• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA PERILAKU OTAKU PADA KARAKTER IZUMI KONATA DI DALAM ANIME LUCKY STAR MAKALAH NON-SEMINAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA PERILAKU OTAKU PADA KARAKTER IZUMI KONATA DI DALAM ANIME LUCKY STAR MAKALAH NON-SEMINAR"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

PERILAKU OTAKU PADA KARAKTER IZUMI KONATA DI DALAM

ANIME LUCKY STAR

MAKALAH NON-SEMINAR

ROCHMADONY TRISANDI SANJAYA 1006700753

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM SASTRA JEPANG

DEPOK FEBRUARI 2015

(2)
(3)
(4)
(5)

PERILAKU OTAKU PADA KARAKTER IZUMI KONATA DI DALAM

ANIME LUCKY STAR

Rochmadony Trisandi Sanjaya dan Lea Santiar

Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424

Email: rochmadony.trisandi@ui.ac.id

Abstrak

“Otaku” adalah istilah yang dipakai untuk orang-orang yang tenggelam dalam subkultur budaya modern Jepang. Dalam kesehariannya “otaku” membeli barang yang berkaitan dengan subkultur tersebut demi memuaskan dirinya. Izumi Konata adalah karakter dalam karya “manga” berjudul “Lucky Star” yang dibuat oleh Yoshimizu Kagami. Manga tersebut kemudian diadaptasi menjadi sebuah “anime” yang dibuat oleh Kyoto Animation pada tahun 2007. Dalam karya tersebut Konata digambarkan sebagai seorang “otaku” yang mampu bersosialisasi dengan lingkungannya. Makalah ini meneliti tentang sifat otaku yang ada dalam diri tokoh Konata dengan berpegang kepada enam prinsip perilaku seorang otaku.

Abstract

“Otaku” is a term used to called people who drown in modern Japanese subculture. In their everyday lives “otaku” buy goods which have connection with that subculture to satisfy themselves. Izumi Konata is a character in manga titled “Lucky Star”, which created by Yoshimizu Kagami. The manga later then adapted into an “anime” which created by Kyoto Animation in 2007. In that work Konata described as an “otaku” that could socialize with her environment. This paper researching about “otaku” character that exist inside Konata by refering into six principal “otaku” behavior.

Keyword: Otaku, Lucky Star, Behavior, Anime

1.Pendahuluan

Istilah “Otaku” muncul dari kata otaku (お宅) yang berarti rumah Anda. Istilah “Otaku” yang kita kenal saat ini diperkirakan pertama kali muncul tahun 1980-an. Pada saat itu “anime”, yakni film kartun buatan Jepang, terkenal dan mewabah di Jepang. Wabah ini memicu beberapa penggemar “anime” sering berkumpul untuk menonton bersama “anime” di salah satu rumah teman mereka. Setelah menonton “anime”, mereka berdiskusi mengenai “anime” tersebut. Kemudian mereka berdiskusi dengan pemilik rumah dengan bertanya “otaku wa…”

(6)

rumah…”.1 “Pemilik rumah” disini mengacu kepada pemilik rumah yang menyediakan tempat untuk menonton “anime” tersebut.

Setelah itu “otaku” muncul sebagai subkultur dalam masyarakat Jepang. Azuma Hiroki dalam buku Otaku: Japanese Database Animals (2009:3) menjabarkan “otaku” sebagai orang-orang yang tenggelam pada sekelompok subkultur yang saling berkaitan, seperti:

a. Komik b. Anime c. Game d. Personal Computer e. Science Fiction f. Tokusatsu g. Figure

Hingga saat ini penjabaran mengenai “otaku” makin meluas. Sebuah survei yang dilakukan oleh Nomura Research Institute (2005:1) menjabarkan “otaku” dalam enam prinsip tingkah laku. Enam prinsip itu antara lain:

1. Keinginan untuk identitas yang sama 2. Keinginan untuk mengkoleksi 3. Keinginan untuk menonjolkan diri

4. Keinginan untuk tampil independen (tak tergantung orang lain) 5. Keinginan untuk tampil kreatif

6. Keinginan untuk masuk ke dalam grup

Dengan kata lain menurut survei Nomura Research Insitute istilah “otaku” mengacu kepada orang yang hidup bersama sebuah komunitas. Komunitas tersebut mengharapkan adanya identitas yang sama untuk menunjukkan diri mereka kepada orang lain. Selain itu mereka memiliki keinginan untuk mengkoleksi sesuatu guna menonjolkan diri mereka dalam komunitas. Mereka ingin tampil independen dan kreatif namun di sisi lain mereka ingin tetap tergabung dalam komunitas yang memiliki keinginan yang sama.

“Lucky Star” adalah sebuah “manga”, yakni komik buatan Jepang, yang menampilkan tokoh utama bernama Izumi Konata. Izumi Konata adalah seorang “otaku” karena tidak hanya ia

      

1

Nomura Research Institute, Otaku Ichiba no Kenkyuu (Otaku Marketing). (Tokyo:Touyou Economic News Company, 2005), 2

(7)

tenggelam dalam menikmati “anime” dan “game”, tetapi juga pembaca setia “manga”.2 “Lucky Star” pada awalnya hanya sebuah komik tambahan guna mengisi halaman kosong pada sebuah majalah bernama “Comptiq”, majalah yang diterbitkan oleh Kadokawa Shoten. Namun secara perlahan komik ini mendapat perhatian dari pembaca “Comptiq” hingga akhirnya mendapatkan adaptasi ke dalam “anime”.3

Dari gambaran tersebut dapat dipahami bahwa perilaku Izumi Konata memiliki ciri-ciri umum seorang “otaku”, yakni orang yang tenggelam dalam menikmati “anime”. Kemudian timbul pertanyaan seberapa besar perilaku Izumi Konata memiliki unsur-unsur yang menjadikan ia seorang “otaku”. Dengan menggunakan enam prinsip tingkah laku “otaku” yang dijabarkan Nomura Research Institute di atas, makalah ini meneliti bagaimana penerapan prinsip tingkah laku “otaku” tersebut yang tercermin pada diri karakter Izumi Konata.

Metode penelitian yang digunakan pada makalah ini ialah metode kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk menilai perilaku tokoh Izumi Konata dalam karya Lucky Star. Perilaku Izumi Konata tersebut kemudian dibandingkan dengan enam prinsip tingkah laku yang dijabarkan sebelumnya. Dari hasil perbandingan tersebut kemudian diambil kesimpulan. Kesimpulan tersebut yakni otaku seperti apa yang dapat menggambarkan karakter Izumi Konata secara keseluruhan.

2. Pembahasan

2.1. Enam prinsip tingkah laku “Otaku” menurut Nomura Research Institute

Dalam buku berjudul “Otaku Ichiba no Kenkyuu” (おたく市場の研究) yang memiliki terjemahan bahasa Inggris “Otaku Marketing” dibahas mengenai potensi “otaku” untuk menjadi konsumen strategis. Buku ini dibuat oleh sebuah perusahaan riset bernama Nomura Research Institute yakni perusahaan yang bergerak di bidang riset Informasi Teknologi. Nomura membuat definisi “otaku” berdasarkan survei mereka terhadap sepuluh ribu orang responden yang merupakan seorang ““otaku”. Nomura menyatakan bahwa munculnya potensi “otaku” secara ekonomi tidak terlepas dari peran psikologis dari seorang “otaku”. Peran psikologis inilah yang dijabarkan ke dalam enam prinsip tingkah laku “otaku”, yakni:

      

2

Kinema Movie Research Institute, “Nichijou-kei anime” hitto no housoku. (Tokyo: Kinema Report Company Committee, 2011), 133

3

(8)

1. Keinginan untuk identitas yang sama (Desire for common identity)

Nomura menjabarkan tingkah laku ini sebagai keinginan “otaku” untuk berbagi apa yang ia punya kepada orang lain. “Otaku”, seperti halnya manusia lain, ingin memiliki teman yang memiliki hobi yang sama untuk saling memahami satu sama lain tentang hobi yang dimilikinya. Meski “otaku” memiliki kesan umum seorang yang hanya memikirkan pencapaian dirinya sendiri dengan menunjukkan pengetahuannya, sebagai seorang manusia “otaku” butuh berkomunikasi. Nomura mengatakan bahwa meski intensitasnya beragam, di dalam pikiran setiap “otaku” selalu ada keinginan ini untuk mendapatkan identitas yang sama.

2. Keinginan untuk mengkoleksi sesuatu (Desire to collect)

Semakin tingginya rasa cinta seseorang terhadap barang favoritnya, semakin tinggi juga keinginan orang tersebut untuk melengkapi barang-barang tersebut. Seperti seorang filateli yang belum puas jika ia belum melengkapi koleksi perangkonya, “otaku” juga merasa belum puas jika ia belum melengkapi koleksinya. Misalnya saja seorang “otaku” yang memiliki ketertarikan kepada “anime”, tentu ia ingin memiliki segala macam barang yang memiliki hubungan terhadap “anime”. Salah satu barang yang memiliki hubungan terhadap “anime” ialah figure. Figure adalah sebuah patung berbahan dasar Polyvinyl klorida (PVC) yang memiliki bentuk tokoh karakter dari “anime” dan “manga”. Figure biasanya dibuat dalam jumlah banyak dan bervariasi sesuai dengan karakter dalam “anime” yang diadaptasinya. “Otaku” akan membeli figure tersebut secara lengkap untuk memenuhi keinginan mengkoleksi yang dimilikinya.

3. Keinginan untuk menonjolkan diri (Desire to stand out)

Setelah “otaku” memenuhi keinginan mereka untuk mengkoleksi, akan muncul sebuah keinginan untuk memberitahukan apa yang ia capai ke internet. “Otaku” mulai menulis tentang kesan dan pesan yang dimilikinya mengenai barang yang dibelinya ke dalam blog, ruang chat, dan sebagainya. Fenomena ini dapat terlihat dari banyaknya blog “otaku” yang menulis ulasan tentang “anime” seperti nijimen.net, amime-matome.jp, dan sebagainya. Dalam tulisan di internet ini “otaku” menonjolkan dirinya, karena dengan kesan dan pesan yang dituliskan ia merepresentasikan pribadinya sebagai seorang “otaku” yang berbeda dengan “otaku” yang lain.

(9)

4. Keinginan untuk tampil independen atau tak tergantung orang lain (Desire to be Independent)

Seiring dengan upaya untuk menonjolkan dirinya di internet dengan menulis blog, “otaku” akan mulai berkomunikasi dengan orang-orang yang menulis hal yang sama dengannya. Dari hal ini muncul keinginan seorang “otaku” untuk menilai pemahaman orang lain tentang hal yang sama dengan apa yang ia bahas. Penilaian tersebut akan digunakan “otaku” sebagai referensi terhadap apa yang akan ia tulis berikutnya dalam blog. Hal ini akan membuat “otaku” tampil sebagai seorang yang independen karena ia memiliki kecenderungan menginginkan apa yang ia hasilkan berbeda dengan orang lain.

5. Keinginan untuk tampil kreatif (Desire to be creative)

Sebagai seseorang yang sangat kritis terhadap bidang yang dikuasainya, “otaku” seringkali merasa tidak puas terhadap karya-karya yang ia konsumsi. Misalnya ketika “otaku” tidak puas dengan bagian klimaks dan penutup sebuah cerita di dalam sebuah “manga”, maka ia cenderung akan berimajinasi mengenai klimaks dan penutup apakah yang cocok untuk “manga” tersebut. Beberapa di antara mereka berhasil mencurahkan imajinasi mereka ke dalam komik dan novel-novel “doujin”4 yang berhasil dijual dalam “comiket”5 dan terkadang menjadi salah satu karya yang lebih menarik dari karya aslinya. Dalam hal ini, “anime” yang akan dibahas yakni Lucky Star adalah salah satu karya hasil kreativitas “otaku”. Referensi6 yang dituliskan di dalam Lucky Star merupakan salah satu bukti imajinasi terhadap karya-karya yang dibaca penulis kemudian berhasil dicurahkan di dalam karya-karya tersebut.

6. Keinginan untuk masuk ke dalam grup (Desire to belong)

Seringkali dalam usahanya untuk melakukan lima tingkah laku sebelumnya, kesan dan pesan seorang “otaku” terhadap suatu karya tidak diterima oleh “otaku” lainnya. Namun sebaliknya, “otaku” juga punya orang yang mengerti apa yang ia pahami serta maksud sebenarnya dari kesan dan pesan tersebut. Para “otaku” yang saling mengerti satu sama lain ini kemudian cenderung membuat grup sebagai wadah mereka untuk saling bertukar pikiran. Dalam kaitan dengan pembuatan “doujin” dan penjualan di “comiket”, grup untuk saling bertukar pikiran ini dinamakan “circle”. Di dalam circle inilah seorang “otaku” merasa nyaman dan aman

      

4

Sebuah istilah untuk mendefinisikan karya-karya fiksi yang lahir dari pemikiran otaku

5

Festival yang diadakan oleh otaku sebagai tempat menjual karya-karya “doujin” mereka

6

Munculnya unsur-unsur karya lain seperti nama karakter di dalam sebuah karya sebagai pendukung karya tersebut

(10)

Gambar 2.1: Diagram proporsi tingkah laku family-oriented

“Otaku”

mengeluarkan imajinasi dan ide yang ada dalam pikirannya tanpa harus dimengerti oleh banyak orang.

2.2. Lima tipe “otaku” menurut intensitas masing-masing tingkah laku

Seorang “otaku” tidak selalu memenuhi enam prinsip tingkah laku yang telah diuraikan di atas. Kombinasi dari banyak atau tidaknya intensitas enam prinsip tersebut akan membentuk seorang “otaku” menjadi sebuah kelompok “otaku”. Dari enam prinsip tingkah laku di atas, Nomura Research Institute membagi “otaku” ke dalam lima kelompok, yakni:

1. “Otaku” yang berorientasi kepada keluarga (family-oriented “otaku”)

“Otaku” yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki ciri-ciri umum sudah berkeluarga dan menghabiskan sedikit uang dalam memenuhi keinginannya. “Otaku” tipe ini biasanya tampil sebagai seorang ayah yang secara diam-diam menggunakan uang sakunya untuk membeli barang-barang “otaku”. Seperti yang dituliskan pada diagram di samping, mereka tidak menginginkan sebuah identitas yang sama ataupun menonjolkan dirinya. Mereka hanya ingin mengoleksi dan ingin berdiskusi dengan satu grup yang memiliki pemikiran sama. Sesekali ia berkreasi dengan membuat “doujin” dari imajinasinya sebagai bentuk konkret dari keinginannya untuk berbeda dari orang lain.

Kelompok subkultur yang diminati oleh “otaku” yang termasuk dalam kelompok ini adalah “anime”, perakitan komputer, perjalanan wisata, dan perangkat audio-visual seperti home

theater. “Otaku” kelompok ini cenderung lebih dewasa dalam berpikir dikarenakan keadaan

mereka yang mengharuskan untuk menyembunyikan identitas sebagai “otaku” dalam masyarakat.

(11)

Gambar 2.2: Diagram proporsi tingkah laku “leaving my own

mark on the world” “Otaku”

Gambar 2.3: Diagram proporsi tingkah laku media-sensitive

multiple interest “Otaku”

2. “Otaku” yang ingin meninggalkan sesuatu kepada dunia mengenai hobi yang ia jalani (“leaving my own mark on the world” “otaku”)

“Otaku” tipe ini adalah “otaku” yang sangat menekuni bidang yang disukainya. “Otaku” yang termasuk dalam kelompok ini memiliki keinginan yang besar untuk tampil independen dan menonjol dari orang lain. Untuk mewujudkan hal tersebut, “otaku” tipe ini membuat blog yang membahas tentang hal yang disukainya. Sebagai bahan untuk mengisi blognya mereka membeli barang-barang “otaku” dan berimajinasi akan barang-barang yang mereka beli. Misalnya seorang “otaku” tipe ini akan membeli sebuah CD “anime” dan berse”manga”t menulis ulasan mengenai “anime” yang dinikmatinya. Mereka menginginkan suatu grup untuk memberikan ide yang ada di pikirannya namun mereka tidak terlalu membutuhkan identitas yang sama. Hal ini disebabkan oleh keinginan mereka untuk menonjol sehingga tidak masalah jika mereka berbeda dari “otaku” lain.

Kelompok “otaku” ini merupakan perkembangan dari istilah “maniak” dan “kolektor” yang sebelumnya berkembang dalam masyarakat. Subkultur yang dikuasai oleh “otaku” jenis ini adalah artis, perakitan komputer, perangkat audio-visual, perangkat gadget, mobil, dan kamera.

3. “Otaku” yang sensitif terhadap media dan memiliki ketertarikan yang banyak (media-sensitive multiple interest “otaku”)

(12)

“Otaku” yang tergolong dalam tipe ini adalah mereka yang memiliki ketertarikan yang banyak dalam subkultur yang berkaitan dengan “otaku”. Mereka lebih melihat hobi mereka sebagai suatu alat untuk menghibur mereka. Oleh karena itu “otaku” tipe ini adalah mereka yang mengkonsumsi barang-barang “otaku” dengan cukup besar. Mereka tidak menginginkan dirinya berbeda dengan “otaku” lain. Mereka lebih senang berada dalam suatu kelompok yang mengerti apa yang mereka katakan dan lakukan. Mereka menginginkan identitas dari kelompok yang mengerti mereka walau di sisi lain mereka juga ingin menonjol dari “otaku” lain dalam grupnya.

Tingkah laku utama “otaku” yang termasuk dalam tipe ini adalah keinginan mereka untuk mengetahui segala sesuatu. Namun di sisi lain, keinginan mereka untuk mengetahui segala sesuatu ini membuat mereka tidak bisa menguasai subkultur “otaku” manapun.

4. “Otaku” yang terbuka dan menerima masukan (outgoing and assertive “otaku”)

“Otaku” yang tergabung dalam tipe ini memiliki keinginan untuk berbagi pengetahuan tentang subkultur “otaku” yang dimilikinya kepada orang lain. “Otaku” tipe ini biasanya hidup di lingkungan dimana jumlah “otaku” sangatlah sedikit atau mungkin hanya dirinya. Ia kemudian mencoba untuk memberikan masukan kepada orang disekitarnya tentang subkultur “otaku” yang ia tekuni. Perlahan tapi pasti, orang-orang yang ada di sekitar “otaku” tipe ini akan memiliki standar nilai yang sama dengan “otaku” tersebut.

Perilaku konkret “otaku” yang termasuk tipe ini adalah “otaku” yang menceritakan tentang isi “anime” Dragon Ball kepada teman yang ia kenal. Teman yang ia kenal kemudian mengerti

Gambar 2.4: Diagram proporsi tingkah laku outgoing and

(13)

jika ada istilah “his power is over 9000”7 yang muncul ketika “otaku” berbicara mengenai pegulat yang baru mendapatkan juara dunia.

Dalam kaitannya dengan enam prinsip tingkah laku “otaku”, mereka menginginkan suatu identitas yang sama dalam lingkungan mereka. Mereka sedikit sekali berpikir tentang keinginan mereka untuk bergabung dengan teman sepemahaman mereka, karena mereka sibuk menjelaskan kepada orang yang tidak mengerti akan subkultur “otaku”. Mereka juga tidak ingin menonjol ataupun mencurahkan imajinasi mereka, karena mereka anggap hal tersebut akan mengganggu tujuan mereka untuk membuat identitas yang sama. Mereka memiliki keinginan untuk mengkoleksi yang cukup dan menginginkan dirinya menjadi pribadi yang tidak tergantung akan orang lain.

Subkultur yang dikuasai oleh “otaku” tipe ini adalah game, artis, perjalanan wisata, dan mode pakaian. Anime bukanlah subkultur yang dikuasai oleh “otaku” tipe ini, karena mereka sangat jarang membuka internet untuk berdiskusi ataupun membuat blog. Mereka hanya mengkoleksi apa yang mereka sukai untuk berbagi tentang hal tersebut kepada orang yang ada di sekitar mereka.

5. “Otaku” yang terobsesi dalam membuat “doujin” (fan-magazine obsessed “otaku”)

Kelompok “otaku” yang tergabung dalam tipe ini sebagian besar adalah perempuan usia 20 hingga 30 tahun. Mereka tidak terlalu terobsesi dalam mengumpulkan barang-barang “otaku”. Mereka cenderung hanya mengumpulkan satu barang yang mereka paling sukai. Misalnya seorang “otaku” yang terobsesi dengan musik pop. Ia akan mendengarkan seluruh musik pop, tapi ia hanya membeli CD dari satu atau dua penyanyi saja. Mereka juga tidak terlalu membutuhkan identitas yang sama ataupun grup untuk berbagi, karena mereka menganggap hobi mereka adalah hobi yang khusus untuk mereka. Mereka tidak menginginkan untuk

      

7

Kalimat ini adalah referensi terhadap kata-kata Bezita kepada Son Goku di manga Dragon Ball. Kalimat ini diucapkan ketika Son Goku menjadi kuat.

Gambar 2.5: Diagram proporsi tingkah laku outgoing and

(14)

menjadi seseorang yang tidak bergantung kepada orang lain, karena penjualan “doujin” mereka sangat tergantung kepada hubungan mereka dengan orang lain.

Agar mereka menjadi pribadi yang kreatif, mereka harus menonjol sedikit dari “otaku” lain. Laki-laki yang masuk ke dalam kelompok ini biasanya merupakan “otaku” yang berorientasi kepada “Akiba”8 ataupun “Moe”9. Misalnya seorang “otaku” laki-laki yang membuat maid cafe yang konsepnya berasal dari akihabara dan menonjolkan unsur moe ke dalam pelayanannya. Subkultur yang dikuasai oleh “otaku” tipe ini sebagian besar adalah komik. Meski dalam perkembangannya “otaku” yang menguasai subkultur artis, game, “anime”, dan lain-lain juga termasuk dalam kelompok “otaku” tipe ini.

2.3. Tingkah laku “otaku” yang diperlihatkan karakter Izumi Konata dalam “anime” Lucky Star

2.3.1. Latar Belakang Karakter Izumi Konata

Seperti yang sudah diuraikan dalam bagian pendahuluan makalah ini, Lucky Star merupakan komik sisipan dari majalah “Comptiq” yang terbit setiap bulannya. Komik sisipan ini membahas mengenai kejadian sehari-hari tokoh utama bernama Izumi Konata yang merupakan seorang “otaku”. Pada tahun 2007 sebuah studio “anime” bernama Kyoto Animation membuat “anime” yang mengadaptasi komik tersebut.

Di dalam “anime”, Konata digambarkan memiliki keahlian yang luar biasa dalam bidang atletik. Tetapi demi memenuhi keinginannya sebagai seorang “otaku”, Konata tidak mengikuti klub atletik apapun.

      

8

Merupakan singkatan dari Akihabara, nama tempat di Tokyo yang menjual barang-barang “otaku”

9

Tingkah laku menonjolkan kecantikan diri menggunakan referensi dari karya subkultur “otaku” Gambar 2.6: Salah satu adegan di anime yang menampilkan

(15)

Selain memiliki keahlian di dalam bidang atletik, Konata juga memiliki keahlian di dalam bidang akademik. Namun tidak seperti kebanyakan orang yang mendapatkan nilai bagus setelah belajar bersungguh-sungguh, Konata mendapatkan nilai bagus setelah ia belajar semalam saja. Hal ini yang membuat salah satu teman Konata, Hiiragi Kagami seringkali kesal dengannya.

Meskipun ia merupakan seorang “otaku”, ia tetap bisa tampil berdiskusi dengan teman baiknya yakni Takara Miyuki dan saudara kembar Hiiragi Kagami dan Hiiragi Tsukasa. Seluruh episode “anime” mengisahkan tentang bagaimana ia tampil berinteraksi sehari-hari dengan teman baiknya. Misalnya saja ketika teman-temannya membicarakan tentang dokter gigi, ia mampu mengikuti arah pembicaraan mereka. Tetapi di dalam pikirannya ia memikirkan hal yang lain, sebuah humor yang hanya dapat diketahui oleh orang yang mengenal “otaku” sebagai orang yang memiliki daya imajinasi tinggi. Ketika teman Konata yakni Takara Miyuki dan Hiiragi Tsukasa berbincang mengenai dokter gigi yang dikenal membawa bor dan suntik, yang ada di pikiran Konata adalah robot dokter gigi yang membawa bor bersama asistennya.

Gambar 2.7: Konata menunjukkan hasil ujiannya yang mendapatkan nilai 86.

(16)

Gambar 2.9: Konata menjelaskan mengapa perubahan pengisi suara pada anime merupakan hal yang penting.

Dari uraian singkat di atas dapat diketahui bahwa Izumi Konata digambarkan sebagai “otaku” yang sangat terbuka dengan orang lain. Ia mampu berinteraksi secara wajar dengan orang lain yang bukan seorang “otaku”. Ia pun memiliki kemampuan akademik dan atletik di atas rata-rata, namun ia memilih untuk menjadikan dirinya seorang “otaku” dan tenggelam pada “anime” dan “manga” yang disukainya. Namun ia bukanlah seorang “otaku” yang berusaha mempengaruhi seluruh orang yang ada di sekitarnya. Ia hanya berusaha membuat tiga teman dekatnya tersebut mengerti apa yang ia bicarakan.

2.3.2 Enam prinsip tingkah laku “otaku” yang ditunjukkan oleh Izumi Konata 2.3.2.1 Keinginan untuk identitas yang sama

Di dalam “anime” Lucky Star, terlihat dengan sangat jelas bahwa Konata menginginkan tiga teman baiknya untuk mengerti apa yang ia katakan. Seperti yang terlihat berikut ini di dalam sebuah adegan pada episode 2 “anime” Lucky Star. Ketika Konata mengatakan bahwa “anime” yang akan mengadaptasi “manga” kesukannya memiliki pengisi suara yang berbeda dengan versi Drama CD10, Kagami mengatakan bahwa ia tidak mengerti apa maksudnya. Kemudian Konata menjelaskan kepada Kagami bahwa perbedaan pengisi suara yang ada merupakan salah satu bentuk dunia yang berbeda dengan dunia drama CD “manga” tersebut. Kagami kemudian menutup pembicaraan dengan mengatakan “anta wa “otaku” rashii okyaku da na”

(あ ん た は お 宅 ら し い お 客 だ な 。Terjemahan: Kamu adalah seorang pelanggan yang

tingkah lakunya mirip seorang “otaku”). Hal ini dikatakan Kagami karena seorang “otaku” selalu menaruh perhatian terhadap hal kecil yang ada pada karya yang ia sukai.

      

10

Sebuah CD berisikan monolog karakter manga atau anime yang pada dasarnya menampilkan karakter tersebut di dalam sebuah situasi dan menampilkan pendengar seakan-akan berada di dalam cerita tersebut.

(17)

Dari tingkah laku Konata tersebut dapat terlihat bahwa Konata menginginkan standar nilai yang sama dengan dirinya. Ketika Kagami tidak mempunyai standar nilai yang sama mengenai pengisi suara di “anime”, Konata kemudian menjelaskan pentingnya pengisi suara di “anime”. Hal ini dapat berarti Konata menginginkan suatu identitas yang sama antara dirinya dengan teman-temannya.

2.3.2.2 Keinginan untuk mengkoleksi sesuatu

Salah satu tingkah laku “otaku” yang merepresentasikan secara umum seorang “otaku” adalah keinginannya untuk mengkoleksi segala sesuatu. Dalam hal ini Konata menunjukkan tingkah laku seorang “otaku” tersebut dalam sebuah adegan di episode 3. Adegan ini menceritakan tentang Kagami yang bertanya kepada Konata apakah ia menggunakan Quo Card, yakni sebuah kartu bergambar “anime”, setelah dibeli olehnya. Konata menjawab ia tidak memakai kartu yang dia beli. Konata kemudian menjelaskan bahwa alasan ia mengumpulkan kartu tersebut untuk dikoleksi adalah untuk memenuhi keinginannya sebagai seorang penggemar Quo Card. Ia menambahkan bahwa untuk memenuhi keinginannya ini ia rela membeli tiga kartu sekaligus sebagai koleksi. Konata mengatakan bahwa ketiga kartu tersebut memiliki fungsi masing-masing. Kartu pertama akan ia simpan sebagai koleksi tetap dan akan disimpan di kotak khusus yang tidak akan pernah ia buka. Kartu kedua akan ia simpan di tempat biasa dan terkadang akan ia buka untuk melihatnya. Sedangkan kartu terakhir akan ia pakai untuk memperlihatkan kekayaannya.11

Karena Kagami tidak mengerti apa maksud Konata dengan memperlihatkan kekayaan, ia bertanya apa maksud Konata tersebut. Konata menjelaskan bahwa seseorang lebih tenang jika ia memiliki setidaknya dua atau tiga barang yang sama untuk sebuah barang yang benar-benar

      

11

Konata mengatakan”fukyou” (富強) yang berarti kemakmuran

Gambar 2.10 Kagami bertanya kepada Konata alasan ia mengumpulkan Quo Card.

(18)

ia inginkan. Kagami terlihat bingung atas penjelasan Konata. Konata kemudian mengatakan ia mengerti bahwa tidak seperti Kagami, ia adalah seorang “otaku” yang aneh karena memiliki pemikiran seperti itu.

Dari penggalan episode tiga di atas dapat diketahui bahwa ada perasaan yang tinggi dari Konata untuk mengumpulkan barang-barang “otaku”. Hal ini ditunjukkan dengan penjelasan yang detail menggambarkan alasan ia mengumpulkan barang-barang tersebut. Dengan demikian Konata menunjukkan tingkah laku keinginan untuk mengkoleksi yang sangat besar. 2.3.2.3 Keinginan untuk menonjolkan diri

Seorang “otaku” tidak selalu menonjolkan apa yang ia punya kepada orang lain. Ia biasanya hanya menonjolkan dirinya pada “otaku” lain yang memiliki hobi yang sama dengan dirinya. Keinginan untuk tidak selalu menonjolkan kemampuannya ini terlihat pada gambar 2.7 sebelumnya. Ketika Konata tidak ingin menonjolkan kemampuannya dalam mengingat satu pelajaran penuh dalam satu malam, ia dengan santai mengerjakan ujian seperti biasa dan menunjukkan hasilnya kepada Kagami tanpa adanya keinginan untuk sombong. Namun dalam suatu adegan episode 3, Konata menonjolkan dirinya. Hal ini terjadi ketika Kagami secara jelas ingin menantang dirinya dalam permainan game yang merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki Konata. Dengan sekejap Konata mengalahkan Kagami, bahkan di permainan asah otak yang diyakini Kagami dapat dimenangkannya.

Gambar 2.11 Konata berusaha menjelaskan alasan ia mengumpulkan tiga Quo Card yang sama.

(19)

Dari tingkah laku Konata tersebut dapat diketahui bahwa tidak seperti tingkah “otaku” pada umumnya yang menonjolkan dirinya lewat tulisan di internet, Konata juga menonjolkan dirinya kepada teman-teman yang ada di sekitarnya. Namun pada sebuah adegan di episode 10 Konata menunjukkan keahliannya dalam berbincang dengan teman-teman “otaku”-nya di ruang chat. Hal ini menyiratkan bahwa Konata juga menonjolkan dirinya di internet lewat ruang chat.

2.3.2.4 Keinginan untuk tampil independen atau tak tergantung orang lain

Sebagai seorang “otaku”, Konata menunjukkan bahwa ia ingin tampil independen, tidak terpengaruh perkataan ataupun tingkah laku “otaku” lain. Seperti yang ditampilkan pada episode dan adegan yang sama dengan gambar 2.10 dan 2.11, Konata berkata bahwa seorang kolektor seperti dia seharusnya tidak menjual apa yang ia koleksi ke internet. Ia beranggapan bahwa kolektor-kolektor seperti itu bukanlah seorang kolektor sejati seperti dirinya. Pemikiran ini menyiratkan Konata memiliki pribadi yang independen, karena ia memiliki

Gambar 2.10 Aksi Konata menonjolkan dirinya pada Kagami.

Gambar 2.11 Konata memperlihatkan cara ia menulis ketika di ruang chat.

(20)

pendapat sendiri tentang bagaimana seharusnya “otaku” menjaga koleksinya. Ia berargumen bahwa seharusnya seorang “otaku” tidak pernah menjual koleksinya dengan alasan apapun.

2.3.2.5 Keinginan untuk tampil kreatif

Dengan hobinya sebagai seorang “otaku”, Konata dituntut untuk menghasilkan uang lebih dari uang saku yang ia dapatkan dari ayahnya. Oleh karena itu dalam suatu adegan di episode 2 Konata berusaha untuk mendapatkan pekerjaan. Mengingat tingkah lakunya sebagai seorang “otaku”, Kagami dan Tsukasa ragu apakah Konata mendapatkan pekerjaan yang cocok sesuai dengan kemampuannya. Namun ternyata Konata berhasil mendapatkan pekerjaan di tempat yang cocok untuk dirinya, yakni sebuah “Cosplay Cafe”.12 Dari adegan tersebut dan di sepanjang “anime” dapat terlihat bahwa Konata tidak menyalurkan kreativitas dan daya imajinasi yang dimilikinya untuk membuat “manga” seperti yang dilakukan “otaku” pada umumnya. Pada sebuah adegan di episode 4 ia menyalurkan kreativitasnya dengan memberikan ide-ide baru untuk cafe tempat ia bekerja.

      

12

Sebuah cafe dimana pelayan restorannya mengenakan pakaian dan melakukan tingkah laku yang sama dengan yang dikenakan karakter di anime atau manga.

Gambar 2.11 Konata memiliki pendapat tersendiri mengenai bagaimana seorang “otaku” mengkoleksi barang-barangnya.

Gambar 2.12 Konata menjawab pertanyaan Kagami dan Tsukasa mengenai pekerjaan yang ia lakukan.

(21)

2.3.2.6 Keinginan untuk masuk ke dalam grup

Seorang “otaku” menginginkan sebuah grup untuk berbagi pengetahuan dan pendapatnya mengenai “anime” dan “manga”. Sebagai seorang “otaku”, Konata juga melakukan hal tersebut. Dalam sebuah adegan di episode 2, Konata mengatakan bahwa ia memiliki seratus orang teman. Sebagai perbandingan dengan orang biasa, memiliki seratus teman merupakan hal yang luar biasa. Namun bagi seorang “otaku”, pertemanan yang ada hanyalah sebatas di internet. “Otaku” hanya menginginkan sebuah grup untuk berbagi ide tentang hobi mereka dengan sesama “otaku”, tidak lebih dari itu. Hal ini terlihat pada gambar 2.15 yakni Konata menginginkan salah satu temannya di internet yang merupakan gurunya sendiri untuk mengesampingkan kehidupan pribadi Konata sebagai seorang pelajar. Sedangkan sebuah ikatan pertemanan yang ada pada diri manusia secara umum adalah berbagi hal secara intim kepada orang lain, baik itu tentang hobi maupun tentang kehidupan pribadi masing-masing.13

 

      

13

Conger, John Janeway; Galambos, Nancy, Adolescence and youth: psychological development in a changing world (5th ed. ed.), ( New York: Longman, 1997).

Gambar 2.13 Konata sedang memikirkan menu baru apa yang cocok untuk dihidangkan di cafe tempat ia berkerja.

Gambar 2.14 Konata mengatakan bahwa ia memiliki seratus teman.

(22)

3. Kesimpulan dan Saran

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Konata adalah seorang “otaku” yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki keinginan untuk identitas yang sama namun intensitasnya tidak tinggi, dikarenakan tingkah laku Konata yang hanya menginginkan teman dekatnya saja memahami dirinya.

2. Memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk mengkoleksi sesuatu, diperlihatkan dengan tingkah laku Konata yang membeli tiga barang yang sama untuk memastikan ia mengkoleksi barang tersebut.

3. Memiliki keinginan untuk menonjolkan diri yang cukup tinggi namun ia tidak menulisnya ke dalam blog. Ia hanya menonjolkan diri di hadapan teman-temannya dan memberikan pendapatnya ke dalam ruang chat.

4. Ia tidak memiliki keinginan yang tinggi untuk tampil independen namun ia tetap memiliki pendapat mengenai bagaimana seharusnya seorang “otaku” berbuat.

5. Konata memiliki keinginan tinggi untuk masuk ke dalam grup. Hal ini ditunjukkan dengan rasa percaya dirinya akan seratus orang teman yang ia punya dalam grup.

Sebuah tingkah laku “otaku” yang tidak tercermin dalam diri Konata ialah keinginan untuk tampil kreatif. Hampir dipastikan ia tidak memiliki kreativitas yang cukup tinggi, namun tingkah laku yang diperlihatkan oleh Konata pada saat memilih pekerjaan yang cocok bagi seorang “otaku” dan keinginannya untuk kreatif dengan berkontribusi lewat pembuatan menu untuk tempat kerjanya merupakan tanda bahwa ia memiliki sedikit kreativitas. Meski

Gambar 2.15 Salah satu teman Konata adalah guru yang mengajar di sekolahnya.

(23)

demikian tingkah laku kreatif tersebut tidak termasuk tingkah laku “otaku”. Hal ini dikarenakan tingkah laku kreativitas seorang “otaku” menurut Nomura tercurahkan dalam “doujin” yang dibuatnya.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkah laku “otaku” Konata sesuai dengan ciri-ciri “otaku” yang sensitif terhadap media dan memiliki ketertarikan yang banyak (media-sensitive multiple interest “otaku”). Tingkah laku Konata menunjukkan sebuah tingkah laku “otaku” yang ideal, yakni seseorang yang tidak hanya mampu berkomunikasi dengan orang lain di dunia nyata namun juga memahami dunia “otaku” secara dalam. Meski Konata hanya sebuah karakter fiksi namun hal tersebut tercermin di dunia nyata dengan diterimanya sektor “otaku” sebagai sektor ekonomi kreatif oleh Jepang.14

Sebagai saran untuk penelitian lebih lanjut, hasil makalah ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian di bidang psikologi dan ekonomi. Dengan adanya enam prinsip tingkah laku ini, seorang psikolog dapat menentukan bagaimana mengembangkan kreativitas seorang “otaku” tanpa harus membuat dirinya terkucilkan dari teman-temannya. Seorang ekonom dapat menggunakan makalah ini sebagai acuan bagaimanakah efek dari enam prinsip tingkah laku ini mempengaruhi ekonomi Indonesia sebagai salah satu konsumen budaya “otaku” yang besar di Asia Tenggara.

4. Daftar Pustaka Sumber Buku

Nomura Research Institute. Otaku Ichiba no Kenkyuu (Otaku Marketing). Tokyo:Touyou Economic News Company, 2005.

Azuma, Hiroki. Otaku: Japan's database animals. University of Minnesota Press, 2009.

Kinema Movie Research Institute. “Nichijou-kei “anime”” hitto no housoku. Tokyo:Kinema Report Company Committee, 2011.

Conger, John Janeway; Galambos, Nancy, Adolescence and youth: psychological development in a changing world (5th ed. ed.). New York: Longman, 1997.

Hiroyasu, Kai. Otaku no kousatsu: yonsen okuen no “otaku” shijiyou wa koushite umareta.

Tokyo:C&R Research Company, 2008.

Morinaga, Takurou. Moe keizaigaku. Tokyo:Kodansha, 2005.

      

14

Choo, Danny. “Creative Industries Internationalization Committee”.

http://www.dannychoo.com/en/post/26903/Creative+Industries+Internationalization+Committee.html (23 Februari 2015)

(24)

Sumber Gambar

Gambar 2.1 hingga Gambar 2.6: Nomura Research Institute. Otaku Ichiba no Kenkyuu (Otaku Marketing). Tokyo:Touyou Economic News Company, 2005.

Gambar 2.7 hingga Gambar 2.15: Kyoto Animation. Lucky Star. Kyoto, 2007. Sumber subtitle bahasa Inggris oleh grup fansub EnA dan JEEB.

Sumber Internet

Choo, Danny. “Creative Industries Internationalization Committee”.

http://www.dannychoo.com/en/post/26903/Creative+Industries+Internationalization+Committe e.html (23 Februari 2015)

Gambar

Gambar 2.1: Diagram proporsi  tingkah laku family-oriented
Gambar 2.4: Diagram proporsi  tingkah laku outgoing and
Gambar 2.5: Diagram proporsi  tingkah laku outgoing and
Gambar 2.6: Salah satu adegan di anime yang menampilkan  alasan Konata mengapa ia tidak mengikuti klub atletik.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses pencernaan makanan yang terjadi pada organ 4 adalah ...!. Amilum menjadi maltosa oleh

sehingga informasi secara tahunan perusahaan dapat diketahui, tidak mengalami delisting selama periode penelitian, menyajikan lapor- an keuangannya dalam satuan mata uang

disimpulkan bahwa hipotesis diterima. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode kerja kelompok terhadap

Dengan melihat hasil pengujian yang diperoleh, maka pembuatan sistem ini telah memenuhi tujuan awal dari penelitian, yaitu membuat sistem navigasi gedung SMK Pancasila

Tulisan ini hendak memberikan legal problem solving terhadap permasalahan penumpukan perkara pidana di Indonesia yang hingga saat ini belum mampu terpecahkan,

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

[r]

Berkaitan dengan hal tersebut, peserta diharuskan membawa print out dokumen penawaran asli (bermaterai, tanda tangan dan stempel basah) serta dokumen asli