• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Chapter II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

2.1. Melanoma Maligna.Melanoma Maligna. 2.1.1.

2.1.1. Definisi.Definisi.

Melanoma maligna adalah sebuah kanker dari sel yang menghasilkan Melanoma maligna adalah sebuah kanker dari sel yang menghasilkan melanin. Oleh karena itu, bisa timbul pada kulit, mukosa, retina, dan melanin. Oleh karena itu, bisa timbul pada kulit, mukosa, retina, dan leptomeninges

leptomeninges  (Chan dan Greenbaum, 2013). Melanoma maligna merupakan  (Chan dan Greenbaum, 2013). Melanoma maligna merupakan sebuah keganasan dari sel yang menghasilkan pigmen (melanosit), biasanya sebuah keganasan dari sel yang menghasilkan pigmen (melanosit), biasanya  berada

 berada di di kulit kulit tapi tapi juga juga ditemukan ditemukan di di telinga, telinga, saluran saluran pencernaan, pencernaan, mata, mata, mulut,mulut, mukosa genital, dan

mukosa genital, dan leptomeningesleptomeninges (McCourt, Dolan, dan Gormley, 2014). (McCourt, Dolan, dan Gormley, 2014). 2.1.2.

2.1.2. Epidemiologi.Epidemiologi.

Meskipun melanoma maligna terhitung hanya 4% dari semua kanker Meskipun melanoma maligna terhitung hanya 4% dari semua kanker kulit, melanoma maligna menyebabkan 80% kematian dari kanker kulit (Miller kulit, melanoma maligna menyebabkan 80% kematian dari kanker kulit (Miller dan Mihm, 2006). Melanoma maligna terhitung 3% dari semua keganasan di dan Mihm, 2006). Melanoma maligna terhitung 3% dari semua keganasan di seluruh dunia. Melanoma maligna kanker yang paling banyak pada dewasa muda seluruh dunia. Melanoma maligna kanker yang paling banyak pada dewasa muda (20-39 tahun) dan paling banyak menyebabkan kematian

(20-39 tahun) dan paling banyak menyebabkan kematian karena kanker (Chan dankarena kanker (Chan dan Greenbaum, 2013).

Greenbaum, 2013).

Secara geografis, insiden dan mortalitas bervariasi di seluruh dunia. Secara geografis, insiden dan mortalitas bervariasi di seluruh dunia. Kejadian melanoma maligna tertinggi dimana Negara yang populasinya Kejadian melanoma maligna tertinggi dimana Negara yang populasinya didominasi oleh

didominasi oleh CaucasianCaucasian  (kulit putih) dan rendah pada Negara yang  (kulit putih) dan rendah pada Negara yang  berpenduduk asli

 berpenduduk asli Asian Asian atauatau African African (de Vries (de Vries et al et al .. , , 2006). Semua Negara Eropa2006). Semua Negara Eropa melaporkan insiden melanoma maligna tinggi pada perempuan daripada laki-laki. melaporkan insiden melanoma maligna tinggi pada perempuan daripada laki-laki. Sebaliknya, di Australia dan Amerika Utara laki-laki lebih tinggi daripada Sebaliknya, di Australia dan Amerika Utara laki-laki lebih tinggi daripada  perempuan

 perempuan (MacKie, (MacKie, Hauschild, Hauschild, dan dan Eggermont, Eggermont, 2009) 2009) sedangkan sedangkan untuk untuk bagianbagian tubuh yang sering ditemukan pada laki-laki adalah trunkus dan pada perempuan tubuh yang sering ditemukan pada laki-laki adalah trunkus dan pada perempuan sering pada daerah tungkai dan trunkus. Jarang ditemukan pada bagian tubuh yang sering pada daerah tungkai dan trunkus. Jarang ditemukan pada bagian tubuh yang tertutup pakaian (Pasaribu, 2006).

tertutup pakaian (Pasaribu, 2006).

Penyebab utama terjadi peningkatan insiden melanoma maligna secara Penyebab utama terjadi peningkatan insiden melanoma maligna secara umum adalah paparan radiasi ultraviolet (UV). Menurut Elwood

umum adalah paparan radiasi ultraviolet (UV). Menurut Elwood et al et al .. dalamdalam MacKie, Hauschild, dan Eggermont (2009), terpapar sinar matahari yang MacKie, Hauschild, dan Eggermont (2009), terpapar sinar matahari yang

(2)

membakar kulit dalam waktu singkat tapi berulang-ulang diketahui sebagai faktor membakar kulit dalam waktu singkat tapi berulang-ulang diketahui sebagai faktor risiko utama (MacKie, Hauschild, dan Eggermont, 2009).

risiko utama (MacKie, Hauschild, dan Eggermont, 2009). 2.1.3.

2.1.3. Faktor Risiko.Faktor Risiko. a.

a. Faktor GenetikFaktor Genetik

Berdasarkan hasil penelitian 25-40% dari anggota keluarga yang Berdasarkan hasil penelitian 25-40% dari anggota keluarga yang menderita melanoma maligna diidentifikasi terdapat

menderita melanoma maligna diidentifikasi terdapat germline mutation germline mutation  pada

 pada cyclin-dependent kinase inhibitor 2Acyclin-dependent kinase inhibitor 2A (CDKN2A) dan juga sedikit(CDKN2A) dan juga sedikit didapatkan mutasi pada

didapatkan mutasi pada cyclin-dependent kinase 4cyclin-dependent kinase 4 (CDK4). Terdapat(CDK4). Terdapat dasar rasional untuk hubungan antara kejadian melanoma dan mutasi dasar rasional untuk hubungan antara kejadian melanoma dan mutasi  pada

 pada CDKN2ACDKN2A dan CDK4dan CDK4 karena kedua tersebut adalahkarena kedua tersebut adalah tumor- tumor- suppresor

 suppresor genesgenes (Miller dan Mihm, 2006). Lima sampai sepuluh(Miller dan Mihm, 2006). Lima sampai sepuluh  persen

 persen dari dari semua semua melanoma melanoma maligna maligna adalah adalah dari dari pasien pasien dengandengan  familial

 familial atypical atypical multiple multiple mole mole melanoma melanoma syndrome syndrome (FAMMM).(FAMMM). Pasien dengan

Pasien dengan  FAMMM FAMMM mempunyai risiko 70% selama hidup untukmempunyai risiko 70% selama hidup untuk  berkembangnya sebuah melanoma malig

 berkembangnya sebuah melanoma maligna (Holterhues, 2011).na (Holterhues, 2011). Mutasi pada

Mutasi pada tumor-suppressor genestumor-suppressor genes sepertiseperti c-kit, p53,c-kit, p53, dandan  BRAF

 BRAF dilaporkan meningkatkan risiko melanoma maligna. Namun,dilaporkan meningkatkan risiko melanoma maligna. Namun, masih belum jelas seberapa pentingya mutasi dari

masih belum jelas seberapa pentingya mutasi dari gen-gen ini dianggapgen-gen ini dianggap sebagai faktor risiko melanoma maligna (Holterhues, 2011).

sebagai faktor risiko melanoma maligna (Holterhues, 2011).  b. Faktor Lingku

 b. Faktor Lingkunganngan

Paparan radiasi ultraviolet (UV) dari matahari menjadi faktor Paparan radiasi ultraviolet (UV) dari matahari menjadi faktor  penting

 penting dikaitkan dikaitkan dengan dengan peningkatan peningkatan kejadian kejadian melanoma melanoma maligna,maligna, terutama pada sinar matahari yang membakar kulit dalam waktu terutama pada sinar matahari yang membakar kulit dalam waktu singkat tapi berulang-ulang (Putra, 2008). Dari hasil penelitian yang singkat tapi berulang-ulang (Putra, 2008). Dari hasil penelitian yang lain juga memperlihatkan bahwa paparan sinar matahari yang lain juga memperlihatkan bahwa paparan sinar matahari yang  berlebihan,

 berlebihan, berulang-ulang berulang-ulang tetapi tetapi dalam dalam waktu waktu singkat singkat ((intermittent intermittent ),), dan lama dapat menyebabkan terjadinya melanoma maligna. Terutama dan lama dapat menyebabkan terjadinya melanoma maligna. Terutama  pada waktu

 pada waktu intens terpapar intens terpapar oleh sinar oleh sinar matahari matahari seperti seperti membakar kulitmembakar kulit  pada waktu anak-anak ataupun remaj

 pada waktu anak-anak ataupun remaja menjadi faktor ra menjadi faktor risiko melanomaisiko melanoma maligna (Holterhues, 2011).

(3)

Perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih menyukai  berjemur ataupun karena pekerjaan yang memang harus terpapar matahari juga menjadi risiko terjadinya melanoma. Sama halnya dengan pemakaian  sunbed   (MacKie, Hauschild, dan Eggermont, 2009).

c. Fenotipe

Orang Caucasian, rambut pirang atau merah, banyak  freckles (ephelides), terdapat lebih dari 50 banal melanocytic nevi, nevi besar, atypical nevi, dan  dysplastic nevi  merupakan faktor risiko melanoma maligna (MacKie, Hauschild, dan Eggermont, 2009).

d. Status Sosio-ekonomi

Melanoma maligna lebih sering pada orang yang memiliki status sosio-ekonomi tinggi memungkinkan mereka terkena terpapar sinar UV berulang-ulang tapi dalam waktu singkat yang tinggi dan  berlebihan (olahraga outdoor , olahraga musim dingin, dan  sunbathing ). Peningkatan kekayaan pada Caucasian dalam waktu 6 dekade ini berkontribusi dalam peningkatan insiden melanoma maligna (de Vries et al ., 2006).

e. Penyakit Dahulu dan Penyerta

Orang yang berisiko selanjutnya, yaitu orang yang pernah menderita melanoma maligna sebelumnya, yang menderita  xeroderma  pigmentosum, giant congenital pigmented naevus. Selain itu, orang yang dengan kondisi immune compromised seperti terinfeksi  Human  Immunodeficiency Virus (HIV),  Hodkin’s disease, dan orang yang mendapat terapi cyclosporine A berisiko menderita melanoma maligna (Chan dan Greenbaum, 2013).

2.1.4. Patofisiologi.

a. Proliferasi dari Melanosit (benign lesions)

Hal yang pertama terjadi yaitu sebuah proliferasi dari melanosit menjadi benign nevus. Secara klinis, nevi ini berbentuk datar dan sedikit menonjol dengan warna yang seragam atau gambaran teratur

(4)

dari pigmen dot-like  pada sebuah latar yang cokelat atau hitam kecokelatan. Secara histologi, lesi ini memiliki peningkatan jumlah dari kumpulan melanosit yang bersarang sepanjang lapisan basalis (Paek et al ., 2008).

 b.  Dysplastic Nevi (random atypia)

Selanjutnya perkembangan dari pertumbuhan yang abnormal. Ini mungkin terdapat pada tempat yang sebelumnya ada benign nevus atau pada tempat yang baru. Secara klinis lesi ini mungkin asimetris,  batasan tidak rata, mengandung lebih dari satu warna, atau memiliki diameter yang lebih besar. Secara histologi, lesi ini memiliki sel yang abnormal bentuk yang bebas dan sel-selnya tidak berdampingan lagi (Miller dan Mihm, 2006).

c. Fase Radial-growth (pertumbuhan intraepidermal)

Selama fase radial-growth, sel-sel memiliki kemampuan untuk berproliferasi secara intraepidermal. Secara klinis, lesi ini kadang-kadang bisa menonjol. Lesi ini tidak lagi memperlihatkan sel abnormal yang bebas dan sebagai gantinya dia memperlihatkan bentuk sel kanker di seluruh lesi (Paek et al ., 2008).

d. Fase Vertical-growth (invasi dermis)

Lesi yang berlanjut ke fase vertical-growth memiliki kemampuan untuk masuk ke dermis dan membentuk nodul besar, meluas ke papillary dermis. Sel-sel kanker bisa juga masuk ke reticular dermis dan sel adipose (Miller dan Mihm, 2006).

e. Metastasis Melanoma

Akhir dari semua perkembangan kanker yaitu berhasil menyebarkan sel-sel kanker ke bagian kulit lain dan organ-organ tubuh lainnya, dimana sel-sel tersebut bisa berproliferasi dan metastasis (Miller dan Mihm, 2006).

(5)

2.1.5. Manifestasi Klinis.

Manifestasi klinis ditemukan pada melanoma maligna sudah dikenal dengan “Melanoma Maligna ABCDEF”, sebagai berikut:

 A- Asymetry, yaitu bentuk tumor yang asimetris

 B- Border irregularity, yaitu garis batas yang tidak teratur

 C-Color variegation, yaitu memiliki lebih dari satu warna seperti cokelat

atau hitam. Bisa juga merah, biru, abu-abu, hipopigmentasi atau depigmentasi

 D- Diameter , yaitu diameter tumor lebih dari 6 mm

 E- Evolution  atau change,  yaitu ada perubahan dari warna, ukuran,

simetris, dan gejala

 F- Funny-looking lesions (Bandarchi et al ., 2010; Holterhues, 2011)

2.1.6. Diagnosis. a. Anamnesis

Memberikan pertanyaan riwayat terpapar sinar matahari yang lama, riwayat kulit terbakar yang berulang akibat paparan sinar matahari, riwayat menderita melanoma maligna sebelumnya ataupun keluarga yang pernah menderita melanoma maligna, riwayat immunosuppressant diseases, dan jika memang ada lesi ditanyakan sesuai Glasgow 7-point checklist   dimana jika ada 2 poin dari kriteria mayor seperti perubahan ukuran, perubahan warna, dan perubahan bentuk dengan 1 poin dari kriteria minor seperti mengeluarkan darah, perubahan sensasi, inflamasi atau diameter lebih dari 7 mm. jika didapatkan 3 poin maka dicurigai terdapat keganasan kulit (McCourt, Dolan, dan Gormley, 2014).

 b. Pemeriksaan Fisik

Ada 4 jenis melanoma maligna yang berbeda terlihat dari gambaran klinis:

 Superficial Spreading Melanoma (SSM) merupakan 70% jenis

melanoma maligna, biasanya berkembang pada tempat yang sebelumnya ada naevus, mengalami perubahan yang lambat hingga membutuhkan beberapa tahun, kemudian tumbuh secara

(6)

vertikal dan berkembang menjadi nodula biru kehitaman. Berupa plak berukuran 0,5  –   3 cm dengan tepi meninggi dan ireguler. Terdapat bermacam-macam warna, seperti abu-abu,  biru, hitam, dan kemerahan (Swetter, Geller, dan Kirkwood,

2004).

  Nodular melanoma (NM) , terhitung 15% dari semua melanoma

maligna dan bisa menjadi lebih agresif daripada SSM dengan  permulaan klinis yang pendek. Lesi ini berasal dari de novo di kulit dan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan,  biasanya di

 badan, kepala, atau leher. Biasanya berupa papula berwarna  biru atau hitam, diameternya 1-2 cm, dan berbatas tegas (Chan

dan Greenbaum, 2013).

  Lentigo Maligna Melanoma (LMM), jenis ini jarang ditemukan

di Indonesia, di Negara barat lokasi yang tersering pada wajah sekitar 4-10% dan umumnya pada usia tua, pertumbuhannya vertikal dan sangat lambat, berupa makula kecokelatan. LMM  berhubungan dengan paparan sinar matahari yang panjang dan intens, lebih sering terkena perempuan daripada laki-laki (Goldstein dan Goldstein, 2001).

  Acral Lentigo Melanoma (ALM), ini biasanya banyak

ditemukan pada orang kulit berwarna. Biasa pada orang Asia terutama Jepang, terhitung insiden 70% di Jepang. Lesi ini  berwarna dan sering ditemukan pada telapak tangan, telapak kaki, atau di bawah nail bed . Jenis ini dinyatakan paling agresif dibanding jenis yang lain (Bandarchi et al ., 2010).

c. Pemeriksaan dermoskopi

Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan manifestasi klinis “Melanoma Maligna ADCDEF” (Suyatno dan Pasaribu, 2010).

(7)

d. Pemeriksaan Histopatologi dengan Biopsi

Pemeriksaan histopatologi dengan biopsi ini merupakan standar diagnosis melanoma maligna. Apabila ditemukan lesi pigmentasi yang diduga melanoma maligna setelah lesi pigmentasi memenuhi 2 kriteria mayor dan 1 kriteria minor maka selanjutnya dilakukan biopsi eksisi luas. Semua lesi yang diduga melanoma maligna seharusnya dihilangkan sempurna vertikal dan horizontal (Suyatno dan Pasaribu, 2010). Prinsip  biopsi harus sempurna, jenis biopsi tergantung pada ukuran dan lokasi anatomi lesi. Bila kurang dari 2 cm dilakukan eksisi tumor dengan batas tumor 2-5 mm sedangkan insisi tumor dilakukan ketika diameter lesi lebih dari 2 cm dan secara anatomi letak lesi sulit seperti di daerah wajah (Rager, Bridgeford, dan Ollila, 2005). Tindakan lymph node dissection dan terapi adjuvan dipengaruhi oleh kedalaman lesi. Untuk 5-6 mm  punch biopsy dilakukan untuk mengambil lesi yang mencapai  subcutaneous fat  (Goldstein dan Goldstein, 2001)

Laporan histopatologi setidaknya memuat sesuai  NIH Consensus Conference of 1992 dan the French Consensus Conference of 1995, sebagai berikut:

 Diagnosis lesi memang berasal dari sel melanosit dan

konfirmasi keganasan

 Ketebalan tumor dalam milimeter (berdasarkan metode

Breslow)

 Penilaian kesempurnaan eksisi  Tingkat invasi (Clark)

 Ada dan luas regresi  Ada dan luas ulkus

Tambahan parameter, yaitu:

 Jenis histologi

 Bertempat di lesi sebelumnya   Mitotic index

(8)

 Tipe sel

 Tumor infiltrating lymphocytes (TILs)

 Fase pertumbuhan; vertikal atau radial (Négrier et al .,

2001)

Ketentuan metode Breslow (Suyatno dan Pasaribu, 2010), sebagai  berikut:

 Golongan I : Ketebalan tumor < 0,76 mm  Golongan II : Ketebalan tumor 0,76-1,5 mm  Golongan III : Ketebalan tumor > 1,5 mm

Tingkat invasi berdasarkan Clark (Herbst, 2014):

 Tingkat I : Sel melanoma maligna terletak di lapisan luar

kulit (epidermis), disebut juga melanoma maligna in situ

 Tingkat II : Sel melanoma maligna tepat dibawah lapisan

epidermis ( papillary dermis)

 Tingkat III: Sel melanoma maligna sampai dengan

 perbatasan papillary dermis dan reticular dermis

 Tingkat IV: Sel melanoma maligna sampai ke lapisan

reticular dermis

 Tingkat V : Sel melanoma maligna tumbuh sampai lapisan

lemak di bawah kulit ( subcutaneous fat ). 2.1.7. Prognosis.

a. Usia

Beberapa penelitian melaporkan bahwa seiring bertambah usia  pasien menandakan prognosis buruk sesuai hubungannya dengan overall  survival rates. Laki-laki dengan usia lebih dari 60 tahun memiliki mortalitas yang tinggi pada melanoma maligna. Seperti yang diketahui  bahwa semakin bertambah usia berpengaruh terhadap penurunan

(9)

 b. Jenis kelamin

Banyak dari penelitian telah melaporkan bahwa perempuan memiliki  survival rates yang lebih baik daripada laki-laki, walau telah disesuaikan juga dengan tebal tumor dan letak tumor (de Vries et al ., 2007).

c. Letak tumor

Letak melanoma maligna sesuai anatomi berbagai hasil dampaknya terhadap  survival rate. Sesuai penelitian yang dilakukan AJCC, letak melanoma maligna di badan, kepala, dan leher berhubungan dengan  prognosis buruk daripada letak melanoma maligna di ekstremitas (Garbe

et al ., 1995). d. Ketebalan tumor

Ketebalan tumor beradasarkan metode Breslow dari tumor primer menunjukkan hubungan dengan  survival rate pada penyakit stage I dan II. semakin meningkat ketebalan tumor semakin menurun  survival rate. Sebelum AJCC 7 th  edition  tahun 2009 di publikasikan, tingkat invasi Clark berpengaruh terhadap  survival rate, namun sekarang sudah digantikan posisinya oleh mitotic index (de Vries et al . , 2006).

e. Ulkus

Ulkus disebut sebagai faktor bebas prognosis di dalam AJCC 7 th edition  tahun 2009 yang mana sangat berhubungan dengan  survival . Terdapat ulkus pada tumor primer berisiko berkembangnya penyakit lebih parah dan menurunkan  survival rate. Ulkus berhubungan dengan ketebalan tumor, dimana ulkus jarang pada melanoma maligna yang tipis (6% untuk melanoma maligna < 1 mm) dan banyak pada melanoma maligna yang tebal (63% untuk melanoma maligna > 4 mm). pada  penyakit  stage III, ulkus berpengaruh yang signifikan pada overall   survival (Balch et al ., 2009).

f.  Mitotic Index

Pada beberapa pustaka dan penelitian memperlihatkan hasil yang mendukung hubungan yang signifikan antara tumor mitotic index dengan

(10)

 prognosis pada melanoma maligna.  Mitotic index dihitung sebagai  jumlah mitosis per millimeter kuadrat, ini biasanya dihitung jumlah mitosis yang nampak pada 5 lapangan pandang mikroskop daya kuat (x40), dimulai dari lapangan pandang yang paling banyak mitosis. Pada AJCC 7 th  edition  tahun 2009 sudah dicantumkan mitotic index sebagai salah satu penentu  staging . Pada pasien dengan mitotic index 0/mm² memiliki hasil yang signifikan untuk  survival rate  yang baik daripada  pasien dengan mitotic index≥1/mm² (Paek et al ., 2008).

g. Faktor histologi lain

Faktor lain yang mungkin berpengaruh pada prognosis melanoma maligna seperti terdapat microsatellitosis, tumor infiltrating lymphocytes (TILs), regresi, tumor lymphamgiogenesis, dan radial versus vertical  growth phase (Paek et al ., 2008).

2.2. Mitosis. 2.2.1. Definisi.

Mitosis adalah pembelahan sel dari 1 sel induk membelah menjadi 2 sel anak yang mempunyai struktur genetika sama dengan sel induknya. Pada saat mitosis rantai ganda DNA yang merupakan pembawa informasi gen terbelah menjadi 2 rantai tunggal (Sukardja, 2000).

Pembelahan sel secara mitosis dilaksanakan untuk memperbanyak sel yang ada dalam tubuh makhluk hidup sehingga makhluk hidup ini dapat  bertumbuh (Junowo dan Juniarto, 2000).

2.2.2. Fase. a. Profase

Pada profase didalam inti nampak terdapat kromosom yang berupa  benang-benang halus. Dalam inti sel akan dapat dilihat bahwa nukleolus akan mulai mengecil dan akhirnya menghilang dan membran inti juga menghilang. Selain itu, sentriol menggandakan diri dan masing-masing menuju kutub. Fase ini berlangsung selama kurang lebih 1 jam (Sukardja, 2000).

(11)

 b. Metafase

Sentriol yang ada di kutub nampak terdapat benang-benang halus menuju equator kromosom mengatur diri menuju equator dan membelah diri menjadi 2 bagian yang sama. Terbentuklah 2 sel anak yang sama  besar. Fase ini berlangsung kurang dari 1 jam (Juwono dan Juniarto,

2000). c. Anafase

Kromosom memisahkan diri di equator dan masing-masing menuju kutub-kutub pembelahan sel dan disamping itu membran plasma akan tampak mulai berubah sehingga sel akan tampak lebih memanjang. Fase ini berlangsung kurang lebih setengah jam (Sukardja, 2000).

d. Telofase

Pada fase ini akan terbentuk membran inti yang akan melingkupi kromosom pada masing-masing kutub pembelahan sel. Kromoson juga akan mulai tampak menipis dan akhirnya menjadi kromatin. Pembentukan membran inti diikuti dengan pemisahan sitoplasma  berserta organel yang ada. pada akhirnya akan terbentuk 2 sel yang sama

dalam bentuk dan sifatnya (Juwono dan Juniarto, 2000). 2.2.3. Siklus Sel.

Untuk sebuah sel membelah, DNA harus diduplikasi dan disebarkan merata ke sel-sel anak. Proses sintesis DNA dan mitosis dipisahkan oleh  gaps, selama RNA dan protein dibentuk dan sel mengatur sel itu sendiri untuk proses  pembelahan sel berikutnya, tahapan ini disebut siklus sel. Siklus sel terdiri dari 4

fase, yaitu fase Gap 1 (G1), fase Sintesis (S), fase Gap 2 (G2), dan fase mitosis (M) (King, 2000).

Pada fase G1, dimulai dari sel anak yang baru saja membelah. Pada kebanyakan sel, fase ini membutuhkan waktu antara 3-4 jam, tetapi beberapa jenis sel membutuhkan beberapa hari sampai beberapa bulan maupun tahun. Pada fase ini terjadi sintesis RNA yang akan diikuti oleh sintesis protein sehingga sitoplasma akan bertambah banyak dan sel akan tumbuh. Sintesis RNA awalnya terjadi dalam inti sel dimana RNA terbentuk berdasarkan model DNA yang ada

(12)

dalam inti sel sehingga sifat-sifat RNA juga akan spesifik sesuai dengan spesies makhluk hidup dan protein yang akan disintesis oleh RNA juga bersifat spesifik (Junowo dan Juniarto, 2000).

Pada fase G1 sel dewasa akan masuk ke zona perbatasan ( restriction  zone) yang menentukan apakah sel itu akan berhenti tumbuh atau tumbuh terus. Sel yang berhenti tumbuh akan masuk ke fase G0. Sel-sel yang masuk ke fase G0 ada 2 golongan, yaitu stem sel yang dapat tumbuh lagi jika ada rangsangan tertentu dan sel yang tetap tidak akan tumbuh sampai sel itu mati (Sukardja, 2000).

Selanjutnya sel yang akan tumbuh lagi masuk ke fase S. Pada fase ini terjadi sintesis DNA yang berlangsung selama 5-8 jam. Pada fase ini juga dibentuk enzim, protein, dan nucleotide triphosphate. Dalam fase ini, molekul-molekul DNA akan terbentuk melalui proses duplikasi dari molekul-molekul DNA yang sudah ada. Selain itu, pada fase ini juga terjadi pembentukan molekul histon yang menjadi protein dasar kromosom (King, 2000).

Kemudian masuk ke fase G2 yang merupakan fase akhir dari  pertumbuhan sel. Pada fase ini sintesis RNA masih tetap berlangsung walaupun sudah mulai berkurang dan berhenti pada saat pembelahan sel. Fase ini hanya  berlangsung 2-5 jam. Setelah itu, sel siap masuk ke dalam fase M dimana akan

terjadi pembelahan sel sehingga terbentuk 2 sel anak dari 1 sel induk (Slingerland dan Tannock, 1998).

Regulasi primer checkpoint dari fase G1 terdiri dari 3 keluarga protein, yaitu cyclins, cyclin-dependent kinases (CDK), dan cyclin-dependent kinase inhibitors (CDKN). Gambaran molekul dari protein ini juga penting pada checkpoint fase G2 dan M.  Kinases mengubah fungsi biologis dari regulasi  protein melalui  phosphorylation yang merupakan satu jalan umum dari fungsi regulasi. Pengaktifan protein oleh cyclin  dan penghambatan protein oleh CDKN  berperan dalam checkpoint ini (King, 2000).

Sebuah substrat penting dari kinase adalah protein hasil dari gen retinoblastoma Rb. Protein ini menghambat proliferasi sel pada checkpoint G1. Penekanan ini dilepaskan oleh  phosphorylation  protein dan didapatkan kembali

(13)

oleh dephosphorylation melalui  phosphatases  protein. Siklus  phosphorylation/dephosphorylation  berpengaruh dalam pengaturan mekanisme kecepatan proliferasi. Aktivasi CDK juga dihambat oleh CDKN, yang terdiri dari Cyclins Inhibitory Protein/Kinase inhibitory protein (CIP/KIP ) protein (meliputi  p21, p27, p57) dan keluarga  Inhibitor of cyclin-dependent kinase 4 (INK4) yang

mengikat pada CDK4 dan CDK6 (Slingerland dan Tannock, 1998). 2.2.4. Apoptosis.

Apoptosis merupakan kematian sel melalui mekanisme genetik dengan kerusakan atau fragmentasi kromosom atau DNA. Salah satu proses apoptosis melalui beberapa jalur, yaitu aktivitas p53, jalur sitotoksik, disfungsi mitochondria, dan kompleks  Fas ligand . Apoptosis dipicu oleh aktivitas p53 karena sel mempunyai gen yang rusak karena dipicu oleh banyak faktor, seperti  bahan kimia, radikal bebas, maupun virus. P53 merupakan faktor transkripsi terhadap pembentukan p21. Peningkatan p21 akan menghambat semua CDK dan cyclin, dimana siklus sel tergantung ikatan kompleks antara CDK dan cyclin. Apabila terjadi pengikatan p21, semua CDK akan terhambat, baik pada CDK-1  pada fase M maupun CDK4 dan CDK6 pada fase S, kemudian siklus sel akan  berhenti sehingga p53 akan memicu aktivitas Bax. Protein Bax akan menekan Bcl-2 sehingga terjadi perubahan membran permeabilitas dari mitochondria yang mengakibatkan pelepasan cytochrome C ke cytosol sehingga akan mengaktivasi kaskade caspase. Caspase aktif ini akan mengaktifkan DNA- se yang akan menembus membrane inti dan merusak DNA, sehingga DNA akan terfragmentasi dan mengalami apoptosis (King, 2000; Slingerland dan Tannock, 1998).

2.2.5.

 Mitotic I ndex.

Pertumbuhan jaringan normal maupun jaringan tumor ditentukan oleh keseimbangan antara pembelahan sel atau mitosis, dan kematian sel oleh karena apoptosis. Interaksi antara pembelahan sel dan kematian sel bersifat dinamis. Pada sel jaringan tumor mengalami dedifferentiated dan proliferasi sel yang lebih cepat daripada jaringan normal. Aktivitas sel yang sedang berproliferasi dalam suatu  populasi sel dapat diukur dengan mitotic index (King, 2000; Sukardja, 2000).

(14)

Pada AJCC 7 th  edition  tahun 2009 mitotic index telah masuk kedalam  staging pada melanoma maligna (Balch et al ., 2009). Terlihat di tabel klasifikasi

tumor primer, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Tumor Primer Klasifikasi

T

Tebal (mm) Status ulkus/mitosis

T1 ≤1,0 a: tanpa ulkus dan mitosis

<1/mm²

 b: dengan ulkus atau mitosis ≥1/mm² T2 1,01-2,0 a: tanpa ulkus  b: dengan ulkus T3 2,01-4,0 a: tanpa ulkus  b: dengan ulkus T4 >4,0 a: tanpa ulkus  b: dengan ulkus

Perhitungan mitotic index dilakukan pada jaringan yang telah diwarnai hemtoxylin-eosin yang kemudian dilihat dengan mikroskop dengan pembesaran kuat 400x atau lensa objektif 40x yang mana setara dengan besar area 1 mm². kemudian dihitung jumlah sel yang mengalami mitosis pada 5 sampai 10 lapangan  pandang mikroskop, setelah itu dirata-ratakan untuk mendapatkan angka mitotic

index per millimeter kuadrat (Paek et al ., 2008; Attis dan Vollmer, 2007).

Ada beberapa macam kategori nilai mitotic index dalam penelitian terdahulu. Pada suatu penelitian ada yang hanya mengkategorikan mitotic index menjadi 2 kategori, yaitu absent dan  present (Hale et al ., 2013). Dalam AJCC edisi ketujuh setidaknya 1/mm² berpengaruh terhadap prognosis melanoma dan  juga menjadikan sebagai patokan <1/mm² dan ≥1/mm² sebagai klasifikasi tumor  primer (Balch et al ., 2009). Pada penelitian lain dapat dilihat pembagian nilai mitotic index  setidaknya menjadi 3 kategori yang memilki nilai likelihood ratio lebih tinggi dibanding yang hanya 2 kategori maupun 4 kategori, seperti <1/mm², 1-4/mm², >4/mm² (Attis dan Vollmer, 2007).

(15)

2.3.

Tumor I nfiltrating Lymphocytes

 (TILs). 2.3.1. Mekanisme Pada

I mmune Surveillance.

Pada pasien yang mengalami immunosuppressed , seperti mereka yang sedang menerima cangkok ginjal (kidney transplant ) meningkatnya risiko  berkembangnya kanker kelenjar limfe (lymphomas). Jadi, ada hubungan antara  berkurangnya aktivitas imun dengan pembentukan kanker. Namun, ada bukti pada  binatang dan penelitian bahwa sistem imun tubuh bisa melacak sel yang tidak normal dan menghancurkan, atau menghambat perkembangannya. Penjagaan atau  pengawasan sistem imun terhadap sel yang tidak normal ataupun kanker terlihat  pada terdapat tumor infiltrating lymphocytes (TILs) pada tumor dan regresi pada

melanoma maligna yang menjadi hipopigmentasi (King, 2000; Maio, 2012).

Sebelum aktifnya sistem imun baik itu limfosit sel B ataupun sel T terhadap kanker, mereka membutuhkan sebuah tumor-associated antigens (TAA). TAA biasanya protein yang bisa merangsang imun. Ada 4 kategori TAA, yaitu TAA menghasilkan tumor-specific expression, TAA menghasilkan gen yang mengalami  point mutation, TAA merupakan antigen yang berdiferensiasi, atau TAA yang diekspresi berlebihan oleh kanker. Melanoma maligna merupakan keganasan pada manusia yang sering diinvestigasi untuk tumor immunology. Melanoma maligna ditentukan sebagai tumor yang sangat kuat merangsang sistem imun dan beberapa penelitian menggambarkan terdapat aktivitas TILs melawan TAA. Kebanyakan TAA pada melanoma maligna adalah melanA/MART-1  dan  Melanoma Antigen Expression (MAGE) (King, 2000; Nagorsen et al ., 2003).

TAA pada suatu tumor masih belum berjalan sistem imun jika belum terdapat sesuatu yang mempresentasikan ke sel T. Jadi penting juga disini peran MHC tapi pada tubuh manusia dikenal dengan  Human Leukocyte Antigens (HLA). Untuk tubuh dapat menghasilkan antibodi membutuhkan presentasi antigen pada ikatan sel T ke reseptor dan yang berperan sebagai reseptor itu merupakan MHC. MHC dibagi menjadi tiga kelas, yaitu MHC kelas I ditemukan  pada kebanyakan sel tubuh terutama yang sel berinti, MHC kelas II yang hanya

ditemukan pada antigen-presenting cells (APC) atau macrophages yang terdapat  pada langkah awal pembentukan antibodi, dan MHC kelas III ada pada sestem

(16)

komplemen dan cytokines seperti  tumor necrosis factor-α (TNF-α) (Spaner, Radvanyi, dan Miller, 1998).

Setelah dipresentasikannya TAA oleh MHC kelas I yang akan langsung dikenali oleh sel T ataupun MHC kelas II yang akan dikenali sel T dimana akan merangsang proliferasi sel B untuk membentuk antibodi. Pada sel T ada protein tambahan untuk mengenali sel target yang dipresentasikan MHC kelas I atau MHC kelas II. Sel T yang mengenali MHC I adalah CD8+ dan sel T yang mengenali MHC II adalah CD4+. Sel tumor yang mengekspresikan MHC kelas I maka sel T CD8+ yang berperan penting dalam penghancuran sel tumor (King, 2000; Houghton dan Guevara-Patiño, 2004).

Mekanisme berikutnya yang bisa menghancurkan sel tumor dengan terdapat interaksi sel  Natural Killer (NK). Sel ini berasal dari mononuclear  granulocytic lymphocytes  yang biasa ditemukan pada aliran darah dan infiltrasi tumor. Sel NK bisa membunuh sel kanker yang terisolasi ke aliran darah ataupun  bisa keluar dari aliran darah dan menginfiltrasi jaringan tumor. Sel NK  berinteraksi dengan polisakarida pada sel kanker yang kemudian mengeluarkan granula yang akan menghancurkan sel kanker (Spaner, Radvanyi, dan Miller, 1998).

Antibodi juga berperan dalam mekanisme penghancuran sel kanker dengan mengikat pada TAA yang akan melisis sel. Namun, mekanisme ini jarang ditemukan. Karena bisa saja yang diperlihatkan oleh sel NK dan sel T karena tidak ada ciri khusus antibodi (King, 2000).

2.3.2. Pengukuran.

Pada preparat yang diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-eosin kemudian dilihat TILs dengan mikroskop. Kemudian tentukan TILs dengan ketentuan kategori oleh Clark et al .. yakni, absent,  jika tidak ada limfosit di  jaringan tumor ataupun ada tetapi tidak menginfiltrasi tumor.  Brisk, jika limfosit menginfiltrasi tumor secara diffuse  di jaringan tumor atau menginfiltrasi dasar tumor yang vertical-growth.  Nonbrisk , jika limfosit menginfiltrasi tumor hanya  focal tidak menyebar (Taylor et al ., 2007; Lee et al ., 2013). Ada juga yang mengkategorikan TILs sebagai absent , jika tidak ada limfosit di jaringan tumor

(17)

ataupun ada tapi tidak menginfiltrasi tumor dan present , diambil pada tumor yang memiliki TILs yang brisk dan nonbrisk (Reddy et al ., 2014).

Gambar 2.1

 Absent

dan

nonbrisk tumor infiltrating lymphocytes

.

(Sumber : Busam, K. J., Antonescu, C. R., Marghoob, A. A. et al ., 2001. Histologi Classification of Tumor-Infiltrating Lymphocytes in Primary Cutaneous  Malignant Melanoma. Am J Clin Pathol 2001;115:856-8)

(18)

Gambar 2.2

Brisk tumor infiltrating lymphocytes.

 A, sebuah populasi padat dari limfosit pada sel melanoma maligna (

H ematoxylin eosin

, x200)

.

 B, keseluruhan

 invasive

melanoma maligna secara menyebar diinfiltrasi oleh limfosit (

H ematoxylin eosin

, x40). C, bagian advancing melanoma maligna

secara menyeluruh dikelilingi oleh

band-like lymphocytic infiltrate

(H ematoxylin eosin,

 x40).

(Sumber : Busam, K. J., Antonescu, C. R., Marghoob, A. A. et al ., 2001. Histologi Classification of Tumor-Infiltrating Lymphocytes in Primary Cutaneous  Malignant Melanoma. Am J Clin Pathol 2001; 115: 856-860)

2.4. Hubungan

Tumor I nfiltrating L ymphocytes

dengan

mitotic index.

Pada suatu penelitian yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan mitotic index  dengan terdapat atau tidak TILs. Ketika TILs diidentifikasi, 8% dari pasien mempunyai mitotic index > 4 mm², dan 14% ketika tidak terdapat TILs. Walaupun tidak mencapai hasil yang signifikan secara statistik, kebanyakan cenderung menyarankan bahwa kemunculan TILs mungkin

(19)

 berhubungan dengan mitotic index yang rendah dan meningkatkan  survival rate (Reddy et al ., 2014).

 Mitotic index  yang rendah secara signifikan berpengaruh pada  survival rate yang lama sama halnya dengan nilai TILs yang tinggi. Dinyatakan dalam  penelitian ini, berkembangnya metastastic melanoma  dinyatakan dengan

keseimbangan antara proliferasi yang tidak terkontrol (mitotic index) dan kemunculan sistem imun (TILs). Namun belum jelas apakah proliferasi sel tumor yang rendah pada pasien melanoma maligna memberikan kesempatan pada tubuh untuk mengembangkan respon imun atau sistem imun yang mengontrol  proliferasi. Pasien dengan kemunculan imun pada lesi tumor cenderung

menstimulasi sel T untuk melawan tumor. Di samping itu, terlihat manfaat yang  besar dari kemoterapi pada pasien melanoma maligna yang memiliki nilai mitotic

(20)

2.5. Kerangka Teori.

Gambar 2.3 Kerangka Teori. Melanoma Maligna Regresi Melanoma Tumor  Infiltrating

 Lymphocytes Target Sel

Sel T Sel Lisis Tumor-associated  Antigen CD4+ MHC kelas I Sel B MHC kelas II CD8+ Antibodi Proliferasi menurun  Mitotic  Index

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Tumor Primer Klasifikasi
Gambar 2.1  Absent dan nonbrisk tumor infiltrating lymphocytes .
Gambar 2.2 Brisk tumor infiltrating lymphocytes.  A, sebuah populasi padat dari limfosit pada sel melanoma maligna ( H ematoxylin eosin , x200)
Gambar 2.3 Kerangka Teori.

Referensi

Dokumen terkait

e. Dalam hal LPHE tidak mengeluarkan harga pasar wajar terhadap Efek dari perusahaan yang dinyatakan pailit atau kemungkinan besar akan pailit, atau gagal membayar pokok utang

- Bahwa setahu saksi sejak pisah rumah Tergugat tidak lagi memberikan nafkah kepada Penggugat dan anaknya;. Bahwa atas keterangan saksi tersebut, Penggugat tidak

speaker tells that love flows and brings happy moments that are bliss for him. Those happy moments come from the joy feeling

Salah satu bentuk partisipasi kongkrit kami dalam rangka membuka wawasan dan cakrawala dunia dalam penyampaian informasi yang bermanfaat, aktual, transparan dan dapat

Tidak demikian halnya pada awal abad 21, berdasarkan pengamatan melalui berbagai publikasi, arah pengembangan penelitian bahan magnet lebih terfokus pada rekayasa struktur

Semakin tinggi proporsi sari bit merah maka pH yoghurt yang dihasilkan semakin rendah sedangkan total asam, sineresis dan total bakteri asam laktat pada

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kjks mampu membayar hutang lancar dengan menggunakan aktiva yang likuid yang dimiliki kjks..

M.Si.Med, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing kami dalam penyusunan laporan hasil Karya Tulis Ilmiah ini..