• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN KALI BAREK KAB. MALANG DENGAN SISTEM BALOK BETON PRATEKAN MENERUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN KALI BAREK KAB. MALANG DENGAN SISTEM BALOK BETON PRATEKAN MENERUS"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PROYEK AKHIR – RC 090401

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR

JEMBATAN KALI BAREK KAB. MALANG

DENGAN SISTEM BALOK BETON PRATEKAN MENERUS

KHOIRUL ALIM .R NRP. 3110.040.505

Dosen Pembimbing : Ir. DJOKO IRAWAN, MS NIP. 131.651.440

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010

(2)

Nama Mahasiswa : Khoirul Alim R. Nrp. : 3110 040 505

Jurusan : Program Studi Diploma IV Teknik Sipil FTSP – ITS Dosen Pembimbing : Ir. Djoko Irawan, MS

ABSTRAK

Jembatan Kali Barek berada pada jalur lintas selatan yang merupakan penghubung antara jalur lalu lintas Metaraman – Wonogoro, Kabupaten Malang. Dimana jembatan ini mempunyai panjang bentang 120 m dan lebar 13 m.

Dipilihnya Jembatan Beton Pratekan dengan bentang menerus pada perencanaan ini adalah dalam segi dimensi. Jika dibandingkan dengan pemakaian alternatif balok lain seperti statis tertentu, akan menghasilkan dimensi yang cukup besar. Selain itu juga untuk mengurangi pilar jembatan yang berada pada tengah. Jembatan ini direncanakan dengan struktur beton pratekan non prismatis, yang mana gelagar/balok utama dibuat secara precast dan lantai kendaraan dicor kemudian (cast in situ). Pada jembatan Kali Barek tersebut selain dipilih Jembatan Beton Pratekan balok non prismatis dengan bentang menerus ( statis tak tentu) juga di lihat dalam segi arsitektural.

Tahap awal perencanaan adalah premilinary desain yang dilanjutkan perhitungan lantai kendaraan dan trotoar. Kemudian dilakukan perencanaan gelagar memanjang (balok pratekan) beserta jumlah tendon dan strandnya yang dilanjutkan perhitungan kehilangan akibat rangkak, susut beton, slip angker, lendutan serta kehilangan gaya prategang total dan juga akibat gaya membelah serta didapatkan bentuk tendon parabola. Langkah berikutnya perencanaan gelagar melintang. Kemudian memasuki tahap akhir dari perencanaan struktur atas dilakukan perhitungan dimensi perletakan. Setelah selesai analisa dari struktur atas jembatan, dilakukan analisa perencanaan struktur bawah jembatan (abutment).

(3)

PROPOSAL PROYEK AKHIR

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN KALI BAREK , KAB. MALANG

DENGAN SISTEM BALOK BETON PRATEKAN MENERUS BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Transportasi merupakan kebutuhan yang paling penting dan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Sehingga transportasi akan berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan manusia, baik itu masalah ekonomi, sosial, budaya maupun aspek aspek lainnya yang ada dalam kehidupan masyarakat.

Transportasi mempunyai fungsi memperpendek jarak, memindahkan objek dan memperlancar hubungan dua atau lebih dari lokasi satu ke lokasi lainnya. Salah satu prasarana untuk memperlancar kegiata transportasi adalah jembatan . jembatan merupakan suatu bagian dari jalan raya yang berfungsi untuk menghubungkan jalan yang terputus yang disebabkan adanya rintangan seperti sungai, danau, lembah, jurang dan lain lain.

Pada dasarnya jembatan Kali Barek ini di bangun karena sebagai bagian dari perencanaan pembangunan jalur lintas selatan. Dimana jembatan tersebut dibangun diatas sungai barek dan jembatan tersebut menjadi penghubung jalur lalu lintas dari Metaraman – Wonogoro, Kabupaten Malang. Dengan panjang bentang 120 m, dan lebar 13 m ( lebar badan jalan 11 m + trotoar @1 m )

Jembatan Kali Barek ini kami gunakan sebagai objek tugas akhir ini menggunakan sistem balok beton pratekan menerus yang terbagi menjadi 2 pilar dan 2 abutment dimana pilar yang paling tengah sebagai perletakan tumpuan. Jembatan ini direncanakan dengan struktur beton system komposit (composit section), yang mana gelagar/balok utama dibuat secara precast dan lantai kendaran di cor kemudian

(cast in situ). Keuntungan penggunaan struktur yang kontinu/menerus adalah tidak adanya angker di tumpuan dengan cara menggunakan pascatarik melalui beberapa bentang, sehingga mengurangi biaya bahan dan pelaksanaannya.

Dipilihnya jembatan balok beton pratekan dengan bentang menerus pada perencanaan ini adalah dalam segi dimensi. Jika dibandingkan dengan pemakaian alternatif balok lain seperti statis tertentu, akan menghasilkan dimensi yang cukup besar. Selain itu juga untuk mengurangi pilar jembatan yang berada pada tengah. Menurut BDM - BMS 1992 hal 3-22 untuk balok beton konvensional diestimasikan

sebesar L 20 1 -18 1 = h dan h 3 2 -2 1 =

b sedangkan balok beton pratekan 50 . 0 + 20 L ≤ h ≤ 0.20 -20 L =

h dan lebarnya bisa lebih langsing lagi. Sehingga dari estimasi diatas dapat dilihat bahwa balok beton pratekan lebih ekonomis karena menghasilkan volume beton yang lebih kecil dibanding balok beton konvensional.

(4)

Pada jembatan Kali Barek tersebut selain dipilih Jembatan Balok Beton Pratekan dengan bentang menerus juga dilihat dalam segi arsitektural. Dalam hal tersebut desain balok ini untuk penentuan dimensinya dengan pendekatan rumus

L 50 1 -40 1 =

h pada daerah lapangan dan L

20 1 -18 1 =

h pada daerah tumpuan

(BMS,BDM hal 3.27). Struktur menerus juga memiliki lendutan yang lebih kecil dibandingkan dengan lendutan pada balok sederhana.

2. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang tersebut diatas, maka untuk modifikasi perencanaan struktur Jembatan Kali Barek permasalahan yang ditinjau, antara lain :

1. Bagaimana merencanakan preliminary design pada jembatan?

2. Bagaimana merancang struktur bangunan atas pada jembatan beton pratekan bentang menerus?

3. Bagaimana merencanakan bentuk gelagar melintang dengan penempatan tendon yang tepat pada jembatan beton pratekan?

4. Bagaimana merencanakan perletakan dan bangunan bawah yang meliputi abutment dan pondasi sumuran yang sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan, Bridge Management System 1992?

5. Bagaimana merencanakan wing wall?

6. Bagaimana menggambarkan hasil dari desain struktur jembatan?

3. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan penulis melakukan proyek akhir secara umum adalah untuk memenuhi syarat kelulusan pendidikan dan khususnya untuk mengetahui lebih jauh aplikasi disiplin ilmu yang sudah didapat sebelumnya, sedangkan secara khususnya ialah memodifikasi perencanaan jembatan Kali Barek dengan metode struktur balok beton pratekan menerus untuk mendapatkan dimensi balok yang ekonomis. Adapun maksud penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Merencanakan preliminary design jembatan balok beton pratekan bentang menerus.

2. Mendapatkan hasil perencanaan struktur bangunan atas terhadap jembatan dengan desain yang memenuhi batasan keamanan dan kenyamanan yang disyaratkan.

3. Menuangkan hasil desain struktur dalam bentuk gambar kerja berdasarkan hasil perhitungan.

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan desain penampang dan penempatan tendon yang efektif agar memenuhi tegangan yang diijinkan.

2. Mendapatkan desain struktur bangunan bawah jembatan sesuai dengan Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan yang stabil dan ekonomis. 3. Mendapatkan desain gambar struktur jembatan yang baik.

(5)

4. BATASAN MASALAH

Mengingat keterbatasan waktu dalam penyusunan tugas akhir ini, maka ada batasan masalah. Pada penulisan tugas akhir tentang Modifikasi Perencanan Struktur Jembatan Kali Barek Dengan Sistem Balok Beton Pratekan Menerus ini, dibahas tentang :

1. Perancangan struktur primer dan sekunder bangunan atas jembatan. 2. Sistem Post Tension adalah sistem pasca tarik dengan kabel pratekan. 3. Perancangan sistem perletakan jembatan.

4. Perancangan struktur bangunan bawah jembatan dan pondasi. 5. Analisa struktur manual dan program bantu SAP 2000. 6. Penggambaran menggunakan program bantu Auto Cad. 7. Tidak merencanakan penulangan pada balok jembatan. 8. Tidak merencanakan bangunan pelengkap jembatan.

9. Tidak menganalisa dampak pilar jembatan terhadap aliran sungai. 10.Tidak merencanakan tebal perkerasan dan desain jalan.

11.Tidak menghitung aspek ekonomis dari biaya konstruksi jembatan. 12.Tidak merencanakan metode pelaksanaan jembatan.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Beton Pratekan

Dalam perkembangan bahan-bahan structural, sangat diperlukan suatu bahan bangunan yang tahan terhadap tekanan dan tarikan yaitu lenturan. Beton merupakan material yang kuat pada kondisi tekan tetapi lemah pada kondisi tarik, diman kuat tariknya bervariasi dari 8 sampai 14 % dari kuat tekannya (Nawy,2000). Sementaran baja merupakan bahan yang kuat terhadap tarikan. Kedua bahan tersebut

dikombinasikan oleh struktur beton bertulang. Namun dalam perkembangannya, terdapat ketidakcocokan (non compatibility) dalam regangan-regangan baja dan beton yang menyebabkan timbulnya retak-retak awal pada beton bertulang. Oleh karena itu pada abad ke-18, dikembangkan suatu bahan struktural baru yang disebut beton pratekan.

Beton pratekan mengkombinasikan secara aktif antara beton berkekuatan tinggi dan baja mutu tinggi. Hal ini dicapai dengan cara menarik baja (tendon) dan

menahannya ke beton, jadi membuat beton dalam keadaan tertekan, sehingga akan dihasilkan regangan dan tegangan yang dikehendaki dengan maksud untuk

mereduksi atau menghilangkan retak-retak pada beton. Beton pratekan ini menghasilkan mutu yang lebih tinggi daripada beton bertulang.

Terdapat dua macam cara pelaksanaan pemberian prategangan pada beton pratekan yaitu sistem pratarik (pretension) dan pascatarik (posttension). Istilah pratarik digunakan untuk menggambarkan metode sistem prategang dimana tendon-tendon ditarik sebelum beton dicor. Tendon-tendon-tendon ini harus diangkurkan sementara pada suatu penahan saat ditarik dan gaya prategang dialihkan ke beton setelah beton tersebut mengeras. Kebalikan dari sistem pratarik, sistem pascatarik adalah suatu sistem prategang dimana kabel ditarik setelah beton mengeras. Jadi sistem prategang hampir selalu dikerjakan terhadap beton yang mengeras, dan tendon-tendon diangkurkan pada beton tersebut segera setalah gaya prategang dilakukan. Cara ini dapat dipakai pada elemen-elemen baik beton pracetak maupun beton yang dicetak di tempat.

2.2 Beton Pratekan Menerus Statis Tak Tentu

Pemilihan struktur balok menerus statis tak tentu ini dengan pertimbangan akan diperoleh beberapa keuntungan apabila dibandingkan dengan balok yang ditumpu secara sederhana. Dimana suatu perbandingan yang sederhana antara kekuatan dari balok yang ditumpu secara sederhana dan balok menerus akan menunjukkan penghematan dasar di dalam konstruksi beton pratekan menerus. Dengan kekuatan yang dimiliki konstruksi menerus ini, dapat digunakan penampang beton yang lebih kecil untuk menahan beban yang lebih besar, sehingga mengurangi beban mati struktur dan memperoleh semua penghematan yang di akibatkannya (Nawy Edward G, 2001).

Seperti halnya dengan struktur menerus lainnya, lendutan pada balok menerus akan lebih kecil daripada lendutan pada balok sederhana. Oleh karenanya untuk bentang menerus, penampang yang lebih kecil tidak hanya cukup dalam segi kekuatan, namun juga dalam segi ketegaran (T. Y Lin dan Ned H. Burn, 1981).

(7)

Pada beton prategang, kontinuitas juga menghasilkan momen lentur yang tereduksi. Sekalipun demikian, momen lentur akibat gaya – gaya prategang yang eksentris menimbulkan reaksi sekunder dan momen lentur sekunder. Momen dan gaya sekunder ini memperbesar atau memperkecil efek utama dari gaya prategang eksentris. Juga, efek perpendekan elastis, susut dan rangkak menjadi lebih besar dibandingkan dengan struktur menerus beton bertulang (Nawy Edward G, 2001).

Karena adanya reaksi atau gaya sekunder di tumpuan dalam yang disebabkan oleh prategang eksentris, maka momen semula akibat prategang akan disebut momen primer, momen sebaliknya yang disebabkan oleh reaksi akan disebut momen sekunder. Efek dari momen sekunder adalah memindahkan lokasi garis tekan garis C (lihat gambar 2.1 dan 2.2).

Gambar 2.1 Profil Tendon Sebelum Penegangan

(Nawy Edward G, 2001)

Gambar 2.2 Transformasi Garis C

(Nawy Edward G, 2001)

Pada dasarnya pada balok menerus, pola tendon terdapat dua kategori kontinuitas di balok, di antaranya :

1. Kontinuitas monolitik, dimana semua tendon pada dasarnya kontinu di seluruh atau di sebagian besar bentang dan semua tendon diberi prategang di lokasi. Pemberian prategang seperti ini dilakukan dengan cara pascatarik. 2. Kontinuitas nonmonolitik di mana elemen pracetak digunakan sebagai

balok sederhana dengan kontinuitas dicapai di penampang tumpuan melalui beton bertulang cor di tempat yang memberikan taraf kontinuitas yang dikehendaki untuk menahan beban hidup tambahan sesudah beton mengeras.

Secara skematis menunjukkan berbagai sistem dan kombinasi sistem untuk mendapatkan kontinuitas monolotik. Gambar 2.3 menunjukkan sistem kontinu sederhana dimana semua bentang dicor ditempat dan pasca tarik dilakukan sesudah beton mengeras. Sistem yang ditunjukkan dalam gambar 2.4 yang menggunakan tinggi balok bervariasi yang disebut penampang non prismatis.

(8)

Gambar 2.3 Profil Tendon pada balok tinggi konstan (Nawy Edward G, 2001)

Gambar 2.4 Profil Tendon pada balok non prismatis (Nawy Edward G, 2001)

2.3 Pemilihan Struktur Jembatan

Dalam pemilihan struktur jembatan perlu diperhatikan beberapa aspek yang nantinya akan sangat diperlukan dalam merencanakan suatu jembatan, antara lain :

- aspek kekuatan struktur - aspek ekonomis

- aspek estetika

- aspek kondisi setempat

Antonie E. Naaman dalam bukunya Prestressed Concrete Analysis and Design, menyebutkan beberapa keuntungan daripada jembatan sistem beton pratekan, antara lain:

- Pemeliharaan yang minimal (minimum maintenance) - Mempunyai ketahanan yang tinggi (increased durability) - Mempunyai nilai estetika yang baik (good esthetics)

Kontinuitas pada konstruksi beton prategang (statis tak tentu) menurut Krishna Raju (tahun 1989) dalam bukunya Beton Prategang menguntungkan dalam banyak hal, yaitu :

- Reduksi ukuran batang menghasilkan struktur yang lebih ringan.

- Kontinuitas batang pada struktur rangka mengarah ke stabilitas yang meningkat.

- Lendutannya kecil bila dibandingkan dengan bentang tumpuan sederhana. - Momen lentur lebih terbagi sama antara tengah–tengah bentang dan tumpuan

bentang

- Pada gelagar pasca tarik menerus, kabel–kabel yang melengkung dapat ditempatkan secara baik untuk menahan momen–momen bentangan dan tumpuan

(9)

Pemilihan gelagar type I – tidak simetris menurut T.Y Lin (tahun 1996 hal 195) dalam bukunya Desain Struktur Beton Prategang, adalah sebagai berikut : Perbandingan momen akibat berat sendiri (Mg) dengan total (Mt) yang akan terjadi setelah pembebanan penuh (service load) dari gelagar tipe I untuk bentang pendek dan menengah akan kecil, sehingga perlu menempatkan Center Gravity Steel (c.g.s) di bawah kern sesuai dengan ketentuan yang ada. Sedangkan untuk bentang panjang perbandingan momen akibat berat sendiri (Mg) dengan momen total (Mt) yang akan terjadi setelah pembebanan penuh (service load) akan besar, sehingga dapat menempatkan c.g.s di luar batas praktis dan perlu untuk menempatkan c.g.s tersebut serendah mungkin.

- Profil I – tidak simetris (unsymetrical I – section) cocok/ekonomis untuk beton pratekan sistem komposit (it can be economically used for certain composite sections).

- Jika perbandingan Mg/Mt cukup besar akan mengakibatkan profil I – tidak simetris dapat dianggap sebagai penampang berbentuk T.

2.4 Material untuk Beton Prategang

Beton berkekuatan tinggi menurut Krishna Raju (tahun 1989) dalam buku beton prategang menyebutkan bahwa :

- Beton prategang memerlukan beton yang mempunyai kekuatan tekan yang lebih tinggi pada usia yang cukup muda, dengan kekuatan tarik yang lebih tinggi dibanding dengan beton konvensional.

- Menghasilkan beton berkekuatan tinggi, yang mempunyai kekuatan tekan kubus yang diinginkan setelah 28 hari antara 70-100 N/mm2 tanpa mengambil bantuan material/proses luar biasa serta tanpa mengalami suatu kesulitan teknis yang berarti.

- Agregat batu pecah, dengan permukaan yang tajam, pada umumnya menghasilkan beton lebih kuat dibandingkan dengan memakai agregat pada umur beton yang sama.

2.5 Desain Penampang

Dalam buku T.Y Lin (tahun 1996 hal 169) dijelaskan bahwa dalam melakukan estimasi terhadap tinggi penampang beton prategang, suatu aturan aproksimasi adalah menggunakan 70% dari tinggi penampang beton bertulang konvensional. 2.6 Tahapan Pembebanan

Salah satu pertimbangan istimewa pada beton prategang adalah banyaknya tahapan pembebanan dimana sebuah komponen struktur dibebani. Menurut T.Y Lin

(tahun 1996 hal 24) untuk struktur yang dicor setempat, beton prategang harus didesain paling sedikit 2 tahap. Tahap awal pada saat pemberian gaya prategang dan tahap akhir pada saat dibebani oleh beban eksternal.

a. Tahap awal

• Sebelum diberi gaya prategang, beton cukup lemah dalam memikul beban, oleh karena itu harus dicegah agar tidak terjadi kehancuran pada perletakan.

(10)

• Pada saat diberi gaya prategang, merupakan percobaan yang kritis dari kekuatan tendon. Seringkali, tegangan maksimum yang mungkin dialami oleh tendon terjadi pada saat penarikan tendon.

• Pada saat peralihan gaya prategang, untuk komponen pratarik peralihan gaya prategang dilakukan sekaligus dan dalam waktu yang singkat. Untuk komponen – komponen struktur pasca tarik, peralihan seringkali secara bertahap, gaya prategang pada tendon – tendon dialihkan ke beton satu per satu.

b. Tahap antara (intermediate)

Tahapan selama pengangkutan dan pengangkatan. Hal ini penting sekali untuk menjamin bahwa komponen struktur telah ditumpu dan diangkat dengan semestinya. Hal ini penting sekali untuk menjamin bahwa komponen – komponen struktur tersebut telah ditumpu dan diangkat dengan semestinya. c. Tahap akhir

• Beban yang bekerja tetap ( Sustained Load )

Lendutan ke atas atau ke bawah dari komponen struktur prategang akibat beban tetap yang sesungguhnya sering kali merupakan faktor penentu dalam desain, karena pengaruh dari rangkaian akibat lentur akan memperbesar nilainya. Sehingga seringkali dikehendaki untuk membatasi besar lendutan akibat beban tetap.

• Beban kerja.

Untuk mendesain akibat beban kerja haruslah ada pemeriksaan terhadap tegangan dan regangan yang berlebihan.

• Beban retak

Retak pada komponen beton prategang berarti perubahan yang mendadak pada tegangan rekat dan tegangan geser.

• Beban batas

Struktur yang didesain berdasarkan tegangan kerja mungkin tidak selalu mempunyai angka keamanan yang cukup untuk kelebihan beban, karena disyaratkan bahwa sebuah struktur memiliki kapasitas minimum memikul beban yang lebih besar, maka perlu ditentukan kekuatan batasnya. Pembebanan menurut BMS 1992 antara lain meliputi :

- Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya.

- Beban mati tambahan merupakan berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan.

- Beban lalu lintas yang terdiri dari beban lajur “D” dan beban truk “T”.

- Gaya rem, pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang dan di anggap bekerja pada permukaan lantai jembatan.

- Pembebanan untuk pejalan kaki semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.

(11)

2.7 Kehilangan Gaya Pratekan

Gaya prategang yang diterima oleh balok prategang, besarnya tidak akan konstan terhadap waktu. Tegangan-tegangan selama berbagai tahap pembebanan juga berubah-ubah karena kekuatan beton dan modulus elastisitas bertambah terhadap waktu. Analisa keseluruhan dan rancangan dari komponen struktur beton prategang menyertakan pertimbangan gaya–gaya efektif dari tendon prategang, pada setiap pembebanan yang berarti bersama–sama dengan sifat bahan yang berlaku pada fungsi struktur tersebut (T.Y. Lyn dalam bukunya “Desain Struktur Beton Prategang”, jilid I).

(12)

BAB III METODOLOGI

Sistematika metodologi pekerjaan Tugas Akhir dapat dilihat seperti diagram flow chart dibawah :

Start

Studi Lapangan

Pengumpulan Data Proyek

Studi Kepustakaan

Preliminari Desain - Penentuan Dimensi Gelagar - Penentuan Dimensi Diafragma - Penentuan Dimensi Prategang

Perencanaan Elemen Bangunan Atas

Analisa Pembebanan Kontrol Elemen Bangunan Atas Oke Tidak Oke

A

(13)

Penjelasan metodologi flow cart dalam Modifikasi Perencanaan Struktur Jembatan Kali Barek Dengan Sistem Balok Beton Pratekan Menerus di atas sebagai berikut :

3.1 Pengumpulan Data

3.1.1 Data-Data Teknis Jembatan

Jembatan Kali Barek ini dimodifikasi dengan memakai metode balok beton pratekan dengan bentang menerus (statis tak tentu). Adapun data-data yang digunakan dalam perencanaan adalah sebagai berikut:

1. Panjang jembatan : 120 m,

terdiri dari 3 bentang

A

Perencanaan Elemen Bangunan Bawah Analisa Pembebanan - Abutmen - Perencanaan Pilar Jembatan Kontrol Elemen Bangunan Bawah Gambar Rencana

- Gambar Lay Out Jembatan - Gambar Tampak Potongan - Gambar Potongan

- Gambar Detail

Finish

(14)

2. Lebar jembatan : 13 m 3. Lebar rencana jalan : 11 m 4. Lantai kendaraan : 4 lajur

beton bertulang

5. Lebar trotoar : 2 x 1 m

6. Gelagar utama : Balok Pratekan Menerus

(Non Prismatis)

3.1.2 Data Tanah

Data tanah berupa hasil sondir dan boring pada lokasi pembangunan jembatan diperoleh dari laboratorium Bina Marga Jawa Timur. Pekerjaan pengujian tanah di lapangan terdiri dari 4 titik boring dan 4 titik uji sondir dengan lokasi pada tepi sungai pada rencana poros jembatan.

3.2 Studi Kepustakaan

Peraturan – Peraturan yang dipakai :

1. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan “ Bridge Management System “ (BMS) 1992.

2. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan “ Bridge Management Manual “ (BDM) 1992.

3. Desain Struktur Beton Prategang (T.Y.LIN.NED – H.BURNS).

4. Daya Dukung Pondasi Dalam, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Prof. Dr. Ir. Herman Wahyudi, 1999.

3.3 Bahan-Bahan Yang Digunakan

Bahan yang akan digunakan dalam modifikasi perencanaan jembatan Kali Barek adalah sebagai berikut :

1. Beton

 Kuat tekan beton untuk beton pratekan (fc’) = 45 Mpa.  Kuat tekan beton untuk beton bertulang (fc’) = 25 Mpa. 2. Baja

 Mutu baja pratekan digunakan kabel jenis strand seven wires stress relieved (7 kawat untaian) dengan diameter 0.60 inch, Grade 270 (ASTM A-416).

 Mutu baja yang digunakan untuk penulangan pelat lantai kendaraan dan penulangan praktis lainnya adalah baja mutu fy 320 Mpa.

 Untuk penulangan bangunan sekunder dan bangunan bawah dipakai baja tulangan dengan mutu fy 240 Mpa.

 Modulus elastisitas Es = 200.000 MPa. 3.4 Tegangan Ijin Bahan

a. Beton

Beton Pratekan (fc’) = 45 Mpa

Pada saat transfer (tegangan beton sesaat sesudah pemindahan gaya pratekan sebelum kehilangan tegangan yang merupakan fungsi waktu) dimana penarikan pada umur 21hari menurut PBI 1971, fci = 95% x fc’ = 42.75 Mpa, sehingga tegangan serat terluar :

(15)

 Untuk tekan :

fct = 0.6 fci = 0.6×42.75 = 25.65 MPa  Untuk tarik :

fct = 0.25 fc' = 0.25 45 = 1.677 Mpa

Pada saat service (tegangan beton pada tingkat beban kerja, setelah memperhitungkan semua kehilangan pratekan yang mungkin terjadi), sehingga serat terluar :

 Untuk tekan :

fct = 0.45 fci = 0.45×42.75 = 19.237 Mpa  Untuk tarik :

fct = 0.5 fc' = 0.5 45 = 3.354 Mpa  Modulus Elastisitas (E) :

E = 4700 fc' = 4700 45 = 31528.558 MPa  Tegangan Retak (fr) :

fr = 0.7 fc' = 0.7 45 = 4.696 Mpa b. Baja Pratarik

Tegangan tarik pada tendon pratekan adalah sebagai berikut :  Modulus Elastisitas Es = 200.000 Mpa

 Tegangan putus kabel fpu = 1860 Mpa

 Tegangan leleh kabel fpy = 0.9×1860=1674MPa  Tegangan tarik ijin kabel (jacking)

= 0.94×1674=1573.56MPa

 Tegangan tarik ijin kabel (setelah pengangkuran) = 0.70×1860=1302MPa

3.5 Persyaratan Desain Secara Umum

a. Keadaan batas ultimate

Aksi-aksi yang menyebabkan jembatan menjadi tidak aman disebut aksi-aksi ultimate dan reaksi yang diberikan oleh jembatan disebut keadaan batas ultimate. Aksi-aksi tersebut antara lain :

 Kehilangan keseimbangan statis karena sebagian atau seluruh jembatan longsor, terguling atau terangkat ke atas.

 Kerusakan sebagian jembatan akibat kelelahan, korosi atau sampai suatu keadaan dimana terjadi kehancuran.

 Kehancuran bahan pondasi menyebabkan pergerakan yang berlebih atau kehancuran bagi pembangunan jembatan.

b. Keadaan batas daya layan

Filosofi kriteria desain perencanaan tegangan kerja adalah serupa dengan keadaan batas kelayanan. Keadaan batas daya layan akan tercapai apabila reaksi jembatan cukup :

 Membuat jembatan tidak layak pakai.

 Menyebabkan kekhawatiran umum terhadap keamanan jembatan.  Secara menyolok mengurangi kekuatan dan umur pelayanan jembatan.

(16)

3.6 Dimensi Gelagar

Rumus pendekatan awal untuk menentukan tinggi balok (h) digunakan : Pada lapangan : h L 50 1 40 1 = ...(BMS,BDM hal 3.27) Pada tumpuan : h L 20 1 18 1 = ...(BMS,BDM hal 3.27)

dimana : L = panjang bentang h = tinggi balok

Luas baja yang diperlukan (T.Y Lin tahun 1996, hlm 167) : Aps =

se

f F

dimana : Aps = luas baja perlu

F = gaya prategang efektif

f se = gaya prategang satuan efektif untuk baja

Sedangkan luas beton yang diperlukan (T.Y Lin tahun 1996, hlm 167) : Ac = c se ps f f A 5 . 0

dimana : Aps = luas baja perlu

F = gaya prategang efektif

f se = gaya prategang satuan efektif untuk baja

Ac = luas penampang beton perlu

f c = tegangan serat atas = 0.45 fc’

3.7 Pembebanan Struktur Jembatan Pratekan

Faktor beban dan kombinasi pembebanan yang disyaratkan menurut peraturan

American Concrete Institute (ACI) (T.Y Lin tahun 1996, hlm 28) : U = 1.4 D + 1.7 L

U = 0.75 ( 1.4 D + 1.7 L + 1.7 W ) U = 0.9 D + 1.3 W

dimana : U = kekuatan yang disyaratkan D = beban mati

L = beban hidup

W = beban angin

- Gaya Prategang

Gaya Prategang efektif sangat dipengaruhi oleh momen total yang terjadi. Persamaan dibawah menjelaskan hubungan momen total dan gaya prategang.

h M F T 65 . 0 = (T. Y Lin tahun 1996, hlm 167)

dimana : MT : Momen total

(17)

- Kehilangan Gaya Pratekan

Gaya prategang efektif ( gaya prategang rencana ) adalah gaya prategang awal pada baja dikurangi semua kehilangan gaya pratekan. Kehilangan gaya pratekan yang terjadi adalah :

1. Kehilangan langsung/Immedietly Loss, yaitu kehilangan gaya pratekan yang terjadi segera setelah peralihan gaya pratekan yang meliputi :

Kehilangan pratekan akibat perpendekan elastis (T.Y Lin tahun 1996, hlm 84) : ci cir s es E f E K ES =

Kehilangan pratekan akibat gesekan kabel (friction and wobble effect) (T. Y Lin tahun 1996, hlm 101) : α µ − − = − L K F F F 1 1 2

Kehilangan pratekan akibat slip angker (slip anchorage) (T. Y Lin tahun 1996, hlm 91) : L E f ANC s a s ∆ = ∆ =

2. Kehilangan tak langsung/Time Dependent Loss, yaitu kehilangan pratekan yang bergantung pada fungsi waktu yang meliputi :

Kehilangan pratekan akibat rangkak beton (creep) (T.Y Lin tahun 1996, hlm 87) :

(

cir cds

)

c s cr f f E E K CR= −

Kehilangan pratekan akibat susut beton (shrinkage) (T. Y Lin tahun 1996, hlm 88) :

(

RH

)

S V E K SH sh s  −      − × = − 100 06 . 0 1 10 2 . 8 6

Kehilangan pratekan akibat relaksasi baja (relaxation) (T. Y Lin tahun 1996, hlm 91) :

(

)

[

K J SH CR ES

]

C

RE = re − + +

- Lendutan

Ada 2 macam lendutan yang terjadi :

a. Lendutan ke atas (camber) akibat gaya prategang

EI L W 185 4 − = ∆

b. Lendutan ke bawah akibat beban merata dan beban terpusat

EI L P EI L q 4 0.0098 3 185 × = ∆

dimana : W = beban yang terdistribusi secara merata

kearah atas

(18)

q = beban terbagi rata L = panjang bentang 3.8 Pembebanan Pada Struktur Utama Jembatan

1. Aksi dan Beban Tetap

Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non struktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang tidak dipisahkan dan tidak boleh menjadi bagian-bagian pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi.

• Berat sendiri dan beban mati tambahan • Pengaruh penyusutan dan rangkak • Pengaruh prategang

2. Beban Lalu Lintas Beban lajur “D”

 Beban terbagi rata (UDL) dengan intensitas q kPa, dengan q tergantung pada panjang yang dibebani total (L) sebagai berikut:

L ≤ 30m, q = 8 kPa L > 30m, q = kPa L 15 0.5 8       + ×

 Beban garis (KEL) sebesar p kN/m, ditempatkan dalam kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada arah lalu lintas.

P = 44 KN/m

Adapun pembebanan ini dapat dilihat pada gambar dibawah :

Gambar 3.1 Kedudukan beban lajur “D” untuk b > 5,5 m

(19)

Beban Truk “T”

Beban truk “T” adalah kendaraan berat tunggal dengan tiga gandar yang ditempatkan dalam kedudukan sembarang pada lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri dari dua pembebanan bidang kontak yang dimaksud agar mewakili pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk “T” boleh ditempatkan per lajur lalu lintas rencana. Beban “T” merupakan muatan untuk lantai kendaraan.

Muatan “T” = 100% ⇒ P = 10 ton

Gambar 3.3 Gambar 3.4 Beban akibat truk “T” Beban akibat truk “T”

arah memanjang arah melintang

Muatan kelas I :

a = 20 cm, b = 50 cm a’ = a + 2do + d b’ = b + 2do + d

Faktor beban Dinamik (DLA)

Faktor beban dinamik berlaku pada “KEL” lajur “D” dan truk “T” untuk simulasi kejut dari kendaraan bergerak pada struktur jembatan.( BMS 1992 ). Untuk muatan “T” ⇒ DLA = 0,30

Untuk KEL lajur “D”

- LE ≤ 50m ⇒ DLA = 0,40

- 50m ≤ LE≤ 90m ⇒ DLA = 0.525 – 0.0025 L

- 90m ≤ LE ⇒ DLA = 0.30

3. Aksi Lingkungan Beban Angin

Kecepatan angin rencana dan type jembatan merupakan faktor utama yang berpengaruh pada intensitas beban angin. Kecepatan angin rencana ditentukan oleh letak geografis dari pantai. Perhitungn beban angin sesuai dengan BMS 1992 pasal 2.4.6 hlm 2.43, digunakan rumus sebagai berikut :

TAW = 0,0006CW × ( VW )2 × Ab

dimana : CW = Koefisien seret

VW = Kecepatan angin rencana (m/dt) untuk keadaan batas

(20)

Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2)

Selain itu apabila ada kendaraan sedang lewat diatas jembatan, beban garis merata tambahan horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai sesuai dengan BMS 1992 pasal 2.4.6 hlm 2.44, digunakan rumus sebagai berikut :

TAW = 0,0012CW × (VW)2

Beban Gempa

Pengaruh beban gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimate. Pada metode beban statis ekivalen untuk beton rencana gempa minimum sesuai BMS 1992 pasal 2.4.7 hlm 2.44. dipakai rumus :

TEQ = Kh × I × WT

dimana : Kh = C × S

TEQ = Gaya geser dasar total dalam arah yang

ditinjau (KN)

Kh = Koefisien gempa horisontal

WT = Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi

percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (KN)

I = Faktor kepentingan

C = Koefisien gempa dasar untuk daerah waktu kondisi setempat yang sesuai

S = Faktor type bangunan (1-3) • Pengaruh temperatur

Pengaruh temperatur dibagi menjadi 2 yaitu :  Variasi temperatur jembatan rata-rata

 Variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan (perbedaan temperatur)

Variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan dalam menghitung beban akibat terjadinya pengekangan dari pergerakan tersebut. Besarnya harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang digunakan untuk menghitung besarnya pergerakan dan gaya yang terjadi.

Beban Rem

Pengaruh gaya rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya memanjang. Gaya ini tidak tergantung pada lebar jembatan. Untuk panjang struktur tertahan, gaya rem diberikan (BDM 1992 hlm 2.21):

L ≤ 80 : gaya rem S.L.S = 250 KN

80 ≤ L ≤ 180 : gaya rem S.L.S = (2.5 L + 50) KN L ≤ 180 : gaya rem S.L.S = 500 KN

4. Aksi-Aksi Lainnya Gaya Gesekan

Jembatan harus ditinjau terhadap gaya yang timbul akibat gesekan pada tumpuan yang bergerak, karena adanya pemuaian dan penyusutan dari jembatan akibat dari perbedaan suhu atau akibat yang lainnya. Gaya gesek yang timbul hanya ditinjau akibat beban mati saja, sedangkan besarnya gaya gesek tersebut ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan yang bersangkutan.

(21)

Aksi rencana digolongkan ke dalam aksi tetap dan aksi transient. Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe yang berbeda dari aksi yang bekerja bersamaan. Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal yaitu mengalikan aksi nominal dengan faktor beban yang memadai. Faktor beban untuk keadaan batas ultimate didasarkan kepada umur rencana jembatan 50 tahun.

 Kombinasi pada keadaan batas daya layan terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dengan satu aksi transient.

 Kombinasi pada keadaan batas ultimate terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dengan satu pengaruh transient.

3.9 Desain Tipe Jembatan

Pemakaian tipe jembatan biasanya juga didasarkan pada panjang bentang yang dipakai. Dibawah ini ditabelkan bentang jembatan yang mungkin dipakai meskipun tidak mutlak harus seperti ini, namun akan membantu dalam desain tipe jembatan yang akan diambil.

Tabel 3.1 Desain Tipe Jembatan

Bentang

(ft) Tipe jembatan

0 - 150 Balok pratarik tipe I

100 - 300 Balok box pasca tarik cor setempat

100 - 300 Pracetak bersegmen metode kantilever dengan ketinggian konstan

250 - 600 Pracetak bersegmen metode kantilever dengan variasi tinggi

200 - 1000 Cor setempat bersegmen metode kantilever 800 - 1500 Cabel stay bersegmen metode kantilever

3.10 Desain Struktur

• Analisa pembebanan menurut yang ada pada struktur jembatan tersebut. • Analisa struktur dengan manual dan program Bantu seperti SAP 2000 • Perhitungan plat kendaraan, trotoar, kerb, dan sandaran.

- Berdasarkan pada peraturan perencanaan teknik jembatan (BMS, 1992) beban yang bekerja pada tiang sandaran adalah berupa gaya horizontal sebesar 0.75 kN/m yang bekerja pada ketinggian 90 cm dari lantai trotoar.

Jarak tiang sandaran MH = H × 2 × 0.9

Penulangan\

As = ρmin × b × d

(22)

Luas areal yang dibebani pejalan kaki

A = Lebar trotoar × panjang jembatan - Perhitungan kerb menggunakan rumus : Mu = gaya horizontal × tinggi kerb

• Perhitungan plat lantai kendaraan

Tebal minimum plat lantai kendaraan adalah : ts ≥ 200 mm

ts ≥ (100 + (40 × L)) mm

dimana : L = Bentang dari plat lantai kendaraan antara pusat tumpuan (m) • Perhitungan balok melintang.

Balok melintang/diafragma yng diletakkan diantara balok gelagar utama tujuannya adalah untuk memberikan kekakuan arah melintang (transversal) jembatan dan sifatnya tidak memikul beban. Dalam peraturan perencanaan teknik jembatan (BMS, 1992) disebutkan bahwa jarak minimal antar balok melintang adalah 8 m.

Rumus yang digunakan : Vu = (

2 1

× qu × ln) – (qu × X) Kemampuan penampang menahan geser :

Vn = 3 2

× (fc’ )2 × bw × d Momen pada penampang kritis :

Mu = 2 1 × qu × ln × X – ( 2 1 × qu × X2) • Perhitungan perletakan jembatan

• Perhitungan abutment dan pilar

Tabel 3.2 Konstanta untuk Berbagai Bentuk Pilar

Bentuk bagian ujung pilar searah dengan aliran air

Konstanta

0.07 0.04

0.02

3.11 Perencanaan Pondasi Sumuran

Dalam merencanakan pondasi didasarkan pada hasil analisis tanah setempat. Dimana dari hasil pengujian SPT didapatkan nilai SPT yang tinggi (>50) pada kedalaman 5 m sehingga dipakai pondasi sumuran.

(23)

Tabel 3.3 Jenis Pondasi Berdasarkan Kedalaman Tanah Keras Kedalaman Tanah Keras

(m) Jenis Pondasi

0.00 - 3.00 Pondasi Langsung

3.00 - 10.00 Pondasi Sumuran

10.00 - 20.00 Pondasi Tiang Pancang > 20.00 Pondasi Tiang Pancang

Tahap perencanaan pondasi di uji coba sampai diperoleh ukuran pondasi yang sesuai (BMS,BDM hal : 9 – 2), adapun tahapan perencanaan antara lain :

1. Periksa rencana ketahanan lateral ultimate untuk kasus beban U.L.S. keadaan batas ultimate SF = 1.1 . . . . . ≥ geser n menyebabka yang S L U gaya Jumlah geser menahan yang S L U gaya Jumlah - Tahanan geser R* = P tan δ (BMS,BDM Hal : 9 – 3)

- Tahanan pasip ultimate

Tahanan pasip dapat diabaikan bila tanah pendukung dapat hilang oleh gerusan.

2. Periksa rencana stabilitas terhadap putar rotasi ultimate untuk kasus beban U.L.S. keadaan batas ultímate.

SF = 1.1 . . . . . ≥ guling n menyebabka yang S L U gaya Jumlah guling menahan yang S L U gaya Jumlah

3. Periksa agar tekanan pondasi tidak melebihi kapasitas daya dukung ultimate pada pembebanan U.L.S. keadaan batas ultímate.

0 . 1 ker . . . Re ja be yang S L U gaya Jumlah dukung daya kapasitas ncana

Rumus kapasitas daya dukung (qu) :

qu = 1.3cNc+qNq+0.3γDNγ

4. Periksa agar penurunan, perpindahan geseran dan rotasi terangkatnya pondasi tidak mengurangi kelayanan jembatan.

(24)

LAMPIRAN • Lembar Persetujuan

• Data Tanah

• Gambar Layout Lokasi Proyek Jembatan • Gambar Rencana Layout Jembatan • Jadwal Pelaksanaan Proyek Akhir

Gambar

Gambar 2.1 Profil Tendon Sebelum Penegangan  (Nawy Edward G, 2001)
Gambar 2.3 Profil Tendon pada balok tinggi konstan  (Nawy Edward G, 2001)
Gambar 3.2  Kedudukan beban lajur “D” untuk b < 5,5 m
Gambar 3.3  Gambar 3.4
+4

Referensi

Dokumen terkait

sebagaimana jika ia pingsan karena sakit atau yang lainnya, karena ia telah berniat puasa saat berakal sehat dengan niat yang benar. Dan tidak ada dalil yang

daerah, aspek sosial dan ekonomi masyarakat terhadap kebencanaan sangatlah penting untuk dikaji, Rekomendasi juga diberikan kepada masyarakat setempat diharapkan

Satu kali bagini, orang Yahudi pung pangajar hukum Torat satu datang par Yesus la tanya Antua kata, "Bapa, Beta musti biking apa biar beta bisa hidop tarus-tarus deng Allah

PERILAKU NASABAH TERHADAP LAYANAN MOBILE BANKING PERBANKAN SYARIAH: EKSTENSI TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) DAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB).. Universitas

Katuk aksesi Sukabumi dan Bogor memiliki bunga jantan yang lebih banyak, sedangkan aksesi Cianjur yang memiliki bunga betina per tanaman lebih banyak, sehingga

Jika dipahami lebih jauh, di satu sisi munculnya diskresi yang dilakukan oleh para petugas di tingkat bawah pada dasarnya dapat dijadikan sebagai sebuah solusi dalam

Hasil penelitian diperoleh bahwa (1) Persentase ketuntasan individual pada siklus I yaitu 68 persen, pada siklus II 80 persen dan pada siklus III 92 persen;

6.Variabel konsep diri merupakan variabel yang paling berpengaruh secara simultan dan sinifikan terhadap kesiapan kerja bidang otomotif siswa sekolah menengah