebut.

Hasil penelitian Arum dan Mangkunegara, (2010) menyatakan bahwa norma subjektif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi wanita melakukan SADARI (pemeriksaan payudara sendiri), norma subjektif yang lebih memiliki significant others dalam melakukan pemeriksaan payudara sendiri. Penelitian Fausiah, Muis, dan Wahyu (2013) menyatakan bahwa norma subjektif

(16)

memiliki pengaruh yang searah terhadap intensi karyawan untuk berperilaku K3, yang berarti semakin tinggi pengaruhh rujukan sosial di lingkungan kerja unit PLTD PT. PLN (Persero) Sektor Tello maka diharapkan pula semakin tinggin intensi karyawan untuk berperilaku K3. Penelitian Saragih (2014), menunjukkan bahwa norma subjektif terbukti berhubungan dengan intensi melanjutkan program MP2 di Fakultas Psikologi USU.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat dilihat bahwa norma subjektif memiliki peran dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan perilaku. Dalam penelitian ini perilaku membeli pakaian bekas, ketika norama subjektif yang ada disekitar individu mendukung dan menerima untuk membeli pakaian bekas maka semakin tinggi intensi seseorang untuk berperilaku membeli pakaian bekas. Sebaliknya apabila norma subjektif yang ada tidak mendukung dan menerima individu untuk membeli pakaian bekas maka semakin rendah pula intensi individu tersebut dalam membeli pakaian bekas.

3. Dinamika Perceived Behavioral Control terhadap Intensi Intensi Membeli Pakaian Bekas

Perceived behaviral control merupakan persepsi individu mengenai keyakinan atau fungsi mengenai ada atau tidaknya faktor yang mendukung atau tidak mendukung untuk menampilkan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Perceived behavioral control ditentukan oleh keyakinan seseorang mengenai faktor pendukung atau penghambat untuk melakukan perilaku tersebut (control beliefs)

(17)

individu untuk melakukan perilaku atau tidak melakukan perilaku tersebut (Power of control). Semakin banyak faktor yang memfasilitasi untuk menampilkan perilaku seperti kesempatan ataupun sumberdaya, maka semakin besar intensi individu untuk menampilkan perilaku.

Dalam penelitian Rahmah (2010) dikatakan bahwa perceived behavioral control memiliki pengaruh yang signifikasi terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal. Selain itu penelitian Mas’ud (2012) menunjukkan bahwa

perceived behavioral control yang dimiliki nasabah bank berpengaruh signifikan dan positif terhadap keinginan menggunakan ATM. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik kontrol perilaku yang dipersepsikan nasabah bank terhadap produk layanan bank, maka keinginan untuk menggunakan ATM BCA semakin meningkat. Pratiwi (2014) menunjukkan bahwa perceived behavioral control

memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi intensi menggunakan bus Transjakarta pada karyawan Plaza Mandiri yang memiliki kendaraan peribadi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Maradona (2009) menyatakan bahwa

perceived behavioral control memiliki hubungan yang positif terhadap intensi kepatuhan pelayanan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perceived behavioral control berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan atau memunculkan perilaku tersebut. Dalam penelitian ini, individu yang memiliki perceived behavioral control yang tinggi maka seseorang terhadap perilaku membeli pakaian bekas, maka semakin tinggi pula intensi untuk membeli pakaian bekas. Sebaliknya apabila perceived behavioral control individu

(18)

tersebut rendah terhadap perilaku membeli pakaian bekas, maka semakin rendah pula intensi indivudi tersebut untuk membeli pakaian bekas.

4. Dinamika Sikap, Norma Subjektif, Perceived Behavioral Control

terhadap Intensi Membeli Pakaian Bekas

Corsini (2002) menyatakan intensi adalah keputusan bertindak dengan cara tertentu, atau dorongan untuk melakukan suatu tindakan, baik itu secara sadar atau tidak sadar. Ajzen (2005), yaitu intensi adalah indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan perilaku tertentu. Semakin besar intensi seseorang terhadap suatu perilaku, semakin besar juga kemungkinan seseorang untuk melakukan perilaku tersebut. Ajzen (2005) menyatakan terdapat 3 aspek yang mempengaruhi intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku, yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control.

Sikap merupakan evaluasi individu baik itu positif atau negatif mengenai perilaku tertentu. Jika individu memilki sikap yang positif terhadap perilaku maka intensi akan semakin besar untuk dimunculkan oleh perilaku. Norma subjektif merupakan persepsi terhadap dorongan sosial untuk memunculkan suatu perilaku, jika lingkungan sosial individu mendukung untuk memunculkan perilaku maka semakin besar intensi individu memunculkan perilaku tersebut. Perceived behavioral control merupakan keyakinan individu terhadap faktor yang mendukung atau menghalangi perilaku, semakin tinggi faktor pendukung atau semakin rendah faktor yang menghalangi munculnya perilaku maka semakin

(19)

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2011) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi membeli buku secara ilegal pada mahasiswa. Hasil penelitian Arum & Mangkunegara (2010) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control memiliki pengaruh yang signifikan terhdap intensi wanita melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Hasil penelitian Fausiah, Muis, dan Wahyu (2013) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, perceived behavioral control memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi karyawan untuk berperilaku K3 di unit PLTB PT PLN (Persero) Sektor Tello wilayah Sulsebaru. Penelitian lain yang dilakukan oleh Maradona (2009) menyatakan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control memiliki hubungan positif terhadap intensi kepatuhan pelayanan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control memiliki peran dalam intensi individu dalam melakukan suatu perilaku. Dimana dalam penelitian ini akan melihat intensi individu membeli pakaian bekas. Semakin positif sikap, norma subjektif, dan

perceived behavioral control yang positif terhadap perilaku membeli pakaian bekas, maka intensi individu tersebut akan semakin tinggi untuk membeli pakaian bekas, dan sebaliknya apabila semakin negatif sikap, norma subjektif, dan

perceived behavioral control terhadap membeli pakaian bekas, maka semakin rendah pula intensi individu untuk membeli pakaian bekas.

(20)

G. HIPOTESIS

Hipotesis utama dalam penelitian ini adalah sikap, norma subjektif, dan

perceived behavioral control secara bersama-sama berperan menjadi prediktor positif terhadap intensi membeli pakaian bekas.

Hipotesis tambahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Sikap berpersan secara signifikan terhadap intensi membeli pakaian bekas. Semakin positif sikap individu terhadap perilaku membeli pakaian bekas, maka semakin tinggi intensi individu tersebet untuk membeli pakaian bekas. Sebaliknya, apabila semakin negatif sikap individu terhadap perilaku membeli pakaian bekas, maka semakin rendah pula intensi individu untuk membeli pakaian bekas.

2. Norma subjektif berperan secara signifikasi terhadap intensi membeli pakaian bekas. Semakin banyak dukungan dari sekitar orang-orang yang berada disekitar individu untuk membeli pakaian bekas, maka semakin kuat intensi invidu untuk membeli pakaian bekas.

3. Perceived behavioral control berperan secara signifikasi terhadap intensi membeli pakaian bekas. Semakin positif peran perceived behavioral control individu untuk membeli pakaian bekas, maka semakin kuat intensi individu untuk membeli pakaian bekas.

Gambar

Gambar 1. Teori Planned Behavior

Referensi

Dokumen terkait

Sistem penyewaan meja billiard ini dibuat untuk mempermudah penghitungan biaya pemakaian meja billiard dalam hitungan per menit sehingga perhitungan biaya sangat akurat dan tidak

Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada PT.. Bagian Laba atas Penyertaan Modal

48 Makanan haram adalah segala jenis makanan yang di larang untuk dimakan umat

Di bawah ini yang merupakan binatang yang halal dimakan adalah...a. Bir, ciu, daan malaga adalah contoh

Penulis menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dan Microsoft Accsess, suatu program berbasis Windows yang memiliki banyak kelebihan, seperti adanya objek-objek yang mudah dalam

[r]

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas community marketing dalam mempromosikan produk fashion baju, sepatu, dan tas melalui group SMA Stella Duce 2 pada situs