• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PROFETIK DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NILAI-NILAI PROFETIK DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI PEMIKIRAN KUNTOWIJOYO)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Ilmu Pendidikan Islam

Oleh : SRIYANTO NIM: 053111418

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

(2)

Meterai tempel Rp 6000,00 PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sriyanto

NIM : 053111418

Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam

menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

Semarang, 09 Juni 2011 Saya yang menyatakan,

Sriyanto

(3)

Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang Telp. 024-7601295 Fak. 7615387

PENGESAHAN Naskah skripsi dengan:

Judul : Nilai-Nilai Profetik dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Studi Pemikiran Kuntowijoyo)

Nama : Sriyanto

NIM : 05311418

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam

telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam.

Semarang, 09 Juni 2011 DEWAN PENGUJI

Ketua, Sekretaris,

Alis Asikin, M.A. Nadhifah, S.Th.I, M. S.I

NIP. 19690724 199903 1 002 NIP. 19750827 200312 2 003

Penguji I, Penguji II,

Dr. H. Fatah Syukur, M. Ag. Amin Farih M. Ag.

NIP. 19681212 199403 1 003 NIP. 19710614 200003 1 002

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ahmad Muthohar, M.Ag. Dr. Ahwan Fanani, M.Ag.

(4)

NOTA PEMBIMBING Semarang, 09 Juni 2011

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : Nilai-Nilai Profetik dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Studi Pemikiran Kuntowijoyo)

Nama : Sriyanto

NIM : 053111418

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosyah. Wassalamu’alaikum wr. wb.

Pembimbing I

Ahmad Muthohar, M.Ag. NIP. 19691107 199603 1 001

(5)

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : Nilai-Nilai Profetik dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Studi Pemikiran Kuntowijoyo)

Nama : Sriyanto

NIM : 053111418

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosyah. Wassalamu’alaikum wr. wb.

Pembimbing II

Dr. Ahwan Fanani, M.Ag. NIP. 19780930 200312 1 001

(6)

ABSTRAK

Judul : Nilai-Nilai Profetik dan Implikasinya bagi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Studi Pemikiran Kuntowijoyo)

Penulis : Sriyanto NIM : 053111418

Skripsi ini membahas nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo dan implikasinya bagi pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam. Kajian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya nilai-nilai profetik dalam pendidikan. Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Apa konsep nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo? (2) Bagaimana implikasi konsep nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo terhadap pengembangan kurikulum pendidikan Islam?

Penelitian ini, tergolong dalam jenis penelitian pustaka (library research), karena penulis menggunakan data dari sumber-sumber pustaka, seperti buku, jurnal, artikel, dan sebagainya yang mempunyai relevansi dengan tema permasalahan yang diteliti. Adapun teknik analisa data yang digunakan oleh penulis adalah teknik analisis isi (content analysis) dan metode interpretasi. Teknik ini dipilih karena penelitian ini bertujuan membedah ‘isi pemikiran’ atau konsep dari nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo. Di samping itu dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan historis dan pendekatan filosofis.

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, menghasilkan beberapa temuan sebagai berikut:

a. Nilai-nilai profetik perfektif Kuntowijoyo terdiri dari: nilai humanisasi yang mengandung arti memanusiakan manusia, menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari manusia, dengan melawan dehumanisasi, agresivitas, dan loneliness. Nilai liberasi berarti membebaskan, yang mempunyai signifikansi sosial. Membebaskan manusia dari belenggu sistem sosial, pengetahuan, politik, dan ekonomi, yang bersifat menindas dan tidak adil. Adapun transendensi bermakna teologis, yakni ketuhanan, artinya beriman kepada Allah SWT sebagai otoritas tertinggi.

b. Implikasi nilai-nilai pfofetik bagi pengembangan kurikulum PAI adalah: kurikulum secara substansi yaitu mengarah pada semua aktifitas sekolah yang mempengaruhi peserta didik agar tercapai tujuan yang diinginkan yaitu untuk meningkatkan keimanan, pemahaman dan penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang ajaran agama Islam sehingga tujuan terbentuk manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat berbangsa dan bernegara. Dari ketiga nilai inilah (humanisasi, liberasi, transendensi) yang menjadikan transformasi pendidikan Islam. Masing-masing mempunyai peran yaitu nilai humanisasi bertujuan untuk memanusiakan manusia. Liberasi bertujuan yaitu proses pembebasan manusia sebagai makhluk yang berpotensi. Sedangkan nilai transendensi bertujuan sebagai tujuan akhir pendidikan Islam (membentuk manusia yang beriman dan bertakwa. Dan sesuai dengan landasan pengembangan kurikulum nilai-nilai profetik (humanisasi, liberasi dan

(7)

kelangsungan hidup yang humanistic. Sehingga nilai-nilai transformasi pendidikan Islam merupakan bentuk dari proses pembentukan insan kamil. Nilai inilah yang semestinya harus dimainkan umat Islam untuk memberikan kontribusinya bagi pendidikan Islam melalui pengembangan kurikulum PAI. Dan kurikulum yang relevan untuk memuat ketiga nilai tersebut adalah integrated kurikulum dengan mengutamakan metode problem solving. Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, seorang anak diharapkan dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

(8)

TRANSLITERASI

Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab Latin dalam skripsi ini berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158/1987 dan Nomor 0543b/U/1987. Penyimpangan penulisan kata sandang (al-) disengaja secara konsisten supaya sesuai teks Arabnya.

ا A ط t ب B ظ z ت T ع ‘ ث S غ g ج J ف f ح H ق q خ Kh ك k د D ل I ذ Z م m ر R ن n ز Z و w س S \ h ش Sy ء , ص S ي y ض D

Bacaan Madd: Bacaan Diftong

a = a Panjang ْوَا = au

i = i Panjang ْيَا = ai

(9)

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang berkat rahmat, taufiq dan hidayah-Nya skripsi penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Profetik dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Studi Pemikiran Kuntowijoyo)” dapat disajikan, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Rasulullah SAW yang telah menuntun manusia ke jalan yang telah diridhai Allah.

Selanjutnya penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu demi kelancaran dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr. Sudja’i, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

2. Ahmad Muthohar M.Ag., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penulisan skripsi.

3. Dr. Ahwan Fanani, M.Ag., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penulisan skripsi.

4. Ratih Rizqi Nirwana S.Si. selaku dosen Wali studi serta Bapak, Ibu dosen dan segenap karyawan/wati yang secara langsung ikut berpartisipasi.

5. Untuk kedua orang tua tercinta, yang telah membesarkan, mendidik, dan menyayangi dengan seluruh jiwa dan raga dengan sepenuh hati.

6. Untuk seluruh Guru yang telah mendidik dan mengajar jiwa dan ragaku dengan tulus dan ikhlas.

7. Seluruh anggota keluarga, Kakak dan Adikku yang telah memberi dukungan yang sangat berharga baik fisik maupun secara material.

8. Seseorang yang ada di hatiku “Semoga Allah menjadikan engkau sebagai penyejuk Jiwaku”. Dan membuat kedamaian untuk siap berjuang di jalan Allah SWT dalam meniti kehidupan di dunia.

(10)

9. Sedulur tunggal kecer, Mas-mas, Mbak-mbak dan Adik-adik keluarga besar UKM PSHT IAIN Walisongo. Dadio wong sing sabar! “sepira gedhening sengsara yen tinompo amung dadi coba”

10.Untuk kawan-kawan HMI jayalah selalu. Apapun yang terjadi dan bagaimanapun keadaannya tetap YAKUSA...!!!!!

11.Sahabat-sahabat PAI C 2005, semoga Allah mempermudah jalan hidup kita dan sukses luar biasa

12.Para sahabatku pedagang kaki lima yang selalu memberi semangat dan motivasi. Semoga kita semua sukses dan jaya selalu.

Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan dari semuanya dengan sebaik-baik balasan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Semarang, 09 Juni 2011

Sriyanto

(11)

HALAMAN JUDUL ... i PERNYATAAN KEASLIAN ... ii PENGESAHAN ... iii NOTA PEMBIMBING ... iv ABSTRAK ... vi TRANSLITERASI ... viii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... xi BAB I : Pendahuluan A. Latar belakang masalah ... 1

B. Penegasan Istilah ... 7

C. Rumusan masalah... 8

D. Tujuan dan Manfaat penulisan ... 8

E. Kajian Pustaka ... 9

F. Metode Penelitian... 12

G. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II : Biografi Kuntowijoyo dan Pemikiran Nilai-nilai Profetik A. Biografi Kuntowijoyo ... 18

1. Riwayat Hidup ... 18

2. Latar Belakang Pemikiran ... 20

3. Sosio-historis Perpolitikan Kuntowijoyo ... 23

4. Karya-karya Kuntowijoyo ... 28

5. Penghargaan yang Diperoleh ... 29

B. Pemikiran Kuntowijoyo tentang Nilai-nilai Profetik ... 30

1. Pengertian Nilai Profetik ... 30

2. Perlunya Ilmu Sosial Profetik ... 39

3. Ilmu Sosial Profetik ... 45

BAB III : Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam A. Pengertian Pengembangan Kurikulum ... 49

(12)

1. Pengertian Kurikulum ... 49

2. Pengertian Pengembangan Kurikulum ... 52

B. Landasan Pengembangan Kurikulum ... 54

C. Pendekatan Pengembangan Kurikulum ... 56

D. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum ... 59

1. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum ... 59

2. Kerangka Pengembangan Kurikulum ... 61

E. Kurikulum Pendidikan Agama Islam ... 66

1. Pengertian PAI ... 66

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 68

3. Pendekatan Pendidikan Agama Islam ... 70

4. Fungsi Pendidikan Agama Islam ... 71

BAB IV : Analisis Pemikiran Kuntowijoyo tentang Nilai-nilai Profetik dan Implikasinya terhadap Pengembangan Kurikulum PAI A. Nilai-nilai Profetik sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum PAI ... 78

B. Implikasi Nilai-Nilai Profetik Bagi Pengembangan Organisasi Kurikulum PAI ... 82

1. Tujuan Pendidikan ... 82

2. Organisasi Kurikulum ... 84

3. Pokok Pendidikan Agama Islam ... 87

4. Proses Pembelajaran... 88

5. Cara Pelaksanaan Evaluasi Pendidikan Agama Islam . 90 BAB V : Penutup A. Kesimpulan ... 93 B. Saran-saran ... 95 C. Penutup ... 95 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(13)

A. Latar Belakang Masalah

Di abad milenium seperti sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju, hal ini ditandai dengan peradaban manusia yang telah mengalami pergeseran yang signifikan dalam berbagai bidang (sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, agama, dan iptek). Dengan peradaban dunia yang semakin pesat pengaruhnya, dirasakan di Indonesia yaitu dengan lahirnya globalisasi. Globalisasi adalah sebuah sistem yang mendunia, meliputi seluruh aspek kehidupan manusia baik ekonomi, politik, budaya, dan tentu di dalamnya termasuk juga pendidikan.1

Melihat realitas tersebut umat Islam harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan global tersebut. Guna menyelaraskan dengan tuntutan zaman, transformasi (perubahan) sosial umat Islam tentunya harus tetap dalam bingkai ajaran Islam. Maka agama harus mampu menjawab persoalan-persoalan kontemporer yang muncul. Relevansi penafsiran agama dalam merespon perubahan dunia yang begitu dahsyat menjadi sebuah tuntutan. Sebagaimana disinyalir oleh Mun'im A. Sirry bahwa umumnya, agama yang kehilangan kemampuan untuk merespon secara kreatif perubahan sosial, kerap menampakkan wajah fundamentalistiknya. Jika agama gagal membimbing umatnya, maka agama akan memasung pengikutnya pada lembah kebingungan, kefrustrasian, dan pada akhirnya memunculkan reaksi destruktif, konflik, dan kekerasan. Dengan kata lain, kesulitan dalam mengatasi perubahan sosial dapat menyebabkan agama kehilangan pengaruh dan relevansinya.2

Menurut Kuntowijoyo, pemahaman terhadap ajaran Islam, lebih khusus lagi pada aspek teologi memerlukan penafsiran-penafsiran baru dalam

1 Musthofa Rembangy,

Pendidikan Transformatif Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan Di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, (Yogyakarta: TERAS, 2010), hlm. 13-15.

2 Mun’im A. Sirry,

Membendum Militansi Agama; Iman dan Politik dalam Masyarakat Modern, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 124.

(14)

rangka memahami realitas yang senantiasa berubah. Usaha melakukan reorientasi pemahaman keagamaan, baik secara individual maupun kolektif adalah untuk menyikapi kenyataan-kenyataan empiris menurut perspektif ketuhanan.3 Jadi, ajaran agama perlu diberi interpretasi atau tafsir baru dalam rangka memahami realitas.

Tafsir baru dalam rangka memahami realitas ini dapat dilakukan dengan cara mengelaborasi ajaran agama ke dalam bentuk suatu teori sosial. Ini dipilih karena akan mampu merekayasa perubahan melalui bahasa yang obyektif dan lebih menekankan bahwa bidang garapannya lebih bersifat empiris, historis, dan temporal. Ruang lingkup dari teori ini adalah pada rekayasa untuk transformasi sosial. Maka muncullah konsep ilmu sosial yang dicetuskan oleh Kuntowijoyo, yaitu Ilmu Sosial Profetik (ISP). ISP ialah ilmu sosial yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial tetapi juga memberi petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa.

Dalam pengertian ini, maka ilmu sosial profetik secara sengaja memuat kandungan nilai dari cita-cita perubahan yang diidamkan masyarakatnya. Perubahan yang didasarkan pada cita-cita humanisasi atau emansipasi, liberasi dan transendensi, suatu cita-cita profetik yang diderivasikan dari misi historis Islam sebagaimana terkandung dalam QS. Ali Imran (3) ayat 110:

ö

Ν

ç

G

Ζ

ä

.

u

Ž

ö



y

z

>

π

¨

Β

é

&

ô

M

y

_

Ì



÷

z

é

&

Ä

¨$

¨

Ψ=

Ï

9

t

βρ

â

÷

ß

ù

'

s

?

Å

∃ρ

ã



÷

è

y

ϑ

ø

9

$

$

Î

/

š

χ

ö

θ

y

γ

÷

Ψ

s

?

u

ρ

Ç

t

ã

Ì



x

ß

ϑ

ø

9

$

#

t

βθ

ã

Ζ

Ï

Β

÷

σ

è

?

u

ρ

«

!

$

$

Î

/

3

....

)

ﻥﺍﺮﻤﻋ ﻝﺍ

:

.

ﺍ ﺍ

(

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)4

3 Kuntowijoyo,

Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 287.

4

(15)

Kata (=>?آ) kuntum yang digunakan ayat di atas, ada yang memahaminya sebagai kata kerja yang sempurna, (ABCD نCآ) kana tammah sehingga ia diartikan wujud, yakni kamu wujud dalam keadaan sebaik-baik umat. Ada juga yang memahaminya dalam arti kata kerja yang tidak sempurna (AFGCH Iآ) kana naqishah dan dengan demikian ia mengandung makna wujudnya sesuatu pada masa lampau tanpa diketahui kapan itu terjadi dan tidak juga mengandung isyarat bahwa pernah tidak ada atau suatu ketika akan tiada. Jika demikian, maka ayat ini berarti kamu dahulu dalam ilmu Allah adalah sebaik-baik umat.5

Ayat di atas menggunakan kata (ABأ) ummah atau umat. Kata ini digunakan untuk menunjuk semua kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, seperti agama yang sama, waktu atau tempat yang sama, baik penghimpunannya secara terpaksa, maupun atas kehendak mereka. Bahkan al-Qur’an dan Hadits tidak membatasi pengertian umat hanya pada kelompok manusia. “Tidak satu burungpun yang terbang dengan kedua sayapnya kecuali umat-umat juga seperti kamu” (QS. Al-An’am (6): 38). “Semut yang berkeliaran, juga umat dari umat-umat Tuhan” (HR. Muslim).

Ikatan persamaan apapun yang menyatukan makhluk hidup, manusia atau binatang seperti jenis, bangsa, suku, agama, ideologi, waktu, tempat dan sebagainya, maka ikatan itu telah melahirkan satu umat, dan dengan demikian seluruh anggota adalah bersaudara. Seungguh indah, luwes, dan lentur kata ini, sehingga dapat mencakup aneka makna, dan dengan demikian dapat menampung dalam kebersamaan dan aneka perbedaan.

Dalam kata ummah terselip makna-makna yang dalam. Ia mengandung arti gerak dinamis, arah, waktu, jalan yang jelas, serta gaya dan cara hidup. Dalam konteks sosiologi, umat adalah himpunan manusiawi yang seluruh anggotanya bersama-sama menuju satu arah yang sama, bahu membahu dan bergerak secara dinamis dibawa kepemimpinan bersama.

5

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,

(16)

Kalimat (N CO نP?BQD) tu’minuna billah dapat dipahami sebagai percaya kepada ajakan bersatu untuk berpegang teguh pada tali Allah, tidak bercerai berai. Dengan demikian, ayat ini menyebutkan tiga syarat yang harus dipenuhi untuk meraih kedudukan sebagai sebaik-baik umat, yaitu amar makruf, nahi munkar dan persatuan dalam berpegang teguh pada tali atau ajaran Allah.6

Tiga muatan atau pilar sebagai karakteristik ISP dari ayat di atas adalah amar ma’ruf (humanisasi), nahi mungkar (liberasi), dan iman kepada Allah (transendensi).7

Humanisasi yang dimaksud adalah memanusiakan manusia, menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari manusia. Tujuan humanisasi adalah memanusiakan manusia. Kita tahu bahwa kita sekarang mengalami proses dehumanisasi karena masyarakat industrial kita menjadikan kita sebagai bagian dari masyarakat abstrak tanpa wajah kemanusiaan.

Liberasi (bahasa Latin liberare berarti memerdekakan) artinya pembebasan, semuanya dengan konotasi yang mempunyai signifikansi sosial. Tujuan dari liberasi adalah pembebasan dari kekejaman, kemiskinan struktural, keangkuhan teknologi, dan pemerasan kelimpahan.

Transendensi (bahasa Latin transcendere berarti naik ke atas; bahasa Inggris to transcend ialah menembus, melewati, melampaui) artinya perjalanan di atas atau di luar.8 Tujuan transendensi adalah menambah dimensi transendental dalam kebudayaan. Kita sudah banyak menyerah kepada arus hedonisme, materialisme, dan budaya yang dekaden. Kita percaya bahwa sesuatu harus dilakukan, yaitu membersihkan diri dengan mengingatkan kembali dimensi transendental yang menjadi bagian sah dan fitrah kemanusiaan.9

6

M. Quraish Shihab, Tafsir…, hlm. 185-186

7 Kuntowijoyo,

Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007), hlm. 99.

8 Kuntowijoyo,

Islam sebagai Ilmu..., hlm. 98-99. 9 Kuntowijoyo,

(17)

Gagasan ini sebenarnya diilhami oleh Muhammad Iqbal khususnya ketika Iqbal berbicara tentang peristiwa Mi’raj Nabi Muhammad SAW seandainya Nabi itu seorang mistikus atau sufi, kata Iqbal tentu beliau tidak ingin kembali ke bumi, karena telah merasa tentram bertemu dengan Tuhan dan berada di sisi-Nya. Nabi mengubah jalannya sejarah. Beliau memulai transformasi sosial budaya berdasarkan cita-cita profetik.10

Menanggapi konsep ISP Kuntowijoyo ini, Moeslim Abdurrahman dalam Islam Transformasi menyebutkan pemikiran Kuntowijoyo ini tidak jauh beda dengan istilah Teologi Transformatif, yaitu pemikiran yang bertolak dari pandangan dasar bahwa misi Islam yang utama adalah kemanusiaan.11

Upaya menanamkan dan memupuk nilai-nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi akan lebih efektif dilakukan melalui proses pendidikan. Proses pendidikan tidak akan pernah lepas dari penanaman nilai-nilai, guna membentuk profil manusia yang dewasa dalam pola pikir, sikap, dan tingkah laku serta berakhlakul karimah. Hal tersebut senada dengan yang dikatakan Prof. Ahmad Tafsir bahwa tugas pendidikan termasuk pendidikan di sekolah yang paling utama ialah menanamkan nilai-nilai.12

Pengembangan kurikulum berbasis akhlak mulia dirasakan mendesak untuk kondisi bangsa Indonesia. Terlebih mengingat kita mendambakan terwujudkan Konsesus Nasional yang berparadigma Pancasila dan UUD 1945.13 Konsensus tersebut selanjutnya diperjelas dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

10Kuntowijoyo,

Paradigma Islam ..., hlm. 289.

11 Moeslim Abdurrahman,

Islam Transformatif, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 40.

12 Ahmad Tafsir,

Filsafat Pendidikan Islam; Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2008), hlm. 49.

13

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. III, hlm. 3.

(18)

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab”.14

Namun, dalam kenyataannya kecenderungan dunia pendidikan saat ini masih kurang dalam menjalankan fungsi sosialnya. Hal ini ditandai dengan banyaknya kejadian yang sering kali terlihat kasat mata seperti tawuran dan tindakan asusila lainya, menunjukkan masih dipertanyakan tingkat keberhasilan institusi pendidikan yang ada sementara ini.15 Selain itu, peristiwa yang acap kali terjadi pada masyarakat kita seperti korupsi, hukum yang tidak adil, penipuan, kerusuhan sesama warga, pembunuhan, dan perbuatan tercela lainnya juga sering terjadi. Kurikulum pendidikan diarahkan hanya untuk mencetak manusia-manusia yang sudah dipeta-petakan menurut keahliannya masing-masing. Pendidikan telah menciptakan manusia-manusia mesin, manusia-manusia pragmatis, yang sangat kering akan dimensi spiritual. Pendidikan semakin menjauhkan manusia dari kemanusiaannya (dehumanisasi), dari kemerdekaannya (deliberasi), bahkan dari Tuhan-nya (detransendensi).

Kurikulum sebagai acuan atau program untuk mencapai tujuan pendidikan berpengaruh besar dalam membentuk output pendidikan berkualitas. Begitu juga nilai-nilai yang tertanam dalam peserta didik juga bergantung pada nilai-nilai yang terkandung dalam kurikulum yang menjadi acuan. Terlebih lagi bila berbicara tentang Pendidikan Agama Islam (PAI), di mana penanaman nilai-nilai menjadi suatu hal yang dominan, yang akan berefek pada aspek afektif dan psikomotor sebagai wujud nyata kesalehan vertikal dan kesalehan horizontal dalam diri peserta didik. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan menganalisis konsep nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo kemudian apa implikasinya bagi pengembangan kurikulum PAI. Yang dimaksud kurikulum PAI di sini adalah kurikulum PAI di jenjang menengah. Jenjang ini dipilih dengan asumsi bahwa output jenjang

14

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, hlm. 8. 15

Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004),

(19)

ini telah dianggap cukup dewasa secara fisik, psikis maupun intelektual dan mampu bereksistensi dalam kehidupan kemasyarakatan. Ditemukannya implikasi dari nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo terhadap pengembangan kurikulum PAI ini diharapkan dapat menjadi sebuah alternatif kriteria bagi pengembangan kurikulum PAI di masa depan.

B. Penegasan Istilah

Untuk memperjelas pengertian serta untuk menghindari adanya kekeliruan memahami skripsi ini, perlu dijelaskan beberapa istilah yang menjadi sentral dari judul skripsi ini, antara lain:

1. Nilai-nilai profetik

Nilai-nilai profetik yang dimaksud adalah nilai yang dapat dijadikan tolak ukur perubahan sosial, hal ini tercakup pada ketiga kandungan nilai ayat 110 surah Ali-Imran: “Engkau adalah umat yang terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan (amar ma’ruf), mencegah kemungkaran (nahi munkar) dan beriman kepada Allah SWT.”

Kuntowijoyo menginterpretasikan bahwa ayat di atas memuat tiga nilai dasar, yaitu humanisasi, liberasi, dan transendensi. Humanisasi sebagai deriviasi dari amar ma’ruf mengandung pengertian kemanusiaan manusia. Liberasi yang diambil dari nahi munkar mengandug pengertian pembebasan. Sedangkan transendensi merupakan dimensi keimanan manusia. Ketiga muatan nilai itu mempunyai implikasi yang sangat mendasar dalam rangka membingkai kelangsungan hidup manusia yang lebih humanistik.16

2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Istilah kurikulum digunakan pertama kali pada dunia olahraga pada zaman Yunani Kuno yang berasal dari kata curir dan curere, yang pada waktu itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh

16 Khoiron Rasyadi,

(20)

oleh seorang pelari. Orang mengistilahkannya dengan tempat berpacu atau tempat berlari dari mulai start sampai finish.

Selanjutnya istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan. Para ahli pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda-beda tentang kurikulum. Namun demikian, dalam penafsiran yang berbeda itu ada yang kesamaannya. Kesamaan tersebut adalah bahwa kurikulum berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.17

Pendidikan agama Islam adalah pendidikan tentang ajaran. Ajaran agama Islam dan merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disetiap lembaga pendidikan baik pendidikan dasar, menengah maupun menengah atas negeri maupun swasta. Dan dalam penelitian ini difokuskan pada pendidikan menengah atas.

C. Rumusan Masalah

Latar belakang di atas, dapat diambil permasalahan yang menjadi fokus pembahasan pada skripsi ini yaitu:

1. Apa konsep nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo?

2. Bagaimana implikasi konsep nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo terhadap pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui:

a. Untuk mengungkapkan konsep nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo.

17 Wina Sanjaya,

Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2007), hlm. 2-3.

(21)

b. Untuk meneliti implikasi dari pemikiran Kuntowijoyo tentang nilai-nilai profetik terhadap pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI).

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, manfaat yang akan dicapai pada penelitian ini yakni:

a. Ingin memberikan wawasan pada seluruh elemen masyarakat, khususnya pelaku dan pemerhati pendidikan Islam tentang nilai-nilai profetik perspektif Kuntowijoyo.

b. Ingin memberikan pengalaman yang konstruktif kepada para akademisi dan pemikir pendidikan Islam, bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan kualitas pendidikan Islam adalah kurikulum, maka pengembangan kurikulum yang komprehensif dan mampu berdialog dengan realitas global, mampu berdinamisasi dengan tuntutan zaman, serta responsif terhadap kecenderungan perubahan masyarakat adalah suatu yang perlu. c. Ingin memberikan sumbangsih pemikiran pada praktisi dan

akademisi pendidikan Islam dalam hal pengembangan kurikulum PAI bahwa pengembangan kurikulum PAI yang berdasarkan nilai-nilai profetik merupakan suatu keniscayaan dalam dunia pendidikan Islam agar output pendidikan ini mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan globalisasi tanpa kekurangan ruh keislamannya.

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka digunakan sebagai bahan perbandingan terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kekurangan dan kelebihan yang ada sebelumya. Selain itu juga mempunyai andil besar dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada sebelumya tentang teori-teori yang ada kaitannya dengan judul yang digunakan untuk mendapatkan landasan teori ilmiah. Sejauh pengamatan dan penelusuran peneliti ke berbagai literatur kepustakaan

(22)

tentang nilai-nilai profetik dan pemikiran Kuntowijoyo peneliti menemukan beberapa tulisan dan penelitian. Berikut adalah daftar penelitian yang sudah ada.

1. Skripsi yang ditulis oleh Sami’un di IAIN Walisongo Semarang pada tahun 2006 yang berjudul: “Konsep Al-Qur’an tentang Khairu Al-Ummah dalam Perspektif Pendidikan Islam”. Penelitian ini meneliti konsep al-Qur’an tentang Khairu al-Ummah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif data dan analisis semantik. Yang mejelaskan bahwa karakteristik khairu al-ummah terdiri dari amar ma’ruf nahi munkar dan iman kepada Allah SWT. sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110.18

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan pada fokus penelitiannya. Pada penelitian tersebut yang menjadi fokus penelitiannya adalah Konsep Al-Qur’an tentang Khairu Al-Ummah dalam Perspektif Pendidikan Islam. Sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan yang menjadi fokus penelitian adalah Nilai-Nilai Profetik dari Pemikiran Kuntowijoyo dan Implikasinya Bagi Pengembangan Kurikulum PAI. Penelitian skripsi ini lebih spesifik dibanding penelitian yang dilakukan oleh Sami’un.

2. Skripsi yang ditulis Indriyana dengan judul: “Pesan-Pesan Dakwah dalam Novel Khotbah di Atas Bukit Karya Kuntowijoyo”. Fakultas dakwah IAIN Walisongo Semarang tahun 2006. Penelitian ini, membahas mengenai pesan-pesan dakwah yang disampaikan Kuntowijoyo dalam novel khotbah di atas bukit. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan pada fokus penelitiannya. Pada penelitian tersebut yang menjadi fokus penelitianya adalah pesan-pesan dakwah dalam novel di atas bukit dari karya Kuntowijoyo.19 Sedangkan pada penelitian ini yang menjadi

18

Sami’un, Konsep Al-Qur’an tentang Khairu Al-Ummah dalam Perspektif Pendidikan Islam,tinjauan analisis deskriptif kualitatif data dan analisis semantik, Skripsi, (Semarang: IAIN Walisongo, 2006).

19

Indriyana, Pesan-Pesan Dakwah dalam Novel Khotbah Di Atas Bukit Karya

(23)

fokus penelitiannya adalah nilai-nilai profetik Kuntowijoyo dan implikasinya bagi pengembangan kurikulum PAI.

3. Selain itu, juga terdapat sebuah buku atau tulisan tentang nilai-nilai profetik yaitu tulisan yang disajikan oleh Moh. Shofan dengan judul

“Pendidikan Berparadigma Profetik; Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam”. Yang diterbitkan oleh IRCiSoD bekerja sama dengan UGM press pada tahun 2004 dalam buku ini ditawarkan sebuah “Pendidikan Berparadigma Profetik; Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam”. sebuah paradigma pendidikan yang berusaha melakukan sintesa antara sistem pendidikan tradisional yang konsen dengan penjagaan iman dan sistem pendidikan Islam modern yang konsen dengan perkembangan nilai-nilai kemanusiaan dengan paradigma yang ditawarkan ini, pendidikan Islam diharapkan mampu mencapai puncak tujuannya yaitu melahirkan manusia-manusia yang beriman kokoh dan berilmu pengetahuan luas (Ulul Albab).

Untuk tujuan itu, paradigma profetik yang ditawarkan dengan meminjam istilah Kuntowijoyo meliputi dimensi humanisasi, liberasi dan transendensi. Sebagai sebuah cita-cita profetik yang sebenarnya adalah derivasi dari misi historis Islam yang terkandung dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110: “Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah-tengah manusia untuk menegakkan kebaikan (humanisasi), mencegah kemungkaran (liberasi), dan beriman kepada Allah (transendensi)”.20

Tulisan tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan, keduanya sama-sama membahas tentang nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi. Sehingga tulisan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan kajian pendukung pada penelitian ini.

4. M. Fahmi dalam bukunya yang berjudul “Islam Transedental; Menelusuri Jejak-jejak Pemikiran Islam Kuntowijoyo” membahas tentang gagasan Kuntowijoyo, seorang profesor ilmu budaya yang banyak memberikan

20

Selanjutnya baca buku karya Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Pofetik; Upaya

(24)

perhatian terhadap kajian keislaman, pencetus gagasan perlunya Ilmu Sosial Profetik.

Perbedaan dengan yang peneliti lakukan adalah fokus pada kajiannya. Bahwasannya pada penelitian yang peneliti lakukan fokus pada nilai-nilai profetik dan implikasinya bagi pengembangan kurikulum. sedangkan pada buku M. Fahmi membahas pada kajian keislamannya.

F. Metode Penelitian

Pada dasarnya penelitian adalah kegiatan untuk menemukan, mengembangkan dan mengkaji suatu pengetahuan, oleh karena itu penelitian harus didasarkan pada penyelidikan dan pengumpulan data dengan analisa yang logis untuk tujuan tertentu.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.21 Penelitian kepustakaan ini dimaksudkan bahwa data-data informasi yang dipakai sebagai dasar penelitian skripsi ini diambil dari membaca, memahami buku-buku, majalah maupun literatur lainnya. Artinya penulisan dengan kepustakaan murni yaitu menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkat.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan historis dan pendekatan filosofis. Pendekatan historis di sini adalah sejarah hidup Kuntowijoyo. Pendekatan ini ditujukan untuk meneliti kondisi sosial pada masa Kuntowijoyo karena pemikiran tokoh tidak lepas dari pengaruh kondisi sosial sekitarnya.

Sedangkan pendekatan filosofis yang dimaksud adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki secara rasional melalui pernungan

21

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

(25)

atau pemikiran yang terarah mendalam dan mendasar tentang hakikat sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, dengan mempergunakan pola berfikir aliran filsafat tertentu maupun dalam bentuk analisa sistematik berdasarkan pola berfikir induktif, deduktif, fenomenologis, dan lain-lain. Dan dengan memperhatikan hukum berfikir (logika). Cara kerja metode ini selalu dihadapkan pada data kualitatif, di mana data yang digunakan berbentuk uraian atau simbol-simbol verbal yang penafsirannya bergantung pada pemakaian dalam kalimat. Penggunaan data di sini untuk memberikan dasar berfikir bukan untuk memberikan hipotesis.22

Pendekatan ini dimaksudkan untuk meneliti kondisi kehidupan Kuntowijoyo dalam kapasitasnya sebagai seorang pemikir yang tentu mengalami tahap-tahap perkembangan pemikiran.

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pencarian dan pengumpulan data adalah metode dokumentasi. Metode ini digunakan untuk mencari data-data mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pokok pembahasan. Seperti catatan, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya.23 Langkah yang ditempuh adalah mencari tahu atau mengumpulkan data-data tertulis sesuai bahasan, data diambil dari sumber-sumber tersebut di atas serta notulen, catatan harian dan sebagainya baik sumber tersebut sudah dipublikasikan maupun yang belum atau tidak dipublikasikan.

Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka dan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian tersebut.24

22

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1993), hlm. 66. 23 Suharsimi Arikunto,

Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet. VIII, hlm. 188.

24 Lexy J. Maleong,

Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remadja Karya CV., 1989), hlm. 7.

(26)

Dalam hal ini data yang dikumupulkan penulis: a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah informasi yang secara langsung memiliki wewenang dan tanggungjawab terhadap pengumpulan atau penyimpanan data. Sumber data semacam ini dapat disebut juga dengan sumber data atau informasi dari tangan ke tangan.25 Adapun sumber data primer yang peneliti gunakan adalah buku yang berjudul Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi; dan Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika; karya Kuntowijoyo.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya.26 Adapun sumber data sekunder yang peneliti gunakan diantaranya: “Pendidikan Berparadigma Profetik; Upaya Konstruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam oleh Moh. Shofan, Islam Transendental; Menelusuri Jejak-jejak Pemikiran Islam Kuntowijoyo oleh M. Fahmi, Kritik Islam atas Marxisme dan Sesat-Pikir Barat Lainnya oleh Ali Syari’ati penerjemah Husin Anis Al-Habsyi dan sumber lain yang berkaitan dengan tema.

4. Teknik Analisis Data

Adapun analisis yang digunakan terhadap pemikiran Kuntowijoyo diantaranya:

a. Content Analisis

Setelah data terkumpul, data dipilah-pilah, diklasifikasikan dan dikategorikan sesuai dengan tema pembahasan yang peneliti angkat. Proses analisis ini dilakukan dengan menggunakan content analisis, yaitu mengungkapkan isi pemikiran dari tokoh yang diteliti.27

25 Muhammad Ali,

Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa, 1993), hlm. 34.

26

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 91.

27

(27)

Secara teknis, content analisis mencakup:28

1) Klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi 2) Menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi

3) Menggunakan teknik analisis tertentu

Adapun langkah-langkah yang penulis tempuh dalam analisis data adalah dengan mendasarkannya pada prosedur yang ditetapkan Hadari Nawawi, yaitu sebagai berkut:29

1) Menyeleksi teks (buku, majalah, dokumen) yang akan diselidiki dengan mengadakan observasi untuk mengetahui keluasan pemakaian buku tersebut, menetapkan standar isi buku di dalam bidang tersebut dari segi teoritis dan praktisnya.

2) Menyusun item-item yang spesifik tentang isi dan bahasa yang akan diteliti sebagai alat pengumpul data.

3) Menetapkan cara yang ditempuh yaitu dengan meneliti keseluruhan isi buku dan bab per bab.

4) Melakukan pengukuran terhadap teks secara kualitatif, misalnya tentang tema dalam paragraf pesan yang akan disampaikan. 5) Membandingkan hasil berdasarkan standar yang telah ditetapkan. 6) Mengetengahkan kesimpulan sebagai hasil analisis.

Dalam hal ini yang dianalisis adalah pemikiran Kuntowijoyo tentang nilai-nilai profetik dan implikasinya terhadap pengembangan kurikulum PAI.

b. Interpretasi

Yaitu cara menyelami isi buku untuk secepat mungkin menangkap isi dan nuansa uraian yang disajikan.30 Dengan analisis ini peneliti berusaha untuk menyelami pemikiran Kuntowijoyo kemudian diungkapkan apa adanya dalam bentuk tulisan sesuai

28

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1991), hlm. 49.

29

Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2005), hlm. 90-91.

30 Anton Beker dan Ahmad Charris Zubair,

Metode Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), Cet. IV, hlm. 63.

(28)

dengan sumber data yang ada, baik dengan bahasa sendiri maupun bahasa tokoh tersebut.

Dari sini, setiap data atau informasi yang diperoleh dari masalah demi masalah dibandingkan dengan informasi lain yang ada. Mekanisme tersebut dilakukan secara terus menerus dan bolak-balik, sehingga mendapatkan hasil yang diharapkan kemudian diambil kesimpulan.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam penyusunan skripsi ini penyusun menggunakan sistematika pembahasan yang dituangkan dalam tiga bagian dan disusun secara sistematis untuk mempermudah pemahaman, sehingga mampu mencapai tujuan yang dikehendaki oleh peneliti.

1. Bagian muka

Pada bagian ini terdiri dari: halaman judul, halaman pernyataan keaslian, halaman pengesahan, halaman nota pembimbing, halaman abstraksi, halaman transliterasi, halaman kata pengantar dan halaman daftar isi.

2. Bagian isi

Bagian isi terdiri dari beberapa bab yang masing-masing terdiri beberapa sub bab dengan susunan sebagai berikut:

Bab I : PENDAHULUAN

Bab ini diuraikan gambaran umum pembahasan skripsi yang meliputi: latar belakang, penegasan istilah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II : KUNTOWIJOYO DAN PEMIKIRANNYA TENTANG

NILAI-NILAI PROFETIK

Bab ini menjelaskan tentang biografi Kuntowijoyo yang meliputi daftar riwayat hidup, latar belakang pemikiran

(29)

Kuntowijoyo, sosio-historis perpolitikan Kuntowijoyo, karya-karya Kuntowijoyo dan penghargaan yang diperoleh Kuntowijoyo serta pemikiran Kuntowijoyo tentang nilai-nilai profetik yang meliputi pengertian profetik, perlunya ilmu sosial profetik, ilmu sosial profetik.

Bab III : TEORI TENTANG PENGEMBANGAN KURIKULUM

Bab ini menjelaskan pengertian pengembangan kurikulum yang meliputi pengertian kurikulum, pengertian pengembangan kurikulum. Landasan pengembangan kurikulum. Pendekatan pengembangan kurikulum. Dasar-dasar pengembangan kurikulum yang meliputi prinsip-prinsip pengembangan kurikulum, kerangka pengembangan kurikulum. Dan kurikulum pendidikan agama Islam meliputi pengertian PAI, tujuan PAI, pendekatan PAI, fungsi PAI.

Bab IV: ANALISIS TENTANG KONSEP NILAI-NILAI PROFETIK

MENURUT KUNTOWIJOYO DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP PENGEMBANGAN KURIKULUM

Bab ini menjelaskan analisis pemikiran Kuntowijoyo tentang nilai-nilai profetik sebagai landasan pengembangan kurikulum pendidikan islam. dan implikasi nilai-nilai profetik bagi pengembangan organisasi kurikulum PAI.

Bab V : PENUTUP

Bab ini akan diuraikan tentang: kesimpulan saran-saran dan penutup.

3. Bagian akhir

Bagian akhir skripsi ini terdiri dari: daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat pendidikan penulis.

(30)

BAB II

BIOGRAFI KUNTOWIJOYO DAN PEMIKIRAN NILAI-NILAI PROFETIK

A. Biografi Kuntowijoyo

1. Riwayat Hidup

Kuntowijoyo adalah seorang pemikir yang komplet. Ia menyandang banyak identitas dan julukan. Selain seorang guru besar, ia juga sejarawan, budayawan, sastrawan, penulis-kolumnis, intelektual muslim, aktivis dan juga seorang khatib. Kuntowijoyo yang merupakan putra pasangan Martoyo sebagai Pedalang dan Warastri, yang eyang buyutnya adalah seorang penulis mushaf Al-Qur’an dengan tangan. Kuntowijoyo lahir di Desa Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten pada tanggal 18 September 1943. Ia merupakan anak kedua dari delapan bersaudara.

Kuntowijoyo menempuh dunia pendidikan Sekolah Dasarnya di Sekolah Rakyat Negeri Klaten, lulus pada tahun 1956. Setamat dari SD Klaten, ia melanjutkan ke SMP Negeri Klaten, lulus pada tahun 1959. Lalu melanjutkan studi ke SMA Negeri Solo, lulus pada tahun 1962. Kemudian ia melanjutkan studinya di Fakultas Sastra UGM Yogyakarta, lulus pada tahun 1969.1

Setelah lulus dari UGM, Kuntowijoyo melanjutkan kuliah di University of Connecticut dan meraih master (M.A., American Studies, 1974) dan gelar doktor (Ph.D., Ilmu Sejarah, 1990) di Universitas Columbia, dengan disertasi yang berjudul Social Change in an Agrarian

Society: Madura 1850-1940.2

Kuntowijoyo merupakan sosok yang dikenal sebagai seorang intelektual yang rendah hati dan bisa bergaul dengan siapa saja. Ia juga

1 Badiatul Roziqin, dkk.,

101 Jejak Tokoh Islam Indonesia,(Yogyakarta: e-Nusantara,

2009), hlm. 180.

2 Kuntowijoyo,

Penjelasan Sejarah (Historical Explanation), (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 177.

(31)

seorang intelektual muslim yang jujur dan berintegritas tinggi, meskipun dalam kondisi sakit, Kuntowijoyo masih dengan sabar melayani bimbingan mahasiswa.

Dalam perjalanan hidupnya Kuntowijoyo menikahi seorang perempuan yang bernama Susiloningsih. Istrinya tersbut juga menjadi dosen Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Jogja dan juga telah meyelesaikan studi di Psychology Department, Hunter College of The

City University of New York pada tahun 1980. Dari pernikahannya

tersebut Kuntowijoyo dikaruniai dua orang anak yakni Punang Amari Puja dan Alun Paradipta. 3 Dalam masa hidupnya, Kuntowijoyo mengalami serangan virus meningo enchepalitis (infeksi yang menyerang bagian otak). Dan Kuntowijoyo meninggal pada hari Selasa, 22 Februari 2005.

Kiprah Kuntowijoyo yang selain sebagai sejarawan, Kuntowijoyo juga sebagai seorang kiai. Julukan kiai bagi Kuntowijoyo bukanlah hal yang mengada-ada. Selain ia piawai dalam menjelaskan problem-problem keIslaman, dan tulisan-tulisannya pun bernuansa Islami.4 Kuntowijoyo juga ikut dalam pembangunan dan pembinaan Pondok Pesantren Budi Mulia pada tahun 1980 dan mendirikan Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK) di Yogyakarta pada tahun 1980. Kuntowijoyo menyatu dengan pondok pesantren yang menempatkan dirinya sebagai seorang kiai.

Ketua PP Muhammadiyah Prof. Dr. Syafi’i Maarif menyebut kuntowijoyo sebagai sosok pemikir Islam dan sangat berjasa bagi perkembangan Muhammadiyah. Menurutnya kritik Kunto sangat pedas tetapi merupakan pemikiran yang sangat mendasar.

Kuntowijoyo sebagai seorang pemikir Islam ini, semasa kuliah, ia sudah akrab dengan dunia seni dan teater karena semenjak kecil hidup di lingkungan dunia seni dari ayahnya. Kunto bahkan pernah menjabat

3 Badiatul Roziqin, dkk.,

101 Jejak ..., hlm. 181.

4 Badiatul Roziqin, dkk.,

(32)

skretaris Lembaga Kebudayaan Islam (Leksi) dan ketua Studi Grup Mantika, hingga tahun 1971. Di organisasi ini, ia berkesempatan bergaul dengan beberapa seniman dan kebudayaan muda, seperti Arifin C. Noer, Syu’ban Asa, Ikranegara, Chaerul Umam, dan Salim Said.

2. Latar Belakang Pemikiran

Kiprah Kuntowijoyo dalam dunia tulis menulis berawal ketika Kuntowijoyo duduk di bangku Sekolah Dasar. Kuntowijoyo ditempa oleh dunia lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhannya semasa kecil dan remaja. Ketika SD, Kuntowijoyo juga dimasukkan ke sekolah agama, yaitu Madrasah Ibtidaiyyah (MI). Di MI inilah, Kunto kecil sangat kagum kepada guru ngajinya, yaitu Ustadz Mustajab yang sangat piawai menerangkan tarikh (sejarah Islam) secara dramatik. Seolah-olah dia dan peserta didik lainnya ikut mengalami peristiwa yang disampaikan oleh gurunya. Sejak itu, Kuntowijoyo tertarik dengan sejarah, yang hingga kemudian ditekuni dan serius terjun mendalami ilmu sejarah. Di MI inilah bakat menulis Kuntowijoyo sudah mulai tumbuh. Kedua gurunya, Sariamsi Arifin (penyair) dan Yusmanam (pengarang) telah membangkitkan gairah Kuntowijoyo untuk menulis. Hingga akhirnya Kunto kecil sangat gemar membaca dan menulis.5

Kuntowijoyo yang dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah, yang semenjak kecil sudah akrab dengan dunia seni. Ayahnya yang suka mendalang, mendidiknya untuk mendalami agama dan seni.

Latar belakang cetusan-cetusan pemikiran Kuntowijoyo salah satunya bersumber dari pengaruh para filosof baik barat maupun timur yang tidak bisa dipungkiri ikut mewarnai hampir semua ide-ide Kuntowijoyo. Hal ini bisa dilihat dalam buku Kuntowijoyo yang berjudul

Penjelasan Kuntowijoyo (Historical Explanation), dengan piawai

Kuntowijoyo mengajak pembaca untuk melakukan “wisata akademik”, yakni dengan mengamati bagaimana sejarawan bekerja (historians at

5 Badiatul Roziqin, dkk.,

(33)

work) dan membekali para pembaca dengan “panduan wisata” yang berupa rangkaian “review” konkret atas berbagai karya sejarawan.

Tema-tema karya-karya Kuntowijoyo antara lain menyoroti fenomena sejarah kesadaran sosial umat Islam, tentang transformasi umat Islam dalam menyikapi perkembangan global dengan industrialisasinya, serta bagaimana agar umat Islam mampu dalam melakukan transformasi sosial ke arah yang lebih baik. Perubahan yang didasarkan pada cit-cita humanisasi, liberasi, dan transendensi, suatu cita-cita yang diderivasikan dari misi historis Islam sebagaimana yang terkandung dalam QS. Ali Imran (3), ayat 110.

Gagasan pemikiran Kuntowijoyo ini diilhami oleh Muhammad Iqbal, khususnya ketika Iqbal berbicara tentang peristiwa mi’raj Nabi Muhammad SAW. Seandainya Nabi itu seorang mistikus atau sufi, kata Iqbal, tentu beliau tidak ingin kembali ke bumi, karena merasa tenteram bertemu dengan Tuhan dan berada di sisi-Nya. Nabi kembali ke bumi untuk menggerakkan perubahan sosial, untuk mengubah jalannya sejarah. Beliau memulai suatu transformasi sosial budaya, berdasarkan cita-cita profetik.

Dalam buku yang berjudul Dinamika Sejarah Umat Islam

Indonesia diterangkan bahwa Nabi telah memimpin umat secara berhasil,

dan itulah tugas sejarahnya. Dia telah mengubah superstruktur (budaya musyrik, politeis diubah menjadi budaya-budaya tauhid, monoteis) dan mengatur kembali struktur sosial (mengangkat derajat wanita dan kaum budak pada kedudukan yang mulia). Di tengah-tengah umat Islam terdapat suatu golongan yang dipanggil Allah untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Yang mana setiap manusia adalah sebagai khalifah, maka umat Islam diperintahkan Allah sebagai pengendali sejarah, subyek sejarah di tengah-tengah manusia.6

6

Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, (Yogyakarta: Shalahuddin

(34)

Perwujudan sikap menurut Kuntowijoyo adalah obyektifikasi yang merupakan perbuatan rasional nilai (wertrational) yang diwujudkan ke dalam perbuatan rasional, sehingga orang luarpun dapat menikmati tanpa harus menyetujui nilai-nilai asal. Misalnya ancaman Allah terhadap orang Islam sebagai orang yang mendustakan agama bila tidak memperhatikan kehidupan ekonomi orang-orang miskin dapat diobyektifkan dengan IDT (Inpres Desa Tertinggal). Kesetiakawanan Nasional adalah obyektifikasi dari ajaran tentang ukhuwah.7

Dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an, Kuntowijoyo menawarkan bentuk penafsiran ajaran Islam yang lebih fungsional yang mampu menjadi titik pijak penerapan ajaran Islam itu sendiri. Mampu diterapkan dalam realitas masa kini dan di sini,8 pada periode ilmu, di tengah transformasi sosial umat Islam yang sedang berjalan dalam era globalisasi. Metode ini ia namakan strukturalisme transendental.

Melalui metode ini, Kuntowijoyo mencoba mengangkat teks (nash) Al-Qur’an dari konteksnya, yaitu dengan mentransendensikan makna tekstual dari penafsiran kontekstual berikut bias-bias historisnya. Kuntowijoyo mencoba mengembalikan makna teks yang sering merupakan respon terhadap realitas historis kepada pesan universal dan makna transendentalnya.9

Dari pandangan Kuntowijoyo tentang sosok ideal cendekiawan, dapat disimpulkan bahwa seorang tokoh, meskipun dia sudah meraih gelar yang tinggi, secara intelektual atau akademik, tapi belum atau tidak memiliki kepedulian terhadap persoalan sosial umat Islam di sekitarnya, atau keberadaannya tidak fungsional dalam masyarakat, maka belum pantaslah ia disebut seorang cendekiawan. Selain pandangannya tentang sosok ideal seorang cendekiawan, pergumulan Kuntowijoyo yang intens

7

Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 68-69.

8

Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu Epistemologi, Metodologi, dan Etika, (Yogyakarta:

Tiara Wacana, 2007), hlm. 27.

9

Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1998), hlm.

(35)

dengan ilmu-ilmu sosial dan budaya, serta kemampuan menelaah pemikiran-pemikiran para filosof, baik dari barat maupun dari Islam sendiri banyak mewarnai cetusan gagasan-gagasannya dalam wacana pemikiran Islam, yang selalu menjadi tema-tema menarik untuk diperbincangkan.

3. Sosio-historis Perpolitikan Kuntowijoyo

Menurut Kuuntowijoyo, pada masa Orde Baru terdapat beberapa perubahan masalah, misalnya masalah politik kelas. Pada masa sebelum tahun 1965, perkumpulan politik dan kelompok kepentingan kelas banyak sekali.

Kuntowijoyo beranggapan bahwa pola kehidupan politik Indonesia bersifat patron client. Pengelompokan politik tidak tidak didasarkan hubungan atas aliran budaya maupun solidiritas kelas, tetapi berdasarkan hubungan antara patron dan clients mereka, sebagai hubungan berantai tanpa terputus. Seperti ditunjukkannya dengan keterlibatan para pembesar dan pejabat, sebagai mesin birokrasi yang sangat efektif untuk memobilisasi massa dalam kampanye pemilu pasca 1965. Sedemikian rupa, pada masa Orde Baru umat mengalami situasi yang pada akhirnya memperpecah menjadi bentuk kelompok-kelompok politik patron clients.10

Yang berakibat pada perubahan sistem ekonomi dari kapitalisme agraris menuju kapitalisme industrial, yang menurut Kuntowijoyo mempunyai paralelisme historis diantara keduanya. Pergantian tersebut, apabila tidak bisa terkendali akan timbul sebuah ancaman terhadap kehidupan material dan seluruh tatanan hidup. Kuntowijoyo menyebutkan contohnya, yaitu dua gejala sosial yang mengancam; industrialism dan urbanism. Industrialism adalah gejala sosial-ekonomi yang menekankan kegiatan komersial dan industri, sehingga menggeser

10

M. Fahmi, Islam Transendental Menelusuiri Jejak-Jejak Pemikiran Islam Kuntowijoyo,

(36)

perekonomian petani, atau dengan bahasa radikal disebut sebagai perampokan petani. Sedangkan urbanism, merupakan gejala sosial-budaya. Urbanisasi menimbulkan keinginan baru, sensibilitas baru, dan aspirasi baru.11

Kekhawatiran terhadap ancaman di atas, dapat dilihat dalam masyarakat industrial yang disebutkan Kuntowijoyo, bahwa ada kemungkinan akan terjadinya gejala anomy dan alienation. Anomi yaitu situasi tidak adanya norma, atau hanya terjadi penyimpangan. Sedangkan alienasi menurut Marxis Orthodox adalah hasil dari sebuah rezim kapitalis, karena adanya pemilikan perorangan atas alat-alat produksi yang menyebabkan kaum buruh tersingkirkan dari hasil kerjanya. Atau menurut kaum Fredian melihat alienasi sebagai hilangnya keberanian untuk menjadi diri sendiri.

Dalam memasuki masyarakat modern dan industrial, meniscayakan dua hal: Rasionalisasi dan sistemisasi. Menurut Barrigton Moore, Jr. Sebagaimana yang dikutip oleh Kuntowijoyo, ada tiga jalan yang ditempuh masyarakat dunia dalam melakukan industrialisasi yaitu: demokrasi, fasisme dan komunisme. Sementara Indonesia, menurut Kuntowijoyo masih mencari ‘jalan’ menuju industrialisasi. Dengan masyarakat yang plural, Indonesia tentunya akan ‘jalan’ sendiri. Pancasila dan UUD 1945, menuntut untuk menggabungkan antara nilai (value) dan kepentingan (interst), memadukan yang abstrak dengan yang kongkrit yang absolut-universal-abadi dengan yang relatif-partikular-sementara, dan yang ukhrawi dengan yang dunia. Sehingga muncullah konsep teodemokrasi, yaitu konsep tentang kekusaan negara yang di dalamnya terdiri dari konsep tentang kekuasaan (ketuhanan, kedaulatan rakyat), konsep mengenai proses (kemanusiaan, kebangsaan), dan konsep tentang tujuan (keadilan sosial).12

11

M. Fahmi, Islam Transendental..., hlm. 181-182.

12

(37)

Menurut Kuntowijoyo, konsep teodemokrasi telah dijalankan di Indonesia namun masih tersendat-sendat. Terutama konsep demokrasi karena masih ada pembredelan dan pencekalan-pencekalan. telah banyak terjadi transformasi dalam umat Islam di Indonesia. Apalagi setelah terbentuknya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Di dalam periode ini, Islam menjadi agama yang obyektif (untuk siapa saja tanpa memandang predikatnya, memandang sesuatu sebagai sebenarnya tanpa dipengaruhi pengetahuan pribadi), yang dapat diterima orang luar tanpa menyetujui nilai-nilai asalnya.

Hasil dari pereode ini, menurut Kuntowijoyo dapat dilihat dalam tiga bidang yaitu ilmu ekonomi Islam dan aplikasinya, politik praktis, serta pemikiran agama dan juga psikologi Islam. Dalam periode ilmu, ekonomi kini baru dimulai aplikasinya. Penerapan ekonomi syari’ah dimulai dengan menggarap institusi modern, yaitu perbankan Islam (Bank Syari’ah) yang dimulai pada tahun 1992 oleh minoritas kreatif disekitar MUI (Majelis Ulama Indonesia). Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah bank pertama yang direkomendasikan ke publik, setelah keluar UU perbankan baru pada tahun 1992 (UU Perbankan No. 7/1992) bahwa bank tanpa bunga atau bank “syari’ah” bisa didirikan. Kemudian diikuti oleh pembentukan beberapa bank pedesaan yang beroperasi atas dasar tanpa bunga.

Dalam bidang politik praktis, Kuntowijoyo beranggapan bahwa PAN (Partai Amanat Nasional) yang berdiri pada 1998. Ketua pertamanya adalah M. Amien Rais, PAN menyatakan diri sebagai partai politik yang berakar pada moral agama, kemanusiaan dan kemajemukan. Yang memperjuangkan kedaulatan rakyat, demokrasi, kemajuan dan keadilan sosial untuk cit-cita suatu masyarakat Indonesia yang demokratik berkeadilan sosial, otonom dan mandiri.

Tentang pemikiran agama, Kuntowijoyo menyebutkan pribadi yang sesuai sebagai pemikir dan paling terprogram, menurutnya tidak ada ad boc , namun Kuntowijoyo mencalonkan M. Amin Abdillah dari

(38)

IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga. Dalam pandangan Kuntowijoyo Amin Abdullah memiliki tiga program yang telah dirintisnya. Ketiga program tersebut adalah pertama, menjadikan agama sebagai gejala objyektif. Kedua, budaya agama yang mengikuti zaman. Ketiga, ilmu agama yang kritis.13

Tentang perkembangan psikologi Islam, Kuntowijoyo tidak memperjelas keberadaanya. Hanya saja, ia menambahkan, bahwa psikologi Islam masih dibawah umur dengan menyebutkan istilah nggenduki.14

Dari uraian di atas, Kuntowijoyo mengemukakan gagasannya tentang periodesasi sejarah kesadaran keagamaan umat Islam Indonesia, setidaknya telah melakukan dua hal penting. Pertama, rekonstruksi historiografi Indonesia dengan menepatkan Islam sebagai subyek historis yang bukan hanya bagi umat Islam tapi juga bagi seluruh bangsa karena signifikansi umat Islam dalam proses-proses sosio-kultural dan politik bangsa yang selama ini seringkali diabaikan dalam historiografi formal. Kedua, melalui periodesasi yang dikemukakannya, Kuntowijoyo ingin meningkatkan perlunya belajar dari sejarah, sehingga tidak sekedar mengulang-ulang cerita lama.

Selama ini, pengetahuan agama didapat melalui pendidikan yang konvensional yang juga mengalami transformasi, seperti pesantren, madrasah dan sekolah, yan diasuh oleh kiai, ustadz atau guru. Namun, generasi baru tersebut mendapatkan pengetahuan agama melalui sumber anonim-elektronik. Sehingga komunikasi-elektronik yang bersifat terbuka antara elite dengan massa. Kuntowijoyo menyebutkan adanya peubahan hubungan antara cendekiawan muslim dan masyarakat.15

Saat masa komunikasi lisan dan tulisan masih berjalan, komunikasi dengan cara baru muncul sebagai perubahan penting dalam komunikasi sosial, yaitu munculnya elektronika. Hubungan

13

M. Fahmi, Islam Transendental..., hlm. 190-191.

14

M. Fahmi, Islam Transendental..., hlm. 192.

15

(39)

cendekiawan-masyarakat menjadi hubungan antara elite dan massa. Menurut Kuntowijoyo, sifat solidaritas pada masa ini menjadi empat sifat, yaitu; terbuka, kelompok kecil, proliferasi, dan mobile.

1) Terbuka. Penguasaan cendekiawan atas masyarakat melonggar,

semakin terbuka, tanpa perantara.

2) Kelompok kecil. Ada suatu gerakan keagamaan yang memutar jam

kembali, atau dalam pandangan sekuler disebut cuenter culture.

3) Proliferasi. Menyebarnya cendekiawan muslim di berbagai tempat

seperti di kampus, perusahaan, LSM dan sebagainya yang menyebabkan tidak ada organisasi Islam yang dapat mengklaim sebagai umatnya.

4) Mobile. Keberadaan cendekiawan dan masyarakat, selalu bergerak

dan berpindah.

Dalam pemahaman Kuntowijoyo, “Islamisasi pengetahuan” merupakan upaya agar umat Islam tidak begitu saja meniru metode-metode dari pengetahuan Barat yang telah mempengaruhi kebudayaan Islam. Yaitu dengan cara mengembalikan pengetahuan kepada pusatnya (tauhid). Menurut Kuntowijoyo, gerakan intelektual yang mainstream

Islamisasi pengetahuan yang berusaha mengembalikan pengetahuan kepada tauhid, merupakan gerakan dari konteks kepada teks.16

Dengan memberikan alternatif Ilmu Sosial Profetik, tidak bermaksud membedakan antara ilmu sosial Islam, dan ilmu sosial sekuler, akan tetapi bertujuan merumuskan ilmu sosial yang obyektif. Transformasi keilmuan menurut Kuntowijoyo, terdapat perbedaan yang mendasar dari ilmu-ilmu sekuler dan ilmu-ilmu integralistik. Perbedaan terletak dalam tempat berangkat, rangkaian proses, produk keilmuan dan tujuan-tujuan ilmu.

Bingkai periodesasi kesadaran umat Islam apabila dilihat dari penjelasan transformasi sosial umat Islam di atas, secara implisit kuntowijoyo ingin agar Islam hadir sebagai agama yang mampu

16

(40)

merangkul sebanyak mungkin orang, golongan, ideologi, kelas, budaya, ataupun etnis. Ia ingin Islam menjadi agama yang menawarkan kedamaian, bukan kebencian. Ia menolak cara pandang ideologis yang bersifat tetutup, seraya menganjurkan cara pandang ilmu yang bersifat terbuka. Hal ini terlihat dalam pemahamannya bahwa teori sosial Islam bukan sesuatu yang bersifat permanen, tetapi dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi-kondisi sosial masyarakat.17

4. Karya-Karya Kuntowijoyo

Kuntowijoyo merupakan sosok yang mumpuni. Sejumlah identitas atau julukan yang ia sandang. Antara lain sebagai sejarawan, budayawan, sastrawan, penulis-kolumnis, intelektual muslim, aktivis, khatib dan sebagainya. Melalui kemampuan menulisnya Kunto mampu menghasilkan karya-karya antara lain:

a. Karya-karya Kuntowijoyo yang berupa non-fiksi, antara lain: 18 1) Dinamika Sejarah Umat Islam (1985)

2) Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi (Mizan, 1991) 3) Radikalisasi Petani (Bentang, 1993)

4) Demokrasi dan Budaya Birokrasi (1994) 5) Pengantar Ilmu Sejarah (Bentang, 1995) 6) Identitas Politik Umat Islam (Mizan, 1997)

7) Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental (Mizan, 2001) 8) Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris: Madura, 1980, 1940

(Mata Bangsa, 2002)

9) SelamatTinggal Mitos Selamat Datang Realitas (Mizan, 2002) 10) Metodologi Sejarah, Edisi kedua (Tiara Wacana, 2003)

11) Raja, Priyayi, dan Kawula (Ombak, 2004)

12) Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa (Ombak, 2005)

17

M. Fahmi, Islam Transendental Menelusuiri Jejak-Jejak Pemikiran Islam Kuntowijoyo,

hlm. 207-208.

18 Kuntowijoyo,

(41)

13) Maklumat Sastra Profetik (Grafindo Litera Media, 2006) 14) Budaya dan Masyarakat (1987; terbit ulang 2006)

15) Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, Dan Etika (Tiara Wacana, 2007)

b. Karya Kuntowijoyo yang berupa Puisi, antara lain: 1) Suluk Awang-Awung (1975)

2) Isyarat (1976)

3) Makrifat Daun, Daun Makrifat (1995)

c. Karya-karya Kuntowijoyo yang berupa fiksi, antara lain: 1) Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari, novel (1966)

2) Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, kumpulan cerpen (1992) 3) Khotbah Di Atas Bukit, novel (1976, terbit ulang 1993) 4) Pasar, novel ( 1972, terbit ulang 1994)

5) Mengusir Matahari, kumpulan fabel (1999)

6) Hampir Sebuah Subversi, kumpulan cerpen (1999) 7) Impian Amerika, novel (1998)

8) Mantra Penjinak Ular, novel (2000) 9) Topeng Kayu, drama (2001)

5. Penghargaan yang Diperoleh

Beberapa penghargaan yang pernah diperoleh oleh Kuntowijoyo, antara lain: 19

a. Penghargaan Sastra Indonesia, dari Pemda DIY (1986)

b. Penghargaan Penulisan Sastra, dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, untuk kumpulan cerpen Dilarang Mencintai

Bunga-Bunga (1994)

c. Penghargaan Kebudayaan ICMI (1995) d. Satya Lencana Kebudayaan RI (1997) e. ASEAN Award on Culture (1997) f. Mizan Award (1998)

19 Kuntowijoyo,

Referensi

Dokumen terkait

Potensi di bidang industri pertambangan tersebut membutuhkan strategi perencanaan dan pengembangan yang lebih komprehensif yang mempertimbangkan beberapa aspek,

URAIAN TUGAS RUANG KAMAR BERSALIN STAF PUSKESMAS KABERE..  Nama :

Kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses belajar mengajar karena kurikulum merupakan acuan atau patokan dalam proses pembelajaran, selain itu

Kesalahan pengobatan dapat terjadi pada masing-masing proses dari peresepan, mulai dari penulisan resep, pembacaan resep oleh apoteker, penyerahan obat sampai

Pembongkaran 40 bangunan liar di atas saluran penghubung (Phb) di Jalan Hadiah RT 010/03 Kelura- han Jelambar, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Senin (27/7)

Dari hasil analisis regresi dapat diketahui bahwa variabel kualitas produk, kualitas layanan, dan lokasi yang semua memiliki efek positif pada keputusan pembelian di Raharjo motor

Dalam Painting Sense, Aditya menampilkan serangkaian karya-karya baru yang mengangkat kegiatan bereksplorasi dengan tiga ide utama: dekonstruksi dari aparatus fundamental yang

Harga tentu saja salah satu unsur yang sangat menentukan kondisi berbelanja dan Sujarwo memperlihatkan gejala yang sangat khas bahwa di satu pihak sosok pembeli tidak