• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Latar belakang

Kebutuhan konsumsi gula di Indonesia sejak tahun 1970-an selalu melebihi kapasitas produksi dalam negeri sehingga menyebabkan Indonesia menjadi negara pengimpor gula. Indonesia telah mengimpor gula sejak tahun 1980-an dengan kapasitas impor yang terus meningkat hingga sekarang. Pemerintah Indonesia mengatur tataniaga gula tersebut secara langsung karena komoditas tersebut menguasai hajat hidup sebagian besar masyarakat Indonesia.

Pemerintah sebelumnya pernah mencanangkan swasembada gula pada tahun 1991 namun tidak tercapai karena masih rendahnya kapasitas produksi gula secara nasional. Rendahnya produksi gula dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari pemilihan bibit, teknologi tanam, budidaya, pemanenan, dan pengolahan gula di pabrik. Di Indonesia, produksi gula diperoleh dari pengolahan tebu (Saccharum officinarum). Pengalaman produksi dalam dasawarsa 1980-an lebih menekankan pada perluasan areal tanaman tebu tanpa diikuti peningkatan produktivitas dalam semua tahap produksi. Contohnya, peningkatan produksi melalui perluasan areal tanaman tanpa memperhatikan kualitas bibit tebu (rendemen rendah) hanya akan memberatkan instalasi pabrik sehingga produksi menjadi tidak ekonomis dan boros. Kondisi mesin pengolahan di pabrik yang sering rusak saat proses produksi berlangsung (downtime) juga mempengaruhi penurunan rendemen gula yang diperoleh.

Industri gula sebagai industri yang sudah lama berkembang, saat ini sedang mencapai tahap pematangan. “Trend” teknologi yang sedang diupayakan oleh industri-industri gula khususnya di negara maju mengarah pada peningkatan kecepatan pengolahan sambil memperbaiki proses recovery gula. Teknologi yang dikembangkan pada industri gula tersebut meliputi komputasi aliran dinamik, pencarian bahan baku baru, peralatan elektronik digital, pemilihan peralatan pengolahan yang efisien, otomatisasi mesin dan pengembangan teknologi informasi (Alvarez dan Johnson, 2003). Berbagai metode pengukuran cepat pada tebu, nira tebu dan gula hasil pengolahan telah banyak dikembangkan industri gula di negara-neraga maju seperti metode pengukuran dextran pada nira secara cepat (Day dan Rauh, 2003) dan metode pengukuran karakteristik gula mentah menggunakan spektrometer inframerah (Madsen II,

(2)

White dan Rein. 2003). Semua peralatan pengukuran terinstalasi pada pabrik sehingga memudahkan proses pengontrolan. Perkembangan lain dari industri gula adalah penggunaan membran sebagai metoda pemurnian nira tebu, diantaranya dengan menggunakan membran ultrafiltrasi yang dapat menghasilkan nira dengan warna lebih cerah, mengurangi dextran hingga 100% dan mengurangi polisakarida hingga 76% (Kaseno, Wulyoadi dan Koesnandar, 2003). Kinerja produksi industri gula juga diperbaiki melalui pengembangan berbagai metode manajemen, misalnya aplikasi sistem manajemen perawatan terkomputerisasi (Computerized Maintenance Management System / CMMS) (Elliott, 2003) yang dapat mengatasi dampak downtime pabrik dan mengoptimalkan produksi. Semua upaya-upaya yang dijelaskan diatas ditujukan untuk meningkatkan kapasitas produksi gula yang bermutu sekaligus meningkatkan keuntungan perusahaan.

Perkembangan industri gula di negara-negara maju didukung dengan teknologi yang aplikasinya membutuhkan investasi yang cukup besar. Kenyataannya industri gula di Indonesia, khususnya industri gula milik pemerintah, kurang didukung dengan investasi yang memadai, terutama investasi untuk peralatan pengolahan. Pemilihan penerapan teknologi industri gula di Indonesia diupayakan tidak membutuhkan investasi yang terlalu besar untuk keuntungan maksimal (rendemen gula tinggi).

Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendemen gula rendah di pabrik-pabrik gula di Indonesia adalah masalah downtime pabrik yang disebabkan kerusakan mesin yang sudah tua usia teknisnya. Masalah downtime pabrik adalah terhentinya proses produksi, sehingga nira yang sedang diolah menjadi terbuang atau tetap digunakan tetapi kadar sukrosa dalam nira sudah sangat rendah akibat kerusakan enzimatis dan mikrobiologis. Upaya mengganti mesin yang sering rusak dengan membeli mesin baru membutuhkan investasi besar terutama bila dilakukan secara bersamaan untuk seluruh pabrik. Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan penambahan bahan pengawet ke dalam nira tebu agar kadar sukrosa didalamnya dapat dipertahankan secara maksimal. Sukrosa adalah gula yang akan dikristalkan dalam pengolahan nira tebu dan secara langsung jumlahnya menunjukan rendemen tebu. Selain downtime yang disebabkan kerusakan mesin pengolahan, terdapat downtime lain berupa waktu pencucian evaporator dari endapan-endapan gula yang juga dapat mempercepat reaksi invertase. Inversi

(3)

sukrosa menjadi meningkat setelah terbentuknya endapan, 3-4 hari setelah pembersihan evaporator (Eggleston, Monge dan Ogier, 2003).

Penurunan kadar sukrosa juga dapat terjadi selama proses pengolahan, terutama sejak tahap ekstraksi hingga evaporasi. Kondisi proses pengolahan dapat mempengaruhi aktivitas enzimatis dan mikrobiologis dalam nira tebu. Kondisi proses pengolahan tersebut meliputi pH, suhu, waktu, migrasi komponen logam peralatan pengolahan dan pengadukan. Permasalahan ini dapat diatasi dengan pemilihan kondisi proses pengolahan yang tepat dan dapat juga ditambahkan pengawet yang bersifat inhibitor enzim atau antimikrobial ke dalam nira tebu.

Tanaman tebu (Saccharum sp.) adalah salah satu sumber bahan baku industri gula. Sumber gula lainnya adalah tanaman sugar beet yang banyak dikembangkan di Eropa Utara dan Amerika Utara. Pemanenan tanaman tebu ditandai dengan pencapaian kadar sukrosa dalam batang tebu yang maksimal. Berbagai penelitian tentang akumulasi sukrosa dalam batang tebu telah banyak dilakukan, diantaranya adalah pemodelan akumulasi sukrosa dalam tebu (Rohwer, dan Frederik, 2001), efek suhu terhadap metabolisme sukrosa dalam tebu selama pertumbuhan (Lingle, 2004), pemodelan estimasi kematangan tebu (Scarpari, dan de Beauclair, 2004) dan hubungan akumulasi sukrosa dengan aktivitas invertase (Zhu, Komor dan Moore, 1997).

Penurunan kadar sukrosa dalam proses pengolahan nira tebu menjadi gula dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu reaksi enzimatis (terutama invertase), reaksi mikrobiologis dan kondisi proses yang secara tidak langsung mempercepat reaksi enzimatis dan mikrobiologis (pH, suhu, waktu, agitasi, dan lain-lain).

Reaksi enzimatis yang memicu kerusakan nira tebu karena penurunan kadar sukrosa adalah reaksi invertasi. Reaksi invertasi dikatalis oleh enzim invertase yang terdapat dalam nira tebu, menginvertasi sukrosa sehingga menghasilkan glukosa dan fruktosa. Aktivitas invertase ini menyebabkan kadar sukrosa semakin berkurang dalam nira tebu. Invertase pada tanaman tebu telah diteliti aktivitasnya, optimum pada pH 7.2 dan suhu 600 C (Rahman, Palash dan Fida, 2004, Vorster dan Frederik, 1998).

Aktivitas invertase dalam nira tebu hasil ekstraksi adalah aktivitas yang harus dicegah agar kadar sukrosa dapat dipertahankan (rendemen gula tidak menurun). Reaksi invertasi pada sukrosa dengan katalis invertase dapat

(4)

dihambat oleh substrat (sukrosa) dan produk (glukosa dan fruktosa) reaksi itu sendiri dengan model inhibisi non-kompetitif (Filho, Hori dan Ribero, 1999). Substrat sukrosa dapat menghambat reaksi invertasi pada konsentrasi 80% (b/v). Produk reaksi invertasi adalah, glukosa dan fruktosa, dapat menghambat aktivitas invertase masing-masing sebesar 27% dan 37% (Vorster dan Frederik, 1998). Aplikasi glukosa dan fruktosa sebagai inhibitor invertase pada proses pengolahan nira tebu menjadi gula menimbulkan permasalahan lain yaitu rendahnya rendemen proses kristalisasi gula karena terhambat oleh glukosa dan fruktosa yang terakumulasi dalam sirup. Jenis inhibitor lain yang dapat menghambat aktivitas invertase adalah beberapa jenis garam, terutama HgCl2, FeCl2, CuCl2 dan CdCl2, yang dapat menurunkan aktifitas hingga 45-99% (Mahbubur Rahman, et.al., 2004, Vorster dan Frederik, 1998). Aplikasi garam-garam tersebut dalam pengolahan nira tebu juga tidak dapat dilakukan karena garam-garam tersebut bukan golongan food grade.

Penyebab lain kerusakan nira tebu adalah reaksi mikrobiologis. Salah satu mikroba yang dapat mengkontaminasi tebu dan niranya adalah Leuconostoc mesenteroides, dengan kemampuannya mengkonversi sukrosa menjadi fruktosa dan dextran. Kerusakan lebih lanjut dari degradasi sukrosa adalah terbentuknya asam-asam organik seperti asam laktat dan asetat (Mathlouthi, 2000). Upaya mencegah kerusakan akibat reaksi mikrobiologis ini salah satunya adalah dengan menambahkan antimikrobial, seperti natrium benzoat dan larutan amoniak (Bobadilla dan Preston, 1981, Duarte, Elliott dan Preston, 1981).

Secara tradisional petani nira menggunakan bahan-bahan alami tertentu sebagai pengawet seperti akar kawao, kulit dan buah manggis, laru janggut, kulit batang kusambi, remasan daun jambu mete, tangkal dan kulit batang nangka, serta kulit batang ralu (Sedarnawati, Suliantari dan Iwan, 1999) dan mendidihkan nira secepat mungkin selama menunggu waktu proses pengolahan. Tujuan pemanasan selain membunuh mikroorganisme dalam nira dapat juga berfungsi menginaktivasi enzim. Bahan-bahan alami yang selama ini dipakai oleh petani belum banyak diidentifikasi komponen aktifnya, apakah bersifat inhibitor enzim atau antimikrobial. Selama ini penggunaan bahan-bahan tersebut hanya didasarkan pada pengalaman bahwa dengan penambahan bahan-bahan tersebut terbukti mencegah nira menjadi asam yang pada akhirnya gula padat atau kristal yang dihasilkan lebih banyak.

(5)

Akar kawao (Millettia sericea) dan kulit batang manggis (Garcinia mangostana) termasuk bahan pengawet yang sering dipakai petani aren tradisional. Menurut Teysmann dalam Menninger (1970), orang Jawa memberikan sepotong akar kawao dalam cairan palem yang masih segar agar cairan tersebut (nira) tidak menjadi asam. Bila petani tidak menemukan akar kawao, mereka menggantinya dengan kulit batang atau buah manggis sebagai pengawet.

Aplikasi penggunaan pengawet dalam nira tebu memerlukan kondisi proses tertentu agar dihasilkan kinerja pengawetan yang optimal. Pengaturan pH, suhu dan waktu reaksi mempengaruhi laju reaksi enzimatis dan mikrobiologis. Waktu reaksi berhubungan dengan lamanya reaksi bahan pengawet bekerja hingga kehilangan aktivitas pengawetannya disebabkan kehabisan bahan aktif. Optimasi produksi diperlukan dengan mengkombinasikan kondisi-kondisi proses tertentu dengan konsentrasi tertentu bahan pengawet.

Berdasarkan pemaparan diatas maka penelitian untuk menguji kemampuan akar kawao dan kulit batang manggis menghambat laju degradasi sukrosa dalam nira tebu perlu dilakukan. Aplikasi kedua bahan pengawet alami tersebut juga perlu diuji dengan kondisi proses tertentu agar menghasilkan aktivitas optimal untuk menghambat laju degradasi sukrosa dalam nira tebu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi sukrosa dalam nira tebu dengan penambahan bahan pengawet (akar kawao dan kulit batang manggis) dan (2) mengetahui perubahan kualitas nira tebu selama penyimpanan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan untuk (1) mendapatkan informasi faktor-faktor penghambat degradasi nira tebu dengan aplikasi bahan pengawet akar kawao dan kulit batang manggis, (2) menyediakan data yang dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya, (3) memberikan masukan kepada peneliti dan pengelola pabrik nira tebu untuk mendapatkan produksi gula dari nira tebu yang lebih baik.

(6)

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Karakterisasi nira tebu

2. Analisis fitokimia akar kawao dan kulit batang manggis.

3. Pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi sukrosa dalam nira tebu berupa pengujian suhu, pH, nisbah pengawet dan lama inkubasi terhadap perubahan kadar sukrosa dan gula pereduksi.

4. Pengujian perubahan kualitas nira tebu berupa perubahan kadar sukrosa, gula pereduksi, total asam dan nilai pH selama penyimpanan.

5. Perhitungan kebutuhan bahan pengawet (akar kawao dan kulit batang manggis) untuk aplikasi industri gula dari nira tebu.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari wawancara dalam studi pendahulu- an yang dilakukan peneliti pada salah satu perawat IGD menjelaskan kurang terlibat dalam pengambilan keputusan terkait

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji.Hasil penapisan pada

Penelitian ini bertujuan agar mengetahui sifat gelatin hasil ekstraksi dari ikan patin yang dibandingkan dengan gelatin ikan komersil sehingga dapat dijadikan sebagai bahan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai uji efek analgesik ekstrak daun mahkota dewa ( Phaleria macrocarpa ) pada mencit ( Mus musculus ), maka dapat disimpulkan

Hal ini disebabkan dengan adanya perlakuan aerasi dan agitasi ini kandungan serta nutrisi yang didukung dengan cukupnya oksigen didalam media mampu terdistribusi

Komponen yang dimaksud adalah tujuan yang ingin dicapai, bahan/pesan yang menjadi isi interaksi, peserta didik yang aktif mengalami proses pembelajaran, metode

Tema Sejarah Melayu yang dilahirkan oleh pengarang yang mempunyai kepentingan yang sama dengan raja penaungnya di dalam menegakkan kedudukan. Melaka berdasarkan falsafah hormat

Kecuali sebagaimana disebutkan dalam jaminan ini dan sebatas yang diizinkan oleh undang-undang yang berlaku, ASUS tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung, khusus,