• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN PONDASI BORED PILE DI PROYEK REKONSTRUKSI GEDUNG KEJAKSAAN TINGGI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN PONDASI BORED PILE DI PROYEK REKONSTRUKSI GEDUNG KEJAKSAAN TINGGI SUMATERA BARAT"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN PONDASI BORED PILE DI PROYEK REKONSTRUKSI GEDUNG KEJAKSAAN TINGGI SUMATERA BARAT

Kukuh Surya Sigit S, Nasfryzal Carlo, Lusi Utama Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Universitas Bung Hatta Padang

E-mail : sigitsantoso1992@gmail.com ,carlo@bunghatta.ac.id, lusi_utamaindo115@yahoo.co.id

Abstrak

Berdasarkan data Standar Penetration Test (SPT) pada Rekonstruksi Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat direncanakan untuk menggunakan pondasi tiang pancang jenis spun pile diameter 35 cm, kedalaman 24 meter dengan jumlah titik pondasi sebanyak 136 titik. Tetapi dalam pelaksanaannya, dengan mengacu kepada hasil test pile ditetapkan untuk mengunakan pondasi tiang pancang diameter 35 cm, kedalaman 48 meter dengan jumlah titik pondasi sebanyak 264 titik. Berdasarkan perubahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan perhitungan ulang dan membandingkan hasil yang penulis peroleh dengan hasil perencanaan dan pelaksanaan dilapangan untuk pondasi dibawah Pmax. Perhitungan dilakukan dengan memakai rumus Mayerhof (1976) untuk data SPT, demikian pula dengan hasil test pile. Selanjutnya juga dilakukan perencanaan pondasi Bored Pile menggunakan metode Reese dan Wright (1977). Pada perhitungan dengan data SPT, penulis mendapatkan jumlah tiang pancang sebanyak 11 buah diameter 35 cm dengan kedalaman 24 meter. Pada sisi lain perencana memperoleh 6 buah tiang diameter 35 cm dengan kedalaman 24 meter. Untuk perhitungan berdasarkan hasil test pile penulis memperoleh jumlah tiang pancang sebanyak 10 buah diameter 35 cm dengan kedalaman 48 meter. Sedangkan perencana memperoleh 16 buah tiang pancang diameter 35 cm dengan kedalaman 48 meter. Untuk pondasi Bored Pile didapatkan 8 buah tiang diameter 35 cm dengan kedalam 24 meter.

(2)

BORED PILE FOUNDATION DESIGN OF THE WEST SUMATRA’S HIGH COURT BUILDING RECONSTRUCTION PROJECT

Kukuh Surya Sigit S, Nasfryzal Carlo, Lusi Utama

Department of Civil Engineering, Faculty of Civil Engineering and Planning, Bung Hatta University in Padang

E-mail : sigitsantoso1992@gmail.com ,carlo@bunghatta.ac.id, lusi_utamaindo115@yahoo.co.id

Abstract

Based on data from Standard Penetration Test (SPT) of the West Sumatra’s High Court Building reconstruction, it is planned to use spun pile diameter of 35 cm with a depth of 24 meters for 136 foundation points. But in practice, it was set to use pile foundation diameter of 35 cm with a depth of 48 meters for 264 foundation points by referring to the test pile’s result. Based on these changes writers interested in reassessing and comparing the results of the planning and implementation conducted by writers and the planning and implementation in the field for foundation under Pmax. Calculations were performed by using the Mayerhof’s formula (1976) for SPT data, as well as with the results of the test pile. Furthermore, it is also carried out the Bored Pile foundation design using Reese and Wright’s method (1977). In the calculation of SPT data, writers get the number 11 pieces of piles diameter of 35 cm with a depth of 24 meters. On the other hand planner gained 6 pieces of piles diameter of 35 cm with a depth of 24 meters. For the calculation based on the test pile’s results, writers obtained the amount of 10 pieces of piles of 35 cm diameter with a depth of 48 meters. While planners gained 16 pieces of pile diameter of 35 cm with a depth of 48 meters. For Bored Pile foundation obtained 8 pieces of piles with a diameter of 35 cm with a depth of 24 meters.

(3)

PERENCANAAN PONDASI BORED PILE DI PROYEK REKONSTRUKSI GEDUNG KEJAKSAAN TINGGI SUMATERA BARAT

Kukuh Surya Sigit S, Nasfryzal Carlo, Lusi Utama Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Universitas Bung Hatta Padang

E-mail : sigitsantoso1992@gmail.com ,carlo@bunghatta.ac.id, lusi_utamaindo115@yahoo.co.id

Abstrak

Berdasarkan data Standar Penetration Test (SPT) pada Rekonstruksi Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat direncanakan untuk menggunakan pondasi tiang pancang jenis spun pile diameter 35 cm, kedalaman 24 meter dengan jumlah titik pondasi sebanyak 136 titik. Tetapi dalam pelaksanaannya, dengan mengacu kepada hasil test pile ditetapkan untuk mengunakan pondasi tiang pancang diameter 35 cm, kedalaman 48 meter dengan jumlah titik pondasi sebanyak 264 titik. Berdasarkan perubahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan perhitungan ulang dan membandingkan hasil yang penulis peroleh dengan hasil perencanaan dan pelaksanaan dilapangan untuk pondasi dibawah Pmax. Perhitungan dilakukan dengan memakai rumus Mayerhof (1976) untuk data SPT, demikian pula dengan hasil test pile. Selanjutnya juga dilakukan perencanaan pondasi Bored Pile menggunakan metode Reese dan Wright (1977). Pada perhitungan dengan data SPT, penulis mendapatkan jumlah tiang pancang sebanyak 11 buah diameter 35 cm dengan kedalaman 24 meter. Pada sisi lain perencana memperoleh 6 buah tiang diameter 35 cm dengan kedalaman 24 meter. Untuk perhitungan berdasarkan hasil test pile penulis memperoleh jumlah tiang pancang sebanyak 10 buah diameter 35 cm dengan kedalaman 48 meter. Sedangkan perencana memperoleh 16 buah tiang pancang diameter 35 cm dengan kedalaman 48 meter. Untuk pondasi Bored Pile didapatkan 8 buah tiang diameter 35 cm dengan kedalam 24 meter.

Kata Kunci : SPT, Test Pile, Bored Pile

1. PENDAHULUAN

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang sudah beberapa kali mengalami gempa. Puncaknya terjadi pada tanggal 30 September 2009 dengan kekuatan ±7,9 SR. Gempa ini menyebabkan kerusakan parah di beberapa wilayah di Sumatera Barat, seperti Kabupaten Padang

Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukit Tinggi, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat.

Bencana tersebut tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga menghancurkan infrastruktur dan sarana pelayanan masyarakat seperti gedung

(4)

pemerintahan, jalan, sekolah, rumah sakit, pusat perdagangan, pasar tradisional dan bangunan lainnya.

Di kota Padang banyak gedung pemerintahan yang rusak berat. Salah satunya adalah Gedung Kejaksanaan Tinggi Sumatera Barat. Karena struktur bangunan sudah tidak layak pakai, maka dilakukan rekonstruksi gedung.

Dalam merencanakan sebuah bangunan, pondasi merupakan unsur terpenting yang harus diperhitungkan. Kekuatan dan keseimbangan bangunan itu sendiri sangat di pengaruhi oleh pondasi yang di rencanakan. Pondasi akan menerima semua beban dari elemen bangunan atas dan akan diteruskan ketanah dasar/tanah keras. Secara umum pondasi dibagi atas pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pemilihan jenis pondasi tergantung kepada keadaan tanah dan struktur bangunan yang direncanakan. Pondasi dangkal dapat digunakan apabila tanah kerasnya terletak dekat dengan permukaan tanah, sedangkan pondasi dalam digunakan untuk lapisan tanah keras yang terletak jauh dari permukaan tanah.

Proyek Rekonstruksi Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat menggunakan pondasi tiang pancang sebagai struktur bawahnya. Perencanaan awal pondasi ini menggunakan Spun Pile dengan diameter 35 cm dan kedalaman 24

m, tetapi dalam pelaksanaan terjadi perubahaan kedalaman dan jumlah titik yang direncanakan. Perubahan kedalaman pondasi menjadi 48 meter dengan jumlah titik menjadi 2 kali lipat dari titik perencanaan awal sehingga menjadi 264 titik.

Berdasarkan penilaian Foster (2013) terdapat kriteria jenis pondasi sebagaimana ditunjuk pada tabel 1.

Tabel 1 Matrik Penilaian Pondasi

Sumber : Foster (2013)

Seperti yang tampak pada tabel di atas, bahwa pondasi Bored Pile adalah pondasi dengan nilai tertinggi dari ke lima jenis pondasi. Di mana jumlah nilainya adalah 22, atau lebih tinggi dari pondasi tiang pancang yang nilainya hanya 20. Oleh sebab itu penulis mencoba menghitung kembali pondasi gedung kejaksaan tinggi dengan tiang pancang dan Bored Pile. Adapun tujuan untuk : a. Menghitung ulang kapasitas daya

dukung tiang pancang berdasarkan perencanaan awal.

b. Menghitung ulang kapasitas daya dukung tiang pancang berdasarkan pelaksanaan dilapangan.

(5)

c. Menghitung dan merencanakan pondasi Bored Pile berdasarkan nilai Test Pile.

d. Membandingan hasil antara perencanaan awal, pelaksanaan dan perencanaan ulang.

Ruang lingkup dari batasan tulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Perhitungan didasarkan atas data SPT yang ada.

b. Perhitungan daya dukung dilakukan untuk tiang tunggal dan tiang kelompok.

c. Perhitungan penurunan yang akan terjadi.

d. Perhitungan Pile Cap.

e. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan ini diambil dari proyek rekonstruksi gedung kejaksaan tinggi Sumatera Barat.

Pondasi merupakan suatu konstruksi yang menghubungkan suatu struktur dengan tanah yang berfungsi meneruskan serta menyebarkan beban dari atas struktur, dimana tanah berfungsi sebagai penopangnya. Untuk membangun suatu struktur bangunan perlu direncanakan pondasi yang mampu mengubungkan serta memikul beban struktur bangunan dengan tanah secara baik.

Pemilihan jenis pondasi harus sesuai dengan keaadaan tanah lokasi dan konstruksinya harus kuat serta mampu

menerima beban dari atas dan melimpahkan kedalam tanah dasar dibawahnya. Untuk dapat menentukan serta memilih jenis dan kontruksi pondasi diperlukan penyelidikan tanah yang mendapatkan sifat dan jenis tanah dasarnya.

Dalam perencanaan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas :

- Fungsi bangunan atas (Upper Structure) yang akan dipikul oleh pondasi tersebut.

- Besarnya beban dan beratnya bangunan atas.

- Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan.

- Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.

Penyelidikan Tanah Untuk Pondasi Penyelidikan tanah dilapangan dibutuhkan untuk data perencaanaan pondasi bangunan, seperti : bangunan gedung, dinding penahan tanah, bendungan, jalan, dermaga dan lain-lain. Bergantung pada maksud dan tujuannya. Penyelidikan dapat dilakukan dengan cara-cara menggali lubang cobaan (trial pit), pengeboran, dan pengujian langsung dilapangan (in-situ test). Dari data yang diperoleh, sifat-sifat teknis tanah dipelajari, kemudian digunakan sebagai

(6)

bahan pertimbangan dalam menganalisis daya dukung dan penurunan.

Tujuan penyelidikan tanah antara lain:

- Menentukan daya dukung tanah menurut tipe pondasi yang dipilih. - Menentukan tipe dan kedalaman

pondasi.

- Untuk mengetahui posisi muka air tanah.

- Untuk meramalkan besarnya penurunan.

- Menentukan besarnya tekanan tanah terhadap dinding penahan tanah atau pangkal jembatan.

- Menyelidiki keamanan suatu struktur bila penyelidikan dilakukan pada banguanan yang telah ada sebelumnya. - Pada proyek jalan dan irigasi,

penyelidikan tanah berguna untuk menetukan letak-letak saluran dan macam bahan timbunan.

Jenis-jenis tanah tertentu sangat mudah sekali terganggu oleh pengaruh pengambilan contohnya didalam tanah. Untuk menanggulangi hal tersebut , sering dilakukan beberapa pengujian dilapangan secara langsung. Pengujian-pengujian tersebut, antara lain :

- Pengujian penetrasi standar atau pengujian SPT (Standar Penetration Test ).

- Pengujian penetrasi kerucut static (Static Cone Penetration Test).

- Pengujian beban plat ( Plate Load Test).

- Pengujian geser baling-baling ( Vane Shear Test ).

Pemilihan Bentuk Pondasi

Menurut Sarjono (1998) dalam memilih pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan dilapangan. Keadaan tanah dasar merupakan hal terpenting dari pemilihan bentuk pondasi. Berikut ini diuraikan jenis-jenis pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah dasar, yakni :

a. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada permukaan tanah atau 2-3 meter dibawah pemukaan tanah. Dalam hal ini pondasi telapak (spread foundation).

b. Bila tanah pondasi terletak pada kedalaman sekitar 10 meter dibawah permukaan tanah. Dalam hal ini dipakai pondasi tiang atau pondasi tiang apung (Floating Pile Foundation) untuk memperbaiki tanah pondasi. Jika memakai tiang maka tiang baja atau beton yang dicor ditempat (Cast In Place) kurang ekonomis, karena tiang-tiang tersebut kurang panjang.

c. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada sekitar 20 m dibawah permukaan tanah : dalam hal ini tergantung dari penurunan (Settlement) yang diizinkan,

(7)

dapat digunakan jenis pondasi tiang pancang (Pile Driver Foundation). Tetapi bila terdapat batu besar (Cobble Stones) pada lapisan antara pemakaian kaison lebih menguntungkan.

d. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 30 meter dibawah permukaan tanah, biasanya digunakan kaison terbuka, tiang baja atau tiang yang dicor ditempat. Apabila tekanan atmosfir yang bekerja ternyata kurang dari 3 kg/cm2 digunakan juga kaison rekanan.

e. Bila tanah pendukung terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter dibawah permukaan tanah, dalam hal ini yang paling baik adalah tiang baja dan tiang beton yang dicor ditempat.

Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar dibawah ini :

Gambar 1 Contoh Pondasi Bila Lapisan Pendukung Pondasi Cukup Dangkal (Sardjono,1998 ).

Gambar 2 Contoh Pondasi Bila Lapisan Pondasi Berada Sekitar 10 m Dibawah Permukaan Tanah (Sardjono, 1998 ).

Gambar 3 Contoh Pondasi Bila Lapisan Pondasi Berada Sekitar 20 m Dibawah Permukaan Tanah (Sardjono ,1998).

Gambar 4 Contoh Pondasi Bila Lapisan Pondasi Berada Sekitar 30 m Dibawah Permukaan Tanah (Sardjono ,1998 ).

Jenis-Jenis Pondasi

Menurut Sardjono (1998) Pondasi dapat digolongkan menjadi dua jenis Pondasi, yaitu :

a. Pondasi dangkal ( shallow foundation). b. Pondasi dalam ( deep foundation ).

Pondasi dangkal (shallow foundation) digunakan apabila lapisan tanah keras yang mampu mendukung beban bangunan di atasnya, terletak dekat dengan permukaan, sedangkan pondasi dalam dipakai pada kondisi yang sebaliknya.

Secara umum, yang dinamakan pondasi dangkal adalah pondasi yang

(8)

mempunyai perbandingan antara kedalaman dengan lebar pondasi sekitar kurang dari 1 (Df/B ≤1) seperti pada dibawah ini :

Gambar 5 Syarat Perbandingan Antara Kedalaman Dengan Lebar Pondasi (Sardjono, 1998 ).

bentuk pondasi biasanya dipilih sesuai dengan jenis bangunan dan jenis tanahnya dan secara umum pondasi dangkal dapat berbentuk:

a. Pondasi memanjang / menerus (Continus Foudations)

b. Pondasi telapak (Square Foudations) c. Pondasi rakit (Raft Foudations)

Pondasi dalam (Deep Foundation) ini Digunakan untuk menyalurkan beban bangunan melewati lapisan tanah yang lemah di bagian atas ke lapisan bawah yang lebih keras. Dikatakan pondasi dalam jika D/B ≥4.

Pondasi dalam dapat dibedakan menjadi beberapa jenis :

a. Pondasi tiang pancang (pasak bumi) b. Pondasi sumuran

c. Pondasi Bored Pile

Gambar 6 Macam-Macam Tipe Pondasi ( Hardiyatmo, 1996 )

Jenis dan Bentuk Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang dipergunakan pada tanah-tanah lembek, tanah berawa, dengan kondisi daya dukung tanah kecil, kondisi air tanah tinggi dan tanah keras pada posisi sangat dalam. Menurut Sardjono (1998) bahan yang digunakan untuk tiang pancang dibagi 4 yakni :

- Tiang Pancang Kayu - Tiang Pancang Beton - Tiang Pancang Baja

- Tiang Pancang Komposite (composite pile )

a. Tiang pancang kayu

Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan lebih tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air tanah.

Tiang pancang kayu ini sangat cocok untuk daerah rawa dan

daerah-D

dimana :

D = kedalaman pondasi B = lebar pondasi

(9)

daerah dimana sangat banyak terdapat hutan kayu seperti didaerah kalimantan, sehingga mudah memperoleh balok/tiang kayu yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk digunakan sebagai tiang pancang.

Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :

- Tiang pancang dari kayu relatif ringan sehingga mudah dalam transport.

- Kekuatan tarik besar sehingga pada waktu pengangkatan untuk pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti misalnya pada tiang pancang beton precast.

- Mudah untuk pemotongannya apabila tiang kayu ini sudah tidak dapat lagi masuk lagi kedalam tanah.

- Tiang pancang ini lebih sesuai / baik untuk friction pile dari pada end bearing pile sebab tegangan tekanannya relative kecil.

Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :

- Tiang pancang yang dibuat dari kayu mempunyai umur yang relatif kecil dibandingkan dengan tiang pancang yang dibuat dari baja atau beton, terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik dan turun.

- Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap benda-benda yang agresip dan jamur yang menyebabkan pembusukan.

b. Tiang Pancang Beton

Tiang pancang ini terbuat dari beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat (keras) lalu diangkat dan dipancangkan seperti pada tiang pancang kayu. Karena tegangan tarik beton adalah kecil dan praktis dianggap nol , sedangkan berat sendiri dari pada beton adalah besar, maka tiang pancang beton ini haruslah diberi penulangan-penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

Tiang pancang ini dapat memikul beban yang besar (lebih besar 50 ton untuk setiap tiang),hal ini tergantung dari dimensinya.

Keuntungan pemakaian tiang pancang beton :

- Tiang pancang beton ini dapat mempunyai tegangan tekan yang besar, ini tergantung dari mutu beton yang digunakan.

- Tiang pancang ini dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile maupun sebagai friction pile.

(10)

- Tiang pancang beton dapat tahan lama sekali serta tahan terhadap pengaruh air maupun bahan-bahan yang corrosive asal beton dekkingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya.

- Karena tiang pancang beton ini tidak berpengaruh oleh tinggi muka air tanah seperti pada tiang pancang kayu, maka disini tidak memerlukan galian tanah yang banyak untuk poernya.

Kerugian pemakaian tiang pancang beton :

- Karena berat sendirinya besar maka transportnya akan mahal.

- Tiang pancang beton ini baru dipancang setelah cukup keras dari hari pembuatannya, hal ini berarti memerlukan waktu yang lama untuk menunggu sampai tiang beton dapat digunakan.

- Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih sulit dan memerlukan waktu yang lama.

- Bila panjang tiang pancang kurang, karena panjang dari tiang pancang ini tergantung dari pada alat pancang (pile driving ) yang tersedia maka untuk melakukan penyambugan adalah sukar dan memerlukan alat khusus.

c. Tiang Pancang Baja ( Steel Pile ) Kebanyakan penampang tiang pancang baja ini berbentuk profil H karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri adalah sangat besar sehingga dalam transport dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang pancang beton.

Pemakaian tiang baja ini akan sangat berfaedah apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar. Kelemahan tiang pancang baja ini terhadap karat (korosi).

d. Tiang Pancang Komposite (Composite Pile )

Yang dimaksud dengan composite pile ini adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang.

composite pile ini dapat berupa/ terdiri dari :

- Beton dan kayu maupun beton dan baja.

Pondasi Tiang Bor ( Bored Pile )

Jika tiang pancang dipasang dengan cara dipukul ke dalam tanah, tiang bor dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian dimasukkan tulangan yang telah

(11)

dirangkai ke dalam lubang bor dan kemudian dicor beton.

Menurut Hardiyatmo (2010) Keuntungan dalam pemakaian tiang bor dibandingkan dengan tiang pancang adalah :

1. Pemasangan tidak menimbulkan gangguan suara dan getaran yang membahayakan bangunan sekitarnya. 2. Mengurangi kebutuhan beton dan

tulangan dowel pada pelat penutup tiang (pile cap). Kolom dapat secara langsung di letakkan di puncak tiang bor.

3. Kedalaman tiang dapat divariasikan. 4. Tanah dapat diperiksa dan dicocokkan

dengan data laboratorium.

5. Tiang bor dapat dipasang menembus batuan, sedang tiang pancang akan kesulitan bila pemancangan menembus lapisan batu.

6. Diameter tiang memungkinkan dibuat besar, bila perlu ujung bawah tiang dapat dibuat lebih besar guna mempertinggi kapasitas dukungnya. 7. Tidak ada resiko kenaikan muka tanah. 8. Penulangan tidak dipengaruhi oleh

tegangan pada waktu pengangkutan dan pemancangan.

Sedangkan menurut Hardiyatmo (2010) Kerugiannya dalam menggunakan tiang bor ( Bored Pile ) antara lain:

1. Pengecoran tiang bor dipengaruhi kondisi cuaca.

2. Pengecoran beton agak sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik.

3. Mutu beton hasil pengecoran bila tidak terjamin keseragamannya di sepanjang badan tiang bor mengurangi kapasitas dukung tiang bor, terutama bila tiang bor cukup dalam.

4. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir atau tanah yang berkerikil.

5. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tiang.

2. METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah studi literatur dan analisa data. Secara garis besar dibedakan menjadi:

a. Literatur

Dalam studi literatur didapatkan teori-teori yang diperoleh melalui buku- buku untuk tentang perencanaan pondasi tiang pancang dan pondasi bored pile.

b. Pengumpulan data

Data yang dibutuhkan adalah data hasil penyelidikan tanah, beban struktur yang bekerja, data lokasi dan data lain yang dianggap perlu dalam

(12)

penulisan Tugas Akhir ini. Data ini diperoleh dari data proyek.

c. Observasi/ Pengamatan Langsung Metode ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung/ peninjauan lokasi perencanaan di lapangan tentunya secara langsung dapat diketahui dan diamati kondisi lokasi perencanaan tersebut.

d. Konsultasi

Konsultasi dilakukan dengan melakukan tanya jawab dengan pihak-pihak terkait dalam proyek . Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang

Menurut Meyerhof (1976) Kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang merupakan penjumlahan dari daya dukung ujung tiang dengan daya dukung selimut tiang

Qult = Qp + Qs (1) Qall = Qult/ SF (2) Dimana :

Qult = Kapasitas Daya Dukung Batas (Ultimate )Tiang Maksimum

Qall = Kapasitas Daya Dukung Izin Tiang

Qp = Kapasitas Daya Dukung Ujung Tiang

Qs = Kapasitas Daya Dukung Selimut Tiang

SF = Faktor Keamanan (Safety Factor)

Uji Penetrasi (SPT)

Untuk data uji penetrasi (SPT) menurut Meyerhof (1976), perhitungan daya dukung ujung tiang berdasarkan nilai SPT, seperti berikut: Qp = Ap.qp (3) Dengan : qp = 40 NL/D ≤ 400 N (4) jadi : Qp = Ap. 40 NL/D ≤ 400 N (5) Dimana :

Qp = Daya dukung ujung tiang Ap = Luas penampang tiang

N = Nilai rata-rata SPT pada jarak 10 D diatas ujung tiang dan 4 D dibawah ujung tiang.

L = Panjang tiang (m)

D = Diameter tiang pancang (m)

Sedangkan untuk kapasitas daya dukung selimut tiang, Meyerhof (1976) memberikan rumus :

Qs= p.L.fav (6) Dimana :

Qs = Daya dukung selimut tiang P = keliling tiang

L = Panjang tiang (m) fav = Unit tahanan geser Dimana :

1) fav (KN/m2) = 2 N untuk Hight-Displcement Piles

(13)

2) fav (KN/m2) = Nuntuk Low- Displacement Piles

- Tiang perpindahan besar (Hight- Displacement Pile), yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume yang relaitf besar. Seperti: tiang kayu, tiang beton pejal atau berlubang, tiang beton prategang, tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya).

- Tiang perpindahan kecil (Low-Displacement Pile), sama seperti kategori pertama hanya volume tanah yang dipindahkan relative kecil. Seperti : tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat, tiang ulir.

Jumlah Tiang

Rumus yang dapat dipakai untuk menghitung jumlah tiang pancang :

n= (7) Dimana :

n = Jumlah tiang P = Beban yang bekerja

Qall = Kapasitas daya dukung izin tiang Jarak Antar Tiang

Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh dirjen bina marga departemen P.U.T.L disyaratkan :

S ≥ 2,5 D (8) S ≥ 3 D (9)

Dimana :

S = Jarak masing-masing tiang dalam kelompok (Spacing )

D = Diameter tiang

Efisiensi Kelompok Tiang Pancang Dalam menghitung efesiensi dari kelompok tiang pancang dapat dihitung dengan beberapa persamaan antara lain :  Perumusan dari “ Uniform Building

Code “ dari AASHO Disini disyaratkan :

S ≤ (10) Dimana :

S = Jarak antara tiang (as-as) D = Diameter tiang pancang m = Banyaknya baris

n = Banyaknya tiang pancang perbaris efesiensi satu tiang dalam kelompok :  Eff. N = 1 - (11) Dimana :

m = Banyaknya baris

n = Banyaknya tiang pancang perbaris = Arc tan (derajat)

d = Diameter tiang pancang

Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Bor

Analisa perhitungan kapasitas daya dukung pondasi tiang bor dihitung dari data Standar Penetrasi Test ( SPT) memakai metoda Reese dan Wright

(14)

(1977) Perhitungan N-SPT dilakukan kedalaman 24 meter dengan data SPT yang ada. Adapun perhitungannnya sebagai berikut: Qu = Qp + Qs Qp= x Ap (ton) untuk Nspt > 60 Qp= x N x Ap (ton) untuk Nspt ≤ 60 Sedangkan: Qs = 0,32 x N x p x l (ton) untuk Nspt < 53 Qs = x p x l (ton) untuk Nspt ≥ 60 Dimana :

Qp = Daya dukung ujung tiang Qs = Daya dukung selimut tiang Qu = Daya dukung ultimate tiang Ap = Luas permukaan tiang (m2) P = Keliling Tiang (m)

N = Nilai Nspt rata-rata antara ujung bawah tiang bor sampai 2db di bawahnya

db = diameter ujung bawah tiang bor (m)

l = Kedalaman tiang yang ditinjau

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 7 Nomor-Nomor Tiang (Data Proyek).

Gambar 7 merupakan nomor-nomor titik tiang yang akan dihitung dalam perhitungan pondasi yang hasil perhitungan dapat dapat dilihat di tabel 2. Tabel 2 Jumlah Tiang Pancang Yang Digunakan Antara Perencana Dan Penulis Untuk Kedalaman 24 Meter

Tabel 2 merupakan hasil perbandingan antara perencana dan penulis, dimana di tabel kita bisa melihat hasil jumlah tiang pertitiknya. Jumlah tiang pancang yang dihasilkan dari perhitungan penulis lebih banyak

(15)

dibandingkan hasil dari perhitungan perencana. Perbedaan hasil yang didapat antara perencana dan penulis dapat dijelaskan ditabel 3.

Tabel 3 Perbandingan Perhitungan Perencanaan Antara Perencana Dan Penulis Untuk Kedalaman 24 Meter

Dari tabel 3 disimpulkan bahwasannya, hasil perhitungan jumlah tiang pancang ternyata antara perencana dan penulis berbeda. Jumlah tiang pancang di bawah Pmax oleh perencana didapat sebanyak 6 tiang. Sedangkan penulis memperoleh 11 tiang pancang. Diduga perbedaan ini terjadi:

1. Karena antara perencana dan penulis, menggunakan rumus yang berbeda. 2. Penggunaan perhitungan efesiensi tiang

kelompok yang penulis gunakan. 3. Pengunaan safety factor yang berbeda.

Dalam melakukan perhitungan penulis menghitung dengan mengunakan rumus Mayerhof (1976) yang merujuk dari bab III. Walaupun pemakain rumus berbeda dengan yang dipakai oleh perencana, namun hasil perhitungan tiang pancang dibawah Pmax sebelum dihitung dengan menggunakan efesiensi tiang kelompok adalah 8 buah tiang. Tetapi setelah penulis melakukan perhitungan

efisiensi tiang kelompok dengan jumlah tiang yang ada belum memenuhi beban Pmax yang bekerja, maka dari itu penulis melakukan perhitungan ulang dan didapatkan jumlah tiang pancang sebanyak 11 buah. Perbedaan disini terjadi setelah penulis melakukan perhitungan kapasitas daya dukung tiang pancang dengan menggunakan perhitungan efesiensi tiang kelompok.

Setelah dilakukan test pile oleh pihak kontraktor, dalam pelaksanaan dilapangan ternyata pondasi tiang pancang dengan kedalaman 24 meter dengan diameter 35 cm ini tidak bisa digunakan. Hasil test pile yang dilakukan pada kedalaman 24 meter tidak diperoleh nilai daya dukung yang direncanakan, oleh karena itu pihak kontraktor dan pihak pengawas melakukan pemancangan sampai 48 meter dimana dikedalaman ini didapat daya dukung sebesar 10 mpa (64,11 ton,hasil convert alat Hspd 300 t). Oleh karena perbedaan kedalaman yang ada, pihak perencana melakukan perhitungan ulang pondasi yang akan digunakan dengan menggunakan hasil dari test pile tersebut.

(16)

Tabel 4 Perbandingan Jumlah Tiang Pancang 35 cm Kedalaman 48 Meter Yang Dilaksanakan Dilapangan

Tabel 4 merupakan hasil perbandingan antara perencana dan penulis berdasarkan hasil test pile, dimana di tabel kita bisa melihat hasil jumlah tiang pertitiknya. Jumlah tiang pancang yang dihasilkan dari perhitungan penulis lebih sedikit dibandingkan hasil dari perhitungan perencana. Perbedaan hasil yang didapat antara perencana dan penulis dapat dijelaskan ditabel 5.

Tabel 5 Perbandingan Perhitungan Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang Antara Perencana Dan Penulis Untuk Kedalaman 48 Meter

Tabel 5 memperlihatkan bahwa hasil antara penulis dan perencana juga berbeda. Hasil perencanaan ulang oleh perencana berdasarkan hasil test pile yang dilakukan didapat 16 buah tiang. Sedangkan penulis mencoba menghitung kembali dengan data dan kedalaman yang sama didapat jumlah tiang yang

digunakan sebanyak 10 buah. Jumlah tiang pancang yang berbeda antara penulis dan perencana diduga karena penulis melakukan perhitungan dengan dengan menggunakan efesiensi tiang kelompok. Tabel 6 Jumlah Pondasi Bored Pile 35 Cm Kedalaman 24 Meter

Tabel 6 merupakan hasil perencanaan penulis menggunakan pondasi Bored Pile berdasarkan hasil boring log yang dilakukan. Untuk penggunaan pondasi Bored Pile untuk di titik 9,10,15,16 didapat jumlah tiang sebanyak 8 buah dengan diameter 35 cm.

Dalam pelaksanaan pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang pancang diameter 35 cm dengan kedalaman 48 meter yang didapat dari perencanaan ulang perencana yang didasarkan dari hasil test pile. Dari yang diketahui dalam perencanaan awal pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang pancang dengan kedalaman 24 meter dengan diameter 35 cm, akan tetapi perencanaan pondasi tersebut tidak dapat memenuhi beban yang direncanakan setelah dilakukannya test pile. Setelah diketahui hasil test pile,

(17)

maka pihak perencana menghitung ulang kapasitas daya dukung pondasi yang didasarkan dari hasil test pile tersebut yang didapat jumlah tiang sebanyak 16 buah tiang.

Dilihat dari pelaksanaan test pile yang tidak dapat daya dukung yang direncanakan, penulis mencoba melakukan perencanaan pondasi dengan menggunakan Bored Pile bertujuan untuk menentukan jumlah tiang serta apakah dengan perhitungan pondasi bored pile mampu menahan beban struktur yang bekerja berdasarkan data N-SPT yang ada. Dalam perhitungan Bored Pile dititik beratkan pada daya dukung friction pile (selimut tiang). Dalam perhitungan, penulis melakukan perhitungan daya dukung pondasi yang berdasarkan data hasil boring log yang ada. Setelah dilakukan perhitungan didapat jumlah tiang bor sebanyak 8 buah tiang dengan diameter 35 cm. Dengan jumlah tiang bor 8 buah diameter 35 dan kedalaman 24 meter sudah mampu menahan beban struktur yang bekerja.

4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil perhitungan ini, dapat diambil kesimpulan berupa perbandingan hasil perhitungan penulis dengan perhitungan perencana seperti berikut :

a. Dari perhitungan perencana di titik 9,10,15,16 yang merupakan Pmax didapat jumlah tiang pancang sebanyak 6 buah sedangkan hasil perhitungan penulis didapat jumlah tiang pancang sebanyak 11 buah.

b. Dari perhitungan perencana untuk perencanaan pondasi di titik 9,10,15,16 yang merupakan Pmax didapat jumlah tiang pancang sebanyak 16 buah sedangkan hasil perhitungan penulis didapat jumlah tiang pancang sebanyak 10 buah yang digunakan.

c. Perencaanan ulang penulis dengan mengunakan data boring log yang ada, perencanaan pondasi di titik 9,10,15,16 didapat jumlah tiang bor sebanyak 8 buah dengan diameter 35 cm.

Saran

a. Karena perencanaan pondasi sangatlah penting dan penyelidikan tanah adalah awal untuk mengetahui keadaan tanah yang akan didirikan sebuah bangunan, Sebaiknya untuk penyelidikan tanah dilapangan dilakukan dengan beberapa pengujian tanah dan pengujian laboratorium agar didapat data tanah secara detail yang akan menjadi dasar dalam merencanakan dan menentukan pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah yang didapat serta beban yang bekerja.

(18)

5. DAFTAR PUSTAKA

Bowles, Joseph E. 1992, Analisa dan Desain Pondasi, Erlangga, Jilid 1, Diterjemahkan Oleh Pantur Silaban, Erlangga Jakarta.

Bowles, Joseph E. 1993, Analisa dan Desain Pondasi, Erlangga, Jilid 1, Diterjemahkan Oleh Pantur Silaban, Erlangga Jakarta.

Das, Braja M. 1992, Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis), Erlangga, Jakarta.

Das, Braja M, 1994, Principles Of Foundation Engineering, PWS Engineering, Boston, 1994.

Hs. Sardjono. Ir. 1991, Pondasi Tiang Pancang “ Jilid I “, Sinar Wijaya, Surabaya.

Hs. Sardjono. Ir. 1998, Pondasi Tiang Pancang “ Jilid II “, Sinar Wijaya, Surabaya.

Hardiyatmo, Hary Christady. 1996, Teknik Pondasi 1, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2011, Analisis dan Perancangan Fondasi ” bagian 1”, Gagjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2011, Analisis dan Perancangan Fondasi ” bagian ll”, Gagjah Mada University Press, Yogyakarta.

SNI 03-2847-2002. 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah.

Sosrodarsono, Suyono dan Nakazawa, Kazuto. 1980, Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Pradnya Paramita, Jakarta.

Sowono. 1989, Teknik Pondasi, Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Jakarta.

Gambar

Tabel 1 Matrik Penilaian Pondasi
Gambar  2  Contoh  Pondasi  Bila  Lapisan  Pondasi Berada Sekitar 10      m Dibawah  Permukaan Tanah (Sardjono, 1998  ).
Gambar  5  Syarat  Perbandingan  Antara  Kedalaman  Dengan  Lebar  Pondasi  (Sardjono, 1998  ).
Gambar  7  merupakan  nomor-nomor  titik  tiang  yang  akan  dihitung  dalam  perhitungan  pondasi  yang  hasil  perhitungan dapat dapat dilihat di tabel 2
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan kategori motif dalam penggunaan media massa yang memiliki empat indikator, diantaranya adalah informasi, identitas pribadi, integrasi dan

Berdasarkan latar belakang di atas, penting dilakukan uji aktivitas antibakteri pada komplek kitosan-monosakarida pada matriks pangan surimi ikan gabus untuk

Hasil temuan tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan Posamentier (2015), bahwa memberi kebebasan berpendapat, memberi kesempatan siswa untuk mencari solusi dan

Dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terdapat komponen-komponen yang harus diperhatikan, yaitu identitas mata pelajaran, standar kompetensi,

Dari seluruh stasiun yang ada di dapatkan persentasi tutunpan karang hidup sebesar 28%, angka tersebut menunjukkan penurunan kondisi terumbu karang dari tahun

perempuan antara lain: terdorong oleh kebutuhan hidup, kemudian rasa senang mengikuti kegiatan, senang berkumpul bersama, bersosialisasi, berpenghasilan sendiri dan dari

PERBANDINGAN ANALISA BESAR DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE PADA STA 29+800 DI TITIK A MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA TERHADAP METODE ANALITIK STUDI KASUS PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah, rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul Perencanaan