• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAKIT-PENYAKIT UTAMA PADA SAPI PERAH YANG HARUS DIKENDALIKAN MELALUI VAKSINASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYAKIT-PENYAKIT UTAMA PADA SAPI PERAH YANG HARUS DIKENDALIKAN MELALUI VAKSINASI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENYAKIT-PENYAKIT UTAMA PADA SAPI PERAH

YANG HARUS DIKENDALIKAN MELALUI VAKSINASI

(Vaccination for Controlling Major Infectious Diseases in Dairy Cattle)

SUDARISMAN

Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor

ABSTRACT

Infectious disease continues to be one of the most important constraints on the efficient production of dairy cattle farm. While vaccination plays an important role in animal disease control, vaccination is increasingly being viewed as the more sustainable option. For controlling infectious viral diseases, while there was no effective drug available, vaccination offers for greater economic efficiency. Vaccination has a major impact on the control of epidemic viral diseases of dairy cattle such as Bovine Viral Diarrhea and Infectious Bovine Rhinotracheitis. Toxoids based vaccines are the oldest sub unit vaccines that have been in use for many years for the preventing clostridial diseases such as enterotoxaemia, blackleg, malignant edema, bacillary haemoglobinuria, and black disease. These diseases are often peracute or acute and frequently fatal. Fortunately vaccination is effective for prevention of clostridial diseases. Vaccine for clostridial diseases are often multivalent, containing inactivated cultures and toxins of several clostridium. Other diseases of dairy cattle are Salmonellosis, parasitic disease (lungworm), fungal disease (ringworm), pneumonia (pasteurellosis, Respiratory Syncytial Virus, Para Influenza-3 and Bovine Rhinotracheitis) and enteritis caused by rotavirus and E.coli. These disease can be prevented by vaccination.

Keywords: Vaccination, major diseases, dairy cattle

ABSTRAK

Penyakit-penyakit infeksius merupakan suatu hambatan utama yang penting diperhatikan dalam usaha pencapaian produksi yang efisien dalam peternakan sapi perah. Untuk mengatasi hambatan tersebut, vaksinasi mempunyai peranan penting dalam pengendalian penyakit, dan vaksinasi merupakan pilihan utama yang tidak dapat ditawar lagi. Telah kita ketahui bahwa tidak ada obat yang efektif dan ampuh untuk pengendalian penyakit viral. Dalam hal ini, vaksinasi merupakan cara yang dapat memberikan efisiensi ekonomis yang besar. Vaksinasi mempunyai peranan penting untuk pengendalian epidemi penyakit viral seperti Bovine Viral Diarrhea dan Infectious Bovine Rhinotracheitis. Vaksin toksoid merupakan vaksin tertua yang telah lama digunakan untuk pencegahan penyakit clostridial yang antara lain adalah enterotoxemia, blackleg, malignant edema, bacillary haemoglobinuria, dan black disease. Penyakit tersebut umumnya yang bersifat per-akut atau akut dan terkadang mematikan. Vaksinasi merupakan cara efektif untuk mencegah terjadinya penyakit clostridial. Vaksin clostridia biasanya multivalen terdiri atas kultur dan toksin beberapa

Clostridium spp. yang sudah dinonaktifkan. Penyakit-penyakit sapi perah lain dapat dicegah dengan vaksinasi adalah Salmonellosis, penyakit parasit (cacing paru-paru), penyakit jamur (ringworm), pneumonia (pasteurellosis, Respiratory syncytial virus (RSV), Para Influenza-3 (PI-3) dan Infectious Bovine Rhinotracheitis dan enteritis yang disebabkan oleh virus rota dan E.coli.

Kata kunci: Vaksinasi, penyakit utama, sapi perah PENDAHULUAN

Sudah seharusnya semua vaksin yang digunakan di Indonesia telah didaftar untuk penggunaannya pada waktu kedepan dan terbatas dalam kepentingannya untuk mengetahui daya gunanya dan aman pada

ternak/hewan maupun penggunanya. Vaksin akan membantu mengurangi kejadian penyakit pada hewan/ternak dengan cara merangsang sistem kekebalan guna mendukung pertahanan tubuh hewan/ternak. Usaha menurunkan kejadian penyakit melalui vaksinasi akan berdampak penting pada prikehewanan dengan

(2)

menurunkan angka kejadian penyakit dan tekanan yang diakibatkan oleh penyakit tersebut. Vaksinasi juga mendukung kepentingan ekonomi yang disebabkan oleh penyakit. Menurunkan kejadian penyakit berarti mengurangi biaya pemeliharaan, mencegah menurunnya pertumbuhan berat badan, produksi susu ataupun fertilitas yang diakibatkan oleh penyakit. Beberapa vaksin juga dapat melindungi manusia tertular oleh penyakit zoonosis. Kewajiban untuk peternak agar penggunaan vaksin di peternakannya dilakukan melalui konsultasi dengan dokter hewan (RUMA. 2007).

Sapi perah dan hewan lainnya akan mengembangkan mekanisme kekebalan yang spesifik dan non spesifik untuk mempertahan-kan tubuhnya dari invasi mikroba. Pertahanan pertama yang bersifat non spesifik termasuk didalamnya barier fisik, mulai dari kulit, saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan saluran urogenital yang merupakan alat pertahanan yang membersihkan sendiri permukaannya dari invasi mikroba. Termasuk didalamnya bersin, batuk, pengeluaran mukus dan urine. Muntah dan mencret merupakan cara yang lebih dramatik sehingga mikroba tidak dapat masuk kedalam tubuh. Masih banyak lagi pertahanan non spesifik dari tubuh untuk terhindar dari mikroba. Garis kedua adalah proses peradangan. Butir darah putih yang disebut neutrofil dan monosit akan menyerang secara non spesifik, merusak dan mencerna juga merupakan alat pertahanan. Komponen lainnya adalah sistem ensimasi, sistem komplemen juga bersifat non spesifik yang akan menghancurkan mikroba. Bagian non spesifik ini akan merupakan sistem kekebalan yang meningkat bila ada program vaksinasi. Untuk respon kekebalan yang spesifik ada yang disebut makrofag akan bersifat perangkap yang akan menangkap mikroba dan memprosesnya serta membawa-nya kedalam organ yang disebut kelenjar getah bening. Disini akan berfungsi limfosit yang berperan dan berfungsi spesifik. Limpa merupakan organ internal penting dimana respons kekebalan terjadi. Ada dua komponen utama dalam kekebalan, yaitu kekebalan seluler dan kekebalan humoral. Kekebalan seluler diperankan oleh limfosit-T, sedangkan kekebalan humoral diperankan oleh limfosit-B yang menghasilkan antibodi. Limfosit T dan

antibodi akan berinteraksi dengan bakteri dan virus atau yang lainnya atas perantaraan makrofag. Setelah tantangan pertama oleh mikroba lewat infeksi atau vaksinasi, rangsangan kekebalan akan muncul lemah. Bila rangsangan mikroba atau vaksin berikutnya muncul kembali, kekebalan spesifik menjadi lebih kuat. Oleh sebab itu pentingnya vaksinasi buster dilakukan (ELLIS, 2002).

PRINSIP-PRINSIP VAKSINASI Tujuan dari pelaksanaan vaksinasi pada tiap hewan/ternak adalah menguji tantang individu ternak/hewan dengan dosis tertentu organisme patogen (bakteri, virus, mycoplasma, jamur dst) yang mampu merangsang reaksi kekebalan yang akan meningkatkan sistem kekebalan hewan/ternak untuk bereaksi secara cepat dan efektif terhadap tantangan penyakit di lapangan. Vaksinasi dirancang untuk mencegah penyakit yang akan datang dan tidak berarti mencegah terjadinya infeksi. Sistem kekebalan sangatlah kompleks. Kemampuannya untuk berfungsi terhadap kekuatannya dapat diterangkan dalam beberapa cara (RUMA, 2007). Beberapa virus, mycoplasma dll., dapat mempengaruhi rangsangan ini seperti halnya terjadi kekurangan dalam nutrisi penting. Hewan/ ternak yang dalam keadaan kondisi buruk, kekurangan dalam nutrisi asam amino penting, stress atau terserang dari penyakit tertentu, tubuh jarang bereaksi penuh terhadap invasi patogen atau vaksin (RUMA, 2007). Vaksin bekerja dengan merangsang sistem kekebalan tanpa dipengaruhi penyakit. Hal ini dicapai dengan menginaktifasi mikroba, dengan menumbuhkannya di laboratorium dalam media biakan (atenuasi), dan bila dikenalkan kepada tubuh hewan/ternak akan merangsang respons kekebalan tanpa menyebabkan penyakit. Pada kasus vaksin cacing paru-paru, larva diiradiasi sedemikian rupa sehingga ia masih hidup dan aktif tetapi ia tidak sempurna siklus hidupnya. Sehingga bila diberikan lewat mulut, ia masuk mengikuti siklus hidupnya kecuali menghasilkan telur dan larva. Hal ini merangsang sistem kekebalan, tetapi dengan mengatur jumlah/dosis larvanya (1000 per dosis) ia tidak menimbulkan sakit dan siklus hidup yang tidak sempurna mencegah hewan

(3)

terinfeksi oleh vaksin cacing paru-paru. Dalam beberapa kasus memasukkan bakteria akan menghasilkan toksin yang kuat dan ini diberi perlakuan secara kimiawi sehingga menjadi inaktif. Toksin yang diinaktifasi digunakan sebagai vaksin (contoh. Beberapa penyakit clostridiosis).

KEGAGALAN DALAM VAKSINASI Kegagalan utama dari program vaksinasi pada sapi perah adalah sebagai hasil dari 1).Kesalahan diagnosis penyakit yang mengakibatkan kesalahan dalam memilih vaksin.2). Masalah penyakit bersifat multifaktorial dengan faktor lainnya mendominasi serta mengecilkan arti penyakit. 3). Kesalahan dalam menggunakan vaksin, termasuk didalamnya kesalahan menyimpan, penggunaan dan dosisnya. 4). Tantangan yang berlebih oleh infeksi lapangan dalam keadaan kesehatan yang jelek/buruk, ventilasi dll. 5). Banyaknya galur/strain yang tidak dapat dipenuhi oleh vaksin yang digunakan (contoh

E.coli). 6). Hewan/ternak tidak mampu menghasilkan respons kekebalan yang cukup akibat keadaan tertentu (contoh: stres, penyakit tertentu, nutrisi yang jelek dll.) (RUMA, 2007). Apabila kegagalan vaksinasi dicurigai akan terjadi maka harus cepat dilaporkan kepada konsultan dokter hewan.

PENYAKIT PENTING YANG DIKENDALIKAN LEWAT VAKSINASI Bovine viral diarrhoea (BVD)

BVD disebabkan oleh virus BVD dan penyakit ini tersebar di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini di Indonesia pernah dilaporklan di Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan, Sulawesi dan di banyak tempat di pulau Jawa. Infeksi penyakit ini dapat mengakibatkan infertilitas (FRAYet al., 2000), menurunnya kekebalan anak sapi akibat adanya penyakit lain (contoh: Pneumonia pada anak sapi-RSV, PI3, atau IBR) atau Mucosal Disease pada anak sapi. Virus BVD juga dapat mengakibatkan enteritis, sering terjadi ringan, tetapi terkadang parah dan menyebabkan

kematian pada sapi dewasa (KAHRS, 1981; LIBERGet al., 2006).

Infectious bovine rhinotracheitis (IBR) IBR merupakan penyakit pernafasan pada anak sapi dan sapi dewasa. Biasanya penyakit ini sangat menular dan disebabkan oleh bovine herpes virus 1 (BHV-1). Sumber infeksi diantara ternak adalah melalui leleran cairan hidung (atau leleran mata), bila hal ini menyangkut sistem pernafasan. Sumber infeksi bisa berasal dari cairan vagina atau cairan preputium, semen atau cairan fetus bila infeksi terjadi pada saluran reproduksi. Sekali hewan terinfeksi maka akan tetap hewan tersebut menjadi karier. Apabila ada stress pada hewan tersebut, shedding virus akan terjadi (KAHRS, 1981). Tingkat infeksi laten bervariasi tetapi dapat meningkat diatas 10% pada hewan yang klinis normal. Walaupun periode laten sangat panjang, tetapi terkadang anak tidak mengandung antibodi terhadap virus BHV1, karena tidak ada faktor stress pada anak (WIYONO, 1993). Penyakit ini pada sapi perah sering terjadi bersamaan dengan penyakit viral lainnya seperti Para Influenza-3 dan BVD. Keadaan ini pernah dilaporkan di Indonesia pada outbreak penyakit diare ketika sapi potong dipindahpulaukan dan ternyata penyebabnya adalah kompleks antara IBR dan BVD (WIYONOet al., 1989). Hasil uji serologi pada sapi di Indonesia, ternyata Para Influenza-3 juga terdapat di Indonesia (SENDOW et al.,

2004). Oleh sebab itu, vaksinasi terhadap Para Influenza pada sapi perah perlu juga direncanakan.

Penyakit-penyakit clostridial

Mikroba Clostridium sp. sangat umum ada pada sapi untuk beberapa macam penyakit (Tabel 1.). Bakteri ini umumnya ada di lingkungan ternak, terutama dalam tanah. Terkadang satu daerah lebih banyak kejadiannya dibanding daerah lainnya. Organisme ini menghasilkan toksin yang menyebabkan kerusakan jaringan, dan infeksi sering berlanjut dengan timbulnya penyakit, sering diiringi dengan kematian sebelum hewan memperlihatkan gejala sakit. Untuk hal

(4)

yang demikian, vaksinasi sangatlah dibutuhkan untuk mengontrol kejadian penyakit.

Sebagai diagnosis banding penyakit Clostridial adalah penyakit akibat keracunan bahan kimia/bahan lain (NATALIA et al.,

1989). Tetapi dalam cairan tubuh hewan mati karena keracunan tidak akan ditemui toksin. Sehingga untuk diagnosis penyakit di laboratorium sebaiknya digunakan uji netralisasi toksin dengan antitoksin. Di Indonesia program vaksinasi penyakit clostridial pada sapi perah belum ada peternak yang melakukannya secara teratur dalam hal ini yang membuat kejadiannya selalu tiba-tiba dan berakhir dengan kematian. Kasus kematian akibat penyakit Clostridiosis sering dilaporkan tidak hanya pada sapi perah, tetapi juga pada sapi potong (NATALIA, 2000). Tabel 1. Penyakit-penyakit penting pada sapi perah

yang menyebabkan penyakit dan agen penyebabnya

Organisme penyebab Penyakit

C. chauvoi Blackleg

Post parturient gangrene C. septicum False blackleg

C. novyi type B Black disease C. hemolyticum tipe D Bacillary

haemoglobinuria C. tetani Tetanus C.botulinum tipe C dan D Botulism C. perferingens type A,B,C dan D Enterotoxaemia C. sordelli Sudden death

Campuran

Clostridium spp.

Gas gangrene

Pateurellosis

Pasteurellosis akibat infeksi Pasteurella multocida atau Pasteurella haemolytica

merupakan penyakit penting menyerang ternak sapi perah di Indonesia. Penyakit ngorok pada sapi perah merupakan penyakit yang disebabkan oleh Pasteurella multocida subtipe B2 dan E2. Penyakit ini menyerang sapi perah secara akut dan mewabah. Penyakit ini menyebar luas di Indonesia dan lebih sering kejadiannya pada sapi potong. Program vaksinasi dengan vaksin mati (strain katha)

telah lama dilakukan di Indonesia dan program vaksinasi perlu sekali dievaluasi, terutama dalam analisa antibodi pasca vaksinasi (NATALIA dan PRIADI, 1999; NATALIA dan PATTEN, 1993;1994).

Salmonellosis

Salmonellosis dapat berdampak penyakit tidak hanya pada sapi perah, tetapi pada hewan lainnya termasuk pada manusia. Banyak jenis Salmonellosis yang menyebabkan penyakit termasuk didalamnya S. dublin, S. typhumurium, S. newport dan S. arizona.

Kontrol Salmonellosis yang biasanya dilakukan adalah perlakuan kebersihan lingkungan, pemberian antibiotika dan program vaksinasi, baik itu yang sifatnya monovalen ataupun polivalen. Guna mencegah ternak terkontaminasi oleh Salmonellosis, sebaiknya penggunaan makanan dan air yang sebaik mungkin bersih dari kontaminasi kuman

Salmonella spp. Hal ini penting untuk mencegah penyakit ini menular pada peternaknya.

Ringworm

Penyakit ini sudah lama terdapat pada sapi perah di Indonesia. Penyebabnya adalah cendawan Trichophyton verrucosum. Jamur/ cendawan ini menginfeksi kulit sapi dan bulunya. Umumnya, terjadi pada sapi perah yang muda dan baru antara umur dua hingga tujuh bulan. Terutama pada kelompok ternak yang sangat rapat populasinya. Sapi yang telah terinfeksi, sebaiknya tidak divaksinasi. Sedangkan hewan yang baru datang pada peternakan yang telah sering terjadi penyakit ini, sebaiknya divaksinasi. Penyakit ini bersifat zoonosis. Pada manusia ia juga menyerang kulit dan menimbulkan kegatalan yang amat sangat.

Leptospirosis

Penyakit ini telah lama dikenal di Indonesia dan sangat potensial menyerang ternak sapi perah. Gejala klinis yang biasanya dilaporkan oleh peternak adalah air seninya yang mengandung darah (air seni merah). Ada

(5)

beberapa serovar yang penting ditemui pada sapi perah. Yang tersering adalah serovar Hardjo, interogans dan tarrasovi.

Vibriosis/campylobacteriosis

Penyakit bakterial yang sering dan telah lama ada di Indonesia yang dapat mengakibat-kan abortus pada sapi perah yang sedang bunting. Untuk mencegah penyakit ini, biasa-nya diberikan vaksinasi pada daerah yang tidak menggunakan program inseminasi buatan (STOKKA et al., 1996). Tipe vaksin yang digunakan adalah killed vaccine dalam bentuk Bacterin. Biasanya dilakukan vaksinasi pada masa sebelum bunting pada sapi perah dara.

ALTERNATIF PROGRAM VAKSINASI PADA SAPI PERAH

Dalam program vaksinasi, informasi paling baik yang didapat, harus digunakan untuk mendeteksi adanya kebenaran atau kesalahan

dari program yang kita putuskan. Hal ini penting, karena rekomendasi dari pabrik pembuat tidak selamanya cocok dan tepat untuk kita ikuti. Tujuan dari program yang diusulkan adalah guna memilih vaksin mana yang cocok. Nasehat dari dokter hewan setempat selayaknya dipertimbangkan untuk memutuskan program yang akan kita gunakan. Program vaksinasi pada sapi perah muda sebaiknya dimulai dengan pemberian colostrum sebagai pertahanan pasif pada umur 0–6 hari. Setelah itu perlu dipikirkan pemberian polyvalent vaccine untuk penyakit-penyakit pernapasan kausa viral, seperti IBR, PI-3, BVD, BRSV dan sebaiknya dalam bentuk

modified live vaccine (Tabel 2) (STOKKAet al.,

1996). Vaksin Brucellosis disarankan untuk daerah yang tertular dengan pemberian vaksin Strain 19 atau RB 51. Hal ini perlu sekali dikonsultasikan dengan dokter hewan setempat dalam pelaksanaannya. Biasanya dilakukan pada umur 4–6 bulan.

Tabel 2. Program vaksinasi pada sapi perah muda

Umur Penyakit Jadwal vaksinasi Keterangan

>2 minggu Respirasi (RSV, PI3, Pasteurella, IBR)

Dua dosis dengan selang 3–4 minggu Umumnya vaksin kombinasi >2 minggu Ringworm Dua dosis selang 10–14 hari

>3 minggu Salmonella Dua dosis selang 14–21 hari

>12 minggu BVD Dua dosis selang 3–4 minggu Biasanya vaksin kombinasi Sebelum merumput Lungworm Vaksin oral. Dua dosis selang sebulan

Tabel 3. Program vaksinasi pada sapi perah dara

Umur Penyakit Jadwal vaksinasi Keterangan

Sebelum dikawinkan

Leptospirosis Dosis awal dan buster 4 minggu kemudian Sebelum bunting BVD IBR Anthrax SE Buster tahunan Buster tahunan Buster tahunan Buster tahunan Sebelum beranak Mastitis karena coliform

Diare neonatal Penyakit clostridial

Program 3 kali dosis Program dua kali dosis Buster tahunan

(6)

Tabel 4. Program Vaksinasi pada induk sapi perah

Umur Penyakit Jadwal vaksinasi Keterangan

Sebelum sapih Leptospirosis Buster tahunan Sebelum beranak berikutnya BVD

IBR Anthrax SE Buster tahunan Buster tahunan Buster tahunan Buster tahunan Sebelum masa kering Mastitis coliform

Penyakit clostridial

Program tiga kali dosis Buster tahunan Sebelum beranak Diare neonatal

Salmonellosis

Buster tahunan Buster tahunan

Tabel 5. Program vaksinasi pada sapi perah yang menyusui

Umur Penyakit Jadwal vaksinasi Keterangan

Sebelum bunting Leptospirosis BVD IBR Anthrax SE Buster tahunan Buster tahunan Buster tahunan Buster tahunan Buster tahunan

Sebelum masa kering Penyakit clostridial Buster tahunan Sebelum beranak Diare neonatal

Salmonellosis

Buster tahunan Buster tahunan

Tabel 6. Tindakan pencegahan lainnya yang dilakukan pada sapi perah

Keadaan Pencegahan Jadwal kegiatan Perlakuan Acidosis Sodium bikarbonat Saat produksi susu

meningkat

Pada konsentrat diberi 1,5 % dan dicampur rata

Parasit cacing Morantel tartrat Fenbendazol 5 mg/kg Sapi sehat Sapi sehat Kontrol mastitis SCC tiap bulan Uji puting susu Celup puting

Perlakuan masa kering Uji mikroba susu Evaluasi pemerahan

Semua sapi produksi Semua sapi produksi Semua sapi produksi Semua sapi produksi Sapi bermasalah Semua sapi produksi

Uji DHIA tiap hari Sebelum memerah Sesudah memerah Masa kering Antibiogram Masalah kuku Pemotongan kuku

Perendaman kuku

Semua sapi produksi Semua sapi produksi

1–2 kali setahun konsultasi dokter hewan

Masalah Reproduksi

Uji uterus dan ovarium Uji kebuntingan

Sapi bermasalah Semua sapi bunting

Pengamatan pada 35–40 hari setelah kebuntingan

Pengamatan serangga

Terutama pada sapi bunting, hindari serangga dan kendalikan serangga dewasa Suhu Kurangi stres akibat panas pada semua sapi produksi dan kering kandang Mastitis Pisahkan sapi yang mastitis

Keluron Sampel darah dan organ akibat keluron segera kirim ke laboratorium Rendaman kaki Harus dibersihkan secara baik dan selalu bersih keadaannya

(7)

TINDAKAN PENCEHAGAN LAINNYA YANG PENTING PADA SAPI PERAH

Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan secara teratur untuk mencegah berulangnya penyakit menyerang ternak sapi perah yang biasanya sering dialami oleh peternak sapi perah. Pada Tabel 6. tertera beberapa tindakan mulai dari kejadian acidosis, parasit cacing, kontrol mastitis, masalah yang berhubungan dengan kuku serta masalah reproduksi. Keseluruhan kegiatan ini perlu digarisbawahi agar tidak mengakibatkan kerugian yang semakin lama semakin besar dan dapat mengakibatkan kematian. (STOKKA et al., 1996).

KESIMPULAN DAN SARAN

Vaksinasi pada sapi perah di Indonesia sudah saatnya ditentukan dan dipilih penyakit yang sesuai dengan lingkungan setempat. Konsultasi dokter hewan setempat sangat membantu untuk tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan vaksin yang akan digunakan. Beberapa penyakit penting pada sapi perah dan hingga kini masih mengancam ternak sapi perah di Indonesia. Perlu sekali dilakukan program vaksinasi yang teratur dan dievaluasi secara serologis pasca vaksinasi, apakah vaksin telah tepat guna atau tidak berfungsi sama sekali.

DAFTAR PUSTAKA

ELLIS, J.A. 2002. The role of vaccination in a good herd health program. http://www.afns. ualberta.ca/hosted/wcds/wcd99/chap19.htm 1/12/02.

FRAY, M.D., D.J. PATON, and S. ALENEUS. 2000. The effects of bovine viral diarrhoea virus on cattle reproduction in relation to disease control. Anim. Reprod. Sci 2(60-61): 615– 627.

KAHRS, R.F. 1981. Viral diseases of cattle. The IOWA State University Press/AMES/IOWA, USA.

LARSON, R.L., V.L. PIERCE, and R.F. RANDLE. 1998. Economic evaluation of neonatal health protection programs for cattle. J. Am. Vet. Med. Ass. 213(6): 810–816.

LIMBERG, A., J. BROWNLIE, G.J. GUNN, H. HOUE, V. MOENNIG, H.W. SATKAMP, T. SANVIK, and P.S. VALLE. 2006. The control of bovine viral diarrhea virus in Europe: today and the future.

Rev.Sci.Tech.Off.Int.Epiz.25(3): 961–979. NATALIA, L. 2000. Manifestasi visceral penyakit

radang paha pada hewan. JITV. 5(1): 53 – 58. RADOSTITS, M. 1991. The role of management and

the use of vaccines in the control of acute undifferentiated diarrhea of newborn calves. Can.Vet.Jour. 32:155 – 159.

RUMA. 2007. Responsible use of vaccines and vaccination in dairy and beef cattle production. DEFRA,NOAH, United Kingdom, England.

SENDOW, I., T. SYAFRIATI dan R. DAMAYANTI. 2004. Gambaran seroepidemiologi dan histopatologi infeksi virus para influenza tipe3 pada sapi.

JITV. 9(2): 115–121.

STOKKA, G., J.F. SMITH, J.R. DUNHAM, and T.VANANNE. 1996. Preventive dairy herd health program. Dairy Science-4, Kansas State University, Agriculture Experiment Station and Cooperative Extension Service, USA. WIYONO, A. 1993. Studi prevalensi antibodi

terhadap infectious bovine rhinotracheitis pada sentinel anak dan induk sapi Bali di Lampung. Penyakit Hewan 23(45): 7–10.

WIYONO, A., P. RONOHARDJO, R.J. GRAYDON, dan P.W. DANIELS. 1989. Diare ganas sapi: 1. Kejadian penyakit pada sapi Bali bibit asal Sulawesi Selatan yang baru tiba di Kalimantan Barat. Penyakit Hewan38:77–83.

Gambar

Tabel 3. Program vaksinasi pada sapi perah dara
Tabel 4. Program Vaksinasi pada induk sapi perah

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada tanaman dengan dosis mikoriza dosis 6 gr, 8 gr, dan 10 gr jumlah daun tidak mengalami penurunan yang disebabkan adanya simbiosis dengan mikoriza sehingga

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa uji t menunjukkan bahwa arus kas operasi berpengaruh signifikan terhadap arus kas masa depan, disebabkan karena arus kas

Selain itu juga terdapat jurnal penelitian tentang perbedaan konsep diri pada budaya dan pengaruhnya terhadap pembelian impulsif, yaitu bahwa konsep diri memiliki

Hasil Penelitian ini menunjukkan strategi peningkatan Nilai Ujian Nasional di SDN Pereng adalah dengan beberapa kegiatan yaitu dengan menganalisis potensi siswa, m erubah

Dari hasil perhitungan dengan Uji Tukey diperoleh perbedaan rerata hasil belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan numerik rendah antara

Maksud dari penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Berau adalah untuk memberikan gambaran/pemetaan tentang situasi dan kondisi sanitasi Kabupaten Berau saat ini serta

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas remediasi bentuk umpan balik menggunakan brosur untuk mengatasi kesulitan belajar siswa tentang gerak lurus

Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan