Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Mengenai ASI Eksklusif Dengan Keinginannya Memberikan ASI Secara Eksklusif Setelah Melahirkan
Oleh :
NURUL SRI FINNA LUBIS 070100332
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
NURUL SRI FINNA LUBIS 070100332
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Mengenai ASI Eksklusif Dengan Keinginannya Memberikan ASI Secara Eksklusif Setelah Melahirkan
NAMA : NURUL SRI FINNA LUBIS NIM : 070100332
_________________________________________________________________
Pembimbing Penguji
(dr.Isti Ilmiati Fujiati, CM-FM) (dr. Tri Widyawati, MSi)
NIP : 19670705271999032001 NIP : 197607092003122001
(dr. Rodiah Rahmawaty, Sp.M)
NIP:197604172005012002
Medan, Desember 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar Belakang. Prevalensi gizi buruk pada bayi dan balita semakin meningkat, di
Provinsi Sumatera Utara prevalensi gizi buruk mencapai 8,82% , sedangkan gizi kurang 15,6%, hal ini juga diakibatkan oleh banyaknya ibu yang belum memberikan ASI eksklusif, dari penelitian terhadap 900 ibu di Jabotabek tercatat hanya 5% ibu yang dapat memberikan ASI eksklusif, hal ini dapat disebabkan oleh tingkat pengetahuan ibu yang masih rendah mengenai manfaat ASI sehingga banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif untuk membantu meningkatkan tumbuh kembang dan memperbaiki gizi bayinya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil mengenai ASI eksklusif dengan keinginannya untuk memberikan ASI eksklusif setelah melahirkan.
Metode. Metode penelitian ini adalah Analitik dengan pendekatan cross sectional dan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik consecutive sampling. Penelitian ini diikuti oleh 92 orang responden. Penelitian dilakukan di bagian
poli ibu hamil RSUP. H. Adam Malik Medan dari bulan juli 2010 hingga bulan oktober 2010. Data pada penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Hasil. Prevalensi ibu hamil yang mau memberikan ASI eksklusif setelah melahirkan ada
88,0% (81 orang) yang terdiri dari 50,6% (41 orang) dengan tingkat pengetahuan baik, 42,0% (34 orang) tingkat pengetahuan sedang dan 7,4% (6 orang) tingkat pengetahuan rendah. Tidak ditemukan ibu hamil dengan tingkat pengetahuan tinggi yang tidak mau atau ragu-ragu untuk memberikan ASI eksklusif. Dan setelah dilakukan uji analisa statistic dengan menggunakan Pearson Chi Square diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu hamil mengenai ASI eksklusif dengan keinginannya memberikan ASI eksklusif setelah melahirkan, ini terlihat dari nilai P= 0,00.
Kesimpulan. Promosi dan penyuluhan mengenai ASI eksklusif akan meningkatkan
pengetahuan ibu hamil sehingga akan membantu meningkatkan jumlah ibu hamil yang ingin memberikan ASI eksklusif setalah melahirkan
ABSTRACT
Introduction. Recently, the prevalence of bad nutrition status in babies and children of ≤
5 years age have risen, in the North Sumatra province, the prevalence of bad nutrition status reaches up to 8,82% while inadequate nutrition status may reach 15%, on of the cause proposed is the high number of mother who are unwilling to give exclusive breastfeeding, other research conducted in Jabotabek had shown only 5% mother are able to give exclusive breastfeeding. This is because of the inadequacy of mothers’ knowledge concerning the importance of breastfeeding and its beneficial properties in aiding a child’s normal growth and development.
Methods. This research was conducted to figure out the relationship between the level of
knowledge of pregnant women on exclusive breastfeeding and their willingness in giving exclusive breastfeeding to their newborns.
This analytic research was conducted using a cross sectional study design, and the samples used in this research was collcted with a consecutive techniques. A total of 92 samples were collected from the poli ibu hamil RSUP. H. Adam Malik Medan from June 2010 till October 2010. Data were collected using an interview method while filling in the questionnaire previously composed.
Result. The prevalence of pregnant women found willing to give an exclusive
breastfeeding after giving birth was 88,0% (81 people) which consists of 50,6% (41 people) women with good knowledge, 42,0% (34 people) women with average knowledge and 7,4% (6 people) women with bad knowledge. There were no women with high knowledge concerning breastfeeding who were unwilling or doubtful in giving exclusive breastfeeding. After a Pearson Chi Square analysis was performed, it can be concluded that there was a significant relationship between the level of knowledge of pregnant women on exclusive breastfeeding and their willingness in giving exclusive breastfeeding to their newborns (p=0,00).
Conclusion. Health promotion concerning exclusive breastfeeding will elevate the level
of pregnant women’s knowledge which in turn, will raise the number of pregnant women willing to give exclusive breastfeeding to their newborns.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program
pendidikan dokter dan memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Hubungan Tingkat Pengetahuan
Ibu Mengenai ASI Eksklusif Dengan Keinginannya Memberikan ASI Secara Eksklusif Setelah Melahirkan”. Dalam menulis karya tulis ilmiah ini, penulis telah memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr.Isti Ilmiati Fujiati, CM-FM, selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya
tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. dr.Tri Widyawati, MSi, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
masukan untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
4. dr. Rodiah Rahmawaty, Sp.M, selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan petunjuk serta nasihat dalam menyempurnakan karya tulis
ilmiah ini.
5. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah mengizinkan peneliti
untuk melakukukan penelitian di poli ibu hamil.
6. Penanggung jawab dan staff poli ibu hamil RSUP. H. Adam Malik Medan
yang telah banyak membantu dan izin dilakukan penelitian di poli tersebut.
7. Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
8. Orang tua penulis, yang telah memberikan doa, motivasi baik secara moril
dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
dengan baik.
9. Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan dan
bantuan untuk penelitian ini.
Akhir kata, penulis sadar bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, disebabkan berbagai keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk dijadikan
perbaikan di masa yang akan datang dan penulis juga mengharapkan semoga
karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.
Medan, 17 November 2010
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 3.1 Skor Pertanyaan Pada Kuesioner Pengetahuan ...24
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 32
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi jawaban responden pada
variable pengetahuan ... 33
Tabel 5.3 Distribusi tingkat pengetahuan responden ... 34
Tabel 5.4 Distribusi responden yang memiliki keinginan
memberikan ASI eksklusif ... 35
Tabel 5.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Lembar Penjelasan dan persetujuan Pengisian Kuesioner
Lampiran 3 Lembar Kuesioner
Lampiran 4 Lembar Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian
Bidang Kesehatan
Lampiran 5 Lembar Validity Content
Lampiran 6 Lembar Izin Penelitian
ABSTRAK
Latar Belakang. Prevalensi gizi buruk pada bayi dan balita semakin meningkat, di
Provinsi Sumatera Utara prevalensi gizi buruk mencapai 8,82% , sedangkan gizi kurang 15,6%, hal ini juga diakibatkan oleh banyaknya ibu yang belum memberikan ASI eksklusif, dari penelitian terhadap 900 ibu di Jabotabek tercatat hanya 5% ibu yang dapat memberikan ASI eksklusif, hal ini dapat disebabkan oleh tingkat pengetahuan ibu yang masih rendah mengenai manfaat ASI sehingga banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif untuk membantu meningkatkan tumbuh kembang dan memperbaiki gizi bayinya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil mengenai ASI eksklusif dengan keinginannya untuk memberikan ASI eksklusif setelah melahirkan.
Metode. Metode penelitian ini adalah Analitik dengan pendekatan cross sectional dan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik consecutive sampling. Penelitian ini diikuti oleh 92 orang responden. Penelitian dilakukan di bagian
poli ibu hamil RSUP. H. Adam Malik Medan dari bulan juli 2010 hingga bulan oktober 2010. Data pada penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Hasil. Prevalensi ibu hamil yang mau memberikan ASI eksklusif setelah melahirkan ada
88,0% (81 orang) yang terdiri dari 50,6% (41 orang) dengan tingkat pengetahuan baik, 42,0% (34 orang) tingkat pengetahuan sedang dan 7,4% (6 orang) tingkat pengetahuan rendah. Tidak ditemukan ibu hamil dengan tingkat pengetahuan tinggi yang tidak mau atau ragu-ragu untuk memberikan ASI eksklusif. Dan setelah dilakukan uji analisa statistic dengan menggunakan Pearson Chi Square diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu hamil mengenai ASI eksklusif dengan keinginannya memberikan ASI eksklusif setelah melahirkan, ini terlihat dari nilai P= 0,00.
Kesimpulan. Promosi dan penyuluhan mengenai ASI eksklusif akan meningkatkan
pengetahuan ibu hamil sehingga akan membantu meningkatkan jumlah ibu hamil yang ingin memberikan ASI eksklusif setalah melahirkan
ABSTRACT
Introduction. Recently, the prevalence of bad nutrition status in babies and children of ≤
5 years age have risen, in the North Sumatra province, the prevalence of bad nutrition status reaches up to 8,82% while inadequate nutrition status may reach 15%, on of the cause proposed is the high number of mother who are unwilling to give exclusive breastfeeding, other research conducted in Jabotabek had shown only 5% mother are able to give exclusive breastfeeding. This is because of the inadequacy of mothers’ knowledge concerning the importance of breastfeeding and its beneficial properties in aiding a child’s normal growth and development.
Methods. This research was conducted to figure out the relationship between the level of
knowledge of pregnant women on exclusive breastfeeding and their willingness in giving exclusive breastfeeding to their newborns.
This analytic research was conducted using a cross sectional study design, and the samples used in this research was collcted with a consecutive techniques. A total of 92 samples were collected from the poli ibu hamil RSUP. H. Adam Malik Medan from June 2010 till October 2010. Data were collected using an interview method while filling in the questionnaire previously composed.
Result. The prevalence of pregnant women found willing to give an exclusive
breastfeeding after giving birth was 88,0% (81 people) which consists of 50,6% (41 people) women with good knowledge, 42,0% (34 people) women with average knowledge and 7,4% (6 people) women with bad knowledge. There were no women with high knowledge concerning breastfeeding who were unwilling or doubtful in giving exclusive breastfeeding. After a Pearson Chi Square analysis was performed, it can be concluded that there was a significant relationship between the level of knowledge of pregnant women on exclusive breastfeeding and their willingness in giving exclusive breastfeeding to their newborns (p=0,00).
Conclusion. Health promotion concerning exclusive breastfeeding will elevate the level
of pregnant women’s knowledge which in turn, will raise the number of pregnant women willing to give exclusive breastfeeding to their newborns.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
ASI adalah singkatan dari Air Susu Ibu. ASI eksklusif sangatlah penting,
tetapi dalam kenyataannya tingkat kemauan ibu di Indonesia masih sangatlah
rendah. Berdasarkan Depkes RI (2007) dalam Profil Kesehatan Indonesia 2005,
bahwa wilayah Sumatera Utara tergolong sebagai daerah dengan persentase yang
terendah (21,59%) dalam kategori anak yang pernah disusui selama >24 bulan
setelah provinsi Maluku (14,12%). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara (2007), ditemukan bahwa cakupan ASI eksklusif pada tahun 2006
di Sumatera Utara hanya 33,92% atau sekitar 85.650 bayi (Ziraluo, 2009). Hal ini
masih jauh dari indikator indonesia sehat 2010 yang menargetkan sebesar 80%.
Menurut data Susenas tahun 2001 cakupan pemberian ASI eksklusif di
Indonesia pada bayi yang berumur kurang dari 4 bulan adalah 49,2% didaerah
perkotaan lebih rendah (44,3%) dibandingkan daerah pedesaan (52,9%) (Litbang
Depkes, 2005).
Setiap tahun 4 juta bayi berusia dibawah 28 hari meninggal. Bila bayi diberi
kesempatan menyusu dini dalam waktu kurang dari 1 jam setelah melahirkan,
22% kematian bayi dibawah 28 hari akan dapat dihindarkan. Bila kurang dari 1
hari 16% bayi akan dapat diselamatkan. Dianjurkan dalam promosi ASI eksklusif
ditekankan inisiasi menyusui dini (Roesli,2008).
Dari penelitian terhadap 900 ibu di sekitar Jabotabek (1995) diperoleh fakta
bahwa yang dapat memberi ASI eksklusif selama 4 bulan hanya sekitar 5%,
padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui. Dari penelitian tersebut juga didapatkan
37,9% dari ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang
ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI
eksklusif.
Provinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi gizi buruk 8,82% dan gizi
kurang 15,6%. Salah satu kabupaten degan status gizi buruk dan gizi kurang
Kabupaten Nias Selatan tahun 2006, ditemukan bahwa pencapaian ASI eksklusif
yakni hanya sebesar 11,40% dan tergolong rendah dibandingkan Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara ( Ziraluo, 2009).
Data terakhir menunjukkan bahwa hanya sekitar 3,6% ibu menyusui
anaknya 1 jam setelah proses persalinan dan malah mungkin lebih kecil, dengan
semakin banyaknya ibu-ibu yang bekerja diluar rumah, maka dari 3,6% tersebut
tidak semuanya mampu memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan penuh.
Sebagian besar ibu menyusui anaknya selama rata-rata 1,7 bulan saja. Padahal
menurut WHO, setiap tahun terdapat 1-1,5 juta bayi meninggal di dunia karena
tidak mendapat ASI (Roesli, 2009).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian berikut, “bagaimana pengaruh penegtahuan ibu mengenai
ASI eksklusif terhadap keinginannya memberikan ASI secara eksklusif setelah
melahirkan ?”
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh antara pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif
dengan kemauannya menjalankan program ASI tersebut.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil mengenai ASI eksklusif
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi :
1. Peneliti
a. Memperoleh pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian
b. Meningkatkan minat dan bakat peneliti dalam melaksanakan penelitian
dalam bidang kesehatan
c. Mengetahui tingkat keinginan masyarakat dalam hal ini ibu- ibu hamil
untuk memberikan ASI.
2. Masyarakat dan Praktisi kesehatan
a. Sebagai bahan pertimbangan untuk memajukan program ASI eksklusif
b. Sebagai bahan pertimbangan guna dilakukannya penyuluhan
c. Sebagai bahan untuk penelitian berikutnya
d. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari "tahu" dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan merupakan pokok
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2003).
2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang dapat memahami suatu gejala dan memecahkan
masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari
pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman,
orang tua, radio, televisi, poster, majalah, dan surat kabar (Notoatmodjo,
2003).
Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat
menjawab masalah kehidupan yang dialaminya sehari-hari dan digunakan
untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini
pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai pada
manusia dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat pengetahuan dapat dibagi
atas enam bagian, yaitu:
1. Tahu (know); sebagai pengingat atau materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk dalam pengetahuan tingkat ini ialah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
2. Memahami (comprehension); sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar objek yang diketahui sehingga dapat
menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.
3. Aplikasi (application); sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
4. Analisa (analysis); suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu
objek dalam komponen tetapi masih didalam struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitan dengan satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis); menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
kesembuhan baru.
6. Evaluasi (evaluation); berkaitan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal
(Notoadmodjo, 2003). Faktor internal meliputi:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses
pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih
dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat. Beebrapa hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan
terhadap perkembangan pribadi, bahwa pada umumnya pendidkan itu
2. Persepsi
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil.
3. Motivasi
Merupakan dorongan, keinginan dan tenaga penggerak yang berasal
dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan
mengenyampingkan hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat. Dalam
mencapai tujuan dan munculnya motivasi memerlukan rangsangan dari
dalam diri individu (biasanya timbul dari perilaku yang dapat
memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas) maupun dari luar (
merupakan pengaruh dari orang lain/lingkungan). Motivasi murni
adalah motivasi yang betul-betul disadari akan pentingnya suatu
perilaku dan dirasakan suatu kebutuhan.
4. Pengalaman
Adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui, dikerjakan), juga
merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera
manusia. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman berdasarkan
kenyataan yang pasti dan pengalaman yang berulang-ulang dapat
menyababkan terbentuknya pengetahuan. Pengalaman masa lalu dan
aspirasinya untuk masa yang akan datang menentukan perilaku masa
kini.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan antara lain:
meliputi lingkungan, sosial ekonomi, kebudayaan dan informasi.
Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan sifat dan
perilaku individu. Sosial ekonomi, penghasilan sering dilihat untuk menilai
hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehata. Kebudayaan adalah perilaku normal, kebiasaan, nilai dan
penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan
suatu pola hidup. Informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan
yang dapat menimbulkan kesadaran dan mempengaruhi perilaku
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui
atau kita ukur dapat kita sesuaikandengan tingkat- tingkat tersebut diatas
(Notoadmodjo, 2003).
2.2. ASI EKSKLUSIF
ASI adalah singkatan dari air susu ibu, yang dimaksud dengan ASI eksklusif
atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja,
tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih,
dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,
bubur nasi dan tim (Roesli, 2009).
Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu
setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila memungkinkan sampai 6 bulan. Setelah
bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat,
sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari
2 tahun.
Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila bayi
hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini
sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI
bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan.
Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia
6 bulan. Pada keadaan-keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan
padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya
karena terjadi peningkatan berat badan bayi yang kurang dari standar atau
didapatkan tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif
tidak berjalan dengan baik. Berdasarkan Depkes RI (2006) Pemberian Makanan
Pendamping ASI diberikan setelah bayi berusia enam bulan sampai usia 24 bulan
Menurut Widodo (2001), bahwa bayi yang disusui 30 menit sesudah
dilahirkan atau sebelumnya akan memungkinkan untuk tidak memberikan
makanan pralacteal pada bayi (Susilawati, 2005).
2.2.1. Manfaat ASI Eksklusif
ASI bukan hanya sekedar sebagai makanan tetapi ASI juga sebagai
cairan yang didalamnya terkandung sel-sel hidup seperti sel darah putih.
Selain itu ASI juga mengandung antibodi, hormon, faktor-faktor
pertumbuhan, enzim, serta zat yang membunuh bakteri (Pringgadini, 2008).
Manfaat serta keistimewaan ASI sebagai makanan bernutrisi untuk
bayi sudah tidak diragukan lagi. Seperti halnya nutrisi pada umumnya, ASI
mengandung komponen nutrisi makro dan mikro. Yang termasuk
makronutrien adalah karbohidrat dan protein. Komposisi nutrisi ASI berbeda
untuk setiap ibu bergantung dari kebutuhan bayi. Perbedaan volume dan
komposisi diatas juga terlihat pada masa menyusui (kolostrum, ASI transisi,
ASI matang dan ASI pada saat penyapihan. Kolostrum yang diproduksi
antara hari 1-5 menyusui kaya akan zat gizi terutama protein
(Hendarto,2008).
ASI transisi mengandung banyak lemak dan gula susu (laktosa). ASI
yang berasal dari ibu yang melahirkan kurang bulan (prematur) mengandung
tinggi lemak dan protein, serta rendah laktosa disbanding ASI yang berasal
dari ibu yang melahirkan cukup bulan (Hendarto, 2008).
ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai
sebelum menjadi ASI yang matang. Kadar potein makin merendah,
sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meninggi. Volume akan
makin meningkat (Roesli,2009).
ASI mantang (mature) merupakan ASI yang dikeluarkan pada sekitar
hari ke-14 dan seterusnya, komposisinya relatif konstan. Pada ibu yang sehat
dengan produksi ASI cukup, ASI merupakan makanan satu-satunya yang
paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Perbedaan komposisi
foremilk. Foremilk mempunyai komposisi yang berbeda dengan ASI yang
keluar kemudian (hindmilk). Foremilk lebih encer. Hindmilk mengandung
lemak 4-5 kali lebih banyak dibanding foremilk. Diduga hindmilk inilah yang
mengenyangkan bayi (Roesli,2009).
Kolostrum adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat
anti-infeksi dan berprotein tinggi. Cairan emas yang encer dan seringkali
berwarna kuning atau dapat pula jernih ini lebih menyerupai darah daripada
susu, sebab mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah putih yang
dapat membunuh kuman penyakit. Merupakan pencahar yang ideal untuk
membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan
mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan
datang. Lebih banyak mengandung protein dibandingkan dengan ASI yang
matang. Mengandung zat anti-infeksi 10-17 kali. Volume kolostrum antara
150-300 ml/24 jam dan sebaiknya diberikan pada bayi. Lemak ASI adalah
komponen ASI yang dapat berubah-ubah kadarnya. Kadar lemak bervariasi
disesuaikan dengan kebutuhan kalori untuk bayi yang sedang tumbuh.
Perubahan kadar lemak ini terjadi secara otomatis dengan menyesuaikan diri
terhadap jumlah kalori yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi dari hari ke
hari. Bahkan pada hari yang sama kadar lemak ASI pada waktu yang berbeda
tidak sama (Roesli, 2009).
Beberapa manfaat pemberian ASI eksklusif, yaitu manfaat untuk anak,
manfaat untuk ibu, dan manfaat ASI untuk negara.
2.2.1.1. Manfaat ASI untuk Anak
Bayi yang mendapat ASI jarang menderita penyakit karena adanya
zat protektif dalam ASI.ASI mengandung Lactobacillus bifidus yang
berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam asetat. Kedua
asam ini menjadikan saluran pencernaan bersifat asam sehingga menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.
ASI mengandung zat faktor pertumbuhan Lactobacillus bifidus. Susu
sapi tidak mengandung zat factor-faktor pertumbuhan ini. Laktoferin adalah
protein yang berikatan dengan zat besi. Dengan mengikat zat besi, maka
laktoferin bermanfaat menghambat pertumbuhan kuman tertentu, yaitu
Staphylococcus, E. coli dan Entamoeba hystolytica yang juga memerlukan
zat besi untuk pertumbuhannya. Selain menghambat pertumbuhan bakteri
tersebut, laktoferin dapat pula menghambat pertumbuhan jamur Candida.
Lisozim adalah enzim yang dapat memecah dinding bakteri (bakterisidal) dan
antiinflamasi, bekerja bersama peroksida dan askorbat untuk menyerang
bakteri E. Coli dan sebagian keluarga Salmonella. Keaktifan lisozim ASI
beberapa ribu kali lebih tinggi dibanding susu sapi. Keunikan lisozim lainnya
adalah bila faktor protektif lain menurun kadarnya sesuai tahap lanjut ASI,
maka lisozim justru meningkat pada 6 bulan pertama setelah kelahiran. Hal
ini merupakan keuntungan karena setelah 6 bulan bayi mulai mendapatkan
makanan padat dan lisozim merupakan faktor protektif terhadap
kemungkinan serangan bakteri patogen dan penyakit diare pada periode ini.
ASI juga mengandung komplemen C3 dan C4, kedua komplemen ini,
walaupun kadar dalam ASI rendah, mempunyai daya opsonik, anafilaktoksik,
dan kemotaktik, yang bekerja bila diaktifkan oleh IgA dan IgE yang juga
terdapat dalam ASI. Faktor antistreptokokus, dalam ASI terdapat faktor
antistreptokokus yang melindungi bayi terhadap infeksi kuman Streptokokus.
Antibodi secara elektroforetik, kromatografik, dan radio immunoassay
terbukti bahwa ASI terutama kolostrum mengandung imunoglobulin, yaitu
IgA skretorik (SigA), IgE, IgM, dan IgG. Dari semua imunoglobulin tersebut
yang terbanyak adalah SigA. Antibodi dalam ASI dapat bertahan dalam
saluran pencernaan bayi karena tahan terhadap asam dan enzim proteolitik
saluran pencernaan dan membuat lapisan pada mukosanya sehingga
mencegah bakteri patogen dan enterovirus masuk ke dalam mukosa usus
(Suradi,2008).
Pada tinja bayi yang mendapat ASI terdapat antibodi terhadap
dalam tinja bayi tersebut juga rendah. Di dalam ASI selain antibodi terhadap
E. coli juga pernah dibuktikan adanya antibodi terhadap Salmonella typhi,
Shigella, dan antibodi terhadap virus seperti rotavirus, polio, dan campak.
Antibodi terhadap rotavirus tinggi dalam kolostrum, yang kemudian turun
pada minggu pertama dan bertahan sampai umur 2 tahun.
Dalam IgA juga didapatkan antigen terhadap Helicobacter jejuni
penyebab diare. Kadarnya dalam kolostrum tinggi dan menurun pada usia 1
bulan dan kemudian menetap selama menyusui. ASI juga berfungsi sebagai
Imunitas seluler karena ASI mengandung sel-sel yang sebagian besar (90%)
berupa makrofag yang berfungsi membunuh dan memfagositosis
mikroorganisme, membentuk C3 dan C4, lisozim, dan laktoferin. Konsentrasi
faktor antiinfeksi tinggi dalam kolostrum. Kadar SigA, laktoferin, lisozim,
dan sel seperti makrofag, neutrofil, dan limfosit lebih tinggi pada ASI
prematur dibanding ASI matur. Perbedaan status gizi pada ibu tidak
mempengaruhi konsentrasi faktor antiinfeksi dalam ASI (R.Suradi,2008).
Selain itu ASI juga mengandung taurin, asam amino yang berfungsi sebagai
neurotransmitter dan berperan penting dalam maturasi otak bayi.
ASI memiliki komponen gizi lain yang sangat bermanfaat, protein
dalam ASI adalah protein “whey”, protein ini sangat mudah dicerna bayi,
ASI tidak mengandung betalaktoglobulin dan bovine serum albumin yang
sering menimbulkan alergi. Kadar methionin dalam ASI lebih rendah
dibandingkan susu sapi sedangkan kadar sistinnya lebih tinggi hal ini
mempunyai keuntungan tersendiri karena enzim sistasionase yaitu enzim
yang akan mengubah methionin menjadi sistin pada bayi sangat rendah
bahkan tidak ada. Sistin merupakan asam amino yang sangat penting bagi
pertumbuhan otak. Karbohidrat dalam ASI yang utama adalah laktosa. Kadar
laktosa yang tinggi sangat menguntungkan karena laktose ini akan diubah
menjadi asam laktat yang dapat menyebabkan keadaaan asam pada usus
bayi. Keadaan ini mempunyai keuntungan karena dapat menghambat
dari ca-caseinat dan memacu pertumbuhan mikroorganisme yang
memproduksi asam organik dan mensintesis vitamin (Soetjiningsih,1997).
Lemak ASI terdiri dari trigliserida (98-99%) yang dengan enzim
lipase akan terurai menjadi trigliserol dan asam lemak. Enzim lipase tidak
hanya terdapat pada sistem pencernaan bayi, tetapi juga dalam ASI. Lemak
ASI lebih mudah dicerna karena sudah dalam bentuk emulsi. Salah satu
keunggulan lemak ASI adalah kandungan asam lemak esensial,
docosahexaenoic acid (DHA) dan arachnoid acid (AA) yang berperan
penting dalam pertumbuhan otak sejak trimester I kehamilan sampai 1 tahun
usia anak. Yang merupakan asam lemak esensial sebenarnya adalah
kelompok omega-3 yang dapat diubah menjadi DHA dan omega-6 yang
dapat diubah menjadi AA (Sulistyawati, 2009).
ASI tidak menimbulkan alergi, pada bayi baru lahir sistem IgE
belum sempurna. Pemberian susu formula akan merangsang aktivasi sistem
ini dan dapat menimbulkan alergi. Sedangkan pada pemberian ASI efek ini
tidak muncul. Pemberian protein asing sebaiknya ditunda sampai usia 6 bulan
untuk mengurangi kemungkinan alergi ini.
ASI juga mempunyai efek psikologis yang menguntungkan. Waktu
menyusu kulit bayi akan menempel pada kulit ibu. Kontak kulit yang dini ini
akan sangat besar pengaruhnya pada perkembangan bayi kelak. Walaupun
seorang ibu dapat memberikan kasih sayang dengan memberikan susu
formula, tetapi menyusui sendiri akan memberikan efek psikologis yang
besar. Dengan foto inframerah payudara ibu menyusui lebih hangat
dibanding payudara ibu yang tidak menyusui. Interaksi yang timbul waktu
menyusui antara ibu dan bayi akan menimbulkan rasa aman bagi bayi.
Perasaan aman ini penting untuk membangun dasar kepecayaan bayi (basic
sense of trust) yaitu dengan mulai mempercayai orang lain, dalam hal ini ibu,
maka selanjutnya akan timbul rasa percaya pada diri sendiri (Suradi, 2008).
Bayi yang mendapat ASI mempunyai kenaikan berat badan yang
baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode perinatal yang baik, dan
ASI dan laktasi, turunnya berat badan bayi (pada minggu pertama kelahiran)
tidak sebanyak ibu-ibu yang tidak diberi penyuluhan. Alasannya adalah
bahwa kelompok ibu-ibu tersebut segera memberikan ASInya setelah
melahirkan. Frekuensi menyusui yang sering (tidak dibatasi) juga dibuktikan
bermanfaat karena volume ASI yang dihasilkan lebih banyak sehingga
penurunan berat badan bayi hanya sedikit.
ASI juga mengurangi insidensi karies dentis. Insiden karies dentis
pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding yang
mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama
pada waktu akan tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan sisa susu
formula. Sisa tersebut akan berubah menjadi asam yang merusak gigi. Selain
itu kadar Selenium yang tinggi dalam ASI akan mencegah karies dentis.
Telah dibuktikan bahwa salah satu penyebab maloklusi rahang adalah
kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat menyusu dengan botol dan
dot.
Mengurangi resiko terjadinya penyakit kronik seperti kencing manis
yang bergantung pada insulin dan keganasan.Selain itu bayi yang diberi ASI
lebih jarang menderita diabetes mellitus (Insulin-dependent diabetes
mellitus-IDDM) atau kencing manis di usia muda. Dari penelitian diketahui ASI juga
dapat mencegah timbulnya kanker darah pada masa kanak-kanak seperti
limfoma dan leukemia.
ASI juga dapat meningkatkan Intelligence Quotien (IQ) anak,
penelitian pada tahun 1999 suatu analisis dari 11 penelitian menunjukkan
bahwa bayi yang menyusu mempunyai IQ 3,2 poin lebih tinggi dibandinkan
bayi yang mendapatkan susu formula.perbedaan ini sudah terlihat mulai umur
6-23 bulan dan menetap sampai umur 10-15bulan. Lama pemberian ASI
sangat berperan.Bila ASI hanya diberikan selama 4-7 minggu tidak ada
perbedaan kecerdasan.Bila ASI diberikan selama 28 minggu atau lebih
perbedaan adalah 2,91 poin. Penelitian di Australia menunjukkan bahwa IQ
2.2.1.2. Manfaat ASI untuk Ibu
Selain memberi keuntungan pada bayi, menyusui jelas memberikan
keuntungan pada ibu. Berikut ini merupakan beberapa manfaat ASI bagi ibu:
a) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan
Apabila bayi disusui segera setelah dilahirkan maka kemungkinan
terjadinya perdarahan setelah melahirkan (post partum) akan berkurang.
Hal ini diebabkan karena pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar
oksitosin yang berguna juga untuk konstriksi/penyempitan pembuluh
darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti. Hal ini akan
menurunkan angka kematian ibu yang melahirkan.
b) Mengurangi terjadinya anemia
Mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan darah atau anemia
karena kekurangan zat besi. Menyusui mengurangi perdarahan.
c) Menjarangkan kehamilan
Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan cukup
berhasil. Selama ibu memberi ASI eksklusif dan belum haid, 98% tidak
akan hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan
hamil sampai bayi berusia 12 bulan.
d) Mengecilkan rahim
Kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat akan sangat membantu
rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses pengecilan ini akan lebih
cepat dibanding pada ibu yang tidak menyusui.
e) Lebih cepat langsing kembali
Oleh karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan
mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil. Dengan
demikian berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali ke
berat badan sebelum hamil.
f) Mengurangi kemungkinan menderita kanker
Pada ibu yang memberikan ASI eksklusif, umumnya kemungkinan
menderita kanker payudara dan indung telur berkurang. Beberapa
terjadinya kanker payudara. Pada umumnya bila semua wanita dapat
melanjutkan menyusui sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih, diduga
angka kejadian kanker payudara akan berkurang sampai sekitar 25%.
Beberapa penelitian menemukan juga bahwa menyusui akan melindungi
ibu dari penyakit kanker indung telur. Salah satu dari penelitian ini
menunjukkan bahwa risiko terkena kanker indung telur pada ibu yang
menyusui berkurang sampai 20-25%.
g) Lebih ekonomis/murah
Dengan memberi ASI berarti menghemat pengeluaran untuk susu
formula, perlengkapan menyusui dan persiapan pembuatan minum susu
formula. Selain itu, pemberian ASI juga menghemat pengeluaran untuk
berobat bayi, misalnya biaya jasa dokter, biaya pembelian obat-obatan,
bahkan mungkin biaya perawatan di rumah sakit.
h) Tidak merepotkan dan hemat waktu
ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan atau
memasak air, juga tanpa harus mencuci botol dan tanpa menunggu agar
susu tidak terlalu panas. Pemberian susu botol akan lebih merepotkan
terutama pada malam hari. Apalagi kalau persediaan susu habis pada
malam hari maka kita harus repot mencarinya.
i) Portabel dan praktis
Mudah dibawa kemana-mana (portable) sehingga saat bepergian tidak
perlu membawa berbagai alat untuk minum susu formula dan tidak perlu
membawa alat listrik untuk memasak atau menghangatkan susu. Air susu
ibu dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan siap
dimakan/minum, serta dalam suhu yang selalu tepat.
j) Memberi kepuasan bagi ibu
Ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif akan merasakan kepuasan,
2.2.1.3. Manfaat ASI untuk Negara
Pemberian ASI eksklusif akan menghemat pengeluaran negara
karena hal-hal berikut:
a. Penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan
menyusui serta biaya menyiapkan susu
b. Penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah mencret dan sakit
saluran napas
c. Penghematan obat-obatan, tenaga dan sarana kesehatan
d. Menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk
membangun negara
e. Langkah awal untuk mengurang bahkan menghindari kemungkinan
terjadinya generasi yang hilang khususnya bagi Indonesia (Roesli, 2009).
2.2.2. Tujuh Langkah Keberhasilan ASI Eksklusif
Terdapat tujuh langkah untuk keberhasilan pemberian ASI secara
eksklusif. Langkah-langkah ini sangat penting terutama bagi ibu bekerja.
Menyusui memang akan mempengaruhi seluruh keluarga. Idealnya suami,
kakak, nenek dan kakek dilibatkan dalam langkah-langkah ini, karena
dukungan mereka sangat berarti (Roesli,2009).
Langkah-langkah yang terpenting dalam persiapan keberhasilan
menyusui secara eksklusif adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan payudara, bila diperlukan
2. Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui
3. Menciptakan dukungan keluarga, teman dan sebagainya
4. Memilih tempat melahirkan yang “sayang bayi” seperti “rumah sakit
sayang bayi” atau “rumah bersalin sayang bayi”
5. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara
eksklusif
6. Mencari ahli persoalan menyusui seperti Klinik Laktasi dan atau
konsultasi laktasi (lactasian consultan).
2.2.3. Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui
1. Sarana pelayanan kesehatan mempunyai kebijakan tentang penerapan
10 langkah menuju keberhasilan menyusui dan melarang promosi
PASI
2. Sarana pelayanan kesehatan melakukan pelatihan untuk staf sendiri
atau lainnya
3. Menyiapkan ibu hamil untuk mengetahui manfaat ASI dan langkah
keberhasilan menyusui. Memberikan konseling apabila ibu penderita
infeksi HIV positif
4. Melakukan kontak dan menyusui dini bayi baru lahir (1/2 – 1 jam
setelah lahir)
5. Membantu ibu melakukan teknik menyusui yang benar (posisi
peletakan tubuh bayi dan pelekatan mulut bayi pada payudara)
6. Hanya memberikan ASI saja tanpa minuman pralakteal sejak bayi lahir
7. Melaksanakan rawat gabung ibu dan bayi
8. Melaksanakan pemberian ASI sesering dan semau bayi
9. Tidak memberikan dot/kompeng
10. Menindak lanjuti ibu-bayi setelah pulang dari sarana pelayanan
kesehatan (Besar,2008).
2.2.4. Mewujudkan setiap bayi mendapat ASI dan memampukan setiap ibu menyusui bayinya
Seorang ibu menyusui agar mampu dan berhasil melaksanakan
pemberian ASI seutuhnya. Seorang ibu memerlukan perlindungan,
informasi dan bantuan yang komprehensif sekaligus menghilangkan
hambatan di lingkungannya, antara lain :
a. Lingkungan keluarga dan masyarakat yang mendukung
b. Komunikasi, informasi dan edukasi kepada semua lapisan masyarakat
untuk menumbuhkan ‘budaya ASI’, misalnya penyediaan sarana ruang
c. Keseluruhan sistem pelayanan kesehatan menerapkan ’10 Langkah
Menuju Keberhasilan Menyusui’ atau menerapkan ‘Sayang Bayi’
d. Ibu mendapat konseling menyusui terutama bila menghadapi masalah
e. Ibu yang bekerja mendapat perlindungan, kebijakan, sarana dan bantuan
untuk melaksanakan pemberian ASI yang optimal
f. Ibu yang menderita HIV positif membutuhkan pengetahuan tentang
pemberian makanan bayi
g. Ibu mendapat informasi atau konseling tentang manfaat pemberian ASI
dan cara menyusui yang benar
h. Ibu tidak terpapar/terpengaruh oleh pemasaran PASI atau ibu harus dapat
menolak pemberian PASI
i. Bila ibu-bayi berada dalam situasi darurat dibantu untuk tetap menyusui
2.2.5. Keterampilan Menyusui
Agar proses menyusui dapat berjalan lancar, maka seorang ibu harus
mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara
ibu ke bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi
menyusui dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat.
Posisi menyusui harus senyaman mungkin, dapat dengan posisi
berbaring atau duduk. Posisi yang kurang tepat akan menghasilkan perlekatan
yang tidak baik. Posisi dasar menyusui terdiri dari posisi badan ibu, posisi
badan bayi, serta posisi mulut bayi dan payudara ibu
(perlekatan/attachment). Posisi badan ibu saat menyusui dapat posisi duduk,
posisi tidur terlentang, atau posisi tidur miring.
Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus
menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi
menempel dengan badan ibu (sanggahan bukan hanya pada bahu dan leher).
Sentuh bibir bawah bayi dengan puting, tunggu sampai mulut bayi terbuka
lebar dan secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan
punggung dan bahu bayi (bukan kepala bayi). Arahkan puting susu ke atas,
yang terlihat dibanding aerola bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar,
dagu bayi menempel pada payudara dan puting susu terlipat di bawah bibir
atas bayi.
Posisi tubuh yang benar dapat dilihat sebagai berikut :
a. Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast)
b. Perut dan dada bayi menempel pada perut dan dada ibu (chest to chest)
c. Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi
membentuk garis lurus dengan lengan bayi dan leher bayi
d. Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik
e. Ada kontak mata antara ibu dengan bayi
f. Pegang belakang bahu jangan kepala bayi
g. Kepala terletak dilengan bukan di daerah siku.
Tanda perlekatan ibu dan bayi yang baik adalah dagu menyentuh payudara,
mulut terbuka lebar , bibir bawah terputar keluar , lebih banyak areola bagian atas
yang terlihat dibanding bagian bawah dan tidak menimbulkan rasa sakit pada
puting susu.
Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan
nyeri pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak dapat
dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa tidak puas dan ia ingin menyusu sering
dan lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit dan berat badan bayi tidak naik
dan lambat laun ASI akan mengering.
2.2.6. Lama Menyusui
Lamanya menyusu berbeda-beda tiap periode menyusu. Rata-rata bayi
menyusu selama 5-15 menit, walaupun terkadang lebih. Bayi dapat mengukur
sendiri kebutuhannya. Bila proses menyusu berlangsung sangat lama (lebih dari
30 menit) atau sangat cepat (kurang dari 5 menit) mungkin ada masalah. Pada
hari-hari pertama atau pada bayi berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram),
proses menyusu terkadang sangat lama dan hal ini merupakan hal yang wajar.
Sebaiknya bayi menyusu pada satu payudara sampai selesai baru kemudian bila
kedua payudara mendapat stimulasi yang sama untuk menghasilkan ASI
(Yohmi,2008).
2.2.7. Menilai kecukupan ASI
1. ASI akan cukup bila posisi dan perlekatan benar
2. Bila buang air kecil lebih dari 6 kali sehari dengan warna urine yang tidak
pekat dan bau tidak menyengat.
3. Berat badan naik lebih dari 500 gram dalam sebulan dan telah melebihi berat
lahir pada usia 2 minggu.
4. Bayi akan relaks dan puas setelah menyusu dan melepas sendiri dari payudara
ibu (Yohmi,2008).
Selain itu dapat juga terlihat tanda payudara ibu terasa lembut dan kosong
setiap kali selesai menyusui, ibu merasa geli karena aliran ASI setiap kali bayi
mulai menyusu dan bayi sering buang air besar berwarna kekuningan “berbiji”.
(Sulistyawati,2009)
2.2.8. Masalah yang sering timbul saat masa laktasi
1. Puting rata: inverted or retracted nipples. Untuk mengatasinya dapat
dilakukan dengan jalan menarik-nari puting sejak hamil (nipple conditioning
exercises).harus sering menyusui agar puting selalu sering tertarik.
2. Puting lecet: sore or cracked nipples. Dapat disebabkan oleh teknik menyusu
yang salah atau perawatan yang tidak betul pada payudara. Pengobatan:
a. teknik menyusu yang benar
b. puting harus kering
c. pemberian nalolin dan vitamin E
d. pengobatan terhadap monolia
e. Menyusui dengan payudara yang tidak lecet.Bila lecetnya hebat maka
menyusui dapat ditunda 24-48 jam. ASI di keluarkan dengan
Sedangkan pencegahan dapat dilakukan dengan:
a. Jangan membersihkan puting dengan sabun dan zat pembersih lain hanya
dengan air
b. Teknik mneyusui harus benar
c. Puting susu dan aerola harus kering setelah nmenyusui
d. Jangan memakai lapisan plastik pada kutang.
3. Payudara bengkak: disebabkan karena pengeluaran ASI tidak lancar karena
bayi tidak cukup sering menyusui atau terlalu cepat disapih.Dapat pula karena
ada gangguan let-down reflex.Dapat diatasi dengan:
a. menyusu lebih sering
b. kompres hangat
c. ASI dikeluarkan dengan pompa, pemijatan dapat dilakukan tetapi
seringnya akan terasa sakit
d. analgetika
4. Saluran tersumbat (obstructed duct; caked breast). Terjadi statis pada saluran
ASI secara lokal sehingga timbul benjolan lokal. Dianjurkan terus menyusui
dan lebih baik menyusui dengan payudara yang sakit terlebih dahulu,
pemijatan dan dapat pula di kompres.
5. Infeksi payudara (mastitis). Suatu proses infeksi pada payudara yang dapat
menimbulkan reaksi sistemik ibu misalnya demam. Payudara terlihat bengkak
dan merah juga dirasakan ada nyeri. Untuk pengobatannya jangan berhenti
menyusui, jangan dipijat, istirahat, kompres dengan air hangat ataupun dingin
serta banyak minum air putih dam meminum antibiotik dan analgetik.
6. Abses payudara, saat terjadi sekunder ada mastitis atau obstructed breast atau
luka pada payudara yang terinfeksi. Untuk pengobatannya berhentikan
menyusui dari payudara yang ada absesnya kemudia insisi abses lalu minum
antibiotik dan analgetik serta beristirahat
7. Bayi tidak suka menyusu (Reluctant nurser), suatu keadaan dimana bayi
tidak suka menyusu. Hal ini disebabkan oleh:
a. pancaran ASI yang terlau kuat sehingga mulut bayi terlalu penuh
dengan jalan menyusui lebih sring sehingga payudara tidah terlalu penuh
yang menyebabkan pancaran ASI keras.
b. Bingung puting (Nipple confusion), Pada bayi yang pemberian
ASInyasering diselang-selingi dengan botol susu akan mengalami bingung
puting .
c. Pada bayi yang mengantuk kadan-kadang malas menyusu. Cara
mengatasinya adalah membuka selimut bayi agar terasa dingin dam bayi
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan masalah dan tujuan yang ingin dicapai pada penelitian
ini, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
3.2 Definisi Operasional
3.2.1. Pengetahuan ibu hamil mengenai ASI Eksklusif 3.2.1.1. Definisi
Yang dimaksud dengan ibu pada penelitian ini adalah ibu hamil
yang memeriksakan kandungannya di poli ibu hamil RSUP. H. Adam Malik
Medan.
Pengetahuan ibu hamil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
informasi yang diketahui atau disadari oleh ibu tersebut yang dihasilkan dari
pengamatan analisa akalnya. Pengetahuan dapat dinilai dari jumlah jawaban
yang diisi oleh ibu tersebut dengan benar pada kuesioner.
3.2.1.2. Cara Ukur dan Alat Ukur
Pengetahuan ibu hamil dalam penelitian ini dapat diukur dengan
cara wawancara . Sedangkan alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.
3.2.1.3. Hasil Ukur dan Skala Ukur
Skala ukur variabel ini adalah skala ordinal. Ini diperoleh dari
kuesioner yang hasilnya tergantung jumlah jawaban responden yang benar
dan salah. Jika jawaban responden benar diberi nilai 1 dan bila salah akan
diberi nilai 0.
Pengetahuan ibu hamil
tentang ASI ekskusif
Maka penilaian terhadap pengetahuan responden yaitu :
a) Skor 8-10 : Baik
b) Skor 5-7 : sedang
c) Skor <5 : Buruk
[image:37.595.141.485.277.510.2](diadaptasi dari Pratomo, 1986)
Tabel 3.1. Skor Pertanyaan pada Kuesioner Pengetahuan
No. Skor
1. A=1 B=0 C=0
2. A=1 B=0 C=0
3. A=1 B=0 C=0
4. A=1 B=0 C=0
5. A=1 B=0 C=0
6. A=1 B=0 C=0
7. A=1 B=0 C=0
8. A=1 B=0 C=0
9. A=1 B=0 C=0
10.A=1 B=0 C=0
3.2.2. Keinginan ibu untuk menjalankan ASI eksklusif. 3.2.2.1. Definisi
Keinginan ibu-ibu hamil yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
kemauan ataupun rasa ingin yang timbul dari dalam diri ibu tersebut untuk
meneteki anaknya secara eksklusif dengan ASI setelah dia melahirkan.
3.2.2.2. Cara ukur dan Alat ukur
Cara ukur untuk menilai keinginan ibu hamil dalam penelitian ini adalah
melalui wawancara, sedangkan alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.
3.2.2.3. Hasil ukur dan Skala ukur
Skala ukur variabel ini adalah skala nominal. Hasil ukur dinilai dari
Digolongkan ke dalam kategori ingin bila responden menjawab YA untuk
pertanyaan terkait, sedangkan dikategorikan tidak ingin jika responden
menjawab TIDAK / RAGU-RAGU pada pertanyaan terkait.
3.3. Hipotesa
Pengetahuan ibu hamil mengenai ASI eksklusif berdampak pada keinginan ibu
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
akan diadakan penelitian mengenai hubungan pengetahuan ibu hamil mengenai
ASI eksklusif dengan keinginannya memberikan ASI secara ekslusif setelah
melahirkan. Oleh karena itu, jenis penelitian yang akan digunakan adalah
penelitian deskriptif analitik. Dimana, variabel independen adalah pengetahuan
ibu hamil, dan variabel dependen adalah keinginan ibu tersebut untuk memberikan
ASI secara eksklusif setelah melahirkan.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Poli Ibu Hamil RSUP. H.
Adam Malik Medan. Waktu pelaksanaan penelitian akan dimulai pada bulan Juli
2010 sampai bulan 0ktober 2010
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu hamil dari
trimester awal sampai trimester akhir menjelang melahirkan.Sedangkan populasi
terjangkau penelitian ini adalah ibu-ibu hamil yang konsultasi di poli kandungan
RSUP. H. Adam Malik Medan pada saat dilakukan pengambilan data. Jumlah
sampel pada penelitian ini adalah 95 orang.
Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan metode consecutive
sampling. Consecutive sampling adalah teknik pemilihan dimana semua subyek
yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian
sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi (Sudigdo, 2008).
Kriteri Inklusi :
• Pasien bersedia dan mampu mengikuti penelitian • Umur 18-50 tahun
Kriteri Eksklusi :
• Pasien berumur lebih dari 50 tahun • Wanita yang tidak sedang hamil
• Wanita hamil yang menolak menjadi sampel penelitian
Berdasarkan Wahyuni (2007), jumlah sampel yang akan diambil akan
ditentukan dengan rumus :
n : besar sampel minimum
z1-α/2 : nilai distribusi normal baku (tabel z) pada α tertentu =1,96
P : proporsi di populasi = 0,5
d : kesalahan (absolut yang ditolerir) = 0,1
berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan tersebut, didapatkan
jumlah sampel adalah 96 orang.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini merupakan jenis penelitian survey yaitu penelitian yang
mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpul data pokok. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Cross
Sectional yaitu peneliti mempelajari hubungan antara variabel bebas (faktor
resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat,
tidak semua objek penelitian harus diperiksa pada hari/ saat yang sama tetapi baik
variabel efek dinilai hanya satu kali saja. Pengukuran pengaruh pengetahuan ibu
dengan keinginannya memberikan ASI eksklusif diukur dengan metode yang
sama yaitu wawancara langsung. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah dengan consecutive sampling . Pada consecutive sampling, semua obyek
2 2 ) 1 ( 2 / 1 d p p Z
n= −α −
yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian
sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.
Kuesioner terdiri dari beberapa aspek pertanyaan yaitu :
1. Identitas dan karakteristik respoden
2. Aspek pengetahuan mengenai ASI eksklusif
3. Aspek sikap berupa keinginan responden tentang pelaksanaan ASI eksklusif
Untuk skor penilaian dan interpretasi hasil ukur dapat dilihat pada
penjelasan metode penelitian yang telah dipaparkan pada bab. 3(tiga). Data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh
melalui jawaban yang diberikan responden kepada peneliti pada saat dilakukan
penelitian.
4.5 Pengolahan dan Analisa Data
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh adalah hasil dari kuesioner, berupa
jawaban dari responden yang selanjutnya diolah kembali.
4.5.1. Langkah – langkah pengolahan data tersebut adalah : Editing
dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data apabila
data belum lengkap ataupun ada kesalahan data dapat dilengkapi
dengan wawancara ulang responden.
Coding :
data yang telah dikumpulkan dan dikoreksi ketepatan dan
kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual
sebelum diolah dengan komputer
Entri :
Indata yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam
program komputer,yaitu (Statistic Package for Social Science) SPSS
Cleaning :
pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam komputer
guna menghindari terjadinya kesalahan dalam memasukkan data.
Saving :
penyimpanan data untuk kemudian siap dianalisis.
4.5.2 Analisa Data
1) Analisis Univariat
Dilakukan untuk mendiskripsikan masing- masing variabel yaitu
(variable bebas) Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif dan (variabel
terikat) Keinginan memberikan ASI Eksklusif dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan persentase.
2) Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara pengetahuan ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif pada
bayi dengan menggunakan skala ordinal dan nominal dengan
menggunakan diskripsi persentase dan menggunakan rumus Chi Square
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Ibu Mengenai ASI
Eksklusif Dengan Keinginannya Memberikan ASI Secara Eksklusif Setelah
Melahirkan“, diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada 92 ibu hamil yang
berusia 18 - 50 tahun dan dilakukan wawancara secara langsung dengan
menggunakan kuesioner. Hasil dari penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut :
5.1.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini berlangsung di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik yang beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17 Kecamatan Medan
Tuntungan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK
Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan sesuai dengan SK Menkes No.
502/Menkes /SK/IX/1991 RSUP H. Adam Malik juga sebagai pusat rujukan
wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nangroe
Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Penelitian ini dilakukan di sub
bagian Poli ibu hamil Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
5.1.2. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Berdasarkan karakteristik distribusi ibu hamil yang memeriksakan
kandungan di poli ibu hamil RSUP. H Adam Malik Medan, ibu hamil yang
dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 92 orang yang dibagi
menjadi 3 kelompok umur yaitu <20 tahun, 20-35 tahun dan ≥35 tahun. Dari
tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebaran kasus menurut umur bahwa
sebagian besar berada pada kelompok umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 78
orang (84,8%), sedangkan umur responden yang paling sedikit adalah < 20
Responden dibagi atas empat tingkat pendidikan yaitu sekolah dasar,
sekolah menengah pertama (SMP/sederajat), sekolah menengah
atas(SMA/sederajatnya), dan sarjana (D1/D3/S1/S2). Berdasarkan tabel 5.1.
dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden paling banyak adalah
pada tingkat pendidikan SMA atau sederajatnya yaitu sebanyak 51 orang
(55,4%), sedangkan tingkat pendidikan responden yang paling sedikit adalah
pada tingkat pendidikan sekolah dasar yaitu sebanyak 4 orang (4,3%).
Berdasarkan pekerjaan, responden dalam penelitian ini dibagi menjadi
dua kelompok yaitu bekerja dan tidak bekerja. Berdasarkan hal tersebut
diperoleh bahwa sebagian besar responden bekerja yaitu sebanyak 47 orang
(51,1%), sedangkan responden yang tidak bekerja adalah sebanyak 45 orang
(48,9%).
Berdasarkan riwayat kehamilan sebelumnya, responden dibagi menjadi
dua kelompok yaitu primigravida dan multigravida. Dari tabel 5.1. dapat
diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai riwayat kehamilan
sebelumnya yaitu sebanyak 64 orang (69,6%), sedangkan responden yang
merupakan primigravida lebih sedikit yaitu sebanyak 28 orang (30,4%).
Berdasarkan usia kehamilan, reponden dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu trimester pertama, trimester ke-2, dan trimester ke-3. Berdasarkan hal
tersebut diperoleh bahwa sebagian besar usia kehamilan responden adalah
>28 minggu (trimester ke-3) yaitu sebanyak 64 orang (69,6%), sedangkan
usia kehamilan responden yang paling sedikit adalah pada trimester 2 yaitu
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Responden
karakteristik Frekuensi (n) Persen (%) Umur :
< 20 tahun 2 2,2
20 – 35 tahun 78 84,8
> 35 tahun 12 13
Pendidikan :
SD/ sederajat 4 4,3
SMP/sederajat 6 6,5
SMA/sederajat 51 55,4
D1/D3/S1 31 33,7
Pekerjaan :
Bekerja 47 51,1
Tidak Bekerja 45 48,9
Gravida :
Primigravida 28 30,4
Multigravida 68 69,6
Usia
Kandungan :
Trimester 1 14 15,2
Trimester 2 13 14,1
Trimester 3 64 69,6
5.1.3. TINGKAT PENGETAHUAN
Pada penelitian ini, dalam lembar angket penelitian terdapan 10
pertanyaan mengenai pengetahuan tentang ASI (Air Susu Ibu). Pertanyaan –
pertanyaan pada angket terlebih dahulu diuji validitas, sehingga dapat
mewakili pengetahuan responden mengenai ASI. Data lengkap mengenai
distribusi jawaban responden pada variable pengetahuan dapat dilihat pada
tabel 5.2 dibawah ini :
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan Mengenai ASI
No
Pernyataan Jawaban Responden
Benar Salah
f % f %
1. Pengertian ASI 88 95,7 4 4,3
2. Pengertian pemberian ASI
Eksklusif
72 78,3 20 21,7
3. Pengertian mengenai kolostrum 65 70,7 27 29,3
4. Manfaat menyusui 81 88,0 11 12,0
5. ASI eksklusif dapat diganti
dengan susu formula karena nilai
gizinya sama
43 46,7 49 53,3
6. Kapan saatnya mulai menyusui
bayi
52 56,5 40 43,5
7. Mengapa menyusui bayi harus
dilakukan sesegera mungkin
51 55,4 41 44,6
8. Pada saat kapankah bayi diberikan
ASI
57 62,0 35 38,0
9. Berapa lama waktu menyusui
yang ideal
62 67,4 30 32,6
10. Bagaimana cara melakukan
inisiasi menyusui dini
[image:46.595.117.509.323.683.2]Berdasarkan tabel diatas pertanyaan yang paling banyak dapat dijawab
dengan benar adalah pertanyaan nomer 1, 2, dan 4 yaitu sebesar 95,7%,
78,3%, dan 88,0%, sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab
dengan salah adalah pertanyaan nomer 5 yaitu sebesar 46,7%.
Tingkat pengetahuan responden pada penelitian ini dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu, tingkat pengetahuan baik, tingkat pengetahuan sedang, dan
tingkat pengetahuan buruk. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat
pengetahuan ibu hamil yang memeriksakan kandungan di poli ibu hamil
RSUP H Adam Malik Medan mengenai ASI eksklusif paling banyak berada
pada tingkat pengetahuan baik yaitu 41 orang (44,6%), sedang yaitu
sebanyak 39 orang (42,4%), dan buruk 12 orang (13,0%) dari sebanyak 92
orang responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai ASI eksklusif.
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persen (%)
Baik 41 44,6
Sedang 39 42,4
Buruk 12 13,0
Jumlah 92 100,0
5.1.4. KEINGINAN MEMBERIKAN ASI EKSKLUSIF
Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa responden yaitu
sebanyak 81 orang (88,0%) memiliki keiinginan memberikan ASI
eksklusif setelah melahirkan, Sedangkan responden yang ragu-ragu 6
orang (6,5%), dan yang tidak ingin memberikan ASI secara eksklusif
[image:47.595.149.515.446.551.2]Tabel 5.4.Ditribusi Responden yang Memiliki Keinginan Memberikan ASI Secara Eksklusif Setelah Melahirkan
Sikap Frekuensi (n) Persen (%)
Mau 81 88,0
Tidak mau 5 5,4
Ragu-ragu 6 6,5
Jumlah 92 100,0
5.1.5. HASIL ANALISA STATISTIK
Dari Tabel yang disajikan dibawah ini yang menghubungkan antara
tingkat pengetahuan ibu hamil mengenai ASI Eksklusif dengan
Keinginannya Memberikan ASI eksklusif setelah melahirkan
menunjukkan bahwa responden yang paling banyak ingin memberikan
ASI eksklusif adalah responden dengan tingkat pengetahuan baik yaitu
sebanyak 41 orang (50,6%), sedangkan responden dengan pengetahuan
sedang dan rendah yang mau memberikan ASI eksklusif setelah
melahirkan adalah sebanyak 34 orang (42,0%) dan 6 orang (7,2%).
Tabel 5.5 Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden dengan Keinginannya Memberikan ASI Secara Eksklusif Setelah Melahirkan.
Tingkat Pengetahuan
TingkatTindakan
Mau Tidak Mau
Ragu-Ragu
Nilai P*
f % f % F %
0,00
Baik 41 50,6 0 0 0 0
Sedang 34 42,0 2 40,0 3 50,0
Buruk 6 7,4 3 60,0 3 50,0
Total 81 100 5 100 6 100
5.2. PEMBAHASAN
Pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu hamil yang memiliki
keinginan memberikan ASI eksklusif adalah ibu-ibu hamil dengan tingkat
pengetahuan baik yaitu sebanyak 41 orang, sedangkan ibu hamil dengan tingkat
pengetahuan sedang 34 orang, dan sebagian kecil dengan tingkat pengetahuan
rendah 6 orang.
Pada tabel 5.5 tersebut juga dapat dilihat bahwa ibu hamil dengan tingkat
pengetahuan yang tinggi keseluruhannya ingin memberikan ASI eksklusif, pada
ibu dengan tingkat pengetahuan sedang yaitu sebanyak 39 orang, terdapat 2 orang
yang tidak mau memberikan ASI eksklusif dan 3 orang ragu-ragu, sedangkan
pada ibu hamil yang memiliki tingkat pengetahuan rendah dari 12 orang terdapat
3 orang yang tidak mau dan 3 orang yang ragu untuk memberikan ASI eksklusif
setelah melahirkan.
5.2.1. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dengan Keinginan Memberikan ASI Eksklusif.
Uji chi square yang dialakukan terhadap tingkat pengetahuan ibu
mengenai ASI eksklusif dengan keinginannya memberikan ASI eksklusif
setelah melahirkan dihasilkan p <0,05 yaitu sebesar 0,00 yang berarti dapat
ditarik kesimpulan bahwa Ha diterima atau hipotesa diterima. Ha disini
adalah bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
mengenai ASI eksklusif dengan keinginannya memberikan ASI Eksklusif
setelah melahirkan.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri
Rahayuningsih (2005), tentang hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
mengenai ASI dengan pemberian kolostrum dan ASI eksklusif, hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Notoadmodjo(2003)
ibu yang memiliki pengetahuan yang rendah mengenai pentingnya
pemberian ASI eksklusif cenderung memliki prilaku yang kurang baik
dalam pem