• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida dari sulfanilamida dan vanilin dengan katalis asam sulfat pada pH 4-5 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sintesis 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida dari sulfanilamida dan vanilin dengan katalis asam sulfat pada pH 4-5 - USD Repository"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

i

SINTESIS 4-[(4ˈ-HIDROKSI-3ˈ -METOKSIBENZILIDENA)-AMINO]-BENZENSULFONAMIDA DARI SULFANILAMIDA DAN VANILIN

DENGAN KATALIS ASAM SULFAT PADA pH 4-5

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Puspita Sari Dewi NIM : 108114001

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Selama aku berjuang mencapai segala sesuatunya,

Engkau selalu ada…

Saat aku senang, sedih, takut, bimbang & merasa

bahwa harapan telah hilang

Terima kasih Tuhan, …

Engkau perkenankan aku untuk berjuang bersama-Mu

Kupersembahkan karya ini

untuk:

Papa dan mama tercinta

Kakak dan adikku tersayang, Andi & Mia

Om Teddy, Om Eddy, dan Tante Ony

Semua dosen Farmasi USD

(5)
(6)
(7)

vii

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan rahmat-Nya serta segenap kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik yang berjudul “Sintesis 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida dari sulfanilamida dan vanilin dengan katalis asam sulfat pada pH 4-5”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih atas segala macam bentuk bantuan yang diberikan dari berbagai pihak yakni kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm, Apt., selaku Ketua Program Studi Fakultas Farmasi.

3. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen pembimbing yang memberikan masukkan, bimbingan dan arahan sekaligus dosen penguji atas kritik dan saran kepada penulis.

4. Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., selaku dosen penguji atas masukan kritik dan saran kepada penulis.

(8)

viii

6. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., atas izin penggunaan laboratorium yang diberikan kepada penulis.

7. Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Bimo, Pak Wagiran dan segenap laboran Fakultas Farmasi yang telah berkenan membantu selama bekerja di laboratorium.

8. Mama, Papa, Mas Andi, Mia, dan segenap keluarga besar atas dukungan, doa, kasih sayang dan semangat yang diberikan.

9. Teman-teman seperjuangan: Gita, Ela, Christian, Ega, Bakti, Nita, Naomi, Agrif, Sisca, Kezia, Aries, Sita, Kenny, Ria, Meta, Ugi, Lintang, Albet, terima kasih atas bantuan, dukungan dan semangatnya dan persahabatan yang diberikan.

10.Teman-teman FST 2010 dan kelompok praktikum, atas bantuan dan kerjasamanya.

11.Teman-teman kos: Cik Cynthia, Dewi, Eni, Esthy, Rina, Mbak Yo, Nona Herta, Nita, Intan, Sukma dewi, Sefi, Geka, Indah, Seruni, Ratri, dan Friesca, atas dukungan, semangat dan persahabatan yang diberikan.

12.Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi penelitian maupun penyusunan skripsi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak serta mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.

(9)

ix

(10)

x

C. Aldehida ... 9

D. Katalis ... 11

E. Basa Schiff ... 12

F. Analisis Pendahuluan ... 14

1. Pemeriksaan organoleptis ... 14

2. Pemeriksaan kelarutan ... 14

G. Pemurnian dan Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis ... 15

1. Rekristalisasi ... 15

2. Pemeriksaan titik lebur ... 16

H. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis ... 16

1. Spektrofotometri inframerah ... 16

2. Spektrometri massa ... 18

1. Sintesis senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena)-amino]- benzensulfonamida ... 25

2. Analisis senyawa hasil sintesis ... 26

3. Elusidasi struktur senyawa hasil sintesis ... 26

(11)

xi

1. Uji pendahuluan ... 28

2. Pemeriksaan kemurnian senyawa hasil sintesis ... 28

3. Elusidasi struktur ... 28

4. Perhitungan rendemen ... 28

BAB IV. PEMBAHASAN ... 29

A. Sintesis 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena)-amino]- benzensulfonamida ... 29

B. Analisis Pendahuluan ... 34

1. Pemeriksaan organoleptis ... 34

2. Pemeriksaan kelarutan ... 36

3. Pemeriksaan titik lebur ... 36

C. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis ... 37

1. Pengujian dengan spektrofotometri inframerah ... 37

2. Pengujian dengan spektrometri massa ... 42

a) Electron Impact – Mass Spectrometry (EI-MS) ... 43

b) Field Desorption – Mass Spectrometry (FD-MS) ... 50

3. Pengujian dengan spektroskopi 1H-NMR ... 51

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 63

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Istilah kelarutan menurut Farmakope Indonesia IV ... 15 Tabel II. Perbandingan sifat fisik senyawa hasil sintesis dan starting

material ... 35 Tabel III. Perbandingan kelarutan senyawa hasil sintesis dan starting

material ... 36 Tabel IV. Perbandingan titik lebur starting material dan senyawa hasil

sintesis ... 37 Tabel V. Interpretasi spektra inframerah starting material dan senyawa hasil

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur mikrotubulus ... 7

Gambar 2. Struktur sulfanilamida ... 9

Gambar 3. Stabilisasi resonansi amina aromatis ... 9

Gambar 4. Struktur vanilin ... 10

Gambar 5. Stabilisasi resonansi ion fenolat ... 11

Gambar 6. Mekanisme adisi nukleofil lemah ... 12

Gambar 7. Mekanisme adisi nukleofilik ... 12

Gambar 8. Mekanisme eliminasi air... 13

Gambar 9. Reaksi umum sintesis 4-[(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena)- amino]-benzensulfonamida ... 29

Gambar 10. Mekanisme reaksi pembentukan senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ- metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida ... 30

Gambar 11. Macam-macam bentuk molekul sulfanilamida ... 31

Gambar 12. Reaksi pembentukan 4-(azanidilsulfonil)anilin dalam kondisi basa ... 31

Gambar 13. Macam-macam bentuk molekul vanilin ... 32

Gambar 14. Reaksi pembentukan dan resonansi ion fenolat yang terbentuk dalam kondisi basa ... 32

Gambar 15. Reaksi pembentukan ion anilinium dalam kondisi pH rendah ... 33

(14)

xiv

Gambar 17. Spektra inframerah senyawa hasil sintesis (Pelet KBr) ... 38

Gambar 18. Spektra inframerah vanilin (Pelet KBr) ... 39

Gambar 19. Spektra inframerah sulfanilamida (Pelet KBr) ... 40

Gambar 20. Kromatogram spektrometri massa EI senyawa hasil sintesis ... 43

Gambar 21. Spektra massa senyawa hasil sintesis pada waktu retensi 7,667 menit ... 44

Gambar 22. Spektra massa senyawa hasil sintesis pada waktu retensi 9,467 menit ... 44

Gambar 23. Usulan mekanisme fragmentasi ion molekul senyawa hasil sintesis melalui jalur I ... 47

Gambar 24. Usulan mekanisme fragmentasi ion molekul senyawa hasil sintesis melalui jalur II ... 48

Gambar 25. Usulan mekanisme fragmentasi ion molekul senyawa hasil sintesis lanjutan melalui jalur II ... 49

Gambar 26. Spektra FD-MS senyawa hasil sintesis ... 51

Gambar 27. Kedudukan proton pada senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ- metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida ... 52

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data penimbangan starting material dan perhitungan

rendemen teoretis... 64

Lampiran 2. Data penimbangan dan perhitungan rendemen crude product yang didapat... 67

Lampiran 3. Spektra inframerah senyawa hasil sintesis ... 68

Lampiran 4. Spektra inframerah sulfanilamida... 69

Lampiran 5. Spektra inframerah vanilin ... 70

(16)

xvi

INTISARI

Senyawa basa Schiff turunan sulfanilamida-imina telah disintesis dan diketahui memiliki aktivitas antimitosis yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker. Pada penelitian ini akan disintesis 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida dari sulfanilamida dan vanilin dengan katalis asam sulfat pada pH 4-5 berdasarkan reaksi adisi-eliminasi. Senyawa tersebut diduga memiliki antimitosis lebih baik. Hal ini diakibatkan oleh adanya gugus hidroksi pada posisi para yang diketahui dapat meningkatkan aktivitas penghambatan sel kanker.

Sintesis senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida dilakukan dengan mereaksikan 3 mmol sulfanilamida dan 1 mmol vanilin dengan katalis asam sulfat pada pH 4-5 diaduk selama 24 jam. Adapun analisis senyawa hasil sintesis yang dilakukan meliputi: Pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan kelarutan, pemeriksaan titik lebur, elusidasi struktur dengan spektrofotometri inframerah, spektrometri massa, dan spektroskopi 1 H-NMR, dan perhitungan rendemen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis berupa serbuk berwarna kuning, tidak berbau, agak sukar larut dalam aseton, sukar larut dalam metanol, etanol, dan praktis tidak larut dalam akuades panas, kloroform, dan etil asetat. Rendemen rata-rata senyawa hasil sintesis 20,35% dan jarak lebur sebesar 201,8-202,6oC. Elusidasi struktur menggunakan spektra inframerah, spektra massa, dan spektra 1H-NMR menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa campuran yang terdiri dari senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida, sulfanilamida, dan vanilin.

(17)

xvii ABSTRACT

Schiff base compound sulfanilamide-imine derivatives have been synthesized and they were known to have antimitotic activity that can inhibit the growth of cancer cells. This research will be synthesized 4-[(4’-hydroxy-3’

-Synthesis of compound 4-[(4’-hydroxy-3’ -methoxybenzilidene)-amino]-benzenesulfonamide was performed by reacting 3 mmol of sulfanilamide and 1 mmol of vanillin with sulfuric acid at pH 4-5 was stirred for 24 hours. The analysis of the compound synthesized include: Organoleptic test, solubility test, melting point test, structure elucidation by infrared spectrophotometry, mass spectrometry, and 1H-NMR spectroscopy and calculations of yield.

The results showed that the synthesized compound was in the form of yellow powder, odorless, slightly soluble in acetone, sparingly soluble in methanol, ethanol, and practically insoluble in hot distilled water, chloroform, and ethyl acetate. The average yields were obtained 20.35% and its melting range of 201.8 to 202.6°C. Structure elucidation using infrared spectra, mass spectra and 1

H-NMR showed that the compound is mixture compound which consist of 4-[(4’-hydroxy-3’-methoxybenzilidene)-amino]-benzenesulfonamide, sulfanilamide and vanillin.

(18)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkontrol. Kebanyakan kanker terjadi pada orang dewasa pada usia paruh baya atau usia tua. Sekitar 77% dari keseluruhan kanker didiagnosis terjadi pada orang berusia 55 tahun ke atas (American Cancer Society, 2014). World Health Organization memperkirakan jumlah kematian akan meningkat sekitar 13.1 juta orang pada tahun 2030 (WHO, 2013). Dari data tersebut menunjukkan bahwa penyakit kanker sangat mematikan.

Penyakit kanker diawali dengan berubahnya gen-gen spesifik. Perubahan genetik menyebabkan sel kanker mengalami pembelahan terus-menerus tanpa dapat dikontrol dan membentuk malignant tumors yang dapat menginvasi jaringan-jaringan sehat di sekitarnya (Karp, 2009).

(19)

Akibat hal tersebut, siklus pembelahan sel kanker menjadi kacau dan berlanjut pada kematian sel melalui mekanisme apoptosis (Sumadi dan Marianti, 2007).

Senyawa turunan sulfanilamida-imina yang telah dikembangkan (Mohamed et al., 2013) memiliki potensi sebagai senyawa antimitosis yang terikat pada colchicine binding site, yang terdapat di permukaan intra dimer di antara kedua protein tubulin tersebut (Uppuluri, Knipling, Sackett, and Wolff, 1993). Pada senyawa yang memiliki reaktivitas tinggi terhadap sisi aktif colchicine

ditemukan interaksi hidrogen dengan asam amino His 94, His 129, Thr 199, dan Thr 200 (Mohamed et al., 2013), yang diduga terjadi pada gugus imina (C=N) dan gugus sulfonamida (SO2NH2).

Salah satu senyawa turunan sulfonamida-imina yaitu 4-[(3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida diketahui tidak dapat menghambat pertumbuhan kanker payudara dan kanker paru-paru (Mohamed et al., 2013). Hal ini mendorong dilakukannya penelitian untuk mengembangkan senyawa antikanker dengan modifikasi struktur senyawa tersebut.

(20)

senyawa 4-[(2ˈ-hidroksi-4ˈ-metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida yang memiliki nilai IC50 kanker payudara sebesar 101 M, sedangkan nilai IC50 kanker paru-paru tidak ada (Mohamed et al., 2013). Dengan demikian, penambahan gugus hidroksi pada posisi para menjadi senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida diharapkan memiliki aktivitas antikanker yang lebih baik.

(21)

1. Permasalahan

Apakah senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida dapat disintesis dari sulfanilamida dan vanilin dengan katalis asam sulfat pada pH 4-5 melalui reaksi adisi-eliminasi?

2. Keaslian Penelitian

Adapun penelitian sejenis tentang sintesis senyawa 4-[(4ˈ -hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida antara lain:

1. Sintesis senyawa Basa Schiff turunan sulfanilamida dan aromatis aldehida dengan menggunakan metode pemanasan selama 3 jam tanpa pemberian katalis. Perbandingan mol starting material yang digunakan adalah 1:1 (Supuran, Nicolae, and Popescu, 1996).

2. Sintesis senyawa logam turunan sulfonamida dengan menggunakan metode refluks selama 3 jam tanpa pemberian katalis. Perbandingan mol

starting material yang digunakan adalah 1:1 (Chohan, 2008).

(22)

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan terkait sintesis 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida dari sulfanilamida dan vanilin dengan katalis asam sulfat pada pH 4-5 melalui reaksi adisi-eliminasi.

b. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan khusus terkait pemilihan starting material, katalis dan kondisi saat sintesis 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida berlangsung.

c. Manfaat praktis. Dari penelitian ini diharapkan memperoleh senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida.

B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk memahami reaksi adisi-eliminasi dan penerapannya di bidang sintesis kimia organik.

2. Tujuan khusus

(23)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Mikrotubulus

Mikrotubulus merupakan salah satu komponen penyusun sitoskeleton yang dapat ditemukan dalam sitoplasma semua sel eukariotik. Fungsi mikrotubulus adalah mengatur polaritas dan bentuk sel, transport intraseluler, pergerakan sel, dan pembelahan sel (Zhou and Giannakakou, 2005).

Mikrotubulus berupa batang lurus dan berongga dengan diameter sekitar 25 nm dan panjangnya berkisar dari 200 nm hingga 25 m (Campbell, Reece, and Mitchell, 1999). Adapun dinding penyusun mikrotubulus terdiri dari 13 protofilamen. Protofilamen tersusun dari protein globular yang disebut tubulin. Setiap molekul tubulin terdiri atas dua subunit polipeptida yang serupa, -tubulin dan -tubulin masing-masing memiliki berat molekul sekitar 50 kDa (Burns, 2005). Kedua protein tersebut ditemukan dalam bentuk heterodimer (Alberts, 2008).

(24)

Mikrotubulus memiliki dua ujung yaitu ujung positif dan ujung negatif. Dimer-dimer tubulin membentuk polimer di ujung positif, sedangkan ujung negatif merupakan tempat lepasnya dimer-dimer tubulin. Adapun struktur mikrotubulus ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 1. Struktur Mikrotubulus (Bolsover et al., 2004)

Menurut Desai and Mitchison (1997), mikrotubulus bersifat labil yang dapat memanjang atau memendek melalui penggabungan ikatan non kovalen yang bersifat reversibel atau disosiasi heterodimer -tubulin dan -tubulin di kedua ujungnya. Proses mikrotubulus memanjang atau tumbuh dikenal dengan polimerisasi, sedangkan proses pemendekan mikrotubulus disebut depolimerisasi (Conde and Cáceres, 2009).

Pada kondisi normal selama pembelahan sel, mikrotubulus membentuk spindel mitosis yang berfungsi untuk mengarahkan kromosom hasil replikasi ke bidang ekuatorial dan memperantarai pemisahan kromosom ke sel anakan (McIntosh, Grishchuk, and West, 2002). Ketika proses mitosis selesai, spindel mitosis akan terurai dan membentuk mikrotubulus sitoplasma kembali (Lodish et al., 2004).

(25)

B. Sulfonamida

Sulfonamida merupakan golongan obat yang memiliki aktivitas bakteriostatik. Mekanisme obat tersebut adalah menghambat enzyme dihydropteroate synthase; enzim yang berperan penting dalam biosintesis turunan asam folat. Obat golongan sulfonamida akan berkompetisi dengan p-aminobenzoic acid (PABA) untuk berikatan dengan sisi aktif enzim tersebut. Folat merupakan intermediet esensial dalam biosintesis timidin yang diperlukan DNA. Apabila obat golongan sulfonamida berikatan dengan enzim tersebut, sintesis folat tidak terjadi demikian pula dengan timidin dan DNA, sehingga bakteri tidak dapat bereplikasi (Lemke, Williams, Roche, and Zito, 2008). Salah satu obat golongan sulfonamida adalah sulfanilamida yang memiliki rumus bangun berikut:

Gambar 2. Struktur sulfanilamida (Dirjen POM RI, 1979)

(26)

Ditinjau dari struktur molekulnya, gugus amina aromatis primer bersifat basa lemah karena terpengaruh oleh efek resonansi yang menyebabkan pasangan elektron bebas terdelokalisasi dalam cincin aromatis (Brown et al., 2012) dengan mekanisme seperti pada gambar berikut:

Gambar 3. Stabilitas resonansi amina aromatis (Brown et al., 2012)

Di sisi lain, gugus amina sulfon bersifat asam akibat adanya pengaruh efek elektronegatif. Elektron akan cenderung tertarik pada atom yang memiliki keelektronegatifan lebih besar dan mengakibatkan keasaman atom hidrogen semakin meningkat (Bruice, 2004). Oksigen menarik elektron dari sulfur dan berimbas pada nitrogen. Pasangan elektron bebas milik nitrogen disumbangkan kepada sulfur sehingga terjadi resonansi. Nilai elektronegatif nitrogen lebih besar dari pada hidrogen masing-masing 3,0 dan 2,1 (Solomon and Fryhle, 2011). Akibat hal tersebut, kerapatan elektron pada atom hidrogen rendah dan menyebabkan hidrogen mudah lepas.

C. Aldehida

(27)

karbonil merupakan basa Lewis dan dapat terprotonasi dengan cepat dengan adanya asam. Protonasi menyebabkan atom oksigen bermuatan positif, sehingga gugus karbonil menjadi lebih elektrofil (Sarker and Nahar, 2007; McMurry, 2011).

Vanilin merupakan senyawa golongan aldehida aromatis berupa hablur halus berbentuk jarum berwarna putih hingga agak kuning, dan memiliki rasa dan bau yang khas. Senyawa ini sukar larut dalam air, tetapi larut dalam air panas dan gliserol. Selain itu, vanilin mudah larut dalam etanol (95%), dalam eter dan dalam larutan alkali hidroksida. Rumus struktur kimia vanilin adalah C8H8O3 dengan bobot molekul 152.15 g/mol. Titik leburnya berkisar 81-83oC (Dirjen POM RI, 1979). Berikut ini merupakan struktur vanilin:

Gambar 4. Struktur vanilin (Dirjen POM RI, 1979)

(28)

Sama halnya dengan gugus hidroksil, gugus metoksi juga termasuk dalam kelompok gugus penyumbang elektron. Muatan negatif akan terdelokalisasi dalam cincin benzena pada posisi orto dan para (Solomon and Fryhle, 2011). Namun, elektron yang tersebar hanya menstabilkan cincin benzena dan tidak memberikan pengaruh muatan pada atom C karbonil mengingat gugus metoksi berposisi meta.

Gugus lainnya yang dapat ditemukan adalah gugus OH fenolik. Gugus ini bersifat asam karena ion fenolat yang dihasilkan terstabilkan oleh resonansi. Muatan negatif tidak hanya diemban oleh atom oksigen saja tetapi terdelokalisasi pada tiga atom karbon penyusun cincin benzena (Wade, 2013). Mekanisme stabilisasi resonansi ion fenolat ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 5. Stabilisasi resonansi ion fenolat (Wade, 2013)

D. Katalis

Katalis adalah senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi. Katalis dapat bereaksi membentuk zat antara, tetapi akan diperoleh kembali dalam tahap reaksi berikutnya (Chang, 2003).

(29)

mengakibatkan terjadinya adisi C=O menjadi ikatan tunggal (C-O). Akibatnya, atom karbon karbonil menjadi bermuatan positif dan mudah diserang oleh nukleofil lemah (Fessenden dan Fessenden, 1986b).

Gambar 6. Mekanisme adisi nukleofil lemah (Mehta and Mehta, 2005)

Asam sulfat merupakan cairan jernih seperti minyak, tidak berwarna, bau sangat tajam dan bersifat korosif. Apabila asam sulfat dicampurkan dengan air atau etanol akan menimbulkan panas. Asam sulfat memiliki rumus kimia H2SO4 dengan bobot molekul sebesar 98,07 g/mol (Dirjen POM RI, 1995).

E. Basa Schiff

Senyawa imina dengan gugus C=N dikenal sebagai basa Schiff dihasilkan dari reaksi antara amina primer dan aldehida atau keton melalui reaksi adisi-eliminasi. Mekanisme pembentukan imina berawal dari reaksi adisi amina nukleofilik pada karbon karbonil yang bermuatan parsial positif, diikuti dengan lepasnya proton dari nitrogen dan diperolehnya oleh oksigen (gambar 7). Tahap selanjutnya adalah eliminasi air melalui protonasi gugus OH (Fessenden dan Fessenden, 1986b) seperti pada gambar 8.

(30)

Gambar 8. Mekanisme eliminasi air (Patrick, 2004)

Reaksi pembentukan imina bersifat reversibel dan bergantung dengan pH. Jika pH terlalu asam, reaksi adisi nukleofilik berjalan lambat karena konsentrasi amina bebas lebih kecil dari pada konsentrasi amina terprotonasi. Amina yang terprotonasi kehilangan sifat nukleofilnya karena atom nitrogen menjadi bermuatan positif dan tidak dapat menyerang karbon karbonil, sehingga tidak dapat membentuk amina. Apabila pH terlalu tinggi, reaksi eliminasi air berjalan lambat karena minimnya jumlah proton yang digunakan untuk memprotonasi gugus OH. Oleh karena itu, kondisi pH diatur sekitar 4-5 agar reaksi berjalan dengan kecepatan maksimum (Fessenden dan Fessenden, 1986b; McMurry, 2011).

(31)

F. Analisis pendahuluan

Analisis pendahuluan bertujuan untuk mengetahui karakteristik senyawa hasil sintesis. Adapun analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis bertujuan untuk mendapatkan informasi terkait karakteristik zat kimia diantaranya bentuk, warna, dan bau, sehingga mudah dalam penilaian pendahuluan. Namun, pemeriksaan organoleptis tidak dapat digunakan sebagai bukti yang kuat sebagai syarat baku. Organoleptis dapat membantu dalam penilaian pendahuluan terhadap mutu zat yang bersangkutan secara tidak langsung (Dirjen POM RI, 1995).

2. Pemeriksaan Kelarutan

Kelarutan adalah konsentrasi maksimum zat terlarut yang terdapat di dalam sejumlah substansi berlebih pada kondisi kesetimbangan dan temperatur tertentu. Untuk menyatakan kelarutan suatu zat, sejumlah zat dilarutkan dalam air dan ditentukan banyaknya gram zat terlarut tiap 100 mL air (Reger, Goode, and Ball, 2010).

(32)

Tabel I. Istilah kelarutan menurut Farmakope Indonesia IV (Dirjen POM RI, 1995)

Istilah Kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan1 bagian zat

Sangat mudah larut Kurang dari 1

Mudah larut 1 sampai 10

Larut 10 sampai 30

Agak sukar larut 30 sampai 100

Sukar larut 100 sampai 1000

Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000 Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

G. Pemurnian dan Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis

1. Rekristalisasi

Rekristalisasi adalah salah satu metode pemurnian zat padat berdasarkan perbedaan kelarutan antara senyawa yang diinginkan dengan senyawa pengotor. Metode rekristalisasi dapat digunakan baik di bidang kimia organik maupun kimia anorganik (Smart, 2002). Preparasi dilakukan dengan cara melarutkan produk berupa campuran dengan suatu solven lalu diendapkan kembali. Endapan akan terbentuk kembali apabila larutan mencapai titik jenuh terhadap senyawa yang diinginkan (Oxtoby, Gilis, dan Nachtrieb, 2001).

(33)

2. Pemeriksaan Titik Lebur

Titik lebur sangat penting dalam identifikasi senyawa organik karena menunjukkan ada tidaknya impuritis dalam senyawa tersebut. Oleh sebab itu, titik lebur digunakan sebagai kriteria kemurnian suatu zat (Ahluwalia and Dhingra, 2004).

Dalam proses peleburan, senyawa dalam bentuk kristal yang memiliki susunan molekul teratur akan bergetar atau memutar dalam kondisi tetap padat akibat energi panas yang diberikan. Pada suhu tertentu, energi yang diberikan mampu untuk memutus ikatan antar molekul yang berdekatan sehingga molekul bebas bergerak. Hal ini menyebabkan perubahan wujud padat menjadi cair (Fieser and Williamson, 1992).

Senyawa padat murni akan meleleh pada kisaran suhu yang lebih sempit dibandingkan dengan senyawa yang mengandung pengotor. Apabila range titik leburnya 2oC, maka senyawa dapat dikatakan murni. Demikian pula sebaliknya apabila range titik leburnya melampaui 2oC, maka senyawa dikatakan kurang murni (MacKenzie, 1967).

H. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis

1. Spektrofotometri Inframerah (IR)

(34)

getaran (vibrasi) atom-atom yang terikat. Hal ini menyebabkan posisi pita absorpsi bersifat spesifik.

Apabila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan akan berkurang sehingga %T (transmisi persen) akan menurun sehingga muncul pita absorpsi. Jika %T menunjukkan angka sekitar 100, maka keadaan tersebut dikenal dengan base line (Fessenden dan Fessenden, 1986a).

Suatu senyawa dapat menyerap radiasi sinar inframerah apabila terjadi perubahan momen dipol elektrik selama molekul tersebut mengalami vibrasi. Vibrasi menyebabkan perubahan panjang ikatan (stretching) atau sudut ikatan (bending). Beberapa ikatan dapat mengalami vibrasi ulur baik simetris (symmetrical stretching) maupun asimetris (asymmetrical stretching), sedangkan vibrasi tekuk dicirikan dengan adanya perubahan sudut secara terus-menerus antara dua atom (Stuart, 2004).

Jika perbedaan momen dipol suatu molekul besar, absorpsi pita akan semakin kuat. Perbedaan elektronegatif atom-atom di dalam molekul akan menentukan besar kecilnya momen dipol, misalnya gugus karbonil. Adanya perbedaan keelektronegatifan antara atom C dan atom O menyebabkan gugus tersebut bersifat polar. Apabila ikatan C=O mengalami vibrasi ulur, momen dipol akan meningkat sehingga absorpsi pita gugus karbonil menjadi kuat (Stuart, 2004).

(35)

memberikan serapan pita yang lemah dikarenakan perubahan kecil dalam momen dipol terkait dengan vibrasi kedua atom tersebut (Stuart, 2004).

Radiasi inframerah memiliki bilangan gelombang antara 600-4000 cm-1. Adapun spektrum dibagi menjadi dua daerah yakni daerah gugus fungsional dan daerah sidik jari. Daerah gugus fungsional digunakan untuk identifikasi gugus fungsional yang berada pada bilangan gelombang ~4000 – 1500 cm-1, sedangkan daerah sidik jari merupakan daerah pita serapan yang spesifik berada pada bilangan gelombang ~1500 – 600 cm-1 (Kalsi, 2004).

2. Spektrometri Massa

(36)

Tingginya medan listrik yang dihasilkan menyebabkan elektron keluar dari sampel dan membentuk kation. Sisa energi yang dimiliki ion tersebut sedikit sehingga jumlah fragmen yang dihasilkan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan metode EI (Silverstein, Webster, and Kiemle, 2005).

Spektrum massa menggambarkan intensitas sinyal versus nisbah muatan (m/z). Posisi sinyal yang disebut peak menggambarkan m/z suatu ion yang dihasilkan dari molekul pada sumber ion. Intensitas peak berhubungan dengan kelimpahan ion. Peak paling tinggi pada spektrum massa disebut dengan base peak dengan intensitas relatif 100% (Gross, 2011).

Fragmentasi berhubungan erat dengan pemutusan ikatan. Ikatan antar atom dapat terputus secara homolitik atau heterolitik. Pemutusan secara homolitik terjadi jika elektron yang digunakan bersama dibagi sama rata sehingga tiap atom memiliki elektron tak berpasangan, sedangkan apabila kedua elektron diberikan kepada salah satu atom disebut pemutusan secara heterolitik. Pemutusan secara homolitik dilambangkan dengan panah kait ikan ( ) dan panah lengkung dengan ujung lengkap ( ) untuk melambangkan pemisahan secara heterolitik (Fessenden dan Fessenden, 1986b).

Adapun bentuk-bentuk dasar fragmentasi dan aturan-aturan terkait fragmentasi menurut (Sastrohamidjodjo, 2001) adalah sebagai berikut:

a) Pemutusan ikatan  dalam gugus alkana terjadi jika terdapat energi eksitasi yang cukup untuk memutuskan ikatan hingga mengalami ionisasi. b) Pemutusan ikatan  dekat gugus fungsional terjadi karena gugus-gugus

(37)

c) Eliminasi oleh pemutusan ikatan  ganda terjadi dengan melepaskan molekul netral seperti CO, C2H4, C2H2, dan sebagainya.

d) Penataulangan McLafferty terjadi bila terdapat hidrogen berposisi terhadap gugus karbonil dalam ion molekuler. Penataulangan tersebut disertai dengan pelepasan alkena.

e) Aturan elektron genap menyatakan spesies-spesies elektron genap biasanya tidak akan pecah menjadi dua spesies yang mengandung elektron ganjil melainkan terpecah menjadi ion lain dan molekul netral. Ion radikal merupakan spesies elektron ganjil yang dapat melepaskan molekul netral dan ion radikal. Selain itu, ion radikal dapat terpecah menjadi radikal dan ion.

f) Hukum nitrogen mengatakan bahwa suatu molekul dengan bilangan berat molekul genap maka molekul tersebut harus tidak mengandung nitrogen atau mengandung nitrogen berjumlah genap. Namun, molekul dengan bilangan berat molekul ganjil mengandung nitrogen berjumlah ganjil.

3. Spektroskopi Resonansi magnetik Inti (1H-NMR)

(38)

akan beresonansi pada frekuensi spesifik akibat keberadaannya di lingkungan kimia yang berbeda dalam kondisi medan magnet yang kuat (Sitorus, 2009).

Proton-proton dilindungi oleh elektron-elektron valensi dari proton yang digunakan. Besar kecilnya perlindungan tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilingi proton. Semakin besar kerapatan elektron yang mengelilingi proton, maka medan yang dihasilkan untuk melawan medan yang digunakan semakin besar pula (Sastrohamidjodjo, 2001).

Proton dalam kondisi terperisai (shielded) jika medan imbasan di sekitar proton tersebut relatif kuat sehingga memberikan perlawanan yang besar terhadap medan yang digunakan. Sebaliknya jika medan imbasan di sekitar proton tersebut relatif lemah, maka kondisi proton tak terperisai (deshielded). Parameter untuk menentukan kondisi proton terperisai atau tak terperisai adalah membandingkan nilai geseran kimia () proton tersebut terhadap posisi proton senyawa tetrametilsilana (TMS) ( = 0). Semakin besar nilai  maka proton semakin tak terperisai (Fessenden dan Fessenden, 1986a).

(39)

I. Landasan Teori

Pembentukan imina atau basa Schiff terjadi antara senyawa amina primer dengan aldehida atau keton melalui reaksi kondensasi pada kondisi asam. Reaksi yang terjadi meliputi dua tahap yaitu adisi nukleofilik dan eliminasi air. Adisi nukleofilik terjadi ketika amina primer menyerang atom karbonil dan melepaskan proton pada atom nitrogen dan penangkapan proton pada atom oksigen sehingga terbentuk senyawa intermediet yang disebut karbinolamin. Pada tahap selanjutnya, eliminasi air yang diawali dengan protonasi gugus OH membentuk gugus OH2+, gugus pergi yang lebih baik dibandingkan dengan gugus OH. Kemudian atom nitrogen memberikan elektron bebas kepada atom karbon membentuk ikatan rangkap. Elektron atom karbon menjadi berlebih sehingga kelebihan elektron tersebut diberikan kepada gugus OH2+ selanjutnya lepas menjadi air.

(40)

kondisi tersebut, sulfanilamida berada dalam bentuk molekul utuhnya. Persamaan reaksi yang terjadi ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 9. Reaksi umum sintesis 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida

J. Hipotesis

(41)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental deskriptif. Dalam penelitian ini hanya dipaparkan fenomena yang terjadi tanpa melibatkan hubungan sebab-akibat.

B. Definisi Operasional

1. Starting Material adalah bahan awal yang digunakan untuk menghasilkan senyawa yang akan disintesis. Dalam penelitian ini, starting material yang digunakan adalah sulfanilamida dan vanilin.

2. Molekul target adalah senyawa produk yang diharapkan terbentuk setelah sintesis berakhir. Molekul target dalam penelitian ini adalah 4-[(4ˈ -hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida.

3. Katalis adalah senyawa yang memiliki kemampuan untuk mempercepat jalannya reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi dan akan diperoleh kembali tanpa bergabung dengan senyawa produk. Katalis yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam sulfat.

C. Bahan Penelitian

(42)

Chemika), etanol 70% (teknis, Genera Labora), kertas saring, kertas timbang, dan akuades (Laboratorium Sanata Dharma).

D. Alat Penelitian

Labu erlenmeyer, gelas ukur, gelas beker, pengaduk kaca, pipet tetes, corong, pH indikator (E.Merck), cawan petri, flakon, oven (Memmert Oven Model 400), Melting Point System (Mettler Tuledo MP70), necara analitik (Ohaus PA413), waterbath (Memmert W350), magnetic stirrer, spektrometer inframerah (IR Shimadzu Prestige-21), spektrometer massa EI (Shimadzu QP 2010S) dan FD (JMS-T100GCV), dan spektrometer 1H-NMR.

E. Tata Cara Penelitian

1. Sintesis senyawa 4-[(4’-hidroksi-3’

-metoksi-benzilidena)-amino]-benzensulfonamida

(43)

selanjutnya dimasukkan ke dalam oven pada suhu 75-80oC. Kemudian serbuk ditimbang dan dihitung redemennya.

2. Analisis Senyawa Hasil Sintesis

a. Pemeriksaan Organoleptis

Senyawa hasil sintesis diamati warna, bau dan bentuknya lalu dibandingkan dengan starting material yang digunakan yakni sulfanilamida dan vanilin.

b. Pemeriksaan Kelarutan

Senyawa hasil sintesis sebanyak 1 mg dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan akuades tetes demi tetes. Kemudian hasil diamati. Demikian prosedur yang sama dilakukan dengan pelarut lain yaitu, kloroform, etil asetat, etanol, metanol, akuades panas, dan aseton. Selanjutnya hasil pengamatan dibandingkan dengan sulfanilamida dan vanilin.

c. Pemeriksaan Titik Lebur

Serbuk yang diperoleh dimasukkan ke dalam capillary tubes

secukupnya dan dimasukkan ke dalam Mettler Tuledo MP70. Peleburan serbuk diamati dan dicatat suhu pertama kali hingga seluruh serbuk melebur dengan kenaikan suhu 5oC per menit.

3. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis

a. Spektrofotometri Inframerah

(44)

cetakan hingga terbentuk tablet atau pelet KBr yang transparan. Chopper

akan berputar sehingga menerima berkas sinar baku dan berkas sinar yang melewati sampel secara bergantian. Sinar polikromatis diubah menjadi monokromatis lalu sinar ditangkap oleh detektor dan diubah menjadi arus listrik. Identifikasi daerah serapan yang digunakan berkisar 300-4000 nm. b. Spektrometri Massa

1. Electron Impact (EI)

Cuplikan dimasukkan ke dalam ruangan pengion hampa udara. Tekanan uap cuplikan menjadi rendah sehingga cuplikan akan berubah menjadi uap atau gas. Kemudian elektron ditembakkan ke cuplikan menghasilkan ion molekuler yang bermuatan positif akan dipecah kembali menjadi fragmen yang lebih kecil. Ion molekuler dan fragmennya dipercepat oleh accelerator plate. Ion yang melalui slits

dilewatkan medan magnet dan dibelokkan sesuai dengan kecepatannya menuju detektor. Kemudian spektra spektrometri massa berupa kelimpahan relatif dicatat. Jenis pengionan yang digunakan adalah Electron Impact (EI) sebesar 70 eV. Kondisi alat tertera pada lampiran 6.

2. Field Desorption (FD)

(45)

c. Spektrometri Proton Resonansi Magnetik Inti (1H-NMR)

Senyawa hasil sintesis dimasukkan ke dalam tabung lalu ditambahkan pelarut DMSO dan tetrametilsilana (TMS) sebagai senyawa standar. Selanjutnya, tabung berisi sampel diletakkan diantara kutub magnet. Tabung dipusingkan dan diberikan sinar radiasi elektromagnetik. Energi yang diabsorpsi dideteksi oleh spektrometer 1H-NMR.

F. Analisis Hasil

1. Uji Pendahuluan

Analisis dilakukan berdasarkan data organoleptis dan pemeriksaan kelarutan.

2. Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis

Analisis dilakukan berdasarkan perolehan data titik lebur dan kromatogram spektrometri massa.

3. Elusidasi Struktur

Analisis dilakukan berdasarkan spektra inframerah, spektra massa EI, dan spektra massa FD, serta spektra 1H-NMR.

(46)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida

(47)

Ionisasi asam sulfat (H2SO4)

Protonasi

Pembentukan karbinolamina

Dehidrasi

Deprotonasi

(48)

Adapun kondisi pH diatur 4-5 karena memiliki beberapa alasan. Berdasarkan program Marvin Sketch, sulfanilamida memiliki tiga bentuk molekul pada rentang pH 1-14. Ketiga bentuk molekul sulfanilamida tersebut ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 11. Macam-macam bentuk molekul sulfanilamida (pKa = 10,2)

Bentuk molekul (1) ditemukan bila sulfanilamida berada pada kondisi basa karena ion ˉOH akan mengambil hidrogen amina sulfon mengingat hidrogen yang terikat pada amina sulfon bersifat asam. Elektron milik hidrogen akan disumbangkan kepada atom nitrogen sehingga menjadi bermuatan negatif. Adapun reaksinya ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 12. Reaksi pembentukan 4-(azanidilsulfonil)anilin dalam kondisi basa

(49)

Alasan lain yang mendukung agar sintesis tidak dilakukan pada kondisi basa dapat ditemukan jika meninjau struktur vanilin pula. Berdasarkan program Marvin Sketch, vanilin memiliki dua bentuk molekul seperti pada gambar berikut:

Gambar 13.Macam-macam bentuk molekul vanilin (pKa = 7,4)

Bentuk molekul (2) ditemukan bila vanilin berada pada kondisi basa. Jumlah bentuk molekul (2) kian bertambah seiring meningkatnya pH. Adanya ion ˉOH akan mendeprotonasi gugus OH fenolik dan membentuk ion fenolat (bentuk molekul (2)) seperti pada gambar 13. Ion fenolat yang terbentuk mengalami stabilisasi resonansi menyebabkan atom C karbonil menjadi kurang positif dan sulit diserang oleh nukleofil.

Gambar 14. Reaksi pembentukan dan resonansi ion fenolat yang terbentuk dalam kondisi basa

(50)

Jika gugus tersebut terprotonasi, sulfanilamida kehilangan sifat nukleofilnya dan tidak dapat bereaksi dengan vanilin. Adapun bentuk molekul sulfanilamida yang terprotonasi ditunjukkan oleh gambar 11 nomor (3), sedangkan reaksi yang berjalan ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 15. Reaksi pembentukan ion anilinium dalam kondisi pH rendah

Berdasarkan alasan-alasan yang telah dijelaskan sebelumnya, kondisi reaksi dipilih pada rentang pH 4-5 karena ditemukan bentuk molekul utuh sulfanilamida (2) dan vanilin (1) dengan jumlah paling dominan. Dengan demikian, diharapkan agar senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida lebih banyak terbentuk.

Proses sintesis senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida dilakukan dengan pengadukan selama 24 jam. Pengadukan dibantu dengan magnetic stirrer untuk meningkatkan pergerakan molekul sehingga tumbukan semakin sering terjadi.

Dalam proses sintesis, vanilin ditambah dengan asam sulfat dan diaduk terlebih dahulu selama 15 menit untuk memberikan kesempatan agar seluruh atom O karbonil pada vanilin dapat terprotonasi. Adapun perubahan warna terjadi dari tak berwarna menjadi kuning ketika sulfanilamida ditambahkan. Hal tersebut menandakan bahwa reaksi kimia telah berlangsung.

(51)

senyawa tersebut menurun dan serbuk dapat terdesak keluar. Penyimpanan dalam lemari es dilakukan selama satu hari agar serbuk dapat terbentuk secara optimal. Serbuk yang dihasilkan kemudian dicuci dengan akuades untuk menghilangkan sisa vanilin dan sulfanilamida yang tidak bereaksi dan menghilangkan asam sulfat. Untuk mendapatkan serbuk dalam keadaan kering, serbuk senyawa hasil sintesis yang telah dicuci, dimasukkan ke dalam oven pada suhu 75-80oC selama 2 jam.

Berdasarkan hasil penelitian, rendemen crude product yang diperoleh sebesar 20,85%; 19,67%; dan 20,52%. Rendemen yang didapat tergolong kecil apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Chohan (2008) yang memperoleh rendemen sebanyak 77%. Faktor yang mempengaruhi hasil rendemen adalah suhu ketika sintesis berlangsung. Pada penelitian ini kondisi reaksi berlangsung pada suhu ruang. Akibat hal tersebut, tidak ada energi dari luar untuk memicu agar frekuensi tumbukan meningkat sehingga rendemen yang dihasilkan kurang optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemanasan.

B. Analisis Pendahuluan

1. Pemeriksaan organoleptis

(52)

Tabel II. Perbandingan sifat fisik senyawa hasil sintesis dan starting material

Pengamatan Sulfanilamida Vanilin Senyawa hasil sintesis

Bentuk

Kristal Kristal Serbuk

Warna Putih Putih kekuningan Kuning

Bau Tidak berbau Khas Tidak berbau

Ditinjau dari ketiga aspek yang diamati, wujud fisik senyawa hasil sintesis berbeda dengan starting material. Perbedaan yang paling mencolok terlihat pada warna serbuk hasil sintesis. Senyawa hasil sintesis berwarna kuning karena memiliki sistem kromofor lebih panjang dibandingkan kromofor starting material.

Gambar 16.Perbandingan gugus kromofor senyawa hasil sintesis (a) dan

starting material (b dan c)

(53)

2. Pemeriksaan kelarutan

Kelarutan senyawa hasil sintesis dilakukan untuk mengetahui sifat kelarutan senyawa tersebut dalam beberapa jenis pelarut yang memiliki variasi kepolaran tertentu. Pelarut yang digunakan adalah kloroform, metanol, etil asetat, etanol, akuades panas, dan aseton.

Tabel III. Perbandingan kelarutan senyawa hasil sintesis dan starting material

Pelarut Sulfanilamida Vanilin Senyawa hasil sintesis

Kloroform praktis tidak larut mudah larut praktis tidak larut Metanol agak sukar larut mudah larut sukar larut Etil asetat sukar larut mudah larut praktis tidak larut Etanol agak sukar larut mudah larut sukar larut Akuades panas agak sukar larut larut praktis tidak larut Aseton mudah larut mudah larut agak sukar larut

Tabel tersebut menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis praktis tidak larut dalam kloroform, etil asetat dan akuades panas. Senyawa hasil sintesis sukar larut dalam metanol dan etanol serta agak sukar larut dalam aseton. Data tersebut menunjukkan bahwa karakteristik kelarutan senyawa hasil sintesis berbeda dengan starting material sehingga dapat diduga bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa yang berbeda dengan starting material-nya.

3. Pemeriksaan Titik Lebur

(54)

Tabel IV. Perbandingan titik lebur starting material dan senyawa hasil

Berdasarkan tabel IV, titik lebur senyawa hasil sintesis berbeda dengan starting material. Ketiga replikasi menunjukkan selisih jarak lebur  2oC, sehingga dapat diartikan bahwa senyawa hasil sintesis telah murni. Senyawa hasil sintesis memiliki titik lebur lebih tinggi dibandingkan dengan

starting material karena ukuran molekul senyawa hasil sintesis lebih besar dari pada molekul starting material.

C. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis

Elusidasi struktur bertujuan mengetahui struktur senyawa hasil sintesis. Pada penelitian ini, elusidasi struktur yang dilakukan dengan beberapa pengujian meliputi:

1. Pengujian dengan Spektrofotometri Inframerah

Informasi yang dapat diperoleh dari spektrofotometri inframerah berupa spektra yang menggambarkan keberadaan gugus fungsional yang terdapat dalam senyawa yang telah disintesis. Spektra senyawa hasil sintesis yang diperoleh dari hasil uji ditunjukkan oleh gambar 18.

(55)

dua pita serapan O=S=O asimetri dan O=S=O simetri dengan intensitas kuat masing-masing di daerah 1311,59 cm-1 dan 1149,57 cm-1.

Serapan kuat vibrasi ulur C=C cincin benzena ditunjukkan oleh pita pada daerah 1597,06 cm-1 dan 1512,19 cm-1. Selain itu, vibrasi ulur C-H sp2 terlihat pada daerah 3062,96 cm-1 dengan intensitas serapan lemah. Pita-pita tersebut membuktikan adanya cincin aromatik.

Vibrasi ulur N-H amina sulfon primer muncul pada daerah 3340,71 cm-1 dan 3325,84 cm-1. Namun, pita serapan tersebut terlihat lebih lebar. Hal ini diduga karena terjadi tumpang tindih dengan pita serapan O-H, yang pada umumnya muncul pada daerah 3400-3300 cm-1 dengan intensitas serapan yang kuat dan bentuk pita melebar (Pavia, Lampman, and Kriz, 2001). Adanya bentuk pita N-H amina sulfon primer yang melebar menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis juga mengandung gugus OH.

Gambar 17. Spektra inframerah senyawa hasil sintesis (Pelet KBr)

(56)

pada daerah 1220-1275 cm-1 dan 1020-1075 cm-1 (Silverstein, Webster, and Kiemle, 2005). Dari data yang diperoleh, pita vibrasi C-O-C simetri muncul dengan intensitas sedang di daerah 1026 cm-1, sedangkan pita vibrasi C-O-C asimetri tidak muncul yang diduga tumpang tindih dengan pita lain di sekitarnya.

Ciri khas dari spektra senyawa yang telah disintesis adalah terdapat vibrasi ulur C=N di daerah serapan 1643,35 cm-1. Ikatan C=N menyerap pada rentang daerah yang sama dengan ikatan C=C. Senyawa imina memberikan serapan C=N antara 1650 cm-1 dan 1690 cm-1 (Pavia et al., 2001). Pita vibrasi tersebut memberikan bukti bahwa senyawa hasil sintesis memiliki gugus C=N. Selain itu, tidak ditemukan pita serapan karbonil (C=O) yang memperkuat dugaan bahwa reaksi adisi-eliminasi telah berlangsung.

Sebagai pembandingnya, dilakukan interpretasi spektra inframerah terhadap starting material-nya yaitu vanilin yang ditunjukkan pada gambar 18 dan spektra inframerah sulfanilamida pada gambar 19.

(57)

Daerah serapan yang terbaca pada spektra vanilin (gambar 18) menunjukkan keberadaan gugus karbonil (C=O) pada bilangan gelombang 1666,50 cm-1 dengan intensitas kuat dan tajam. Vibrasi ulur C-H aldehida ditunjukkan oleh satu pita serapan medium dan tajam di daerah 2854,65 cm-1. Secara umum, serapan ikatan C-H aldehida ditunjukkan oleh dua pita yang berada di daerah 2820-2900 cm-1 dan 2700-2780 cm-1 dengan intensitas lemah dan tajam. Namun, tidak selalu kedua pita tersebut dapat muncul. Hal tersebut terjadi akibat tumpang tindih dengan ikatan C-H yang lain (Fessenden dan Fessenden, 1968a). Tumpang tindih C-H aldehida pada vanilin diduga terjadi dengan ikatan C-H sp3 metoksi.

Gambar 19. Spektra inframerah sulfanilamida (Pelet KBr)

(58)

cm-1. Vibrasi ulur N-H amina sulfon primer juga terlihat jelas muncul pada bilangan gelombang 3263,56 cm-1 dan 3371,57 cm-1.

Selain itu, pita serapan O=S=O asimetri dan O=S=O simetri dengan intensitas kuat masing-masing muncul di daerah 1311,59 cm-1 dan 1141,86 cm-1. Pita serapan yang muncul pada bilangan gelombang 833,25 cm-1 menunjukkan cincin benzen tersubstitusi pada posisi para.

Perbandingan interpretasi antara spektra inframerah senyawa hasil sintesis dan starting material-nya tertera dalam tabel V.

Tabel V. Interpretasi spektra inframerah starting material dan senyawa hasil sintesis

Gugus

fungsional Sulfanilamida Vanilin

(59)

Data tersebut membuktikan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa imina karena terdapat pita serapan C=N pada daerah 1643,35 cm-1. Namun, ada satu pita serapan yang seharusnya tidak muncul pada spektra (gambar 20). Pita tersebut terlihat pada daerah serapan 3464,15 cm-1. Serapan pada daerah tersebut menunjukkan adanya ikatan N-H aromatis primer. Jika reaksi adisi-eliminasi telah berlangsung, serapan N-H aromatis pada senyawa hasil sintesis tidak akan ditemukan karena gugus NH2 sulfanilamida sudah tertutup ketika bereaksi dengan gugus karbonil pada vanilin.

Berdasarkan data tersebut, muncul kecurigaan bahwa senyawa hasil masih berupa senyawa campuran. Pembuktian kebenaran dugaan bahwa senyawa yang telah disintesis merupakan 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida dan terdapat senyawa lain dalamnya dilanjutkan dengan melakukan analisis dengan spektrometri massa dan spektroskopi 1H-NMR untuk memperkuat kesimpulan senyawa hasil sintesis tersebut.

2. Pengujian dengan Spektrometri Massa

(60)

senyawa hasil sintesis diuji dengan dua macam metode ionisasi yang digunakan dalam spektrometri massa yakni EI (Electron Impact) dan FD (Field Desorption).

a) Electron Impact Mass Spectrometry (EI-MS)

Hasil yang diperoleh dari pengujian EI-MS berupa kromatogram dan spektra massa EI. Informasi yang dapat diambil dari kromatogram EI-MS adalah kemurnian senyawa hasil sintesis, sedangkan dari spektra massa EI adalah bobot molekul dengan melihat nilai m/z yang paling besar. Adapun kromatogram dan spektra massa EI ditunjukkan pada gambar 20, 21, dan 22.

Gambar 20. Kromatogram spektrometri massa EI senyawa hasil sintesis

Berdasarkan gambar 20, senyawa hasil sintesis dapat dikatakan belum memisah sempurna karena terdapat dua peak yang muncul pada waktu retensi 7,667 menit dan 9,467 menit. Kemunculan dua peak pada kromatogram tersebut memperkuat dugaan bahwa senyawa hasil sintesis belum murni dan diperkirakan terdapat dua senyawa dalam senyawa hasil sintesis.

(61)

Apabila dilihat dari kedua spektra massa tersebut, senyawa hasil sintesis merupakan satu senyawa yang sama yakni 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida.

Gambar 21. Spektra massa EI senyawa hasil sintesis pada waktu retensi 7,667 menit

Gambar 22. Spektra massa senyawa hasil sintesis pada waktu retensi 9,467 menit

Pada gambar 22, ditemukan berbagai macam nilai m/z dan kelimpahannya. Kelimpahan massa tertinggi merupakan ion yang paling stabil yang ditunjukkan oleh peak disebut base peak. Base peak yang diperoleh memiliki nilai m/z sebesar 65. Adapun nilai m/z dari beberapa peak pada spektra tersebut dapat dijelaskan melalui usulan mekanisme fragmentasi yang tertera pada gambar 23, 24, dan 25.

Gambar 23 menjelaskan pola mekanisme fragmentasi ion molekuler pada jalur I yang menghasilkan beberapa peak antara lain, peak A, B, dan C.

Peak A merupakan ion molekular dengan nilai m/z = 306. Nilai m/z tersebut sama dengan bobot molekul senyawa target sehingga dapat dipastikan bahwa

(62)

senyawa yang terbentuk adalah 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida.

Peak B

M 16

memiliki nilai m/z = 290 muncul karena ion molekular melepaskan radikal NH2 melalui pemisahan homolitik antara atom sulfur dengan nitrogen. Peak C merupakan hasil fragmentasi lanjutan dari ion [C14H12NO4S]+ yang melepaskan radikal H dan molekul netral SO2, sehingga nilai m/z menjadi 225.

Mekanisme fragmentasi ion molekul melalui jalur yang lain (jalur II) dijelaskan pada gambar 24 dan 25. Gambar 25 menjelaskan pola fragmentasi

peak D yang muncul dengan nilai m/z = 172. Berdasarkan nilai m/z-nya, fragmen tersebut dapat diduga merupakan fragmen ion sulfanilamida. Adanya fragmen tersebut menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis berasal dari sulfanilamida. Di samping itu, menegaskan pula bahwa reaksi adisi-eliminasi telah berjalan.

Gambar 25 menjelaskan mekanisme fragmentasi ion molekul m/z = 172 (fragmen ion sulfanilamida) yang menghasilkan beberapa peak yang ditandai dengan huruf E, F, H, dan I. Peak E muncul akibat putusnya ikatan rangkap antara karbon dengan nitrogen dari fragmen ion sulfanilamida kemudian membentuk radikal kation [C6H8N2O2S]•+. Radikal kation tersebut akan melepaskan radikal NH2 dan menghasilkan ion [C6H6NO2S]+ dengan nilai m/z = 156.

(63)

huruf F dan G. Peak F dengan nilai m/z = 108 muncul akibat lepasnya sulfur oksida (SO) yang melibatkan penataan-ulang atom oksigen dari ion [C6H6NO2S]+, sedangkan ion [C6H6N]+ yang memiliki nilai m/z = 92 (peak

G) terbentuk setelah ion [C6H6NO2S]+ melepaskan SO2.

(64)

Gambar 23. Usulan mekanisme fragmentasi ion molekul senyawa hasil sintesis melalui jalur I

A

B

(65)

Gambar 24. Usulan mekanisme fragmentasi ion molekul senyawa hasil sintesis melalui jalur II

(66)

Gambar 25. Usulan mekanisme fragmentasi ion molekul senyawa hasil sintesis lanjutan melalui jalur II

D

E

F

G

H

(67)

b) Field Desorption Mass Spectrometry (FD-MS)

Informasi yang diperoleh dari pengujian FD-MS adalah bobot molekul dilihat dari kelimpahan massa tertinggi (base peak) yang dinyatakan dengan M+•. Berdasarkan spektra FD-MS (gambar 26), diperoleh puncak tertinggi (peak A) dengan nilai m/z sebesar 306,07. Nilai m/z tersebut sama dengan bobot molekul senyawa hasil sintesis sehingga dapat diketahui bahwa senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida telah terbentuk. Namun, pada spektra tersebut muncul banyak peak yang mewakili banyaknya fragmen yang dihasilkan. Hal itu menimbulkan kecurigaan bahwa senyawa hasil sintesis masih berupa senyawa campuran. Fragmen yang memiliki nilai m/z = 172,03 (peak B) patut dicurigai jika posisi fragmen tersebut sebagai hasil fragmentasi dari fragmen m/z = 306,07 (base peak) sebab memiliki intensitas relatif yang cukup tinggi yakni kira-kira 70%. Berdasarkan hal tersebut, muncul dugaan bahwa fragmen tersebut berdiri sendiri (sebagai senyawa kedua) dalam senyawa hasil sintesis. Dengan melihat nilai m/z-nya, dapat diketahui bahwa senyawa tersebut merupakan sulfanilamida.

(68)

Gambar 26. Spektra FD-MS senyawa hasil sintesis

3. Pengujian dengan Spektroskopi 1H-NMR

Elusidasi struktur menggunakan spektroskopi 1H-NMR memiliki beberapa tujuan antara lain, mengidentifikasi jumlah dan tipe proton, serta lingkungan kimia tiap proton yang terdapat dalam suatu senyawa. Selain itu, terdapat tujuan khusus yaitu memastikan kebenaran dugaan bahwa senyawa hasil sintesis masih dalam bentuk senyawa campuran. Dari pengujian tersebut diperoleh spektra yang menggambarkan profil sinyal-sinyal dari tiap proton yang ada. Berikut ini merupakan gambar yang menunjukkan kedudukan proton pada senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida:

M+•

A

(69)

Gambar 27. Kedudukan proton pada senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida

Dari spektra yang didapat (gambar 28), ada delapan sinyal yang muncul; satu sinyal berasal dari proton DMSO yang merupakan pelarut senyawa uji dan tujuh sinyal berasal dari senyawa hasil sintesis. Secara teoretis, jumlah sinyal 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida yang muncul seharusnya terdapat enam sinyal. Adapun spektra 1H-NMR senyawa hasil sintesis ditunjukkan oleh gambar berikut:

(70)

Dari spektra tersebut, dilakukan pengelompokan berdasarkan nilai pergeseran () dan splitting dari masing-masing sinyal yang muncul. Hasilnya dimuat pada tabel VI.

Tabel VI. Interpretasi spektra 1H-NMR senyawa hasil sintesis

4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida

B. PEMBANDING (Supuran, Nicolae, and Popescu, 1996)

(71)

Sinyal Ha (proton gugus metoksi) muncul pada daerah  3,80 ppm karena proton tersebut berada jauh dari cincin benzena sehingga sedikit merasakan efek anisotropi yang ditimbulkan. Akibat hal tersebut, kedudukan proton tersebut lebih terperisai. Oleh sebab itu, dibutuhkan medan luar (H0) lebih besar untuk membuat proton Ha beresonansi (flip).

Sinyal Hddan He muncul pada daerah  6,58 – 6,91 ppm karena proton-proton tersebut terikat langsung pada cincin benzena sehingga merasakan efek anisotropi yang besar. Pengaruh efek anisotropi yang dirasakan membuat proton-proton tersebut menjadi tidak terperisai dan akan menyerap energi pada medan luar (H0) yang lebih kecil.

Sinyal Hb dan Hc muncul pada daerah  7,31 – 7,45 ppm. Jika dibandingkan dengan sinyal Hd dan He, proton Hb dan Hc lebih tidak terperisai walaupun masing-masing proton tersebut merasakan efek anisotropi yang besar (terikat langsung pada cincin benzena). Hal ini diakibatkan adanya pengaruh substituen azometin (C=N) yang cenderung menarik elektron pada cincin benzena sehingga elektron  akan mengalami resonansi. Efek resonansi akan menurunkan kerapatan elektron yang menyelimuti proton benzena sehingga proton akan menyerap di bawah medan.

(72)

atom nitrogen. Oleh karena itu, proton Hf lebih tidak terperisai dibandingkan dengan proton-proton yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Sinyal yang muncul pada daerah  7,8 ppm merupakan sinyal proton Hg; proton azometin. Proton tersebut menyerap di bawah medan karena efek anisotropi dari cincin benzena yang letaknya berdekatan. Selain itu, terdapat efek tambahan dari ikatan rangkap C=N. Elektron pada ikatan tersebut mengalami sirkulasi dan menciptakan suatu medan magnet imbasan yang dapat memperkuat medan luar sehingga proton Hg lebih tak terperisai. Kemunculan sinyal ini memiliki arti bahwa terdapat gugus imina dalam senyawa hasil sintesis. Selain itu, sinyal ini menjadi penanda (ciri khas) dari senyawa 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida.

Sinyal yang muncul pada daerah  8,61 ppm berasal dari proton OH fenolik (yang dilambangkan dengan Hh). Proton ini merupakan proton yang paling tidak terperisai di antara tipe proton lainnya. Penyebabnya adalah kemampuan atom oksigen untuk menarik elektron lebih kuat dari pada atom hidrogen sehingga kerapatan elektron pada proton Hh sangat rendah dan akan menyerap di bawah medan. Selain itu, proton tersebut merasakan efek anisotropi walaupun tidak terikat langsung pada cincin benzena.

(73)

adalah vanilin. Bukti ini juga diperkuat dengan kemunculan peak metoksi dengan bentuk yang tidak sewajarnya. Bentuk peak terlihat singlet, namun terdapat tiga peak singlet yang saling berdekatan. Seharusnya hanya terdapat satu peak saja dengan bentuk singlet. Dari data tersebut dapat diduga bahwa dari ketiga sinyal yang muncul, salah satunya berasal dari proton metoksi milik vanilin.

Berdasarkan hasil analisis elusidasi dari spektra IR, spektra massa EI dan FD, serta spektra 1H-NMR dapat dibuktikan bahwa senyawa hasil sintesis masih berupa senyawa campuran yang terdiri dari tiga senyawa yakni senyawa 4-[4ˈ-hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena]-amino)-benzensulfonamida, sulfanilamida, dan vanilin.

Senyawa hasil sintesis masih berupa senyawa campuran. Hal ini disebabkan oleh proses pencucian serbuk kurang bersih mengingat jumlah mol sulfanilamida yang digunakan 3x lipat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mol vanilin. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan senyawa 4-[4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena]-amino)-benzensulfonamida murni adalah melakukan rekristalisasi kembali dengan menggunakan metanol dan uji KLT double spotting untuk memeriksa kemurnian senyawa yang telah disintesis baik sebelum maupun sesudah rekristalisasi.

(74)
(75)

58

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Senyawa basa Schiff turunan sulfanilamida-imina yaitu 4-[(4ˈ -hidroksi-3ˈ-metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida dapat disintesis dari sulfanilamida dan vanilin dengan katalis asam sulfatpada pH 4-5 melalui reaksi adisi-eliminasi. Adapun senyawa hasil sintesis masih berupa senyawa campuran yang terdiri dari 4-[(4ˈ-hidroksi-3ˈ -metoksibenzilidena)-amino]-benzensulfonamida, sulfanilamida dan vanilin.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan rekristalisasi kembali dengan metanol dan uji KLT double spotting untuk memeriksa kemurnian senyawa hasil sintesis baik sebelum dan setelah rekristalisasi.

2. Perlu dilakukan pemanasan dengan refluks untuk meningkatkan jumlah rendemen yang dihasilkan.

(76)

59

DAFTAR PUSTAKA

Ahluwalia, V.K., and Dhingra, S., 2004, Comprehensive Practical Organic Chemistry, Universities Press, UK, pp. 12.

Alberts, B., 2008, Molecular of the Cell, 5th Edition, Garland Science, USA, pp. 965-1111.

American Cancer Society, 2014, Cancer Facts & Figures 2014, American Cancer Society, UK.

Bolsover, S.R., Hyams, J.S., Shephard, E.A., White, H.A., Wiedemann, C.G., 2004, Biology Cell, 2nd Edition, John Willey & Sons, New Jersey, pp. 385. Brown, W.H., Foote, C.S., Iverson, B.L., Anslyn, E.V., 2012, Organic Chemistry,

6th Edition, Brooks/Cole, Belmont, pp. 956.

Bruice, P.Y., 2004, Organic Chemistry: Study Guide and Solution Manual, 4th Edition, Pearson Prentice Hall, USA, pp. 282-285.

Burns, R.G., 1991, -, -, and -Tubulin: Sequence Comparisons and Structural Constraints, Cell Motility and the Cytoskeleton, (20), 181-189.

Campbell, A., Reece, J.B., Mitchell, L.G., 1999, Biologi, Edisi 5, diterjemahkan oleh Rahayu Lestari, Ellyzar I.M. Adil, dan Nova Anita, Erlangga, Jakarta Pusat, hal. 130.

Chan, K.S., Koh, C.G., Li, H.Y., 2012, Mitosis-targed Anti-cancer Therapies: Where They Stand, Cell Death and Disease, (411), 1-11.

Chang, R., 2003, Kimia Dasar: Konsep – Konsep Inti, diterjemahkan oleh Suminar Setiadi Achmadi, Erlangga, Jakarta, hal. 54.

Chohan, Z.H., 2008, Metal-based Sulfonamides: Their Preparation, Characterization and in-vitro Antibacterial, Antifungal & Cytotoxic Properties. X-ray Structure of 4-[(2-hydroxybenzylidene) amino] benzenesulfonamide, Journal of Enzyme Inhibitor and Medicinal Chemistry, (23), 120-130.

Conde, C., and Cáceres, A., 2009, Microtubule assembly, organization and Dynamics in Axons and Dendrites, Neuroscience, (10), 319-332.

Desai, A., and Mitchison, T.J., 1997, Microtubule Polymerization Dynamics,

Annual Review of Cell and Developmental Biology, (13), 83-117.

Dirjen POM RI, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 587.

Dirjen POM RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 48, 52, 1012-1013.

Gambar

Tabel III. Perbandingan kelarutan senyawa hasil sintesis dan starting
Gambar 1. Struktur Mikrotubulus (Bolsover et al., 2004)
Gambar 2. Struktur sulfanilamida (Dirjen POM RI, 1979)
Gambar 3. Stabilitas resonansi amina aromatis (Brown et al., 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian di kawasan Giribangun Girilayu, Matesih, Karanganyar , Jawa Tengah ,diperoleh 8 jenis tumbuhan lichenes, tipe morfologi thallus yang ditemukan

2006 Instruktur Dalam Kegiatan Praktikum Fisika Lanjut bagi mahasiswa Program Pendidikan Fisika Jurusan Tadris Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati Bandung. FPMIPA UPI

Tertutup adalah tempat atau ruang yang ditutup oleh atap dan/atau dibatasi oleh satu dinding atau lebih, terlepas dari material yang digunakan dan struktur

Pun dan paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat

Target juga disesuaikan dengan hasil baseline yang didapatkan dan tidak terlalu terpaku pada standar kriteria penilaian fidelity of implementation dari Koegel

Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba menerapkan activity-based costing untuk menghitung kos dari kedua proses tersebut sesuai dengan aktivitas yang dilakukannya dan

Ketua Umum dan Sekretaris Umum melantik Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang yang mekanisme pemilihan dan pengangkatan serta hal- hal yang berkaitan dengan keberadaan

Bagi peserta calon pegawai tugas belajar yang dinyatakan Memenuhi Syarat (MS), akan diberikan pengarahan/pembekalan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi DKI