• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI

KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017

Oleh : drh Nyoman A Anggreni T

PENDAHULUAN

Pengendalian terhadap penyakit brucellosis di Indonesia , pulau Jawa dan khususnya di Kabupaten Sleman terus dilaksanakan secara berkesinambungan. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang ada di wilayah DIY dengan populasi sapi perah yang paling banyak dibanding kabupaten/kota lainnya. Mobilitas sapi perah yang ada di pulau jawa maupun Kabupaten Sleman sangat tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya penularan penyakit brucellosis dari daerah tertular ke daerah bebas. Berdasarkan Road Map Pengendalian dan Penanggulangan Brucellosis Direktorat Kesehatan Hewan, Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk dalam katagori wilayah tertular ringan. Angka prevalensi Brucellosis di pulau jawa yang merupakan sentra sapi (sapi perah maupun potong) cukup tinggi. Brucellosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang berbentuk coccobasil, bersifat gram negatip, dari genus Brucella, penyakit ini dikenal juga dengan sebutan penyakit keluron menular atau penyakit Bang. Brucellosis pada sapi disebabkan oleh bakteri Brucella abortus , pada babi Brucella suis, pada kambing Brucella mellitensis, pada domba Brucella ovis dan pada anjing Brucella Canis (Ressang, 1984).

Tanda-tanda brucellosis pada sapi:

Pada sapi betina bunting akan menyebabkan keguguran atau keluron, biasanya pada umur kebuntingan antara 5-8 bulan. Pada kebuntingan berikutnya biasanya akan diikuti dengan kelahiran normal, tidak mengalami keguguran tetapi kuman akan tetap ada pada organ reproduksi sapi, air susu dan pedet yang dilahirkan. Setelah pedet dewasa dan bunting kemungkinan besar akan mengalami keguguran. Menyebabkan infeksi pada saluran reproduksi (endometritis) yang apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik akan menyebabkan kemajiran sementara ataupun permanen. Produksi susu mengalami penurunan, terjadi peradangan pada placenta sapi, sering mengakibatkan terjadinya retensi Placenta (RTP), tertahannya keluarnya plasenta. Peradangan pada skrotum sapi jantan, pada sperma sapi jantan mengandung bakteri brucellosis.

Brucella abortus dapat tahan hidup sampai 6 bulan apabila tidak terkena sinar matahari dan cepat mati bila terkena sinar matahari. Selain Brucella abortus, Brucella suis dan Brucella mellitensis dapat pula menyerang sapi, akan tetapi organisme tersebut biasanya hanya terdapat terbatas di dalam sistem retikulo-endoletial, serta tidak mengakibatkan gambaran penyakit yang jelas (Subronto, 2004). Menurut Ressang (1984) pada spesies

(2)

Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman

Brucella dikenal 9 biotipe yang semuanya menghasilkan penyakit yang sama. Distribusi biotipe-biotipe tersebut di berbagai bagian dunia berbeda-beda, misalnya biotipe yang sudah dikenal di Australia adalah biotipe 1, 2 dan 4. Penyebab utama Brucellosis pada sapi adalah Brucella abortus biotipe 1, 2 dan 4. Brucella abortus tipe ini juga merupakan penyebab utama Brucellosis pada manusia.

Diagnosa

Diagnosis brucellosis dapat berdasarkan, gejala klinis, Isolasi dan identifikasi kuman Brucella abortus dan uji serologis.

Apabila ditemukan kejadian keguguran pada umur kebuntingan 5 – 8 bulan maka perlu diduga kemungkinan karena brucellosis, untuk itu perlu dilakukan peneguhan diagnosa dengan upaya isolasi dan identifikasi kuman B.abortus dari organ/jaringan tubuh seperti: limfoglandula supramamaria, limfoglandula retropharyngealis, dan limfoglandula iliaca interna, placenta, janin abortus serta cairan vagina.

Kegiatan penanganan brucellosis yang dilaksanakan tahun 2017

meliputi:

A. Koordinasi

1. Koordinasi rutin dilaksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan pengendalian brucellosis, koordinasi intern antara pengampu kewenangan dan staf serta pejabat fungsional medik dan paramedik yang ada di kabupaten Sleman. Beberapa hal yang dilaksanakan pada saat koordinasi adalah, penyusunan jadual kegiatan pengendalian, menentukan personil yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian dan membahas mengenai persiapan peralatan dan bahan yang diperlukan.

2. Koordinasi antara petugas kabupaten dan personil Puskeswan (medik dan paramedik), untuk pembagian personil dan sinkronisasi jadual pelaksanaan pengendalian di lapangan.

3. Koordinasi antara kabupaten, petugas puskeswan, dinas Provinsi yang membidangi fungsi Kesehtan Hewan, BBVet Wates, Laboratorium Type B Provinsi dan Instansi terkait lainnya.

B. Sosialisasi

Kegiatan sosialisasi Penyakit Hewan Menular Brucellosis rutin dilaksanakan, di tingkat kecamatan, tingkat desa, tingkat dusun dan kandang kelompok, dan biasanya yang paling mengena kalau langsung dilaksanakan kepada peternak pada saat ada kasus di lapangan (abortus). Kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peternak tentang penyakit brucellosis dan cara penanganannya, terutama pada peternak yang setiap hari kontak dengan ternak peliharaannya, karena penyakit ini

(3)

Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman

bersifat zoonosis (dapat menular dari hewan ke manusia). Peternak diharapkan hati-hati dalam membeli ternak baru, dikarenakan dengan semakin terbukanya lalu lintas ternak dari luar DIY masuk ke DIY (khususnya Sleman) sangat memungkinkan ternak yang baru berasal dari daerah tertular brucellosis. Untuk antisipasi, setiap ternak yang masuk ke Kabupaten Sleman harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dan uji brucellosis (RBT) negatip (-).

Pada ternak yang dinyatakan positip brucellosis peternak perlu melakukan hal sebagai berikut:

1. Ternak yang sakit dipisahkan dari ternak yang sehat

2. Sisa pakan dari ternak yang sakit tidak diberikan pada ternak yang sehat

3. Peletakan posisi kandang ataupun lokasi dari ternak yang sakit ada di tempat yang lebih bawah agar sisa-sisa dari ternak yang sakit tidak mengalir atau terbawa ke ternak yang sehat

4. Peternak yang menangani ternak yang sakit memakai APD (Alat Pelindung Diri) 5. Air susu dari ternak yang sakit tidak dapat dikonsumsi

6. Ternak yang sakit tidak boleh dipindah-pindah tempatkan dan tidak boleh dijual 7. Kotoran dan leleran dll yang ada hubungannya dengan ternak yang sakit diamankan 8. Peralatan yang dipakai untuk ternak yang sakit jangan dipergunakan untuk ternak

yang sehat

9. Pada ternak yang dinyatakan positip terinfeksi penyakit brucellosis dilaksanakan depopulasi atau potong paksa bersyarat

C. Pengambilan sampel

Pengambilan sampel darah pada sapi perah dan sebagian kecil sapi potong (yang sekandang dengan sapi perah atau yang berdekatan kandangnya) dilaksanakan setiap tahun sekali, tahun 2017 dilaksanakan dari bulan Pebruari sampai dengan Mei . Personel yang terlibat dalam pengambilan sampel, staf keswan kesmavet (medik dan paramedik), Medik dan paramedik puskeswan, THL medik dan paramedik, Dokter Hewan dan paramedis magang, Koas Interna FKH (kalau ada), dan bisa bersama-sama dengan Lab Type B Provinsi dan BBVet. Pengambilan sampel darah dilakukan di kecamatan yang populasi ternak sapi perahnya cukup banyak yaitu, Kecamatan Pakem, Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Tempel dan Kecamatan Turi. Ternak sapi yang diambil sampelnya, ternak betina yang sudah berumur diatas 6 bulan. Untuk jadual pelaksanaan pengambilan sampel darah dibuat bersama-sama antara petugas kabupaten dengan puskeswan agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan pada saat pelaksanaan pengambilan sampel. Tahun ini pelaksanaan pengambilan sampel darah di Kecamatan Pakem dilaksanakan pada bulan Pebruari, sedangkan di Kecamatan Cangkringan dilaksanakan bulan Maret sampai dengan bulan Mei. Banyaknya sampel yang diambil setiap harinya tergantung lokasi ternak, pada kandang komunal jumlah

(4)

Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman

sampel yang didapat lebih banyak dibandingkan dengan ternak yang dikandangkan di rumah-rumah.

Volume pengambilan sampel darah antara 2 – 3 ml / ekor dengan menggunakan tabung venojec lewat vena jugularis atau lewat vena coxcygea. Darah yang sudah diambil diberdirikan di atas rak tabung, sebelumnya ditulis kode pada etiket tabung. Kode pada tabung ditulis dalam buku bantu pengambilan sampel dengan diisi keterangan lengkap nama, alamat pemilik, identitas ternak dll. Setiap 1 pengambilan sampel, jarum dan tabung venojec diganti, hanya holdernya yang bisa dipakai berulang-ulang. Koleksi sampel pada hari itu , dibawa ke laboratorium Type C, untuk dilakukan pengujian pada keesokan harinya.

D. Pemeriksaan sampel

Uji serologis untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap B.abortus yang terdapat dalam serum darah dilakukan dengan metode RBT (Rose Bengal Test) sebagai uji saring (screening test) dan CFT (Complement Fixation Test) sebagai uji konfirmasi. Apabila dengan pengujian ini diperoleh hasil positip maka sapi tersebut dinyatakan sebagai Reaktor Positip. Sedangkan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap B. Abortus yang terdapat dalam susu, dapat dilakukan pengujian dengan metode MRT (Milk Ring Test) Pada hewan ada beberapa tahapan pemeriksaan serologik, yaitu Rose Bengal Test (RBT),ELISA, isolasi , yang dilakukan pada sapi hidup. Pada sapi yang telah mati, pemeriksaan dapat dengan menggunakan sampel limfa , kelenyar mamaria, vagina, jaringan uterus sapi penderita, paru-paru, isi obdomen pedet yang diabortuskan dan kotiledon dari plasenta.

Pengujian RBT di Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman dilaksanakan di Laboratorium type C, yang berada di bawah seksi Keswan dan Kesmavet. Pelaksana pengujian RBT dilaksanakan oleh petugas medik dan paramedik yang ada di Lab. Type C. Serum darah dari sampel yang sudah diambil hari sebelumnya diteteskan satu tetes (30 mikron) pada plate, kemudian diteteskan antigen RBT (30 mikron) , setelah itu dicampur antara serum dengan antigen sampai merata, kemudian ditunggu sebentar, apabila timbul seperti pasir atau jonjot-jonjot berarti hasil pengujian RBT dinyatakan positip (+), apabila campurannya tetap sama tidak ada perubahan, RBT negatip (-). Apabila uji RBT positip, maka pengujian akan diulang lagi dan apabila positip lagi, sampel dinyatakan positip uji RBT dan selanjutnya akan dilaksanakan pengujian ke tingkat yang lebih tinggi yaitu uji CFT. Pengujian CFT dilaksanakan di BBVet Wates dengan mengirimkan serum dari sampel darah yang positip uji RBT, apabila hasil pengujian yang dilaksanakan oleh BBVet menunjukkan hasil yang positip, dapat disimpulkan ternak tersebut positip terkena Brucellosis. Untuk ternak yang sudah dinyatakan positip brucellosis harus dilakukan potong paksa.

(5)

Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman

Sampai dengan tahun 2008, semua sampel darah yang dilakukan pengujian RBT di Laboratorium Type C Kabupaten Sleman tidak ditemukan sampel darah positip brucellosis (negatip). Setelah tahun 2009 baru ditemukan adanya sampel darah yang positip pada uji RBT.

E. Perlakuan ternak positip Brucellosis

Ternak yang dinyatakan positip brucellosis akan dilaksanakan depopulasi atau pengeluaran dari lokasi tempatnya dipelihara untuk selanjutnya dilaksanakan potong paksa. Pengeluaran sesegera mungkin dari tempat pemeliharaan agar menghindari terjadinya penularan pada ternak sekandang yang ada di lingkungan tersebut (terutama yang berada dalam kandang komunal). Petugas pelaksana pemotongan memakai APD sesuai dengan SOP. Sapi penderita brucellosis yang dipotong paksa, bagian-bagian tertentu dari sapi tersebut akan diafkir seperti: organ dalam (visceral), saluran reproduksi, dan ambing (mammae). Bagian yang diafkir diberikan perlakuan sebagai berikut, dibuatkan lubang dengan kedalam 1,5-2 meter kemudian organ yang diafkir dimasukkan dalam lubang, ditambahkan bahan bakar dan dibakar, setelah habis terbakar kemudian ditimbun. Untuk karkasnya aman untuk dikonsumsi.

F. Potong Paksa

Pelaksanaan potong paksa dilakukan dibawah pengawasan drh yang berwenang dan dilaksanakan di Rumah Potong Hewan milik Pemerintah. Pada saat pelaksanaan potong paksa, semua petugas yang terlibat dalam kegiatan tersebut harus memakai pelindung diri sesuai dengan SOP yang sudah ditetapkan.

Ternak yang akan dipotong paksa dibawa ke RPH milik pemerintah kabupaten Sleman, yaitu RPH Mancasan yang terletak di dusun Mancasan Lor Condong catur Depok Sleman. Pelaksanaan potong paksa dilaksanakan malam hari menjelang pagi, setelah dilaksanakannya pemotongan ternak rutin, untuk menghindari pencemaran pada ternak sehat yang dipotong hari itu.

Pada saat dilakukan potong paksa dibuatkan berita acara potong paksa yang ditanda tangani oleh Dokter Hewan pengawas pemotongan. Ternak milik petani yang dipotong paksa, apabila anggaran masih ada, akan diberikan kompensasi besarnya sesuai dengan yang dianggarkan (sifatnya hanya bantuan, tidak utuh seharga ternaknya).

HASIL KEGIATAN PENANGANAN BRUCELLOSIS

Pelaksanaan pengambilan sampel darah diutamakan pada sapi perah (mobilitas tinggi dan cepat penularannya), untuk mengetahui prevalensi kejadian penyakit brucellosis di

(6)

Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman tahun 2017 sudah dilaksanakan dari awal Pebruari tahun 2017 sampai dengan bulan Mei tahun 2017. Lokasi pengambilan sampel diutamakan pada lokasi yang memiliki populasi sapi perah yang cukup banyak yaitu, Kecamatan Pakem, Kecamatan, Cangkringan. Kecamatan Tempel dan Kecamatan Turi dan kecamatan lain yg ada sapi perahnya seperti: Kecamatan Depok, Kecamatan Sleman dan Kecamatan Prambanan. Untuk sapi potong yang berada dalam satu kandang dengan sapi perah juga dilakukan pengambilan sampel darahnya. Adapun hasil pengambilan sampel darah untuk uji terhadap pernyakit brucellosis tahun 2017 seperti dibawah ini.

Tabel 1. Jumlah pengambilan sampel darah pada sapi perah dan potong tahun 2017 dan hasil uji terhadap penyakit brucellosis

Jumlah Sampel Hasil Uji Bruc

NO Kecamatan Perah Non Negatip Positip

Perah Perah Non Perah Perah Non Perah 1. Pakem 655 50 646 48 9 2 2. Cangkringan 1.277 73 1.276 73 1 - 3. Tempel 82 - 82 - - - 4. Turi 33 - 33 - - - 5. Sleman 14 - 14 - - - 6. Depok 10 - 10 - - - 7. Prambanan 2 - 2 - - - 2.073 123 2.063 121 10 2

Tabel 2. Hasil pengambilan sampel darah dan hasil pengujian tahun 2013 – 2017 NO Tahun Jumlah sampel Uji Bruc (RBT,CFT)

Positip Negatip 1. 2013 1800 6 1794 2. 2014 1.620 44 1.576 3. 2015 1.774 8 1.766 4. 2016 1.375 5 1.370 5. 2017 2.196 12 2.184

Pada ternak sapi yang dinyatakan positip brucellosis dari hasil uji RBT yang dilaksanakan oleh Laboratorium Type C Kabupaten Sleman dan dilanjutkan uji CFT yang dilakukan di BBVet Wates telah dilaksanakan potong paksa di RPH Mancasan Kabupaten Sleman.

(7)

Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman

Prevalensi kejadian Penyakit Brucellosis pada sapi perah di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Prevalensi Brucellosis Pada sapi perah di Kabupaten Sleman Tahun 2017 NO Kecamatan Jml Sampel yang

diambil

Hasil Uji Positip Brucellosis Prevalensi (%) 1. Pakem 655 9 1,374 2. Cangkringan 1.277 1 0,078 3. Tempel 82 - - 4. Turi 33 - - 5. Sleman 14 - - 6. Depok 10 - - 7. Prambanan 2 - - 2.073 10 0,482

Dari data di atas dapat dilihat bahwa prevalensi penyakit brucellosis pada sapi perah di Kabupaten Sleman adalah 0,482 %, sedangkan prevalensi penyakit brucellosis pada sapi perah di Kecamatan Pakem 1,374% dan Kecamatan Cangkringan 0,078%.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Saat ini kejadian kasus penyakit Brucellosis di Kabupaten Sleman relatif kecil dan masih bisa dikendalikan, walaupun akhir-akhir ini ada peningkatan kasus, tapi dibandingkan populasi ternak yang ada saat ini, prevalensi masih dibawah 2%, yaitu 0,482%. Belum saatnya dilaksanakan vaksinasi brucellosis.

2. Langkah program vaksinasi brucellosis dilakukan untuk daerah dengan prevalensi Brucellosis > 2%. Di Kabupaten Sleman saat ini diterapkan program test and

slaughter (prevalensi ≤ 2%), yaitu mengeluarkan dan memusnahkan sapi-sapi dengan

hasil uji menunjukkan positif brucellosis(reaktor).

3. Kerjasama yang baik antara pemerintah Sleman, Provinsi DIY, Lab Type B Prov DIY, BBVet Wates dan peternak dalam pengendalian penyakit Brucellosis memberikan hasil yang positip, sehingga penyakit bisa ditekan.

(8)

Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman

SARAN

1. Surveilance penyakit Brucellosis harus tetap dilaksanakan secara terus menerus, sehingga kabupaten Sleman dapat mengetahui ada tidaknya penyakit Brucellosis (meningkat atau mengalami penurunan), cara penularan, sumber penularan dan luas sebaran penularannya.

2. Pengawasan lalu lintas ternak, agar lebih ditingkatkan baik kuantitas maupun SDM nya.

3. Sosialisasi pada peternak kaitannya dengan PHM diintensifkan

4. Kerjasama yang baik dalam pengendalian penyakit Brucellosis tetap dipertahankan, antara Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dengan Dinas Provinsi DIY, Lab Type B Provinsi DIY, BBVet, dan FKH UGM serta peternak sapi perah.

5. Sosialisasi tentang penyakit hewan menular, khususnya Brucellosis tetap dilaksanakan ke peternak sapi perah

6. Koordinasi dengan instansi terkait dilakukan secara rutin (termasuk dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas)

7. Workshop penyakit Brucellosis untuk medik, paramedik, dan peternak rutin dilaksanakan. (DRH NYOMAN A ANGGRENI T, MEDIK VETERINER MADYA DINAS PERTANIAN, PANGAN, DAN PERIKANAN KABUPATEN SLEMAN)

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan program di Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Sleman tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak terutama Dosen

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan seluruh nilai uang dari barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh Kabupaten Sleman dalam suatu tahun tertentu dan dinyatakan

Telah terlaksananya kegiatan Program PPL di SKB Sleman kurang lebih 2 (dua) Bulan, banyak pengalaman yang didapat dan melakukan berbagai kegiatan yang

1) Kejadian leptospirosis tersebar merata hampir pada setiap kecamatan di Kabupaten Sleman tahun 2011, kejadian kasus leptospirosis tertinggi terjadi di Kecamatan

Usulan Teknis dinyatakan memenuhi syarat (lulus) apabila mendapat nilai minimal 70 (tujuh puluh), peserta yang dinyatakan lulus akan dilanjutkan pada proses penilaian penawaran

Tidak ada hubungan antara pekerjaan calon suami dengan pernikahan dini di Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Tahun 2014-2015, dengan nilai uji statistik p-value =

1) Kejadian leptospirosis tersebar merata hampir pada setiap kecamatan di Kabupaten Sleman tahun 2011, kejadian kasus leptospirosis tertinggi terjadi di Kecamatan Moyudan.

Latar belakang utama dalam proses restrukturisasi organisasi Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah menjadi Kantor Pengendalian Pertanahan Daerah Kabupaten Sleman adalah upaya Pemerintah