• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA SISTEM TANAM TUMPANGSARI UBIJALAR DAN JAGUNG MANIS. Oleh Whisnu Wardhana A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH WAKTU TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA SISTEM TANAM TUMPANGSARI UBIJALAR DAN JAGUNG MANIS. Oleh Whisnu Wardhana A"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKTU TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI PADA SISTEM TANAM TUMPANGSARI

UBIJALAR DAN JAGUNG MANIS

Oleh

Whisnu Wardhana A24051125

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

PENGARUH WAKTU TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI PADA SISTEM TANAM TUMPANGSARI

UBIJALAR DAN JAGUNG MANIS

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Whisnu Wardhana A24051125

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(3)

RINGKASAN

WHISNU WARDHANA. Pengaruh Waktu Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi pada Sistem Tanam Tumpangsari Ubijalar dan Jagung Manis. (Dibimbing oleh SUWARTO).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu tanam jagung manis pada pola tanam tumpangsari terhadap produktivitas dua klon ubijalar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2009 di Kebun Percobaan Sindangbarang, University Farm, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan 9 perlakuan yaitu jagung manis ditanam bersamaan dengan ubijalar klon Ayamurashake (P1), jagung manis ditanam 2 minggu setelah tanam (MST) ubijalar klon Ayamurashake (P2), jagung manis ditanam 4 MST ubijalar klon Ayamurashake (P3), jagung manis ditanam bersamaan dengan ubijalar klon Sukuh (P4), jagung manis ditanam 2 MST ubijalar klon Sukuh (P5), jagung manis ditanam 4 MST ubijalar klon Sukuh (P6), monokultur ubijalar klon Ayamurashake (P7), monokultur ubijalar klon Sukuh (P8), dan monokultur jagung manis (P9). Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 27 petak satuan percobaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan waktu tanam jagung manis memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap panjang batang ubijalar, jumlah cabang dan jumlah daun. Pola tanam tumpangsari nyata menurunkan bobot umbi per petak, bobot umbi per tanaman, dan bobot umbi busuk per petak ubijalar. Waktu tanam jagung manis juga berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, lingkar batang, dan jumlah daun jagung manis. Tumpangsari dengan ubijalar nyata menurunkan bobot brangkasan jagung manis per petak, bobot jagung berkelobot per petak, bobot jagung tanpa kelobot per petak, bobot jagung berkelobot per tanaman, dan jumlah jagung per petak.

Perlakuan monokultur baik ubijalar maupun jagung manis menghasilkan pertumbuhan dan produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan tumpangsari. Namun jagung manis dan ubijalar masih dapat ditanam secara tumpangsari jika keduanya ditanam pada saat yang bersamaan. Pada sistem tanam tumpangsari, semakin lama jagung manis ditanam maka akan semakin menguntungkan pertanaman ubijalar. Namun sebaliknya semakin lama ditanam maka pertumbuhan dan produktivitas jagung manis akan semakin berkurang.

(4)

Judul : PENGARUH WAKTU TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA SISTEM TANAM TUMPANGSARI UBIJALAR DAN JAGUNG MANIS

Nama : Whisnu Wardhana NIM : A24051125

Menyetujui, Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Suwarto MSi.) NIP : 19630212 198903 1 004

Mengetahui Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr) NIP : 19611101 198703 1 003

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1987. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Suparlan dan Ibu Rosdiana.

Tahun 1999 penulis lulus dari SDN Manggarai 05 Pagi, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMPN 67 Jakarta, selanjutnya penulis lulus dari SMAN 26 Jakarta pada tahun 2005.

Tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selanjutnya penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2006.

Pada tahun 2007 penulis menjadi staf di Departemen Pertanian Badan Eksekutif Mahasiswa Faperta Kabinet Garda Pertanian, kemudian pada tahun 2008 penulis menjadi Ketua Departemen Sosial Lingkungan Badan Eksekutif Mahasiswa Faperta Kabinet Matahari. Pada tahun 2008 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Tanaman Pangan.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Waktu Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi pada Sistem Tanam Tumpangsari Ubijalar dan Jagung Manis” ini diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Orang tua dan keluarga tercinta, terima kasih atas doa, motivasi, cinta, kasih sayang, dan pengorbanannya sampai penulis dapat menyelesaikan studi ini. 2. Dr. Ir. Suwarto, MSi. Sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu

membimbing dan memberikan pengarahan sejak penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. M. Achmad Chozin MAgr dan Ir. Heni Purnamawati MS selaku dosen penguji skripsi.

4. Dr. Ir. Supijatno MSi. Sebagai dosen pembimbing akademik. 5. Kepala Kebun Percobaan Sindangbarang beserta stafnya. 6. Ari Purwanti atas motivasi dan dukunganya selama ini.

7. The cumi’ers, Titistyas, Lina, Yusnita, Uli Khusna, Ria Derita, Edi, dan Rofiq atas persahabatan dan persaudaraan yang indah.

8. Teman-teman “Pondok Ibadurrahman” atas keceriaan dan kebersamaannya selama penulis menetap di sana.

9. Agronomi dan Hortikultura 42 atas kebersamaan serta pertemanan kita.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2010

(7)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Ubijalar (Ipomoea batatas L.) ... 3

Jagung Manis (Zea mays sacharata) ... 4

Tumpangsari ... 5

Pengaruh Perbedaan Waktu Tanam ... 6

Nisbah Kesetaraan Lahan ... 6

BAHAN DAN METODE ... 7

Tempat dan Waktu Penelitian ... 7

Bahan dan Alat ... 7

Metode Percobaan ... 7 Pelaksanaan Percobaan... 8 Persiapan Lahan ... 8 Penanaman ... 8 Pemeliharaan ... 9 Pengamatan ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

Kondisi Umum ... 12

Pertumbuhan dan Produksi Ubijalar ... 15

Panjang Batang Utama ... 15

Jumlah Cabang ... 17

Jumlah Daun ... 19

Produksi Ubijalar ... 22

Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis ... 25

Tinggi Tanaman ... 25

Lingkar Batang ... 26

Jumlah Daun ... 27

Produksi Jagung Manis ... 28

Pembahasan ... 31

Nisbah Kesetaraan Lahan ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 39

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap

Pertumbuhan Ubijalar dan Jagung Manis……….. 14

2. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap

Hasil Panen Pengamatan Ubijalar dan Jagung Manis... 15

3. Panjang Batang Ubijalar pada 10 MST………. 17

4. Panjang Batang Ubijalar (cm) pada Setiap Perlakuan Waktu Tanam Jagung Manis dalam Tumpangsari... 17 5. Jumlah Cabang per tanaman Ubijalar pada Setiap Perlakuan Waktu

Tanam Jagung Manis dalam Tumpangsari……….…………... 19 6. Jumlah Cabang per Tanaman Ubijalar pada 10 MST……… 19 7. Jumlah Daun Ubijalar pada Setiap Perlakuan Waktu Tanam Jagung

Manis dalam Tumpangsari………. 21 8. Jumlah Daun per Tanaman Ubijalar pada 10 MST ... 21 9. Hasil Panen Ubijalar pada Setiap Perlakuan Waktu Tanam Jagung

Manis dalam Tumpangsari………... 23 10. Tinggi Tanaman Jagung Manis pada Perlakuan Waktu Tanam

dalam Tumpangsari……….. 26 11. Lingkar Batang Jagung Manis pada Perlakuan Waktu Tanam…….. 27 12. Jumlah Daun Jagung Manis pada Perlakuan Waktu Tanam

dalam Tumpangsari………... 27 13. Lingkar Batang dan Jumlah Daun Jagung Manis pada Akhir

Pengamatan……… 28 14. Hasil Panen Jagung Manis pada Perlakuan Waktu Tanam

dalam Tumpangsari………. 31 15. Nilai NKL Tumpangsari Jagung Manis dan Ubijalar pada Berbagai

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Grafik Pertumbuhan Panjang Batang Ubijalar……….. 16 2. Grafik Pertumbuhan Jumlah Cabang Ubijalar………... 18 3. Grafik Pertumbuhan Jumlah Daun Ubijalar………... 20 4. Perbandingan Bobot Umbi Total per Petak Antara Klon

Ayamurashake dan Sukuh Masing-Masing Pola Tanam…………. 24 5. Perbandingan Bobot Layak Pasar per Petak Antara Klon

Ayamurashake dan Sukuh Masing-Masing Pola Tanam………… 24 6. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman Jagung Manis………. 25 7. Perbandingan Bobot Brangkasan per Petak Jagung Manis pada

Setiap Waktu Tanam………. 28 8. Perbandingan Bobot Jagung Berkelobot per Petak Pada Setiap

Waktu Tanam……… 30

9. Perbandingan Bobot Jagung Manis Tanpa Berkelobot per Petak pada Setiap Waktu Tanam………. 31

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan pada

Peubah Pertumbuhan dan Produksi Ubijalar ... 40

2. Rekapitulasi Hasil Analsis Ragam Pengaruh Perlakuan pada Peubah Pertumbuhan dan Hasil Produksi Jagung Manis ... 44

3. Denah Petak Lahan Percobaan... 48

4. Hasil Analisis Contoh Tanah Sebelum Perlakuan……… 49

5. Tabel Kriteria Kimia Tanah ... . 49

6. Deskripsi Klon Sukuh ... . 50

7. Deskripsi Klon Ayamurashake... . 51

8. Data Iklim Darmaga Tahun 2009... 51

9. Jadwal Kegiatan Penelitian ... . 52

10. Kondisi Umum Pertanaman ... . 53

11. Hama dan Penyakit yang Menyerang Tanaman ... 54

12. Hasil Umbi Ubijalar pada Setiap Perlakuan Waktu Tanam ... . 55

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubijalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu tanaman karbohidrat non biji yang penting bagi sumber makanan dunia. Indonesia sebagai negara penghasil ubijalar kedua di dunia setelah Cina memiliki produksi ubijalar pada tahun 2007 sebesar 1886.85 ton dengan luas areal panen sebesar 176.93 Ha (Deptan, 2008). Di Indonesia pada umumnya ubijalar digunakan untuk makanan sampingan atau untuk mengurangi kekurangan pangan, namun di Papua dan Maluku ubijalar digunakan sebagai makanan pokok sepanjang tahun. Selain dimanfaatkan dalam bentuk umbi segar, ubijalar juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri saus, pati, kue dan etanol (Balitkabi, 2004).

Seiring dengan meningkatnya isu kerawanan pangan, maka ubijalar menjadi salah satu bahan pangan yang potensial untuk diversifikasi pangan. Hal ini dikarenakan ubijalar memiliki kandungan nutrisi yang baik seperti antosianin, betakaroten, vitamin C serta kandungan serat yang tinggi. Akan tetapi di Indonesia teknik budidaya ubijalar masih kurang diperhatikan. Banyak petani masih menganggap ubijalar sebagai bahan pangan sampingan setelah padi dan jagung. Akibatnya terdapat kecenderungan bahwa produksi ubijalar di Indonesia tidak mangalami kenaikan. Penggunaan varietas unggul serta teknik budidaya yang lebih baik dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi ubijalar.

Selain ubijalar, bahan pangan lain yang juga potensial untuk dikembangkan seiring dengan meningkatnya isu kerawanan pangan adalah jagung. Jagung merupakan bahan pangan pokok nomor dua setelah beras. Saat ini permintaan terhadap jagung terutama jagung manis meningkat seiring dengan munculnya swalayan yang senantiasa membutuhkan dalam jumlah besar. Sebagai bahan pangan, jagung manis dapat dikonsumsi dalam bentuk kering, bentuk basah, pipilan maupun tepung (Sudaryanto et al.1993). Selain itu jagung manis dapat juga digunakan sebagai bahan baku industri olahan makanan dan juga pakan ternak.

Kualitas dan kuantitas produksi ubijalar dan jagung manis di Indonesia masih perlu untuk ditingkatkan. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas

(12)

produksi ubijalar dan jagung manis, diperlukan varietas unggul serta teknik budidaya yang lebih baik. Luas lahan pertanian yang semakin berkurang menyebabkan usaha peningkatan produktivitas ubijalar dan jagung manis melalui ekstensifikasi tidak lagi memungkinkan. Untuk mengatasi hal ini maka pengusahaan tanaman dengan pola tanam tumpangsari dapat dilakukan. Namun beberapa penelitian memperlihatkan bahwa produksi suatu tanaman yang ditanam bersamaan lebih rendah dibandingkan dengan monokultur. Penanaman dengan pola tumpangsari dapat menciptakan agroekosistem pertanaman yang lebih kompleks, mencakup interaksi antara tanaman sejenis maupun dari jenis tanaman lain. Menurut Barker dan Francis (1986), pada tumpang sari harus memperhatikan kombinasi jenis tanaman maupun waktu tanam. Menurut Widodo et al (1993), penanaman jagung dengan ubijalar pada areal yang sama merupakan model yang ideal dan potensial untuk dikembangkan. Jagung yang merupakan tanaman C4 memiliki tingkat kejenuhan cahaya tinggi sedangkan ubijalar yang merupakan tanaman C3 memiliki tingkat kejenuhan cahaya yang rendah sehingga persaingan memperebutkan cahaya dapat dikurangi. Selain itu perbedaan waktu tanam juga berpengaruh terutama untuk mengurangi pengaruh kompetisi yang terjadi pada lahan tersebut.

Tujuan

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh waktu tanam jagung manis pada pola tanam tumpangsari terhadap produktivitas 2 klon ubijalar.

Hipotesis

1. Waktu tanam jagung manis berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi ubijalar dalam sistem tanam tumpangsari.

2. Waktu tanam jagung manis berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jagung manis dalam sistem tumpangsari dengan ubijalar.

3. Terdapat klon ubijalar yang baik untuk ditanam tumpangsari dengan jagung manis.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Ubijalar (Ipomoea batatas L. (Lam))

Ubijalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman tropis yang berasal dari Amerika. Tanaman ini termasuk dalam famili Convolvulaceae yang memiliki ciri khas mahkota bunganya berbentuk terompet. Ubijalar adalah heksaploid, namun sebagian besar dari sekitar 400 spesies Ipomoea adalah diploid. Walaupun termasuk tanaman tropis namun ubijalar dapat pula tumbuh baik pada daerah subtropis (Wargiono, 1980).

Ubijalar adalah tanaman dikotiledon tahunan dengan batang panjang menjalar dan daun berbentuk jantung hingga bundar yang tertopang tangkai daun tegak. Akar serabut dapat tumbuh secara adventif dari kedua sisi tiap ruas pada bagian batang yang bersinggungan dengan tanah. Organ penyimpanan yang layak santap adalah umbi yaitu akar yang terbentuk dari penebalan akar sekunder. Biasanya sekitar 15% dari seluruh akar yang terbentuk akan menebal dan membentuk organ penyimpan (umbi) yang tumbuh agak dangkal, pada kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Sebagian besar pertumbuhan akar penyimpan (umbi) biasanya dimulai sekitar 2 bulan setelah tanam. Diameter umbi terus meningkat selama daun tetap aktif. Bagian utama umbi terdiri dari jaringan parenkima.

Tanaman ubijalar biasanya memiliki 3-4 umbi. Sebagian besar umbi yang dapat dipasarkan secara komersial memiliki berat sekitar 100 g hingga 400 g. Pembesaran akar, yang sering disalah artikan sebagai pembesaran umbi, adalah akibat dari pembesaran sel yang cepat, diikuti oleh pembesaran sel dan penimbunan pati pada jaringan parenkim pusat. Pembesaran umbi dimulai pada 30-35 hari setelah pindah-tanam, dan selanjutnya sebagai penyimpanan utama hingga panen atau terhentinya pertumbuhan. Warna peridermis akar dan daging buah berbeda-beda, bergantung pada kultivarnya mulai dari kuning, jingga, merah hingga ungu. Bentuk ubi beragam, mulai dari memanjang hingga hampir bulat.

Ubijalar merupakan tanaman berhari pendek dan memerlukan panjang hari maksimum 11 jam untuk berbunga. Tanaman ini baik ditanam pada wilayah lintang 400 LU - 320 LS. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah yang memiliki suhu yang tinggi pada siang maupun malam hari. Ubijalar menyukai tanah liat

(14)

berpasir remah yang berdrainase baik, dengan aerasi memadai. Pemadatan tanah berpengaruh buruk terhadap bentuk dan ukuran umbi. Suhu optimum bagi ubijalar ialah sekitar 240C, sedangkan pH optimum sekitar 6.0-7.5. Ubijalar cukup toleran terhadap kekeringan karena sistem perakarannya yang dalam. Akan tetapi tanaman ini tidak toleran terhadap banjir karena dapat menurunkan hasil untuk itu penanaman dilakukan pada guludan atau larikan dengan tujuan untuk memperbaiki drainase dan merangsang pembesaran umbi.

Jagung Manis (Zea mays sacharata)

Jagung manis atau sweet corn termasuk dalam famili Gramineae, subfamili Panicoideae ordo Maydeae. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1995), jagung manis merupakan jagung biasa yang mengalami mutasi pada lokus su 1 (sugary-1) kromosom keempat, sehingga menyebabkan kandungan patinya lebih rendah, bibit keriput, daya simpan benihnya rendah. Alexander (1988), menyatakan bahwa selain gen su-1 rasa manis juga dipengaruhi oleh adanya gen shrunken-2 (sh-2) yang memperlambat terjadinya perubahan gula menjadi pati sehingga rasa manis oleh jagung dapat bertahan lebih lama. Menurut Hueslen (1964) dalam Sufiani (2002), kandungan gula dan pati pada endosperm jagung manis selain dipengaruhi oleh gen juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan. Kandungan gula tertinggi terdapat pada biji yang berumur 16 hari setelah penyerbukan dan kandungan pati setelah 20 hari setelah penyerbukan.

Secara fisik ada beberapa perbedaan mendasar antara jagung manis dan jagung biasa yaitu, warna tassel dan rambut jagung manis berwarna putih sedangkan jagung biasa berwarna kuning kecoklatan. Berdasarkan sifat penyerbukannya jagung manis termasuk tanaman menyerbuk silang karena tanaman ini termasuk tanaman monoecious yaitu bunga jantan dan bunga betina berada terpisah namun tetap dalam satu tanaman. Jagung manis dapat beradaptasi pada lingkungan iklim yang luas. Pada umumnya jagung manis dapat dipanen pada umur kira-kira 18-24 hari setelah penyerbukan, dan biasanya ditandai dengan penampakan luar rambut yang mengering, keketatan kelobot, dan kekerasan tongkol ketika digenggam. Panen dilakukan ketika biji masih belum matang, pada fase susu, dan sebelum fase kental awal. Menurut Palungkun dan Budiarti (2000),

(15)

jagung manis tumbuh baik pada 500 LU - 400 LS serta sampai ketinggian 3000 m dpl. Suhu yang baik berkisar antara 210-300 C. Curah hujan yang optimum ialah berkisar antara 100-125 mm/bulan. Menurut Thompson dan Kelly (1957), jagung manis dapat tumbuh hampir pada semua tipe tanah dengan syarat berdrainase dan aerasinya baik. Hama penting yang menyerang jagung manis ialah ulat tanah (Agrotis sp.), lalat bibit (Atherigona exiqua), dan penggerek batang (Heliothus arrigena), sedangkan penyakit penting yang sering menyerang tanaman jagung manis ialah penyakit bulai oleh cendawan Perosclerospora maydis.

Tumpangsari

Tumpangsari merupakan pola tanam dalam satu luasan pertanaman yang terdapat dua atau lebih jenis tanaman dalam waktu yang sama (Gomez dan Gomez, 1983). Tumpangsari memiliki banyak keuntungan diantaranya: mengurangi serangan hama dan timbulnya penyakit, kemampuan adaptasi terhadap lingkungan lokal, menyediakan kesinambungan dan varisasi persediaan makanan, melindungi tanah dari erosi, pemanfaatan lahan yang lebih efektif, pemanfaatan tenaga kerja efisien, dan menghindari kegagalan usaha tani (Gupta dan O’toole, 1986).

Pengaruh kompetisi menurut Trenbath (1977) terjadi karena tanaman memiliki variasi dalam hal ukuran maupun aktivitas sistem akar dan pucuk sehingga bervariasi dalam memanfaatkan faktor tumbuh. Selain itu terbatasnya sarana tumbuh juga berakibat pada terjadinya kompetisi. Pada umumnya faktor tumbuh yang diperebutkan diantaranya ialah cahaya, air, hara, O2, CO2, dan ruang tumbuh.

Pada tanaman yang diusahakan bersama, perbedaan tinggi tanaman merupakan hal yang dianjurkan. Perbedaan tinggi tanaman merupakan hal yang dianjurkan dalam tumpang sari. Adanya perbedaan tinggi tanaman akan menghasilkan turbulensi angin dan distribusi CO2 yang merata sehingga fotosintesis pada masing-masing tanaman dapat berjalan dengan baik (Effendi, 1978). Menurut Herrena dan Harwood (1975) kombinasi yang memberikan hasil baik pada tumpang sari adalah jenis tanaman rendah ditanam di antara jenis tanaman tinggi. Dengan demikian dapat menciptakan kerapatan tanaman yang

(16)

dapat meningkatkan efisiensi penggunaan cahaya. Pada umumnya produksi tanaman yang diusahakan bersama lebih rendah dibandingkan monokultur. Namun penurunan produksi dari salah satu jenis tanaman dapat diimbangi dengan produksi jenis tanaman lain sehingga sering pola tanam ini produksinya lebih tinggi daripada monokultur.

Pengaruh Perbedaan Waktu Tanam

Masalah utama dalam sistem tanam ganda ialah adanya pengaruh kompetisi terhadap faktor-faktor tumbuh sehingga menyebabkan reduksi hasil jika dibandingkan dengan monokultur. Pengaturan waktu tanam yang tepat merupakan faktor penting dalam suatu pertanaman yang akan menunjukkan tingkat pertumbuhan selanjutnya dari tanaman juga produksi tanaman tersebut. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menekan kompetisi antar tanaman dalam memperebutkan faktor-faktor tumbuh terutama pada saat periode kritis salah satu tanaman (Manthiana dan Baharsjah, 1982).

Untuk mencapai efisiensi waktu dan tenaga pada waktu penanaman perlu dilakukan suatu pengaturan waktu tanam pada pola tanam tumpagsari sehingga harga produksi dapat ditekan dan pada akhirnya diperoleh hasil yang maksimal dengan mengurangi persaingan antar tanaman.

Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL)

NKL merupakan suatu konsep yang dapat dipergunakan untuk penilaian

pola tanam tumpangsari dalam hal efisiensi pemanfaatan lahan (Mead dan Willey, 1980). Selain itu NKL juga merupakan suatu nilai yang

digunakan untuk mengetahui keuntungan pola tanam tumpangsari. NKL dapat membandingkan produktivitas lahan yang ditanam secara tumpangsari dengan monokultur. NKL lebih dari satu menunjukkan bahwa pola tanam tumpangsari lebih efisien dibandingkan monokultur serta menunjukkan bahwa produksi yang dihasilkan dari penanaman pola tumpangsari setara dengan produksi yang dihasilkan pada pola tanam monokultur dengan luasan yang lebih besar. Semakin tinggi nilai NKL maka keuntungan pola tanam tumpangsari juga akan meningkat.

(17)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Sindangbarang, University Farm, Institut Pertanian Bogor dengan ketinggian 230 m dpl (di atas permukaan laut). Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari 2009 sampai dengan Mei 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan ialah bibit tanaman ubijalar klon Sukuh dan Ayamurashake yang berupa stek batang dengan panjang 25 cm serta benih jagung manis varietas SD-3. Percobaan dilakukan pada lahan seluas 800 m2. Pupuk yang digunakan ialah Urea, SP-18, dan KCl masing masing dengan dosis 174 kg/ha, 114 kg/ha, dan 113 kg/ha serta furadan. Tanaman jagung manis yang dipupuk hanya perlakuan monokultur dengan dosis pupuk mengikuti dosis pupuk untuk ubijalar. Pengendalian hama dan penyakit tanaman digunakan insektisida sistemik Regent (Fipronil 5 g/l) dan fungisida sistemik score (Difenokonazol 250 g/l). Alat-alat yang digunakan meliputi alat budidaya tanaman, alat ukur seperti mistar dan meteran, dan alat timbang.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Perlakuan yang digunakan yaitu :

P1 : Jagung ditanam bersamaan dengan ubijalar klon Ayamurashake P2 : Jagung ditanam 2 MST ubijalar klon Ayamurashake

P3 : Jagung ditanam 4 MST ubijalar klon Ayamurashake P4 : Jagung ditanam bersamaan dengan ubijalar klon Sukuh P5 : Jagung ditanam 2 MST ubijalar klon Sukuh

P6 : Jagung ditanam 4 MST ubijalar klon Sukuh P7 : Monokultur ubijalar klon Ayamurashake P8 : Monokultur ubijalar klon Sukuh

P9 : Monokultur jagung

Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 27 petak satuan percobaan. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan digunakan metode analisis ragam (uji F) dan apabila menunjukkan perbedaan

(18)

nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan Muliple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Model linier analisis ragam RKLT :

Yij = µ + αi + βj + εij (i = 1,2,3,4,5 dan j = 1,2,3,4)

Ket : Yij = nilai pengamatan dari kelompok ke-j, ulangan ke-i µ = nilai tengah populasi

αi = pengaruh waktu tanam ke i βj = pengaruh kelompok ke j

εij = galat percobaan dari perlakuan perbedaan waktu tanam ke i, pada kelompok ke j

Pelaksanaan Percobaan Persiapan Lahan

Sebelum ditanam lahan terlebih dahulu diolah dengan menggunakan cangkul, garpu dan peralatan budidaya lainnya. Lahan yang digunakan merupakan lahan kering yang banyak ditumbuhi rerumputan dan gulma sehingga perlu dibersihkan terlebih dahulu. Selanjutnya dicangkul agar tanah menjadi gembur. Setelah itu dibuat petakan dengan ukuran 20 m2 sebanyak 27 petakan dan dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing petak dibuat guludan dengan lebar guludan 60 cm dan jarak antar guludan sebesar 40 cm sehingga terdapat 5 guludan pada masing-masing petak percobaan. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Penanaman

Stek ubijalar ditanam pada tengah guludan secara mendatar dan 2/3 panjang stek masuk ke tanah sedangkan 1/3 bagian lagi tersembul di permukaan tanah. Stek yang digunakan adalah stek pucuk dengan panjang 20 – 25 cm. Jarak tanam ubijalar 100 cm x 25 cm. Jagung manis ditanam di sebelah kiri di antara barisan tanaman ubijalar dalam guludan serta jarak tanam 100 cm x 25 cm dengan jumlah satu benih per lubang Penanaman dilakukan sesuai dengan perlakuan masing-masing.

Pemupukan dilakukan 3 kali yaitu seminggu setelah tanam untuk 1/3 dosis urea, seluruh dosis SP-18 dan 1/3 KCl dengan cara ditugal. Pemupukan kedua

(19)

yaitu pada 7 MST yaitu 1/3 dosis urea dan 2/3 KCl dengan cara dialur. Pemupukan ketiga dilakukan pada 12 MST yaitu 1/3 urea dengan cara ditugal. Pemupukan jagung manis hanya dilakukan pada tanaman jagung manis yang diberi perlakuan monokultur. Pemupukan dilakukan 2 kali yaitu 2 MST dengan setengah dosis urea, seluruh dosis SP-18, dan seluruh dosis KCl. Setengah dosis urea sisanya diaplikasikan saat 4 MST. Sebelum pemupukan dilakukan uji tanah untuk mengetahui kandungan hara yang ada dalam tanah.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiangan, serta pengendalian hama penyakit. Penyulaman jagung dilakukan pada umur 1 MST sedangkan ubijalar pada 2 MST. Pengeprasan guludan dilakukan pada 6 MST dengan memotong secara vertikal kedua sisi guludan agar tanah menjadi gembur sehingga merangsang akar-akar umbi agar dapat tumbuh dengan baik sekaligus sebagai upaya pengendalian gulma. Pada 7 MST bersamaan dengan aplikasi pupuk kedua tanah hasil penurunan guludan diangkat ke atas untuk menutup pupuk setelah aplikasi. Pembalikan batang ubijalar dilakukan pada saat 8 dan 13 MST dengan tujuan untuk mengurangi terbentuknya akar pensil yang tumbuh pada ruas-ruas batang sehingga air dan zat hara dapat tersalurkan ke umbi yang diinginkan.

Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang terdapat pada lahan terutama dilakukan saat menjelang pemupukan. Pengendalian hama penyakit dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan pestisida dan fungisida sistemik secara berkala setiap 2 minggu sekali.

Panen ubijalar dilakukan lebih awal yaitu pada saat 17 MST karena alasan keamanan. Panen ubijalar dilakukan dengan memotong brangkasan tanaman lalu umbi dalam guludan dibongkar dengan hati-hati. Panen jagung manis dilakukan berdasarkan perlakuan masing-masing. Jagung manis monokultur dipanen pada 10 MST sedangkan jagung manis yang ditanam bersamaan dan 2 MST setelah ubijalar dipanen pada saat 11 MST. Jagung manis yang ditanam 4 MST dipanen pada saat 12 MST. Panen jagung manis dilakukan dengan mencabut semua tanaman lalu memisahkan brangkasan dengan tongkolnya.

(20)

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh yang dipilih secara acak dari setiap petak ulangan.

1. Pengamatan selama pertumbuhan

Pengamatan selama pertumbuhan ubijalar meliputi pengukuran panjang batang, jumlah daun, dan jumlah cabang. Pengukuran dilakukan pada 2 sampai 10 MST. Untuk jagung manis pengukuran dilakukan terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, dan lingkar batang. Pengamatan dilakukan pada 2 MST sampai dengan 8 MST.

2. Pengamatan saat dan pasca panen Ubijalar

a. Bobot total umbi

b. Bobot brangkasan per tanaman c. Bobot brangkasan per petak d. Bobot umbi busuk per petak

e. Bobot umbi yang dapat dipasarkan (≥150 g/umbi ) maupun yang tidak dapat dipasarkan (<150 g/umbi)

f. Indeks panen (IP) dihitung dengan rumus IP = Bobot umbi total/petak

Bobot (umbi total+ brangkasan total)/petak Jagung

a. Bobot dan jumlah total tongkol b. Bobot tongkol berkelobot per tanaman c. Bobot tongkol tanpa kelobot per tanaman d. Bobot tongkol berkelobot per petak e. Bobot tongkol tanpa kelobot per petak f. Bobot brangkasan per tanaman contoh g. Bobot brangkasan per petak

h. Indeks panen (IP) dapat dihitung dengan rumus : IP = Bobot jagung tanpa kelobot/petak

(21)

Untuk mengetahui efisiensi tumpangsari dilakukan perhitungan Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) dengan rumus sebagai berikut :

NKL : T1 + T2 M1 M2

Ket : T1 = Hasil tanaman ubijalar pada pertanaman tumpangsari T2 = Hasil tanaman jagung manis pada pertanaman tumpangsari M1 = Hasil pertanaman ubijalar pada pertanaman monokultur

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2009 sampai dengan Mei 2009 di Kebun Percobaan Sindangbarang, Bogor dengan ketinggian 230 m dpl, suhu rata-rata 25.660 C, curah hujan rata-rata 340.33 mm/bulan, dan kelembaban udara rata-rata 85 %. Menurut Palungkan dan Budiarti (2002), suhu yang baik untuk pertanaman jagung manis adalah 21-200 C, sedangkan untuk ubijalar ialah 21-270 C.

Berdasarkan hasil analisis tanah sebelum perlakuan menunjukkan bahwa lahan percobaan tersebut memiliki struktur tanah liat berdebu dengan kandungan pasir 24.12%, debu 30.49%, dan liat 45.39%, serta pH tanah sangat masam (pH = 4.40). Menurut Budiarti dan Pulungkan (2002), kemasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung manis adalah 5.5 – 7.0. Lahan percobaan yang digunakan memiliki bahan organik rendah (1.92 %), kandungan N-total rendah yaitu 0.18%, kandungan P tanah sangat rendah yaitu hanya 1.8 ppm, serta kandungan K tanah yang rendah yaitu 0.12 me/100g. Evaluasi ini berdasarkan

ketetapan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah Bogor (Lampiran 4).

Kondisi lahan tersebut belum optimal untuk pertumbuhan ubijalar. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) pH optimum untuk pertanaman ubijalar adalah 6.0 - 7.5 sedangkan pH tanah untuk pertanaman jagung manis yaitu 5.5 – 7.0. Selain itu perlu dilakukan penambahan unsur hara secara memadai melalui aplikasi pemupukan karena lahan tersebut memiliki kandungan N-total, P dan K dalam tanah yang rendah.

Pertumbuhan ubijalar cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya persentase tanaman yang disulam. Pada umumnya penyulaman dilakukan karena bibit terserang cendawan dan kondisi bibit yang kurang baik. Pada awal pertumbuhan ubijalar mengalami pengguguran daun, namun setelah 2 MST daun baru telah tumbuh kembali.

(23)

Jagung manis yang ditanam secara monokultur mengalami pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini karena pertumbuhan tanaman jagung pada tumpangsari terhambat oleh pertumbuhan sulur ubijalar. Selain itu sulur ubijalar yang semakin panjang menghalangi masuknya sinar matahari sehingga perkecambahan benih jagung terhambat. Kondisi tanaman ubijalar dan jagung manis baik monokultur maupun tumpangsari dapat dilihat pada Lampiran 10.

Gulma yang terdapat pada petak percobaan umumnya adalah jenis rumput-rumputan (Axonopus compressus) dan beberapa gulma berdaun lebar seperti (Thyponium flagelliforme, Ageratum conyzoides, serta Phylanthus niruri). Penyiangan gulma dilakukan secara rutin dengan cara manual. Penyiangan intensif dilakukan terutama menjelang aplikasi pemupukan untuk menghindari persaingan dalam penyerapan unsur hara dengan tanaman. Saat 5 MST pada jagung monokultur dilakukan pembumbunan untuk mencegah rebahnya batang jika terkena angin dan juga untuk penyiangan gulma.

Hama yang menyerang petak tanaman ialah belalang (Oxya sp), ulat keket dan hama penggerek batang (Omphissa anastomosalis). Serangan hama tidak begitu merugikan tanaman karena populasinya sedikit. Pada tanaman ubijalar ulat keket dan belalang mulai terlihat pada 4 MST dan menyebabkan berlubangnya daun tanaman. Hama penggerek batang mulai terlihat pada 8 MST ditunjukkan dengan adanya lubang dan kotoran hama pada pangkal batang sehingga batang mudah patah. Hama yang menyerang tanaman jagung manis ialah belalang, serta ulat pemakan batang (Agrotis sp.). Ulat penggerek batang memotong batang tanaman yang masih muda sehingga tanaman mati. Pengendalian hama dilakukan secara kimia menggunakan insektisida.

Hama utama yang menyerang ubijalar hama Cylas formicarius yang menyerang umbi ubijalar sehingga umbi membusuk dan rasanya pahit. Pengendalian lanas dilakukan dengan penyemprotan insektisida sistemik pada saat pertumbuhan tanaman. Pada jagung manis tanaman mulai terserang penyakit bulai pada 3 MST yang disebabkan oleh cendawan Pheranosclerospora maydis.

Penyakit ini lebih banyak menyerang jagung yang ditanam sebulan setelah ubijalar. Pengendalian penyakit bulai dilakukan dengan mencabut tanaman dan

(24)

menyingkirkannya dari lahan agar tidak menyerang tanaman lain. Jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman dapat dilihat di Lampiran 11.

Perlakuan waktu tanam jagung manis memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap panjang batang ubijalar pada 4 sampai 10 MST, jumlah cabang dan jumlah daun pada 6-10 MST (Tabel 1). Waktu tanam jagung manis berpengaruh sangat nyata terhadap bobot umbi per petak, bobot umbi per tanaman, bobot umbi busuk per petak dan indeks panen, namun tidak berpengaruh pada bobot brangkasan total per petak dan bobot brangkasan per tanaman ubijalar (Tabel 2).

Tinggi tanaman jagung manis dipengaruhi sangat nyata oleh pola tanam tumpangsari dengan ubijalar pada 3 dan 8 MST, dan lingkar batang pada 3, 4, 6, 7, dan 8 MST. Jumlah daun dipengaruhi sangat nyata pada 3 MST dan nyata pada 8 MST (Tabel 1). Waktu tanam dalam tumpangsari berpengaruh sangat nyata terhadap bobot brangkasan jagung manis per petak, bobot jagung berkelobot per petak, bobot jagung berkelobot per tanaman, bobot jagung tanpa kelobot per petak dan jumlah jagung per petak (Tabel 2).

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Ubijalar dan Jagung Manis

Komoditi Peubah

Umur Tanaman (MST)

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ubijalar Panjang Batang tn tn ** ** ** ** ** ** **

Jumlah Daun tn tn tna) * ** ** ** ** **

Jumlah Cabang tn tna) *a) tn ** ** ** ** **

Jagung Tinggi Tanaman tn ** tn tn * * **

Lingkar Batang tn ** ** * ** ** **

Jumlah Daun tn ** tn tn tn tn *

Keterangan : * = Berbeda nyata padaUji-F 5% ** = Berbeda nyata pada Uji-F 1% tn = Tidak nyata

(25)

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Hasil Panen Ubijalar dan Jagung Manis

Komoditi Peubah Uji-F

Ubijalar Bobot Brangkasan Total/Petak tn

Bobot Brangkasan/Tanaman tn

Bobot Umbi Total/Petak **a)

Bobot Umbi/Tanaman **a)

Bobot Umbi Busuk/Petak **a)

Bobot Umbi < 150 gram/Petak *a)

Bobot Umbi ≥ 150 gram/Petak *a)

Indeks Panen **

Jagung Bobot Brangkasan Total/Petak **a)

Bobot Brangkasan/Tanaman *a)

Bobot Jagung Berkelobot/Petak **a)

Bobot Jagung Berkelobot/Tanaman **a)

Bobot Jagung Tanpa Kelobot/Petak **a)

Bobot Jagung Tanpa Kelobot/Tanaman **a)

Jumlah Jagung/Petak **

Indeks Panen *

Keterangan : * = Berbeda nyata padaUji-F 5% ** = Berbeda nyata pada Uji-F 1% tn = Tidak nyata

a)

= Hasil transformasi √x + 0.5

Pertumbuhan dan Produksi Ubijalar (Ipomoea batatas)

Pertumbuhan ubijalar yang diukur melalui peubah panjang batang utama, jumlah cabang, dan jumlah daun dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan kombinasi klon dan waktu tanam jagung manis terutama sejak umur 6 sampai 10 MST (Tabel 1).

Panjang Batang Utama

Batang ubijalar tersusun dari ruas yang merentang di antara buku-buku tempat melekatnya daun. Menurut Soemarno (1985), batang merupakan organ yang sangat penting bagi tanaman ubijalar karena selain sebagai organ fotosintesis juga sebagai organ translokasi unsur hara, air, dan hasil fotosintesis.

(26)

Panjang batang ubijalar tumbuh dengan pesat pada awal-awal masa pertumbuhan (2-6 MST) namun setelah itu pertambahan panjang batang mulai berkurang pada setiap perlakuan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman jagung manis (Gambar 1). Kondisi ini diduga karena adanya pengaruh naungan terhadap tajuk tanaman ubijalar. Ubijalar monokultur memperoleh cahaya matahari yang optimal karena tidak adanya tajuk tanaman lain yang menghalangi radiasi matahari. Namun pada tumpangsari jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar mengakibatkan terhalangnya radiasi sinar matahari ke vegetasi tanaman ubijalar seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jagung manis.

Gambar 1. Grafik pertumbuhan panjang batang ubijalar

Panjang batang ubijalar Ayamurashake yang ditanam tumpangsari dengan jagung manis baik pada saat ditanam bersamaan, 2 MST, dan 4 MST cenderung lebih pendek dibandingkan dengan monokulturnya dan pada akhir pengamatan (10 MST) ubijalar yang ditanam bersamaan dengan jagung manis memiliki batang yang paling pendek. Untuk klon Sukuh antara monokultur dan semua perlakuan waktu tanam dalam tumpangsari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 4).

(27)

Ubijalar Sukuh memiliki batang yang lebih pendek dibandingkan dengan Ayamurashake baik yang ditanam secara monokultur maupun tumpangsari dengan jagung manis. Pada akhir pengamatan (10 MST) panjang batang ubijalar Sukuh monokultur 94 cm sedangkan Ayamurashake 176.67 cm. Pada akhir pengamatan (10 MST), terdapat respon yang berbeda antara klon Sukuh dengan Ayamurashake. Klon Ayamurashake memiliki kecenderungan memperpendek batangnya ketika mendapat naungan dari jagung sedangkan klon Sukuh cenderung memperpanjang batangnya (Tabel 3). Hal ini diduga pada klon Sukuh terjadi etiolasi atau pemanjangan batang akibat dari meningkatnya kerja hormon auksin di dalam titik tumbuh tanaman karena ternaunginya batang ubijalar oleh tajuk tanaman jagung. Pola tanam tumpangsari menurunkan pertambahan panjang batang ubijalar Ayamurashake sebesar 13.58 % sedangkan pada klon Sukuh mampu memperpanjang batang sebesar 14.72 %.

Tabel 3. Panjang Batang Ubijalar pada 10 MST

Klon Tumpangsari Monokultur

Sukuh 107.84 94

Ayamurashake 155.54 176.67

Tabel 4. Panjang Batang Ubijalar (cm) pada Perlakuan Waktu Tanam Jagung Manis dalam Tumpangsari

Perlakuan 6MST 7MST 8MST 9MST 10MST

Jagung Manis = Ayamurashake 110.3ab 122.73b 124.6b 136.33a 142.73b Jagung Manis 2MST Ayamurashake 133.37bc 146.37ab 141.8ab 151.37a 160.33ab Jagung Manis 4 MST Ayamurashake 103.2c 120.7b 130b 150.3a 163.93ab Monokultur Ayamurashake 138.2a 152.27a 155.73a 154.67a 176.67a Jagung Manis = Sukuh 73.13d 73.57c 80.2c 83.8b 95.4c Jagung Manis 2MST Sukuh 69.57d 79.17c 90.2c 101.87b 113.8c Jagung Manis 4 MST Sukuh 69.7d 80.47c 91c 102.33b 114.33c Monokultur Sukuh 71.87d 80.67c 83.43c 88.97b 94c

KK 14.79 13.47 11.82 13.9 10.82

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

Jumlah Cabang

Hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) memperlihatkan bahwa pola tanam secara konsisten berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang ubijalar pada

(28)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2 3 4 5 6 7 8 9 10 MS T c a b a n g /t a n a m a n

J agung Manis = A yamuras hake J agung Manis 2MS T A yamuras hake J agung Manis 4 MS T A yamuras hake Monokultur A yamuras hake J agung Manis = S ukuh J agung Manis 2MS T S ukuh J agung Manis 4 MS T S ukuh Monokultur S ukuh

umur 6-10 MST. Cabang mulai terbentuk pada 2 MST baik pada Ayamurashake maupun Sukuh. Gambar 2 menunjukkan bahwa pertumbuhan cabang ubijalar yang ditanam secara monokultur lebih cepat pada setiap umur tanamannya dibandingkan dengan tumpangsari sehingga pada akhir pengamatan monokultur ubijalar menghasilkan jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan tumpangsari.

Gambar 1. Grafik pertumbuhan jumlah cabang per tanaman ubijalar

Ubijalar Ayamurashake yang ditanam secara monokultur cenderung memiliki cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan yang ditanam secara tumpangsari serta terlihat secara nyata pada akhir pengamatan (10 MST). Namun jumlah cabang ubijalar Ayamurashake pada perlakuan tumpangsari dengan jagung manis saat ditanam bersamaan, 2 MST dan 4 MST tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Untuk klon Sukuh terlihat bahwa jumlah cabang yang dihasilkan pada semua waktu tanam dalam sistem tumpangsari dengan jagung manis tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan monokultur (Tabel 5).

Ubijalar Sukuh memiliki jumlah cabang yang lebih sedikit dibandingkan dengan Ayamurashake baik yang ditanam secara monokultur maupun tumpangsari. Kondisi ini dikarenakan ubijalar Ayamurashake memiliki batang yang lebih panjang, sehingga menghasilkan buku yang merupakan tempat tumbuhnya batang menjadi lebih banyak. Pola tanam tumpangsari ternyata

(29)

menurunkan jumlah cabang ubijalar, terutama untuk klon Ayamurashake. Tabel 6 menunjukkan bahwa pola tanam tumpangsari menurunkan jumlah cabang ubijalar Sukuh sebesar 1.84 % dari 3.80 menjadi 3.73 cabang/tanaman, sedangkan Ayamurashake menurun sebesar 25.74 % dari 9.40 menjadi 6.98 cabang/tanaman.

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

Tabel 6. Jumlah Cabang per Tanaman Ubijalar pada 10 MST

Klon Tumpangsari Monokultur

Sukuh 3.73 3.80

Ayamurashake 6.98 9.40

Jumlah Daun

Daun merupakan organ fotosintat pembentuk karbohidrat. Daun ubijalar tumbuh pada batang dimana tangkai daun melekat pada buku-buku batang. Pengamatan jumlah daun diperlukan selain sebagai indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti pada pembentukan biomasa tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).

Pengamatan jumlah daun dilakukan pada 2 sampai 10 MST. Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa pola tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Gambar 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan daun ubijalar Tabel 5. Jumlah Cabang per Tanaman Ubijalar pada Perlakuan Waktu

Tanam Jagung Manis dalam Tumpangsari

Perlakuan 6MST 7MST 8MST 9MST 10MST

Jagung Manis = Ayamurashake 4.07ab 5.2ab 5.53ab 6.33a 6.87b

Jagung Manis 2MST Ayamurashake 4.44a 4.93ab 5.4ab 6.27a 6.8b

Jagung Manis 4 MST Ayamurashake 3.47ab 4.53b 5.13b 5.87a 7.33b

Monokultur Ayamurashake 4.13ab 6.07a 6.87a 7.33a 9.4a

Jagung Manis = Sukuh 1.93c 2.13c 2.2c 2.53b 3.2c

Jagung Manis 2MST Sukuh 2.00c 2.07c 2.27c 2.67b 3.6c

Jagung Manis 4 MST Sukuh 2.00c 2.27c 2.6c 2.67b 4.4c

Monokultur Sukuh 1.93c 2.2c 2.4c 2.53b 3.8c

(30)

yang ditanam secara tumpangsari mulai terhambat menjelang akhir pengamatan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jagung manis terutama tumpangsari ubijalar yang ditanam bersamaan dengan jagung manis, sedangkan pertumbuhan daun ubijalar monokultur terlihat lebih stabil dikarenakan tidak adanya pengaruh naungan pada setiap umur pengamatan.

Gambar 3. Grafik pertumbuhan jumlah daun per tanaman ubijalar

Pola tanam tidak berpengaruh secara nyata pada jumlah daun klon Sukuh. Dari awal sampai dengan akhir pengamatan, baik monokultur maupun tumpangsari tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Pada klon Sukuh, tanaman yang ditanam sebulan sebelum jagung manis cenderung menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak mulai dari 6 MST sampai dengan 10 MST dibandingkan monokultur maupun yang ditumpangsarikan lainnya.

Pada setiap umur pengamatan, ubijalar Ayamurashake yang ditanam secara monokultur cenderung menghasilkan jumlah daun lebih banyak namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan ubijalar Ayamurashake yang ditanam secara tumpangsari. Pola tanam tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara tumpangsari dengan monokultur pada ubijalar Ayamurashake. Walaupun demikian pada akhir pengamatan monokultur ubijalar Ayamurashake

(31)

menghasilkan jumlah daun terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 7).

Jumlah daun yang dihasilkan oleh klon Ayamurashake lebih banyak dibandingkan dengan klon Sukuh. Hal tersebut dapat dimengerti sebab Ayamurashake menghasilkan cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan Sukuh, sehingga kemungkinan daun yang dihasilkan lebih banyak. Tabel 8 memperlihatkan bahwa pada akhir pengamatan (10 MST) ubijalar Ayamurashake yang ditanam secara monokultur menghasilkan 142.67 daun/tanaman sedangkan ubijalar yang ditumpangsarikan menghasilkan rata-rata 121.51 daun/tanaman. Ubijalar Sukuh yang ditanam secara monokultur menghasilkan jumlah daun sebanyak 64.60 daun/tanaman sedangkan ubijalar Sukuh yang ditanam secara tumpangsari rata-rata menghasilkan 67.44 daun/tanaman. Pada klon Sukuh efek naungan cenderung meningkatkan pembentukan daun sebesar 4.4 %, sedangkan pada klon Ayamurashake efek naungan justru cenderung menurunkan pembentukan daun sebesar 14.84 %.

Tabel 7. Jumlah Daun Ubijalar pada Perlakuan Waktu Tanam Jagung Manis dalam Tumpangsari

Perlakuan 6MST 7MST 8MST 9MST 10MST

Jagung Manis = Ayamurashake 61.60a 83.60b 96.8b 101.13a 102.2ab Jagung Manis 2MST Ayamurashake 71.13a 94.93ab 99.53b 117.27a 138.33a Jagung Manis 4 MST Ayamurashake 63.80a 88.83b 92.47b 109.03a 124a Monokultur Ayamurashake 70.20a 111.33a 123.87a 128.2a 142.67a Jagung Manis = Sukuh 37.00b 41.53c 47.07c 49.6b 58.53c Jagung Manis 2MST Sukuh 37.53b 49.47c 53.2c 59.53b 68.53bc Jagung Manis 4 MST Sukuh 45.20b 50.87c 60.27c 66.13b 75.27bc Monokultur Sukuh 41.00b 46.67c 48.47c 57b 64.6bc

KK 10.47 13.52 13.79 16.91 23.05

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

a)

= Hasil transformasi √x + 0.5

Tabel 8. Jumlah Daun per Tanaman Ubijalar pada 10 MST

Klon Tumpangsari Monokultur

Sukuh 67.44 64.6

(32)

Produksi Ubijalar

Umbi ubijalar merupakan hasil utama yang bernilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan organ lainnya. Panen ubijalar dilakukan serentak pada tiap petak percobaan saat 17 MST. Hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 2), menunjukkan bahwa kombinasi klon dan waktu tanam jagung manis dalam sistem tumpangsari berpengaruh nyata terhadap bobot umbi < 150 gram dan bobot umbi ≥ 150 gram. Pola tanam berpengaruh sangat nyata terhadap bobot umbi total per petak, bobot umbi per tanaman, bobot umbi busuk per petak, dan indeks panen. Bobot brangkasan total per petak dan bobot brangkasan per tanaman tidak berpegaruh nyata.

Perbedaan hasil terlihat antar klon Ayamurashake dan Sukuh. Untuk hasil umbi layak pasar per petak dari klon sukuh menghasilkan rata-rata 4917 g lebih banyak dibandingkan dengan klon Ayamurashake (rata-rata 146.75 g). Untuk hasil umbi total per petak klon Sukuh menghasilkan rata-rata 13852 g sedangkan klon Ayamurashake hanya menghasilkan 4275.5 g (Gambar 4 dan Gambar 5) Menurut Widodo (1986) hasil ubi merupakan perpaduan antara faktor genetik dan faktor lingkungan dimana tanaman tersebut ditumbuhkan. Pada masing-masing klon secara umum pola tanam monokultur cenderung memberikan hasil yang lebih tinggi walaupun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tumpangsari. Waktu tanam jagung manis yang ditumpangsarikan dengan ubijalar tidak menunjukkan perbedaan hasil umbi sehat berbobot ≥ 150 g yang nyata baik pada klon Ayamurashake maupun Sukuh.

Ubijalar monokultur baik klon Sukuh maupun Ayamurashake menghasilkan bobot umbi busuk per petak tertinggi walaupun tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan tumpangsari. Umbi yang busuk ini disebabkan oleh hama lanas (Cylas formicarius) yang menyerang umbi ubijalar sehingga umbi berbau dan rasanya pahit. Data hasil panen tersaji pada Tabel 9.

(33)

Tabel 9. Hasil Panen Ubijalar pada Setiap Perlakuan Waktu Tanam Jagung Manis dalam Tumpangsari Perlakuan Bobot Umbi Total/Petak Bobot Umbi/Tanaman Bobot Umbi Busuk/Petak Bobot Umbi Sehat/Petak Bobot Brangkasan /Tanaman Bobot Brangkasan /Petak Indeks Panen <150gram Umbi Layak Pasar ---g--- kg

Jagung Manis = Ayamurashake 5410b 145.3ab 320c 3603bcd 1487b 292a 27.33a 0.172b

Jagung Manis 2MST Ayamurashake 4027b 96.67b 546.7c 2580cd 900b 278.67a 30.33a 0.116b

Jagung Manis 4 MST Ayamurashake 3222b 65.67b 288.7c 2240d 600b 432a 30.67a 0.092b

Monokultur Ayamurashake 4443b 161.33ab 1576.7bc 3413bcd 1200b 342.67a 31a 0.156b

Jagung Manis = Sukuh 12767a 195.33a 2683.7ab 5173ab 3373a 210a 17a 0.432a

Jagung Manis 2MST Sukuh 12920a 205.33a 2443.3ab 4913abc 5563a 271.67a 24.67a 0.347a

Jagung Manis 4 MST Sukuh 13520a 226a 2696.7ab 4113abcd 5013a 359.33a 26.67a 0.332a

Monokultur Sukuh 16203a 272.67a 3710a 6773a 5720a 343.33a 25.33a 0.383a

KK 18.85a) 19.25a) 35.31a) 17.35a) 27.92a) 25.4 23.88 6.06a)

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5% a) = Hasil transformasi √x + 0.5

(34)

Gambar 4. Perbandingan bobot umbi total per petak antara klon Ayamurashake dan Sukuh masing-masing pola tanam

Gambar 5. Perbandingan bobot layak pasar per petak antara klon Ayamurashake dan Sukuh masing-masing pola tanam

(35)

Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata)

Pertumbuhan jagung manis yang diukur melalui peubah tinggi tanaman, lingkar batang, dan jumlah daun dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan kombinasi waktu tanam dan klon ubijalar sejak umur 6 sampai dengan 10 MST. Namun peubah jumlah daun hanya dipengaruhi secara nyata pada saat 3 dan 8 MST (Tabel 1).

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan salah satu indikator adanya pertumbuhan tanaman. Tinggi tanaman jagung manis diukur mulai dari pangkal batang sampai dengan ujung daun yang diluruskan ke atas sejajar batang. Hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa pola tanam berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 3 dan 8 MST. Tinggi jagung manis monokultur adalah yang tertinggi mulai 6-8 MST, sedangkan jagung manis yang ditanam sebulan setelah ubijalar baik dengan klon Sukuh maupun Ayamurashake adalah yang terendah (Gambar 6)

Gambar 6. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman jagung manis.

Pada saat 1-7 MST tinggi tanaman jagung manis yang ditanam secara monokultur tidak berbeda nyata dengan yang ditanam tumpangsari dengan ubijalar. Akan tetapi perbedaan mulai muncul pada 6-8 MST dimana tinggi tanaman jagung manis monokultur berbeda nyata hanya dengan jagung manis

(36)

tumpangsari yang ditanam sebulan setelah ubijalar baik dengan ubijalar Ayamurashake maupun Sukuh. Pada akhir pengamatan (8 MST), pola tanam monokultur jagung manis memberikan hasil yang tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan tumpangsari namun tidak berbeda nyata dengan jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar Sukuh (Tabel 10).

Pada akhir pertumbuhan (8 MST), tinggi tanaman jagung manis tumpangsari yang ditanam bersamaan dengan ubijalar lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam lebih lambat (2 dan 4 MST ubijalar), namun semuanya lebih rendah dibandingkan dengan monokulturnya kecuali yang ditanam bersamaan dengan klon sukuh tidak berbeda nyata.

Tabel 10. Tanaman Jagung Manis (cm) pada Perlakuan Waktu Tanam dalam Tumpangsari

Perlakuan 2MST 3MST 4MST 5MST 6MST 7MST 8MST

Jagung =Ubi Ayamurashake 29.63ab 44.45ab 53.64a 73.33a 91.75ab 98.11ab 119.03bc

Jagung 2 MST Ayamurashake 27.41ab 38.2bc 55.67a 65.95a 83.81ab 94.59ab 120.5bc

Jagung 4 MST Ayamurashake 33.75a 36.17bc 48.07a 55.a 61.57b 68.63b 79.41c

Jagung = Ubi Sukuh 32.07a 50.21a 61.6a 84.4a 106.53a 113.33a 137.73ab

Jagung 2 MST Sukuh 23.63b 34.22c 55.27a 69.67a 85.69ab 96.57ab 119.4bc

Jagung 4 MST Sukuh 28.13ab 31.73c 44.5a 60.57a 63.37b 72.33b 82.77c

Jagung Monokultur 30.52a 40.85bc 53.98a 72.77a 107.06a 125.69a 164.21a

KK 12.04 12.04 22.66 17.57 18.64 17.17 19.23

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

Lingkar Batang

Hasil rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) memperlihatkan bahwa pola tanam berpegaruh nyata terhadap lingkar batang jagung manis pada 3-8 MST. Jagung manis monokultur memiliki rata-rata lingkar batang yang lebih besar (2.56 cm) dibandingkan dengan tumpangsari pada akhir pengamatan. Namun jagung manis monokultur menghasilkan lingkar batang yang tidak berbeda nyata dengan tumpangsari jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijlar klon Sukuh dan juga Ayamurashake (2.39 dan 2.22 cm). Jagung manis yang ditanam tumpangsari setelah 4 MST ubijalar menghasilkan rata-rata lingkar batang lebih kecil dibandingkan tumpangsari 2 MST ubijalar dan monokultur (Tabel 11)..

(37)

Tabel 11. Lingkar Batang Tanaman Jagung Manis (cm) pada Perlakuan Waktu Tanam dalam Tumpangsari

Perlakuan 3MST 4MST 5MST 6MST 7MST 8MST Jagung = Ubi Ayamurashake 0.94ab 1.25a 1.46abc 1.96ab 2.14a 2.22ab Jagung 2 MST Ayamurashake 0.8bcd 1.25a 1.40abc 1.57bc 1.91a 1.98b Jagung 4 MST Ayamurashake 0.71cd 0.81b 1.01c 1.23c 1.33b 1.38c Jagung = Ubi Sukuh 1.12a 1.51a 1.85a 2.22a 2.27a 2.39ab Jagung 2 MST Sukuh 0.70cd 1.20a 1.32bc 1.57bc 1.93a 1.98b Jagung 4 MST Sukuh 0.65d 0.74b 0.98c 1.27c 1.32b 1.38c Jagung Monokultur 0.9bc 1.16a 1.67ab 2,22a 2.45a 2.56a

KK 13.22 16.78 18.37 17.87 15.03 13.91

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

Jumlah Daun

Daun yang disokong oleh batang dan cabang merupakan pabrik karbohidrat bagi tanaman budidaya. Hasil analisis ragam (Tabel 1), memperlihatkan bahwa jumlah daun hanya dipengaruhi secara nyata oleh pola tanam jagung manis pada 3 dan 8 MST. Pada akhir pengamatan (8 MST), monokultur jagung manis menghasilkan rata-rata jumlah daun lebih tinggi (9.4 daun/tanaman) walaupun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan tumpangsari. Jagung manis yang ditanam tumpangsari 4 MST ubijalar menghasilkan jumlah daun paling sedikit hanya 6.8 daun/tanaman (Tabel 12).

Tabel 12. Jumlah Daun per Tanaman Jagung Manis pada Perlakuan Waktu Tanam dalam Tumpangsari

Perlakuan 3MST 4MST 5MST 6MST 7MST 8MST

Jagung = Ubi Ayamurashake 5.27ab 5.67a 5.87a 5.73a 6.73a 9.07a

Jagung 2 MST Ayamurashake 4.67bc 4.73a 5.27a 5.53a 7a 9.2a

Jagung 4 MST Ayamurashake 4.07c 4.4a 4.73a 5.07a 5.8a 6.8b

Jagung = Ubi Sukuh 5.53a 6.27a 6a 6.4a 7.4a 9.73a

Jagung 2 MST Sukuh 4.47bc 4.33a 4.87a 5.8a 6.93a 8.87a

Jagung 4 MST Sukuh 4c 4.13a 4.6a 5.07a 5.6a 6.8b

Jagung Monokultur 5ab 5.2a 5.4a 7.07a 7.6a 9.4a

KK 9.37 18.65 12.05 14.78 12.34 12.69

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5%

Tabel 13 memperlihatkan bahwa secara umum tumpangsari menurunkan jumlah daun jagung manis baik ubijalar klon Sukuh (8.87 daun/tanaman) maupun dengan klon Ayamurashake (8.36 daun/tanaman).

(38)

Tabel 13. Lingkar Batang dan Jumlah Daun Jagung Manis pada Akhir Pengamatan

Pola Tanam Lingkar Batang Jumlah Daun

cm daun/tanaman Tumpangsari Jagung Manis+Ayamurashake 1.86 8.36

Tumpangsari Jagung Manis + Sukuh 1.92 8.87

Monokultur Jagung Manis 2.56 9.4

Produksi Jagung Manis

Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 2) waktu tanam jagung manis berpengaruh sangat nyata terhadap bobot brangkasan total per petak, bobot jagung berkelobot per petak, bobot jagung berkelobot per tanaman, bobot jagung tanpa kelobot per petak, bobot jagung tanpa kelobot per tanaman dan jumlah daun per petak.

Tabel 14 menunjukkan bahwa jagung manis yang ditanam secara monokultur menghasilkan bobot brangkasan per petak lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditumpangsarikan dengan ubijalar klon Sukuh dan Ayamurashake baik yang ditanam bersamaan, 2MST, maupun 4 MST ubijalar. Namun jagung manis yang ditanam tumpangsari dengan klon Sukuh pada saat bersamaan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Gambar 7).

Gambar 7. Perbandingan bobot brangkasan per petak jagung manis pada setiap waktu tanam

(39)

Tabel 14. Hasil Panen Jagung Manis pada Perlakuan Waktu Tanam dalam Tumpangsaari Perlakuan Bobot Brangkasan/Petak Bobot Brangkasan/ Tanaman Bobot Jagung Berkelobot/ Petak Bobot Jagung Berkelobot/ Tanaman Bobot Jagung Tanpa Kelobot/Petak Bobot Jagung Tanpa Kelobot/Tanaman Jumlah Jagung Indeks Panen ---g--- buah

Jagung = Ubi Ayamurashake 4 017b 108.33ab 2 540ab 70cd 1 576.7ab 39.33cd 26.33a 0.23bc

Jagung 2MST Ayamurashake 2 913b 110.33ab 2 113.3abc 70.33cd 1 416.7ab 45.47bcd 28.a 0.28abc

Jagung 4MST Ayamurashake 940c 50.13b 253.3c 14.27e 132c 7.76d 11b 0.23bc

Jagung = Ubi Sukuh 4 753ab 185.67a 3 770ab 146.07ab 2 553.3a 93ab 32.33a 0.30ab

Jagung 2MST Sukuh 2 987b 94.67ab 1 617.3bcd 82.67bc 999.3abc 53.47bc 28.67a 0.36a

Jagung 4MST Sukuh 917c 48.80b 533.3cd 28.4de 341.7bc 17.33cd 11b 0.22bc

Jagung Monokultur 8 367a 218.67a 4 456.7a 184a 2 366.7a 131.33a 28.33a 0.18c

KK 21.83a) 25.96a) 32.96a) 21.58a) 34.11a) 27.96a) 20.78 22.88

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5% a) = Hasil transformasi √x + 0.5

(40)

Jagung manis monokultur menghasilkan bobot jagung berkelobot per petak lebih tinggi serta berbeda nyata dibandingkan jagung manis tumpangsari dengan ubijalar Sukuh dan Ayamurashake yang ditanam saat 2 dan 4 MST ubijalar. Namun jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar baik klon Ayamurashake maupun Sukuh tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan monokulturnya. Jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar Ayamurashake memiliki bobot jagung berkelobot per tanaman yang tidak berbeda nyata dengan monokulturnya (Gambar 8).

Gambar 8. Perbandingan bobot jagung berkelobot per petak pada setiap waktu tanam

Gambar 9 memperlihatkan bahwa jagung manis monokultur menghasilkan bobot jagung tanpa kelobot per petak lebih tinggi dibandingkan dengan tumpangsari walaupun tidak berbeda nyata dengan tumpangsari jagung manis yang ditanam bersamaan dan 2 MST ubijalar klon Sukuh maupun Ayamurashake. Tumpangsari jagung manis dengan ubijalar yang ditanam 4 MST ubijalar klon Sukuh maupun Ayamurashake menghasilkan bobot jagung tanpa kelobot per petak yang paling rendah. Akan tetapi pada bobot jagung tanpa kelobot per tanaman hanya tumpangsari jagung manis yang ditanam bersamaan dengan klon Sukuh saja yang memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan monokulturnya.

Indeks panen jagung manis berkisar antara 0.18 (monokultur) sampai dengan 0.36 (jagung manis yang ditanam 2 MST ubijalar Sukuh). Jagung manis

(41)

tumpangsari yang ditanam bersamaan dan 2 MST ubijalar klon Sukuh menghasilkan indeks panen yang berbeda nyata dengan monokulturnya.

Gambar 9. Perbandingan bobot jagung manis tanpa kelobot per petak pada setiap waktu tanam .

Pembahasan

Bertanam tumpangsari adalah menanam dua macam tanaman atau lebih secara serentak pada lahan dan waktu yang sama. Pola tanam tumpangsari memungkinkan adanya persaingan antara tanaman yang ditumpangsarikan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya terutama dalam mendapatkan cahaya, udara, air, dan unsur hara. Pola tanam tumpangsari menghambat pertumbuhan panjang batang, jumlah cabang, dan jumlah daun tanaman ubijalar. Menurut Santoso dan Widodo (1994) pada sistem tumpangsari ubijalar dan jagung, jumlah radiasi yang diterima tanaman ubijalar lebih rendah akibat terhalang tajuk tanaman jagung sehingga menyebabkan proses fotosintesis berjalan lambat dan fotosintat yang dihasilkan rendah.

Pada penelitin ini ubijalar yang ditanam pada waktu yang bersamaan dengan jagung manis lebih cepat menerima efek naungan dibandingkan dengan ubijalar yang ditanam 2 dan 4 minggu sebelum jagung manis. Pada tumpangsari jagung manis yang ditanam 2 MST dan 4 MST ubijalar, tanaman ubijalar masih

(42)

dapat memperoleh radiasi cahaya yang lebih tinggi terutama pada masa awal pertumbuhan karena tanaman jagung belum tinggi dan manaungi pertanaman ubijalar.

Faktor genetik juga mempengaruhi perbedaan pertumbuhan yang nyata antara kedua klon ubijalar yang digunakan. Klon Ayamurashake cenderung menghasilkan batang, cabang dan daun yang lebih banyak dibandingkan dengan klon Sukuh. Namun menurut Cahyono dan Juanda (2000), ubijalar yang memiliki daun berukuran besar memiliki produktivitas umbi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubijalar yang berdaun kecil karena daun yang lebar mampu berfotosintesis lebih baik dan efektif dibandingkan daun yang kecil. Hal ini dapat diketahui dari hasil panen yang memperlihatkan bahwa klon Sukuh menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan klon Ayamurashake baik monokultur maupun tumpangsari (Tabel 9).

Pada masing-masing klon walaupun tidak berbeda nyata, ubijalar yang ditanam secara monokultur masih memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumpangsari. Menurut Santoso dan Widodo (1994) pada pola tanam tumpangsari terjadi penurunan hasil ubijalar dibandingkan dengan monokultur karena adanya hambatan dalam translokasi hasil asimilat karena asimilat banyak terakumulasi ke bagian tajuk tanaman dibandingkan ke bagian umbi.

Selain cahaya, faktor ketersediaan hara juga mempengaruhi hasil tanaman ubijalar terutama unsur kalium. Pada penelitian ini pemupukan hanya berdasarkan rekomendasi dan diberikan pada tanaman ubijalar sehingga pada tumpangsari terjadi kompetisi dalam memperebutkan unsur hara antara ubijalar dan jagung manis. Menurut Hahn dan Hozyo (1984) persediaan kalium yang cukup menyebabkan aktivitas yang cepat dalam kambium dan pembentukan lignin akar sedikit yang merupakan suatu kombinasi yang menguntungkan bagi perkembangan umbi. Unsur K secara positif paling membantu pembentukan umbi. Semakin banyak unsur K dalam tanah maka semakin banyak pula unsur K yang dihisap ke dalam batang dan daun. Hal ini akan lebih menggiatkan fotosintesis karena semakin banyak katalisator K maka pengaruhnya akan semakin banyak karbohidrat yang terbentuk dan semakin banyak terjadi

(43)

penyimpanan karbohidrat pada umbi sehingga memperbesar pembentukan umbi (Lingga et al, 1986). Hasil panen umbi ubijalar pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.

Pada pertanaman jagung manis, perlakuan monokultur menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tumpangsari. Pada jagung yang ditanam tumpangsari dengan ubijalar terdapat kecenderungan bahwa semakin lama ditanam maka pertumbuhan jagung manis akan semakin terhambat. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan tinggi tanaman jagung manis yang ditanam bersamaan dengan ubijalar lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam lebih lambat yaitu 2 dan 4 MST ubijalar (Tabel 10).

Jagung manis yang ditanam 4 MST ubijalar menghasilkan tinggi tanaman paling rendah pada seluruh periode pertumbuhan, serta batangnya mudah patah. Kondisi ini diduga jagung manis tidak mampu bersaing untuk tumbuh dengan baik karena pada masa awal pertumbuhannya, tajuk ubijalar sudah semakin menutupi ruang tumbuh jagung sehingga pada pertumbuhan awalnya sudah mengalami kekurangan radiasi matahari yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan. Selain itu keadaan yang lembab akibat dari naungan tajuk mendorong terjadinya penyakit bulai.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapang terdapat perbedaan antara warna daun jagung manis monokultur dengan warna daun jagung manis yang ditanam secara tumpangsari. Jagung manis tumpangsari menghasilkan warna daun yang lebih muda dibandingkan dengan monokultur. Hal ini diduga karena pada tumpangsari terdapat persaingan dalam memperebutkan unsur hara N yang diperlukan dalam proses pertumbuhan vegetatif tanaman. Menurut Soepardi (1983), kekurangan unsur N dicirikan oleh daun yang menguning atau hijau kekuningan dan cepat gugur sehingga kemampuan fotosintesis berkurang serta tanaman tumbuh kerdil dan sistem perakaran terbatas.

Pertumbuhan jagung manis mampengaruhi produktivitas hasil panen. Semakin baik pertumbuhan vegetatif tanaman maka hasil panen juga semakin baik. Jagung monokultur menghasilkan hasil panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumpangsari. Pada jagung yang ditanam tumpangsari semakin lama tanaman ditanam setelah ubijalar maka produktivitasnya semakin

Gambar

Tabel  1.  Rekapitulasi  Hasil  Analisis  Ragam  Pengaruh  Perlakuan  terhadap Pertumbuhan Ubijalar dan Jagung Manis
Tabel  2.  Rekapitulasi  Hasil  Analisis  Ragam  Pengaruh  Perlakuan  terhadap Hasil Panen Ubijalar dan Jagung Manis
Gambar 1. Grafik pertumbuhan panjang batang ubijalar
Tabel  4.  Panjang  Batang  Ubijalar  (cm)  pada  Perlakuan  Waktu  Tanam  Jagung Manis dalam Tumpangsari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jarak tanam antar barisan jagung manis dalam sistem tumpangsari berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman jagung manis umur 30 dan 45 HST, diameter pangkal

Tujuan dari penelitian adalah untuk Mengalisis pengaruh konsentrasi dan waktu aplikasi pupuk organik cair nasa terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung

Pengaruh Waktu Penyiangan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis Dari hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu penyiangan berpengaruh nyata

Hasil kedelai varietas Dena 1, Dena 2 dan Burangrang yang ditanam pada sistem tanam tumpangsari dengan jagung manis dengan jarak tanam jagung antarbaris 80-120 cm dan jarak dalam

Selain dalam pengendalian pertumbuhan gulma petani harus menimbang dalam melaksanakan penanaman jagung manis, dengan jarak tanam yang akan dilakukan, karena akan

Jarak tanam antar barisan jagung manis dalam sistem tumpangsari berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman jagung manis umur 30 dan 45 HST, diameter pangkal

Pengaruh waktu tanam kacang hijau yang berbeda pada tumpangsari terhadap varietas ubijalar menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap panjang batang ubijalar, bobot total

Ubi jalar klon Lokal yang ditumpangsarikan dengan jagung manis pada jarak tanam 25 cm x 120 cm menghasilkan jumlah umbi terbanyak dan bobot total panen terberat yaitu 3.32 umbi