• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prioritas Masalah POA DBD Demas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prioritas Masalah POA DBD Demas"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

4.2 Prioritas Masalah

Banyaknya masalah yang ditemukan dalam program Puskesmas Pauh tidak memungkinkan untuk diselesaikan sekaligus atau seluruhnya, sehingga perlu dilakukan penentuan prioritas masalah yang merupakan masalah terbesar. Dalam hal ini metode yang digunakan adalah teknik skoring. Dari masalah tersebut akan dibuat plan of action untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu pelayanan. Kriteria nilai yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Urgensi (merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan) Nilai 1: tidak penting

Nilai 2: kurang penting Nilai 3: cukup penting Nilai 4: penting Nilai 5: sangat penting

2. Kemungkinan intervensi Nilai 1: tidak mudah Nilai 2: kurang mudah Nilai 3: cukup mudah Nilai 4: mudah Nilai 5: sangat mudah

3. Biaya

Nilai 1: sangat mahal Nilai 2: mahal

(2)

Nilai 3: cukup murah Nilai 4: murah Nilai 5: sangat murah

4. Kemungkinan meningkatkan mutu Nilai 1: sangat rendah

Nilai 2: rendah Nilai 3: sedang Nilai 4: tinggi Nilai 5: sangat tinggi

Tabel 4.3 Prioritas Masalah Di Puskesmas Pauh

Kriteria Urgensi Intervensi Biaya Mutu Total Ranking

Incident Rate DBD 5 4 3 4 16 I

Suspect TB 3 3 4 4 14 II

PSG 4 1 2 2 9 IV

Pengawasan Depot Air Minum

1 2 1 3 7 V

(3)

Keterangan:

1. Incident Rate DBD meningkat a. Urgensi : sangat penting (Skor 5)

Demam berdarah Dengue menjadi masalah yang sangat penting di Puskesmas Pauh, seiring ditemukannya kasus baru penderita DBD di beberapa wilayah kerja Puskesmas Pauh. Salah satu Kelurahan yang menjadi perhatian adalah kelurahan Limau Manis, yang mengalami peningkatan jumlah kasus baru. Dari laporan didapatkan angka kasus baru DBD pada bulan Januari sebanyak 2 orang, pada bulan Februari sebanyak 4 orang, sementara pada bulan Maret angka tersebut meningkat menjadi 7 orang. Pada laporan tahunan tahun 2012 dan 2013 didapatkan kasus DBD di kelurahan Limau Manis sebanyak masing-masing 1 kasus. Masalah ini sangat penting karena penyebaran penyakit DBD terkait dengan keadaan lingkungan dan apabila tidak segera ditangani maka dapat terus terjadi peningkatan kasus baru kedepannya.

b. Intervensi : mudah (Skor 4)

Tindakan yang dapat dilakukan adalah memberikan penyuluhan tentang demam berdarah dengue, usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran seperti melalui 3M plus, dan juga pemantauan berkala oleh jumantik.

c. Biaya : cukup murah (Skor 3)

Biaya untuk melakukan sosialisasi mengenai Demam berdarah dengue digunakan untuk pembuatan leaflet, poster, atau pemasangan billboard pada tempat yang sering dilalui oleh masyarakat, sehingga masyarakat tahu dan ingat akan bahaya demam berdarah dengue dan bisa ikut berperan dalam mencegah penyebaran

(4)

penyakit ini. Selain itu, pembiayaan juga digunakan untuk penyuluhan, pelatihan tenaga kesehatan dan kader ataupun jumantik.

d. Mutu : (Skor 4)

Penyakit Demam Berdarah Dengue menyebabkan penurunan produktivitas individu. Usaha seperti penyuluhan, pemerikssaan jentik berkala, dan melakukan 3M s dapat mencegah terjadinya kasus Demam Berdarah Dengue. Apabila tidak terjadi penambahan kasus demam berdarah dengue baru, akan terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan dapat berdampak pada terjadinya penurunan angka kesakitan dan kematian. Keadaan ini juga mengurangi kemungkinan terjadinya penyebaran penyakit serta terjadinya kejadian luar biasa di daerah tertentu.

2. Peningkatan Suspect TB a. Urgensi : cukup penting (Skor 3)

Pada tahun 2013, Indonesia merupakan negara ke-4 dengan insidensi TB tertinggi di dunia setelah India, China, dan Afrika Selatan.Selain itu, di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian peringkat pertama di antara golongan penyakit menular dan peringkat ketiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia. Hal ini merupakan suatu masalah kesehatan yang signifikan bagi Indonesia.

b. Intervensi : cukup mudah (Skor 3)

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB menyebabkan kurangnya keinginan dan kesadaran masyarakat untuk berobat. Intervensi dapat dilakukan dengan pendekatan dan komunikasi yang baik dengan aparat kelurahan

(5)

untuk mengajak masyarakat datang ketempat-tempat penyuluhan dan berperan aktif dalam pengumpulan dahak untuk pemeriksaan BTA. Penemuan secara pasif didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding ( penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif ). Dapat dilakukan penemuan secara aktif dengan meningkatkan efektifitas metode pemeriksaan kontak oleh kader dan tenaga kesehatan yang ada.

c. Biaya : (Skor 4)

Untuk penemuan kasus TB bisa dilakukan dengan pelacakan oleh petugas kesehatan dan kader kerumah warga, sehingga biaya yang dibutuhkan hanyalah untuk transportasi. Sementara pemeriksaan dan pengobatan TB secara tuntas telah gratis semua masyarakat. Penurunan prevalensi dan angka kematian akibat TB termasuk dalam target MDGS yang ke-6, sehingga dana BOK (Bantuan Operasional Khusus) dapat dialokasikan untuk pelaksanaan program ini.

d. Mutu : tinggi (Skor 4)

Penyakit TB dapat menurunkan produktivitas dan kinerja penderitanya, maka dengan penemuan penderita TB diharapkan mereka dapat segera diobati dan dapat kembali beraktivitas dan kembali produktif. Peningkatan penemuan penderita TB dapat meningkatkan jumlah pasien TB yang diobati, hal ini akan menurunkan risiko penularan dalam masyarakat. Peningkatan penemuan penderita TB akan menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB.

(6)

a. Urgensi : penting (Skor 4)

Masalah Gizi kurang tetap menjadi masalah di puskesmas Pauh setiap tahunnya. Dari data laporan tahunan 2013 didapatkan angka gizi kurang sebesar 22% dengan target <15%. Masalah gizi terutama pada anak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan generasi muda, dan berperan dalam menghasilkan sumber daya manusia yang baik. Karena itu masalah ini penting untuk diselesaikan guna meningkatkan status gizi di kecamatan Pauh.

b. Intervensi : tidak mudah (Skor 1)

Untuk melakukan intervensi tidak mudah karena berhubungan dengan pola konsumsi makanan keluarga yang juga terkait dengan kebiasaan keluarga dan kemampuan dana keluarga. Bantuan dari Puskesmas untuk memberikan makanan tambahan bagi anak terutama yang kurang mampu juga merupakan solusi dalam menyelesaikan masalah ini, namun sulit dilakukan karena masalah dana. Penyuluhan tetap menjadi media penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi.

c. Biaya : mahal (Skor 2)

Biaya untuk melakukan intervensi mahal karena berkaitan dengan penyediaan makanan oleh puskesmas. Pengeluaran keluarga juga akan meningkat setiap hari untuk pangan untuk meningkatkan asupan keluarga. Tidak dapat dipungkiri bahwa menu makanan yang beraneka ragam dan bergizi menghabiskan lebih banyak dana.

d. Mutu : rendah (Skor 2)

Status gizi yang berada kurang dari normal memerlukan jangka waktu yang tidak sebentar untuk mencapai kondisi gizi yang semestinya. Dibutuhkan keseriusan

(7)

dari keluarga dan pemberi layanan kesehatan dalam menangani kasus gizi karena berkaitan dengan keseharian dari individu dalam periode waktu tertentu.

4. Pengawasan Depot Air Minum a. Urgensi : tidak penting (Skor 1)

Pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat saat ini sangat bervariasi. Pada kota besar pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat salah satunya mengkonsumsi air minum dalam kemasan (AMDK). Akan tetapi lama kelamaan masyarakat merasa AMDK semakin mahal sehingga muncul alternatif menggunakan depot air minum isi ulang. Akhir-akhir ini kualitas air produksi DAMIU semakin menurun. Hal ini disebabkan air yang terdapat pada DAMIU yang tidak memenuhi standar banyak mengandung bakteri, salah satunya E colli, yang dapat meningkatkan angka kesakitan.

b. Intervensi : kurang mudah (Skor 2)

Kemungkinan intervensi pengawasan DAMIU kurang mudah karena kurangnya kesadaran pemilik DAMIU untuk memeriksakan sampel air nya sehingga rendahnya kerjasama dengan petugas kesehatan.

c. Biaya : sangat mahal (Skor 1)

Pengawasan terhadap DAMIU tidak membutuhkan dana yang besar, namun biaya pemeriksaan laboratorium dari sampel air memerlukan biaya yang cukup besar sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan pemilik depot untuk melakukan pemeriksaan rutin.

(8)

Dengan DAMIU yang terawasi dengan baik maka secara langsung dapat meningkatkan kualitas air dan secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi air dari DAMIU.

5. ASI Eksklusif

a. Urgensi : cukup penting (Skor 3)

Pemberian ASI Eksklusif menjadi penting karena terjadi peningkatan kesenjangan antara target dan capaian kasus pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh, padahal ASI merupakan nutrisi paling baik bagi bayi sampai usia 6 bulan. Hal ini terlihat dari data yang diambil pada tahun 2012 dengan target 65% dan capaian yang didapatkan dari data tersebut adalah 45,7%, sehingga nilai kesenjangan adalah 19,3%. Semetara pada tahun 2013 dengan target 75% capaian yang didapat 43,07% sehingga kesenjangan meningkat menjadi 31,38%. Sehingga tidak dilaksanakannya pemberian ASI eksklusif akan mempengaruhi status gizi serta pertumbuhan dan perkembangan bayi sehingga nantinya juga bisa menurunkan angka kesakitan bayi.

b. Intervensi : mudah (Skor 4)

Petugas kesehatan dapat melakukan penyuluhan di Posyandu tiap kelurahan sebagai tindakan intervensi secara langsung kepada ibu hamil dan menyusui. Selain itu, konseling mengenai ASI eksklusif juga dapat dilakukan pada kunjungan K1 dan K4 karena dari data kunjungan ibu hamil pada K1 dan K4 jumlah yang datang untuk melakukan pemeriksaan tinggi. Penyuluhan dapat dilaksanakan pada kunjungan ibu nifas KF1 dan KF3.

(9)

Biaya untuk mensosialisasikan pemberian ASI eksklusif digunakan untuk pembuatan leaflet, poster, atau pemasangan billboard pada tempat yang sering dilalui oleh masyarakat, sehingga masyarakat tahu dan ingat akan pentingnya pemberian ASI dan bisa ikut berperan dalam pemantauan ASI Ekslusif. Selain itu, pembiayaan juga digunakan untuk penyuluhan di Posyandu, pelatihan tenaga kesehatan dan kader.

d. Mutu : tinggi (Skor 4)

Pemberian ASI eksklusif dapat meningkatkan status gizi bayi sehingga terjadi peningkatan derajat kesehatan bayi. Selain itu, pemberian ASI Eksklusif juga menentukan derajat Indeks Pembangunan Manusia. Hal ini tertuang dalam MDG’s 2011 dimana pemberian ASI Eksklusif masuk dalam salah satu dari 8 indikator keberhasilan gizi di masyarakat.

Gambar

Tabel 4.3 Prioritas Masalah Di Puskesmas Pauh

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil mengenai ASI eksklusif dengan keinginannya untuk memberikan ASI eksklusif

Namun adanya perbedaan persentase antara cakupan kunjungan K1 dan K4, hal ini dapat mengindikasikan bahwa adanya beberapa ibu yang tidak melakukan kunjungan awal (K1)

Kesimpulan penelitian ini bahwa SIG dapat diaplikasikan untuk memetakan distribusi sasaran pemantauan kesehatan ibu seperti distribusi ibu hamil K1, K4, ibu hamil resti, ibu

Kesimpulan penelitian ini bahwa SIG dapat diaplikasikan untuk memetakan distribusi sasaran pemantauan kesehatan ibu seperti distribusi ibu hamil K1, K4, ibu

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Tentang Kunjungan K1-K4 di Desa Kelambir Wilayah Kerja Puskesmas Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang

Hasil : Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kunjungan K1-K4 yang baik sebanyak 8 responden (23,5%), cukup sebanyak 14 responden (41,2%)

Jampersal mendorong ibu hamil untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan dan telah menaikkan cakupan kunjungan K1 dan K4, namun belum merata dan hanya terjadi di

Data ini masih rendah dari target kunjungan K4 sebesar yakni 95%, sementara itu di Provinsi Bali, cakupan ibu hamil yang melakukan kunjungan K4 berdasarkan data dari Profil Kesehatan