• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPIRASI PADA TUMBUHAN AZKI AFIDATI PUTRI ANFA ( ) KELOMPOK 3B (A)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPIRASI PADA TUMBUHAN AZKI AFIDATI PUTRI ANFA ( ) KELOMPOK 3B (A)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

RESPIRASI PADA TUMBUHAN AZKI AFIDATI PUTRI ANFA (1410422025)

KELOMPOK 3B (A)

ABSTRAK

Praktikum Respirasi Tumbuhan ini dilakukan dengan bahan Phaseolus radiatus danGlycin max yang dilaksanakan pada hari Selasa, 27 Oktober 2015 di Laboratorium Pendidikan IV Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. Tujuan dari praktikum ini yaitu, untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi aerobik kecambah dan untuk mengetahui kecepatan respirasi biji yang sedang berkecambah dengan metode titrasi. Metode kerja yang dilakukan dalam percobaan adalah dengan mengukur lajur respirasi pada kecambah yang sudah dilakukan dengan berbagai perlakuan dan dengan menghitung jumlah CO2 yang dikeluarkan dengan metode titrasi . Hasil dari praktikum ini yaitu, pada percobaan pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi aerobik, laju respirasi terbesar terjadi dengan suhu 45oC dengan laju 7154. Percobaan penentuan kecepatan respirasi biji yang sedang berkecambah didapatkan hasil

Keyword : Glycin max, Phaseolus radiatus, Respirasi, PENDAHULUAN

Respirasi adalah proses pelepasan energi kimia, molekul-molekul organik dalam sel pada mitokondria. Pada proses fotosintesis terjadi pembentukan gula dari molekul CO2 dan H2O dengan bantuan cahaya matahari. Pelepasan energi kimia dalam respirasi ini terjadi melalui dua proses penting, yaitu berlangsung antara lain: Proses oksidasi, disini terjadi pelepasan hidrogen atau hidrogenase dimana pada proses aerobik penerima elektron terakhir

adalah O2, disini O2 sebagai adaptor, proses perombakan molekul dimana akbat dari oksidatif ikatan karbon dari molekul dirombak sehingga akhirnya hanya tinggal satu karbondioksida (Dermawan, 1983).

Respirasi bukanlah proses pertukaran gas sederhana saja tetapi merupakan keseluruhan proses reaksi oksidasi, yaitu senyawa organik dioksidasi menjadi karbohidrat. Sedangkan oksigen yang diserap direduksi membentuk karbondioksida.

(2)

Substrat respirasi, yaitu pati, fruktosa, sukrosa, atau gula lain, lemak, asam organik bukan protein pada keadaan tertentu. Sedangkan respirasi aerobic adalah suatu proses pernapasan yang membutuhkan oksigen bebas dari udara dan air. Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi

menyerap oksigen dan

melepaskan karbondioksida dalam volume yang sama. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi karbondioksida sedangkan oksigen yang diserap direduksi menjadi air. Jika karohidrat seperti sukrosa, fruktosa, atau merupakan substrat respirasi dan oksidasi secara sempurna, maka volume oksigen yang diambil berimbang dengan karbondioksida yang dilepaskan. Nisbah karbondioksida terhadap oksigen disebut kuosien respirasi (RQ) dimana untuk karbohidrat mendekati satu (Lehninger,1982).

Respirasi juga merupakan aspek alamiah dari metabolism sel yang meliputi proses-proses

oksidasi bahan organik bersaa dengan terjadinya reaksi molekul oksigen membentuk air dan pembebasan energi dalam bentuk posfat berenergi tinggi atau yang disebut ATP. Proses respirasi terjadi dapat dilihat dengan adanya pembebasan CO2, pembentukan air, dan penyusunan bahan kering dari jaringan yang melakukan respirasi (Suwarsono, 1997).

Substrat awal respirasi adalah glukosa. Berasal dari senyawa polimer, seperti pati, fruktan, disakarida. Senyawa organic lain dapat juga dipakai sebagai substrat seperti lipid, asam organic, dan protein. Macam substrat yang dipakai dapat diketahui dengan mengukur jumlah O2 yang dipaki dengan CO2 yang dilepaskan yang disebut dengan respirasi kuosien (Barry and badger, 1979).

Reaksi yang terjadi selama proses respirasi merupakan kebalikan dari reaksi yang terjadi selama fotosintesis. Hasil akhir dari fotosintesis adalah glukosa, sedangkan pada respirasi adalah

(3)

air. Proses terjadinya respirasi terdiri dari tiga tahapan yaitu glikolisis, siklus krebs dan transfer elektron (Salissbury and Ross, 1995).

Glikolisis merupakan rangkaian perubahan glukosa menjadi asam piruvat. Glikolisis adalah proses penguraian heksosa menjadi triosa yang terjadi di sitosol. Proses ini terjadi dari dua bagian, yaitu penguraian substrat heksosa baik glukosa maupun fruktosa yang berasal dari pati dan sukrosa maupun fruktosa menjadi fruktosa 1,6 biposfat (Dermawan, 1983).

Siklus asam sitrat (siklus kreb) adalah asam piruvat yang dioksidasi menjadi CO2 dan air. Bila cukup oksigen asam piruvat dapat ditransfer ke dalam mitokondria melalui pertukaran dengan OH- pada membran dalam. Piruvat dalam teknisnya bukan merupakan bagian dari siklus asam sitrat. Di dalam matriks asam piruvat pertama kali didekarboksilasi kemudian dioksidasi oleh kompleks multi

enzim piruvat dehidroginase. Enzim ini mengkatalisir rangkaian lima reaksi dimana satu mol piruvat diubah menjadi Asetil CoA dengan adanya protein sulfur Coenzim A. Perubahan asam piruvat menjadi Asetil CoA melalui siklus oksidasi asam piruvat (Burhan, 1987).

Sistem transfer electron merupakan polipeptida integral. Selain itu, ada beberapa electron yang berada pada membrane dalam. Diantaranya adalah pada membran dalam kea rah ruang antar sel terdapat protein yang terkait kuat pada membrane yang membawa elektron dari NADH dan NADPH dari sitosol dank e arah matriks pada membran dalam juga terdapat pembawa elektron yang

terikat kuat (NADH

dehidrogenase). Komponen-komponen ini dapat bebas bergabung pada membran dalam yang bersifat alir, untuk melakukan peranan sebagai system transport elektron (Dermawan, 1983).

Pada tumbuhan, O2 yang datang dari luar sel masuk melalui stomata daun, lenti sel, dan celah

(4)

antar sel. O2 masuk ke dalam sel dan langsug dipakai untuk respirasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi adalah temperature, perubahan reaksi sensitive sekali terhadap temperatur dimana bila suhu rendah, asam terlalu tinggi maka kerja enzim akan lambat. Faktor kedua adalah kadar oksigen dimana O2 yaqng dibutuhkan dalam siklus kreb sebagai penerima electron. Ketiga adalah karbondioksida dan yang terakhir adalah garam-garaman organic yang berguna untuk transpirasi jaringan tumbuhan untuk diransfer dari air ke larutan garam-garaman tersebut (Lakitan,2001).

Sebagian besar energy yang dilepas selama respirasi kira-kira 2870 kj atau 686 kkal per mol glukosa. Bila suhu rendah, bahan ini dapat merangsang metabolism dan menguntungkan beberapa specimen tertentu. Tetapi biasanya bahan tersebut dilepaskan ke atsmosfer atau ke tanah dan berpengaruh kecil terhadap tumbuhan. Yang lebih penting dari

bahan ialah energi yang terhimpun dalam ATP, sebab senyawa ini digunakan untuk berbagai proses esensial dalam kehidupan. Misalnya pertumbuhan dan penimbunan ion (Salisbury and ross, 1995).

Energi yang dihasilkan dari respirasi ini akan digunakan oleh jaringan tubuh dari tumbuhan yang nantinya akan berguna untuk memelihara sitoplasma. Peredaran zat makanan, pembelahan kromosom dan inti. Penimbunan garam-garam dan sebagainya. Seringnya respirasi dapat diketahui dengan kenaikan temperature yang diakibatkan banyak sedikitnya volume oksigen yang digunakan atau volume yang dilepaskan. Jaringan yang lebih besar dengan nisbah permukaan volume yang lebih rendah, difusi oksigen dari udara ke sitokrom oksidase di dalam sel dekat bagian dalam mungkin cukup berkurang sehingga melambatnya laju transpirasi. Tetapi pada tahun 1890 ahli fisiologi perkembangan Prancis memperkirakan bahwa

(5)

daerah pusat jaringan tumbuhan yang berongga akan berespirasi secara aerobic. Walaupun lambat jaringan tumbuhanmenunjukkan pentingnya ruang antar sel bagi difusi gas. Ruang antar sel mencangkup mulai dari stomata daun sampai ke sebagian besar sel di dalam tumbuhan, membantu respirasi aerobic. Pada kebanyakan hanya sel parenkim xylem dan sel di daerah meristem yang nampaknya tidak mempunyai

rongga udara tersebut

(Dwijoseputro, 1994).

Hasil respirasi diperlukan untuk kelangsungan hidup sel dan tumbuhan atau pemeliharaan sel, yaitu member energy pada tumbuhan hidup dan mengganti bagian-bagian sel yang rusak disebut respirasi pemeliharaan dan hasil respirasi untuk pertumbuhan, yaitu membentuk sel-sel baru dan diferensiasi. Pada sel-sel atau jaringan yang mengalami pertumbuhan, maka respirasi yang terjadi dalam sel ini adalah respirasi pemeliharaan ditambah dengan respirasi pertumbuhan.

Respirasi dapat diukur dengan kuantitatif dengan cara menangkap CO2 yang dibebaskan dengan Ba(OH)2 dan BaCO3 yang ditimbang, ditangkap dengan NaOH kemudian dititrasi dengan infared gas (Salisbury, 1995). Adapun tujuan dari praktikum in, yaitu untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi aerobik kecambah dan untuk mengetahui kecepatan respirasi biji yang sedang berkecambah dengan metode titrasi

METODA PRAKTIKUM Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari Selasa, 27 Oktober 2015, pukul 14.00-18.00 WIB di Laboratorium Teaching IV Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah botol, aluminium foil, kain kasa, benang, label, karet gelang, CO2 meter, erlenmeyer 125/250 mL, gunting, buret, pipet, NaOH 0,2 N, dan HCl 0,1 N. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Phaseolus radiatus dan Glycin max.

(6)

Cara kerja

Percobaan pertama, kecambah ditimbang masing-masing 1 gr kemudian dimasukan ke dalam botol lalu ditutup dengan aluminium foil. Dibuat satu botol tanpa kecambah sebagai control dan letakkan pada suhu kamar. Dilabeli masing-masing botol, dan ditempatkan pada refrigerator dengan suhu 5°C, di ruangan dengan suhu 27°C, dan di dalam incubator dengan suhu 40s – 45°C. Setelah satu jam diukur kadar CO2 yang dihasilkan selama respirasi dengan menggunakan alat CO2 meter dan dihitung laju respirasi dengan rumus:

Rsp = v (S-C) Keterangan:

Rsp = Laju respirasi V = Volume

S = Skala konsentrasi sampel C = Skala konsentrasi control 44 = BM CO2

22,4 = Ketetapan t = Waktu w = Berat sampel

Percobaan keduan,

dimasukkan 50 ml larutan NAOH 0,2 N masing-masing dalam 5 buah botol dan ditutup rapat dengan menggunakan aluminium foil. Biji kacang ditimbang lalu dibungkus dengan kain kasa dan diikat kuat dengan benang, kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing botol yang telah diisi dengan larutan tadi dengan posisi tergantung diatas larutan. Salah satu botol yang berisi larutan NAOH 0,2 N digunakan sebagai control. Masing-masing botol diberi label dan diletakkan pada temperature terkontrol: 5°C (pendinginan), 27°C (dalam ruangan), 40-45°C (incubator), dan cahaya matahari langsung. Setelah 3 jam biji dikeluarkan dari botol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh suhu terhadap

kecepatan respirasi aerobik

Tabel 1. Pengaruh suhu terhadap kecepatan aerobik

Perlakuan Kadar Laju Respirasi

CO2(mg CO2/g/h) Suhu 5° Suhu 27° 2450 2842 26 28 Suhu 45o 7154 50 Kontrol 13,5 0

Dari tabel dapat dilihat, bahwa laju respirasi terbesar terjadi dengan suhu 45oC dengan laju 7154 dan

(7)

pada kontrol tidak terjadi laju respirasi.

Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada suhu yang tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1 ; jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40°C atau lebih, laju respirasi malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini

dalam jangka waktu yang lama.

Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi. (Tcherkez, 2009). 2. Penentuan kecepatan respirasi biji

yang sedang berkecambah

Tabel 2. Penentuan kecepatan respirasi biji yang sedang berkecambah

Umur Titrasi Suhu Kont

rol 5oC 27oC 45oC 1 hari 15 16 15,7 2 hari 15,5 15,6 16,5 3 hari 17,3 17 17 4 hari 16,3 16 17 5 hari 16,5 22,7 16

Dari tabel dapat dilihat, bahwa pada

kecambah umur 5 hari dengan

perlakuan suhu 27oC didapatkan hasil terteinggi yaitu 22,7.

Aktivitas suatu enzim itu sangat

dipengaruhi oleh temperatur.

Kebanyakan enzim telah binasa pada temperatur jauh di bawah titik didih air. Banyak pula enzim yang menjadi non aktif jika berada dalam larutan yang temperaturnya naik sampai 60 oC atau 70oC (Dwijoseputro, 1985).

Jadi pada suhu 40 oC

semestinya kadar CO2 yang dihasilkan lebih rendah daripada suhu 25oC karena kemungkinan besar enzimnya sudah mengalami denaturasi seperti pada litaratur yang ada. Ini seharusnya terjadi pada percobaan di atas. Ketidaksesuaian antara hasil dengan literatur ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena praktikan

kurang teliti dalam melakukan

penimbangan. Sampel yang ditimbang tidak tepat benar seperti pada penuntun.

PENUTUP Kesimpulan

1. Laju respirasi terbesar terjadi dengan suhu 45oC dengan laju 7154 dan pada kontrol tidak terjadi laju respirasi.

(8)

2. Kecambah umur 5 hari dengan perlakuan suhu 27oC didapatkan hasil terteinggi yaitu 22,7.

Saran

Dari praktikum yang telah dilakukan, diharapkan kepada praktikan agar lebih hati – hati dalam menggunakan zat kimia dan juga lebih teliti dalam melaksanakan praktikum agar didapatkan hasil yang maksimal. DAFTAR PUSTAKA

Burhan, Walyati dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan. Universitas Andalas. Padang. Darmawan dan Baharsjah. 1983.

PengantarFisiologi Tumbuhan. PT Gramedia. Jakarta. Dwijoseputro, D. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta. Dwijoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanaman. Gramedia. Jakarta.

Lakitan, B. 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Grafindo Persada. Jakarta. Lehninger, M. T. 1982. Dasar-Dasar

Biokimia. Jilid I. Erlangga. Jakarta.

Salisbury, J.W. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB. Bandung.

Tcherkez, Guillaume, Aline Mahe, dkk. 2009. Biology Journal: In Folio Respiratory Fluxomics Revealed by C Isotopic Labeling and H/D Isotope Effects Highlight the Noncyclic Nature of the Tricarboxylic Acid “Cycle” in Illiminated Leaves. Plant Physiology, October 2009, Vol. 151, pp. 620-630.

Referensi

Dokumen terkait

Laju respirasi pada umumnya digunakan sebagai indikator laju metabolisme pada komoditi pertanian.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi gas

Pengaruh perlakuan suhu terhadap persentase jumlah kecambah biji kedawung pada hari ke-15 hari setelah tanam menunjukkan terdapat dua perlakuan suhu yang menghasilkan nilai

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dan suhu terhadap karakteristik kimia biji karet (Hevea brasiliensis) yang dilaksanakan pada bulan Februari

Pengaruh lain terhadap laju respirasi yang dilakukan dalam praktikum ini selain suhu dan luka memar adalah etilen.. Sampel buah-buahan yang digunakan masih sama

Untuk mengetahui pengaruh kecambah biji P.amabilis dengan variasi konsentrasi air kelapa terhadap besarnya rerata jumlah kecambah pada masing- masing perlakuan

Dalam praktikum ini, Praktikan juga dapat mengetahui pengaruh suhu terhadap proses difusi pada fasa gas Praktikan juga dapat mengetahui pengaruh suhu terhadap

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk membuktikan bahwa dalam fotosintesis dihasilkan oksigen (O2), mengamati pengaruh cahaya dan CO2 terhadap

Untuk mengetahui pengaruh kecambah biji P.amabilis dengan variasi konsentrasi air kelapa terhadap besarnya rerata jumlah kecambah pada masing- masing perlakuan