• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diferensial pada perhitungan Farmasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diferensial pada perhitungan Farmasi"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PENGGUNAAN TURUNAN DALAM BIDANG KESEHATAN DAN FARMASI

Dibuat untuk memenuhi tugas Matematika Dosen: Andes Safarandes, S,Pd. M.Pd

Disusun Oleh: Kelompok 2  Siti Hufi Hutami  Eni Nuraeni  Dewanta Arya  Deni Supriatna  Viqi Eka  Fauzi Akbar  Rozak  Maretsa

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITS BUANA PERJUANGAN KARAWANG

TAHUN AJARAN 2015-2016 KATA PENGANTAR

(2)

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin. Tidak lupa dukungan semua pihak dalam pembuatan makalah ini.

Bila menghubungkan matematika dan semua bidang memang tidak ada habisnya selalu ada penerapannya dengan kata lain bahwa matematika bisa dikatakan “Mother Of Unit” sehubungan karena kami adalah mahasiswa kesehatan khususnya bidang farmasi, disini kami akan memaparkan hasil yang telah kami lakukan pencarian dengan sumber text book maupun journal penelitian dari orang-orang diatas kami.

Pada makalah tentang “Penggunaan Turunan Dalam Bidang Kesehatan dan Farmasi” akan dipaparkan pada bagian apa saja turunan ini digunakan serta contoh perhitungannya.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini menjadi manfaat yan tadinya tidak tahu menjadi tahu. Kritik dan saran yang membangun akan kami terima dengan senang hati.

Karawang, November 2015

(3)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... 1 KATA PENGANTAR ... 2 DAFTAR ISI ... 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 4 1.2 Tujuan ... 4 1.3 Manfaat ... 4 1.4 Rumusan Masalah……… 5

1.4.1 Maksimum dan Minimum 1.4.2 Kemonotonan dan Kecekungan 1.4.3 maksumum dan Minumum Lokal 1.4.4 Limit di Ketidakhinggaan, Limit Tak Terhingga 1.4.5 Penggambaran Grafik Canggih 1.4.6 Teorema Nilai Rata-Rata 1.4.7 Penerapan Dalam Bidang Farmasi 1.4.8 Contoh Perhitungan Diferensial Dalam Bidang Farmasi. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Maksimum dan Minimum... 6

2.2 Kemonotonan dan Kecekungan... 8

2.3 Maksumum dan Minumum Lokal……… 11

2.4 Limit di Ketidakhinggaan, Limit Tak Terhingga……….… 14

2.5 Penggambaran Grafik Canggih……… 15

2.6 Teorema Nilai Rata-Rata……….……… 17

2.7 Penerapan Dalam Bidang Farmasi………...……… 18

2.8 Contoh Perhitungan Diferensial Dalam Bidang Farmasi………. 25

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan………... 26

3.2 Saran……….. 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Matematika merupakan cabang yang digunakan dalam perhitungan semua bidang, hampir semua menggunakan perhitungan secara matematis. Matematika merupakan ilmu pasti yang tidak dapat berubah lagi, hampir semua bidang menggunakan perhitungan matematika sehingga bisa disebut bahwa matematika adalah “Mother of Unit”. Ilmu Sosial maupun Ilmu Alam tak luput dari perhitungan matematik untuk menentukan berapa nilai atau berapa hasil yang dibutuhkan pada bidang tersebut.

Dalam bidang kesehatan perhitungan matematik sangat diperlukan dalam menentukan banyak hal, salah satunya adalah Farmasi. Ahli farmasi adalah seseorang yang bertugas untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan resep dokter atau praktisi kesehatan lainnya dan memberikan informasi kepada pasien tentang penggunaan obat tersebut.

Ahli farmasi banyak melakukan perhitungan terutama yang berhubungan dengan pembuatan sediaan obat, tingkat konsentrasi obat dan kebutuhan dosis. Perhitungan itu dilakukakan untuk menguji efektivitas obat yang diberikan melalui uji Bioavailabilitas. Bioavailabilitas adalah sebagai laju dan jumlah relative zat aktif yang mencapai sistem peredaran darah dan seberapa cepat zat tersebut terarbsorpsi. Dalam hal seperti ini seorang farmasi membutuhkan teori diferensial atau turunan dalam menentukan laju perubahan banyaknya obat yang terabsorbsi dalam tubuh juga waktu yang dibutuhkan obat tersebut terabsorbsi dalam tubuh.

1.2 TUJUAN

Ada pun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk: 1. Mengetahui teori tentang penggunaan turunan

2. Mengethaui penggunaan turunan dalam bidang farmasi dan kesehatan 3. Mengetahui contoh perhitungannya.

(5)

1.1 Maksimum dan Minimum 1.2 Kemonotonan dan Kecekungan 1.3 Maksumum dan Minimum Lokal

1.4 Limit di Ketakhinggaan, Limit Tak Terhingga 1.5 Penggambaran Grafik Canggih

1.6 Teorema Nilai Rata-Rata.

1.7 Penerapan Dalam Bidang Farmasi

1.8 Contoh Perhitungan Diferensial Dalam Farmasi. 1.4 MANFAAT

Manfaat dibuatnya makalah ini adalah sebagai pengetahuan yang tidak tahu menjadi tahu tentang apa saja penerapan turunan dalam kehidupan sehari-hari terutama pada bidang farmasi dan kesehatan.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 MAKSIMUM DAN MINIMUM

(6)

Dalam hidup, seringkali menghapi masalah guna mendapatkan jalan terbaik untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seorang farmasi akan menentukan dosis obat yang terkecil untuk menyembuhan suatu penyakit. Kadangkala salah satu dari masalah tersebut dapat dirumuskan sehingga akan melibatkan memaksimumkan dan meminimumkan fungsi tersebut.

Andaikan diketahui fungsi f dna domain S seperti pada Gambar I. Yang pertama adalah menentukan apakah f memiliki nilai maksimum atau minimum pada S. Anggap bahwa nilai-nilai tersebut ada, kita ingin mengetahui lebih lanjut dimana dalam S nilai-nilai itu berada. Akhirnya, kita dapat menentukan nilai maksimum dan minimum.

n

Pertanyaan eksistensi apakah f mempunyai nilai maksimum atau minimum pada S? jawabnya tergantung pertama-tama pada himpunan S tersebut. Ambillah f(x) = 1/x pada S = (0, ¿ ; fungsi ini tidak mempunyai nilai maksimum ataupun minimum (Gambar 2) sebaliknya fungsi yang sama pada S = [1,3] mempunyai nilai maksimum f(1) = 1 dan nilai minimum f (3) = 13 . Pada S =

(1,3), f tidak mempunyai nilai maksimum dan nilai minimum f (3) = 13 .

Jawaban juga tergantung pada tipe fungsi. Ambilah fungsi tak kontinu g (Gambar 3) yang di definisikan oleh

g(x)={x jika1≤ x<2 Definisi

andaikan S, daerah asal f , memuat titik c. Kita katakana bahwa:

(i) f(c) adalah nilai maksimum f pada S jika f(c) f(x) untuk semua x di S; (ii) f(c) adalah nilai minimumnya f pada S jika f(c) untuk semua x di S; (iii) f(c) adalah nilai ekstrim f pada S jika ia adalah nilai maksimu atau minimum.

(7)

{x−2jika1≤ x ≤3

Pada S = [1,3] g tidak mempunyai nilai maksimum (menjadi cukup dekat ke 2 tetapi tidak pernah mencapainya). Tetapi, g mempunyai nilai minimum g(2) = 0 Terdapat teorema bagus yang menjawab pertanyaan eksistensi untuk beberapa masalah yang muncul dalam prektek. Walaupun secara intuisi ini jelas, bukti yang teliti sangat sukar;

Dimana terjadinya nilai-nilai ekstrim?

Nilai-nilai ekstrim sebuah fungsi yang didefinisikan pada selang tertutup sering kali terjadi pada titik-titik ujung (Gambar 4)

Jika c sebuah titik pada mana f’(c) = 0 kita sebut titik c titik stationer. Nama itu diturunkan dari fakta bahwa pada titik stationer, grafik f mendatar, karena garis singgung mendatar. Nilai-nilai ekstrim seringkali terjadi pada titik-titik stationer (Gambar 5).

Akhirnya jika c adalah titik dalam dari I dimana f’ tidak ada, kita sebut c titik singular. Ini merupakan titik dimana grafik f mempunyai sudut tajam, garis singgung vertikel, atau mungkin berupa lompatan. Nilai-nilai ekstrim dapat terjadi pada titik-titik singular (Gambar 6) walaupun dalam masalah-masalah praktis hal ini sangat langka.

7 Teorema A

(Teorema eksistensi Mask-Min) jika f kontinu pada selang tertutup [a,b] maka f mencapai nilai maksimum dan nilai minimum.

Teorema B

(Teorema Titik Kritis) andaikan f didefinisikan pada selang I yang memuat titik c. jika f(c) adalah titik ekstrim, maka c haruslah suatu titik kritis yakni c berupa salah satu:

(i) Titik ujung dari I;

(ii)Titik stationer dari f(f’(c) = 0)

(8)

2.2 KEMONOTONAN DAN KECEKUNGAN

Turunan pertama dan kemonotnonan, ingat kembali bahwa turunan f’(x) memberi kita kemiringan dari garis singgung pada grafik f dititik x. kemudian jika f’(x) > 0 garis singgung naik ke kanan (Gambar 2). Serupa jika f’(x) < 0, garis singgung jatuh ke kanan. Fakta-fakta ini membuat teorema berikut secara intuisi jelas.

Turunan kedua dan kecekungan. Sebuah fungsi mungkin naik dan tetap mempunyai grafik yang sangat bergoyang (Gambar 6). Untuk Definisi

Andaikan f terdefinisi pada selang I (terbuka,tertutup, atau tak satupun). Kita katakana bahwa

(i) f adalah naik pada I jika untuk setiap pasang bilangan x1 dan x2 dalam I,

x1<x2→ f(x1)<f(x2)

Teorema A

(teorema kemonotonan). Andaikan f kontinu pada selang I dan dapat dideferensialkan pada setiap titik dalam dari I.

(i) Jika f’(x)> 0 untuk semua titik dalam x dari I, maka f naik pada I (ii) Jika f’(x) < 0 untuk semua titik dalam x ari I, maka f turun pada I

(9)

menganalisis goyangan, kita perlu mempelajari bagaimana garis singgung berliku saat kita bergerak sepanjang grafik dari kiri ke kanan. Jika garis singgung berliku secara tetap berlawanan arah putaran jarum jam kita katakana bahwa grafik cekung ke atas, jika garis singgung berliku searah putaran jarum jam, grafik cekung ke bawah. Kedua definisi lebih baik dinyatakan dalam istilah fungsi dan turunannya.

Titik balik. Andaikan f kontinu di c. kita sebut (c,f(c)) suatu titik balik dari grafik f, jika f cekung ke atas pada suatu sisi dan cekung ke bawah pada sisi yang lainnya dari c. grafik dalam Gambar 12 menunjukkan sejumlah kemungkinan.

9 Teorema B

(teorema kecekungan). Andaikan f terdiferensial dua kali pada selang terbuka (a,b)

(iii) Jika f”(x) > 0 untuk semua x dalam (a,b) maka f cekung ke atas pada (a,b)

(iv) Jika f’’(x) < 0 untuk semua x dalam (a,b), maka f cekung ke bawah pada (a,b) maka f cekung ke bawah pada (a,b)

(10)

Seperti yang mungkin diterka, titik-titik dimana f”(x) = 0 atau f”(x) tidak ada merupakan calon-calon untuk titik balik. Gunakan kata calon dengan sengaja. Sama halnya seperti calon untuk jabatan yang gagal terpilih sehingga misalnya titik dimana f”(x) = 0 mungkin gagal menjadi suatu titik balik. Pandang f(x) = x4 yang mempunyai grafik diperlihatkan dalam Gambar 13. Benar bahwa f”(0) = 0; tetapi titik asal bukan titik balik. Tetapi dalam pencarian titik-titik balik, kita mulai dengan mengenali titik-titik dengan f”(x) = 0. (dan dimana f”(x) tidak ada). Kemudian kita memeriksa apakah mereka benar-benar merupakan titik-titik balik.

(11)

2.3 MAKSIMUM DAN MINIMUM LOKAL

Kembali pada 4.1 bahwa nilai maksimum (jika ada ) suatu fungsi f pada himpunan S adalah nilai f terbesar yang di capai pada keseluruhan himpunan S. Kadang-kadang diacu sebagai nilai maksimum global, atau nilai maksimum absolut dari f. jadi untuk fungsi f dengan daerah asal S = [a,b] yang grafiknya dalam Gambar I , f(a) adalah nilai maksimum global. Tetapi bagian mana tentang f(c)? Kita sebut f(c) suatu nilai maksimum local atau nilai maksimum relative. Tentu saja nilai maksimum global otomatis juga nilai maksimum local. Gambar 2 hanyalah yang terbesar diantara nilai-nilai maksimum lokal. Serupa, nilai minimum global adalah yang terkecil diantara nilai-nilai minimum lokal.

Berikut definisi foral dari maksimum dan minimum lokal.

11 Definisi

Andaikan S daerah asal f memuat titik c.D dikatakan bahwa:

(i) f(c) nilai maksimum lokal f jika terdapat selang (a,b) yang memuat c sedemikian sehingga f(c) adalah nilai maksimum f pada (a,b) S;

(ii) f(c) nilai maksimum lokal f jika terdapat selang (c,b) yang memuat c sedemikian sehingga f(c) adalah nilai minimum f pada (a,b) ∩S ; (iii) f (c) nilai ekstrim lokal f jika ia berupa nilai maksimum lokal atau minimum lokal

(12)

Dimana Nilai-nilai Ekstrim Lokal Terjadi, teorema Titik Kritis berlaku sebagaimana dinyatakan, dengan ungkapan nilai ekstrim diganti oleh nilai ekstrim lokal, bukti pada dasarnya sama. Jadi titik-titik kritis (titik ujung, titik stationer, dan titik singular) adalah calon untuk titik empat kemungkinan terjadinya ekstrim lokal. Jika turunan adalah positif pada salah satu pihak dari titik kritis dan negative pada pihak lainnya, maka kita mempunyai ekstrim lokal.

Teorema A

Uji turunan pertama untuk ekstrim lokal. Andaikan f kontinu pada selang terbuka (a,b) yang memeuat titik kritis c

(i) Jika f’(x) > 0 untuk semua x dalam (a,c) dan f’(x) < 0 untuk semua x dalam (c,b) maka f(c) adalah nilai maksimum lokal f;

(ii) Jika f’(x) < 0 untuk semua x dalam (a,c) dan f’(x) > 0 untuk semua x dalam (c,b) maka f(c) adalah nilai minimum lokal.

(13)

Uji Turunan Kedua. Terdapat uji lain untuk maksimum dan minimum lokal yang kadang-kadang lebih mudah diterapkan daripada Uji Turunan Pertama. Ia menyangkut perhitungan turunan kedua pada titik-titik stationer. Ia tidak berperilaku pada titik singular.

Bukti (i) mengatakan bahwa karena f”(c) < 0, f adalah cekung ke bawah dekat c dan menyatakan bahwa ini membuktikan (i). tetapi, agar yakin bahwa f cekung ke bawah di lingkungan c, kita memerlukan f”(x0 < 0 dilingkungan tersebut (tidak hanya di c), dan tidak dalam hipotesis yang menjamin itu. Dari definisi dan hipotesis, F”(c)

=

f'(x )−f'(c) xc =¿lim¿x → c f'(x )−0 xc <0 lim¿x → c¿

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat selang ( α , β¿ mungkin pendek disekitar c dimana

f '(x)

xc <0,x ≠ c

13 Teorema B

(Uji Turunan Kedua Untuk Ekstrim Lokal). Andaikan f’ dan f” ada pada setiap titik dalam selang terbuka (a,b) yang memuat c, dan andaikan f’(c) = 0

(i) Jika f”(c) < 0, f(c) adalah nilai maksimum lokal f (ii) Jika f”(c) > 0, f(c) adalah nilai minimum lokal f.

(14)

Kedua ketaksamaan ini menunjukan bahwa f’(x) > 0 untuk

α<x<c dan f'(x)<0untuk c

<x<β . Jadi Uji Turunan Pertama, f(c) a adalah

nilai maksimum lokal. Bukti (ii) serupa.

2.4 Limit di Takhinggaan, Limit Tak Terhingga Definisi-Definisi Cermat Limit Bila x-> ± ∞

Definisi

(Limit bila x ). Andaikan f terdefinisi pada [c, ] untuk suatu bilangan c. dapat dikatakan bahwa xlim−→ ∞f

(x)=L

jika untuk masing-masing ε>0 terdapat bilangan m yang berpadanan sedemikian sehingga

Definisi

(Limit-Limit Tak Hingga). Kita katakana bahwa lim

¿

f(x)

x→ c+¿ ¿

jika untuk tiap bilangan positif M berpadanan suatu δ>0 sedemikian sehinnga

(15)

2.5 Penggambaran Grafik Canggih

Kalkulus menyediakan alat untuk menganalisis struktur grafik secara baik, khususnya dalam mengenali titik-titik tempat terjadinya perubahan ciri-ciri grafik. Dapat ditempatkan titik maksimum lokal, titik minimum lokal, dan titik-titik balik; dapat menentukan secara persis dimana grafik naik atau dimana cekung ke atas. Pengikutsertaan gagasan-gagasan ini dalam prosedur penggambaran grafik dalam bab ini.

POLINOM. Polinom derajat 1 atau 2 jelas unuk di gambar grafiknya; yang berderajat 50 hampir mustahil. Jika derajatnya cukup ukurannya misalnya 3 sampai 6 dapat memakai alat-alat dari kalkulus dengan manfaat besar.

f(x) =

3x520x3 32

Fungsi Rasional. Fungsi rasional, merupakan hasil bagi dua fungsi polinom, lebih rumit untuk digrafikkan disbanding polinom. Khususnya, dapat diharapkan perilaku yang dramatis dimana pun penyebut nol.

(16)

Ringkasan Metode. Dalam menggambarkan grafik fungsi, tidak terdapat pengganti untuk akal sehat. Tetapi, dalam banyak hal prosedur berikut akan sangat membantu.

Lankah I buat analisis pendahuluan sebagai berikut.

(a) Periksa daerah asal dan daerah hasil fungsi untuk melihat apakah ada di daerah di bidang yang dikecualikan.

(b) Uji kesimetrian terhadap sumbu y dan titik asal. (c) Cari perpotongan dengan sumbu-sumbu koordinat.

(d) Gunakan turunan pertama untuk mencari titik-titik kristis dan untuk mengetahui tempat-tempat grafik naik dan turun.

(e) Uji titik-titik kritis untuk maksimum dan minimum lokal.

(f) Gunakan turunan kedua untuk mengetahui tempat-tempat grafik cekung ke atas dan cekung ke bawah untuk melokasikan titik-titik balik.

(g) Cari asimtot-asimtotnya.

Langkah 2. Gambarkan beberapa titik (termasuk titik kritis dan titik balik) Langkah 3. Sketsakan grafik.

2.6 Teorema Nilai Rata-Rata

Teorema nilai rata-rata adalah bidang kalkulus, tidak begitu penting namun membantu melahirkan teorema-teorema lain yang cukup berarti.

Dalam bahsasa Geometri, Teorema Nilai Rata-rata mudah dinyatakan dan dipahami. Teorema mengatakan bahwa jika grafik sebuah fungsi kontinu mempunyai garis singgung tak vertical pada setiap titik antara A dan B, maka terdapat paling sedikit suatu titik C pada grafik antara A dan B, maka terdapat paling sedikit satu titik C pada grafik antara A dan B sehingga garis singgung di titik C sejajar talibusur AB. Dalam Gambar I, halnya terdapat satu titik C yang demikian; dalam Gambar 2, terdapat beberapa.

(17)

Teorema Dibuktikan. Pertama nyatakan teorema dalam bahasa fungsi. Kemudian buktikan.

Bukti pembuktian bersandar pada analisis seksama dari fungsi s(x) = f(x) – g(x), yang diperkenalkan dalam Gambar 3. Disini y = g(x) adalah persamaan garis yang melalui (a,f(a)) dan (b,f(b)). Karena garis ini mempunyai kemiringan [f(b) – f(a)]/ (b – a) dan melalui (a,f(a)), bentuk titik kemiringan untuk persamaannya adalah

g(x)=f(b)−f (a)

ba (xa)

kemudian ini menghasilkan rumus untuk s(x), yaitu s(x)=f(x)−f(a)−f(b)−f(a)

ba (xa)

17 Teorema A

(Teorema Nilai Rata-Rata untuk Turunan). Jika f kontinu pada selang tertutup [a,b] dan terdiferensial pada titik-titik dalam dari (a,b), maka terdapat paling sedikit satu bilangan c dalam (a,b) dimana

f(h)−f(a)

ba =f '(c)

Atau secara setara dimana

(18)

Perhatikan dengan segera bahwa s(b) = s(a) = 0dan bahwa untuk x dalam (a,b)

s'(x)=f'(x)−f(b)−f(a)

ba

Sekarang buat suatu pengamatan penting. Jika diketahui bahwa terdapat suatu bilangan c dalam (a,b) yang memenuhi s’(c) = 0 akan selesai. Karena persamaan yang terakhir akan mengatakan

0=f'(c)−f(b)−f(a)

ba

Yang setara terhadap kesimpulan teorema tersebut.

Untuk melihat bahwa s’(c) = 0 untuk suatu c dalam (a,b) alasannya sebagai berkut. Jelas s kontinu pada [a,b] karena merupakan selisih dua fungsi kontinu. Jadi menurut Teorema Eksistensi Maks-Min. s harus mencapai baik nilai maksimum atau pun nilai minimum pada [a,b]. jika kedua nilai ini kebetulan adalah 0, maka s(x) secara identic adalah 0 pada [a,b], akibatnya s’(x) = 0 untuk semua x dalam (a,b), jauh lebih banyak daripada yang kita perlukan.

Jika salah satu nilai maksimum atau nilai minimum berlainan dengan 0, maka nilai tersebut dicapai pada sebuah titik dalam c, karena s(a) = s(b) = 0. Sekarang s mempunyai turunan di setiap titik dari (a,b), sehingga menurut Teorema Titik Kritis s’(c) = 0. Itulah semua yang harus diketahui.

Teorema B

Jika f’(x) = G(x) untuk semua x dalam (a,b), maka terdapat konstanta C sedemikian sehingga

F(x) = G(x) + C Untuk semua x dalam (a,b)

(19)

2.7 Penerapan Diferensial Pada Bidang Farmasi a. Farmakokinetika

Menurut Prof. Dr. Fauzi Sjuib seorang Guru Besar Departemen Farmasi ITB, nasib obat sesudah diminum adalah didistribusikan ke seluruh tubuh oleh cairan tubuh (darah), tetapi kita tidak dapat mengetahui dengan pasti kemana dan berapa jumlahnya pada jaringan penerima distribusi.Untuk mengirakan hal tersebut, maka secara farmakokinetika dibuatlah model-model yang melihat tubuh sebagai kompartemen. Sebagai bapak dari model kompartemen adalah Teorell yang mengatakan tujuan farmakokinetika adalah menurunkan persamaan matematika yang memungkinkan kita menerangkan kinetika dan distribusi obat dalam tubuh. Dikemukakan model satu kompartemen dan model multi kompartemen (yang terbanyak dua kompartemen dari model multi kompartemen), yang dapat digambarkan sebagai berikut :

A. 1. Xo ka 2 XA

Model satu kompartemen A.1. Pemberian suntikan IV dengan dosis Xo

19

K

X

(20)

2. Pemberian yang harus melewati membran (misal: oral) untuk sampai ke kompartemen dengan jumlah obat tersedia untuk diabsorbsi (Xa) dan tetapan kecepatan absorbsi Ka.

K= tetapan kecepatan eksresi obat dari kompartemen.

B. 1. Xo KA 2 XA

Model dua kompartemen

Pemberian obat dari segi farmakokinetika dapat dibagi dua , yang pertama adalah pemberian secara langsung ke kompartemen yang mendistribusikan obat seperti pemberian suntikan intra vena seperti pada A1 dan B1, yang kedua adalah pemberian obat yang harus melewati membran sebelum mencapai kompartemen pendistribusi seperti A2 dan B2. Dari model tersebut diturunkan persamaan farmakokinetikanya : A1. dxdt=−K . x x = xo e –Kt x = VC C = Co e – Kt A2. dxdt=¿

ka.xa – K.x

K12

Kompartemen

pusat

Kompartemen

Derivat

K21 K10

(21)

X= Ka . F . XoKaK ( e −Kt- e ka t) C = VKa . F . Xo(KaK) ( e Kt − - e ka t ) B.1 dXcdt = k21 Xp – k12 Xc – k10 Xc C = A e −α t- B e −β t Dimana: α + β = k12 + k21 + k10 α β = k21 k10 A = Xo (αK21) Vc(αβ) B = Xo (K21−β) Vc(αβ) B2. dXcdt = ka XA – k12 Xc – k10 Xc Cc = L e −α t+ M e −β t+ N e –kat L = Ka F Xo(K21−α) Vc(Kaα)(βα) M = Ka F Xo (K21−β) Vc(Kaβ)(αβ) N= Ka F Xo (K21−Ka) Vc(αKa)(βKa) 21

(22)

Persamaan di atas diturunkan berdasarkan asumsi bahwa proses yang terjadi mengikuti kinetika orde pertama. Proses-proses ini bisa juga orde nol atau kinetika enzimatis. Persamaan kinetika disesuaikan dengan proses yang terjadi.

Dengan memberikan obat secara suntikan intra vena, kemudian ditentukan kadar obat dalam darah pada waktu-waktu tertentu, akan didapat parameter farmakokinetika V dan K pada model satu kompartemen serta Vc, k12, k21 dan k10 pada model dua kompartemen. Harga ka dan F didapat dari pemberian obat yang harus melewati membran untuk sampai ke kompartemen pusat. Dengan mengetahui harga parameter farmakokinetika dan model kompartemen berapa yang diikuti oleh obat, maka dapatlah dihitung berapa dosis obat dan berapa selang waktu pemberian obat pada pemakian ganda. Obat akan bekerja dengan manjur dan aman jika kadarnya berada di atas konsentrasi minimum efektif (MEC) tetapi di bawah konsentrasi maksimum yang dapat menimbulkan gejala keracunan (MTC). Makin dekat jarak antara MEC dan MTC, maka perhitungan farmakokinetika dilakukan dengan teliti.

Grafik konsentrasi plasma terhadap waktu setelah pemberian obat secara intravena (---) dan oral (-) pada mode satu kompartemen.

Grafik diatas menunjukkan perubahan konsentrasi obat terhadap waktu secara dinamis pada model satu kompartemen. Garis putus – putus menunjukkan perubahan konsentrasi setelah pemberian obat dengan injeksi intravena dan garis sambung menunjukkan perubahan konsentrasi setelah pemberian obat dengan

(23)

oral. Karena pemberian obat dengan injeksi intravena tidak memiliki tahap resorpsi, maka grafik yang ditunjukkan linear. Sedangkan untuk pemberian obat dengan cara oral, konsentrasi obat pada darah secara perlahan mencapai konsentrasi puncak karena proses resorpsi oleh tubuh.

Menurut Xiaoling Li di dalam bukunya Design of controlled release drug delivery systems, persamaan deferensial dan solusinya dari pemodelan di atas adalah sebagai berikut:

d(C p)

dt

= K

a

(C

absorb

) K(C

p

)

C

p =

(F) (S)(dosis)(Ka)

Vd(KaK)

(e

–kt

-e

- ka(t)

)

dimana Ka adalah ratio absorpsi per satuan waktu, K adalah ratio eliminasi per satuan waktu, Vd adalah volume distribusi, F adalah banyak bagian dari dosis yang diberikan yang masuk ke dalam sistem sirkulasi, dan S adalah formulasi faktor salt. Vd dapat dihitung dengan persamaan (Xiaoling Li, 2006):

Vd =

(AUC(F) (S0)(→ ∞dosis)()K)

yang merupakan persamaan yang sama dengan Vd(area) pada model dua

kompartemen. Pada model satu kompartemen, Vd(area) diturunkan menjadi Vd. Dua

parameter, Cpmax dan tmax, yang menunjukkan konsentrasi maksimal obat yang

dapat dicapai dan waktu dimana konsentrasi maksimal obat mencapai titik maksimal, dapat dihitung dengan persamaan berikut(Xiaoling Li, 2006):

tmax = ln(Ka K ) KaK Cpmax = (F) (S)(dosis)(Ka)

Vd(KaK)

(e

–k(tmax)

-e

- ka(tmax)

)

(24)

b. Persamaan Matematika Konsentrasi Obat Dan Waktu Paruh

Menurut Raina Robeva seorang professor matematika sains, secara umum dan sederhana, kecepatan dari eliminasi obat dalam peredaran darah proporsional dengan jumlah yang ada dalam peredaran darah saat itu. Oleh karena itu, jika C(t) adalah konsentrasi obat pada waktu t, maka fakta bahwa obat dieliminasi dari peredaran darah pada kecepatan yang proporsional dengan jumlah yang ada saat itu bisa dirumuskan sebagai berikut:

dC(t)

dt =−rC(t), dimana r>0

Dan solusi dari persamaan diferensial diatas adalah C(t) = C(0)e-rt

Tanda negative pada persamaan diatas mengindikasikan konsentrasi obat dalam darah berkurang. Nilai konstan r, disebut kecepatan eliminasi konstan, mengontrol kecepatan obat akan dikeluarkan dari dalam darah. Semakin besar nilai r, maka semakin cepat proses eliminasinya.

Hal ini berhubungan dekat dengan waktu-paruh dari obat, yang didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk mengurangi konsentrasi obat dalam darah menjadi setengahnya. Dalam konsep matematika dengan menggunakan solusi persamaan differensial untuk konsentrasi obat di atas, maka akan didapat waktu-paruh (t½) obat adalah:

(25)

2.8 Contoh Perhitungan Diferensial Dalam Bidang Farmasi

(dari Turunan diatas dapat dicari untuk menentukan suatu yang perlu dicari)

 Suatu obat diberikan melalui infus IV dengan kecepatan tetap 50 mg/jam kepada subyek selama 4 jam. Dari pustaka diketahui waktu paruh = 8 jam dan volume distribusi obat = 5 L. Berapa kadar obat dalam darah 4 jam sejak pemberian infus C(4)? (dr. Ave Olivia Rahman, M.Sc Bagian Farmakologi FKIK UNJA)

Jawab: K=0,693 8 =0,086

jam

-1

C(4) =

0,086.550

(1-e

-0,086.4

)

C(4) = 47,79 mg/l 25

(26)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan turunan dalam farmasi sangat dibutuhkan dalam pencarian kadar-kadar tertentu khususnya bidang Farmakokinetika.

(27)

Semoga makalah ini bermanfaat, jika banyak kesalahan atau kekurangan mohon bimbingannya karena pengajaran kefarmasian belum sampai pada titik ini.

DAFTAR PUSTAKA

Purcell J Edwin; Kalkulus dan Geometri Analitis 5;Erlangga;Jakarta;2015 Xiaoling Li;Design of controlled release drug delivery system;2006(E-book) Raina Robeva; Mathematical Concepts and Methods in Modern

Biology;2013(E-book)

Prof. Dr. Fauzi Sjui; Departemen Farmasi ITB;FARMAKOKINETIKA DAN BIOFARMASI SEBAGAI JEMBATANANTARA DOKTER dDAN APOTEKER.

dr. Ave Olivia Rahman, M.Sc;Farmakokinetik Kumulatif; Bagian Farmakologi FKIK UNJA; Slide

Gambar

Grafik konsentrasi plasma terhadap waktu setelah pemberian obat secara intravena (---) dan oral (-) pada mode satu kompartemen.

Referensi

Dokumen terkait