• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14 Juli 2012

IDENTIFIKASI SPESIES FITOPLANKTON Chaetoceros spp

BERDASARKAN SEKUEN 16-S RNA

Herlinah* dan Andi Parenrengi

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Daeng Sittaka No.129, Maros 90512, Sulawesi Selatan

*Penulis untuk korespondensi, E-mail: hjompa@yahoo.com Abstrak

Sekuen 16S rRNA merupakan salah satu metode yang telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi organisme pada level molekuler, termasuk fitoplankton. Penelitian bertujuan untuk mencari metode yang tepat dan melakukan identifikasi beberapa jenis Chaetoceros spp yang selama ini digunakan berdasarkan Sekuen 16-S RNA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi BPPBAP Maros. Bahan-bahan yang digunakan meliputi beberapa jenis Chaetoceros koleksi di laboratorium kultur BPPBAP. Kegiatan dilakukan dengan tahapan utama, yaitu ekstraksi DNA yang dilakukan dengan metode fenol kloroform; amplifikasi DNA dengan PCR; dan analisa sekuen DNA hasil PCR. Amplifikasi DNA dilakukan dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik yang telah dirancang dengan target gen penyandi 16S-rRNA sedangkan keberhasilan amplifikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa. Hasil yang diperoleh selanjutnya dianalis menggunakan program Genetyx versi 7. Homologi hasil analisis blast N untuk susunan basa nukleotida sampel Chaetoceros spp hasil penelitian dengan Chaetoceros yang tersedia di Bank Gen. Berdasarkan hasil tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar materi genetik Chaetoceros hasil penelitian mengandung materi genetik yang sama dengan Chaetoceros yang ada di bank gen. Namun demikian, spesifik nama jenis

Chaetoceros sampel uji belum keseluruhan telah tercatat dan terdeposit di dalam Bank Gen

kecuali C. calcitrans. Hasil ini pula menunjukkan bahwa preservasi larutan TNES-Urea dan metode Phenol-Chloroform merupakan metode yang efektif digunakan untuk isolasi DNA genom Chaetoceros.

Kata kunci: identifikasi spesies, Chaetoceros spp, sekuen 16-S RNA Pengantar

Keberadaan konsumen primer berupa zooplankton, larva invertebrata (seperti udang) serta ikan sangat dipengaruhi oleh jumlah produsen primer dalam hal ini mikroalga yang terdapat di suatu perairan (Bosman & Hockey 1988) dan dalam lingkup yang lebih kecil yakni ketersediaan mikroalga di perbenihan. Faktor pendukung utama dalam peningkatan produksi budidaya udang di tambak adalah perbenihan, dimana kebutuhan akan benih terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi budidaya. Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan usaha perbenihan udang adalah ketersediaan pakan alami berupa mikroalga. Di panti-panti perbenihan khususnya di Laboratorium Biologi BPPBAP Maros, dijumpai beberapa jenis Chaetoceros yang dukultur murni skala kecil, diduga merupakan spesies yang berbeda dan memberikan kualitas nutrisi dan pengaruh yang berbeda terhadap performa dan kualitas larva udang. Untuk itu perlu dilakukan karakterisasi genetik dari berbagai jenis Chaetoceros yang sering digunakan di perbenihan larva udang windu.

Sekuen DNA yang saat ini sering digunakan untuk memantau komunitas bakteri di alam adalah gen yang berhubungan dengan operon ribosomal (Ranjard et al., 2000). Sekuen gen 16S rRNA saat ini banyak digunakan untuk mempelajari keanekaragaman mikroba di alam (Griffiths et al., 2000). Jumlah spesies di dalam suatu komunitas (species richness) dan ukuran populasi spesies di dalam suatu komunitas (species evenness) merupakan dua parameter penting dalam menentukan struktur dan keanekaragaman dalam suatu komunitas (Liu et al., 1997 dalam Widayati et al., 2007). Menurut Sumantadinata (1980), keragaman genetik antar populasi merupakan hasil interpretasi dari isolasi secara fisik maupun terhalang secara ekologis, terpisah jauh secara geografis atau pengaruh tingkah laku seperti migrasi dan waktu memijah. Keragaman genetik suatu populasi memiliki arti penting, karena faktor yang mempengaruhi respon suatu populasi terhadap seleksi alam maupun buatan yang dilakukan

(2)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14Juli 2012

oleh manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya hayati tersebut sesuai kebutuhannya. Populasi dengan keragaman genetik yang tinggi memiliki peluang hidup yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena setiap gen memiliki respon yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan, sehingga dengan dimilikinya berbagai macam gen dari individu-individu di dalam populasi maka berbagai perubahan lingkungan yang ada akan dapat direspon lebih baik. Beberapa studi menunjukkan bahwa karakteristik genetik suatu populasi ikan di alam pada umumnya menunjukkan adanya heterogenitas spasial, bahkan pada jarak yang sangat dekat (Ryman & Utter, 1987).

Bahan dan Metode

Kegiatan ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi BPPBAP Maros. Bahan-bahan yang digunakan meliputi beberapa jenis Chaetoceros yang diduga sebagai Chaeetoceros

amami, Chaetoceros calcitran, Chaetoceros ceratos, Chaetoceros gracilis dan Chaetoceros simplex yang ada di laboratorium Biologi BPPBAP Maros. Kegiatan dilakukan dengan 4 tahap

utama, yaitu:

Ekstraksi DNA

Mikroalga Chaetoceros murni yang telah dikultur dalam volume yang cukup (+ 50 ml) dipadatkan dengan cara 1,5 ml sampel disentrifugasi pada 3500 rpm, selama 10 menit. Supernatan dibuang dan ditambahkan kembali kultur murni sampel dan disentrifuge lagi hingga terbentuk ekstrak mikroalga (50-100 mg) yang dianggap cukup dan sudah terpisah dengan kandungan airnya. Dipreservasi menggunakan 250 ul TNES-Urea buffer dalam tabung eppendorf 1,5 ml, selanjutnya sampel disimpan dalam suhu ruang sampai dilakukan ekstraksi DNA.

Ekstraksi DNA Chaetoceros dilakukan dengan menggunakan metode fenol kloroform yang telah dikembangkan pada ikan kerapu (Parenrengi, 2000). Semua DNA sampel dilarutkan dalam TE Buffer sebanyak 100 µl. Keberhasilan proses ektraksi DNA diketahui dengan elektroforesis dalam gel agarose 2% dengan TBE 1x sebagai pelarutnya. Elektroforesis dijalankan pada tegangan 100 Volt, selama 1 jam. Gel yang telah dielektroforesis selanjutnya direndam dalam larutan Ethidium Bromida (konsentrasi 1 mg/ml) selama 10-15 menit lalu direndam lagi dalam akuades sambil digoyang-goyangkan selama 5-10 menit agar sisa

ethidium terlepas dan gel bisa terlihat lebih jernih. Gel kemudian disimpan dalam gel

dokumentasi yang dilengkapi dengan lampu UV dan sekaligus dilakukan pengambilan foto.

Amplifikasi DNA dengan PCR

Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus suhu yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan. Tahapan yang pertama adalah denaturasi cetakan DNA (DNA template) pada temperatur 94-96°C, yaitu pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal. Sesudah itu, dilakukan penurunan temperatur pada

tahap kedua sampai 45-60oC yang memungkinkan terjadinya penempelan (annealing) atau

hibridisasi antara oligonukleotida primer dengan utas tunggal cetakan DNA. Tahap yang terakhir adalah tahap ekstensi atau elongasi (elongation), yaitu pemanjangan primer menjadi suatu utas DNA baru oleh enzim DNA polimerase.

Elektroforesis

Elektroforesis adalah metode untuk memisahkan DNA pada media gel berpori yang dikelilingi medan bermuatan listrik. Pemisahan molekul DNA adalah berdasarkan perbedaan mobilitas atau kecepatan fragmen-fragmen DNA yang bergerak karena adanya gaya tarik atau gaya tolak partike-partikel (DNA) yang bermuatan. Pada proses elektroforesis, molekul-molekul dipisahkan berdasarkan laju perpindahannya oleh gaya gerak listrik di dalam matriks gel. Laju perpindahan tersebut bergantung pada ukuran molekul bersangkutan.

Setiap sistem elektroforesis mempunyai kisaran optimum DNA yang akan dipisahkan. Fragmen DNA yang memiliki ukuran yang besar (> 20 kb = > 20.000 bp) tidak akan terpisahkan dengan memakai elektroforesis minigel. DNA-DNA berukuran besar (berbagai ukuran) akan terkumpul membentuk satu pita di dekat sumur (well) sampel. Elektroforesis minigel hanya optimum untuk pemisahan DNA berukuran kecil (ratusan bp hingga sekitar 10 kb). Kondisi

(3)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14 Juli 2012

kuat arus (Ampere) akan menyesuaikan setting Voltase sehingga tidak perlu disetting lagi. Buffer elektroforesis diperlukan untuk menciptakan kondisi bermuatan listrik. Pada umumnya berupa buffer TAE atau TBE.

Prosedur elektroforesis yakni sejumlah sampel DNA (banyaknya sampel tergantung tujuan pengecekan) yang akan di cek dicampur dengan 2-5 µl loading dye yang mengandung bahan pemberat DNA dan pewarna (Bromphenol blue, xylene cyanol, glycerol, EDTA). Campuran dimasukkan ke dalam sumur-sumur elektroforesis. Siapkan 1 well untuk running

marker DNA. Bak elektroforesis ditutup dan listrik dialirkan dengan tegangan 100 volt dan kuat

arus 50 mA. Setelah DNA bermigrasi dari kutub negatif ke kutub positif mencapai ¾ bagian dari panjang gel (dapat diamati dari migrasi pewarna loading dye), maka proses elektroforesis dapat dihentikan. Gel diangkat dari bak elektroforesis dan dilepaskan dari cetakan untuk selanjutnya diamati dengan menggunakan ultraviolet transluminator dengan panjang gelombang pendek (280 nm).

Analisa sekuen DNA hasil PCR

Sekuensing dilakukan dengan piranti Automated DNA Sequencer ABI PRISM 377 (Perkin Elmer Biosystem, USA). Cycle sequencing DNA template dilakukan menggunakan kit

BigDye® Ready Reaction Mix (Perkin Elmer Biosystem, USA). Campuran cycle sequencing

terdiri atas 1 µl (300-500 ng) DNA template, 3,2 pmol primer, 1 µl DMSO, 6 µl BigDye® Ready

Reaction Mix, dan nuclease free water untuk menggenapkan volume menjadi 20 µl. Prose cycle sequencing dilakukan pada mesin PCR dengan kondisi sebagai berikut: pre-PCR pada suhu

94oC selama 5 menit, denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, annealing atau pelekatan primer (50oC, 30 detik), elongasi atau pemanjangan primer (72oC, 2 menit), dan post-PCR (72oC, 7 menit) dengan jumlah siklus sebanyak 25 kali.

Hasil cycle sequencing tersebut selanjutnya dimurnikan dengan metode pengendapan etanol dan natrium asetat (Sambrook & Russell 2001). Pada metode pemurnian ini campuran hasil cycle sequencing dimasukkan dalam tabung Eppendorf yang berisi 50 µl 95% (v/v) etanol dan 2 µl 3M natrium asetat pH 4.6 lalu divorteks. Setelah diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit, campuran disentrifugasi selama 20 menit pada kecepatan 10000 rpm. Dengan hati-hati supernatan dibuang sampai habis menggunakan pipet mikro. Pelet yang tertinggal dicuci dua kali dengan 70% (v/v) etanol. Untuk menghilangkan sisa-sisa etanol, pelet divakum selama 10 menit. Pelet yang diperoleh selanjutnya dilarutkan dengan loading buffer dan siap dilarikan pada gel sekuensing. Sekuen DNA yang diperoleh dibandingkan dengan sekuen data base

European Bioinformatics Institute (EBI) BLAST-N 2.0 atau FASTA3 pada situs

http://www.ebi.ac.uk.

Hasil yang diperoleh selanjutnya dianalis menggunakan program Genetyx versi 7. Homologi hasil analisis blast N untuk susunan basa nukleotida sampel Chaetoceros spp hasil penelitian dengan Chaetoceros yang tersedia di Bank Gen.

Hasil dan Pembahasan

Ekstrasi DNA sampel Chaetoceros yang diuji menggunakan preservasi larutan TNES-Urea dengan metode Phenol-Chloroform. Hasil elektroforesis Chaetoceros menghasilkan fragmen tunggal dengan berat molekul sekitar 23.130 bp disajikan pada Gambar 1. Hal ini menunjukkan bahwa preservasi larutan TNES-Urea dengan metode Phenol-Chloroform maka ekstraksi DNA genom Chaetoceros menghasilkan tingkat kemurnian DNA genom yang tinggi, jelas dan bersih. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa preservasi larutan TNES-Urea dan metode Phenol-Chloroform merupakan metode yang efektif digunakan untuk isolasi DNA genom Chaetoceros. Berdasarkan hasil ini berarti bahwa protokol yang digunakan telah sesuai dan akan menjadi acuan bagi prosedur yang akan ditempuh selanjutnya (Herlinah & Tenriulo, 2012).

(4)
(5)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14 Juli 2012

Tabel 1. Hasil blash sampel chaetoceros.

Sampel Deskripsi Query

Coverage

Max. Identity 1. Chaetoceros

amami

Chaetoceros muellerii isolate C12 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

99 % 94 %

Chaetoceros calcitrans isolate C07 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

99 % 94 %

Chaetoceros sp. GSL025 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; plastid

99 % 93 %

Chaetoceros socialis strain NOZ 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

99 % 93 %

Chaetoceros sp. C134 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

99 % 93 %

2. Chaetoceros

calcitran

Chaetoceros muellerii isolate C12 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

99 % 96 %

Chaetoceros sp. GSL025 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; plastid

99 % 96 %

Chaetoceros calcitrans isolate C07 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

99 % 96 %

Chaetoceros socialis strain NOZ 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

99 % 95 %

Chaetoceros sp. C134 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

95 % 95 %

3. Chaetoceros

ceratosforum Chaetoceros muellerii isolate C12 16S ribosomal RNA gene, partial sequence;

chloroplast

99 % 98 %

Chaetoceros sp. GSL025 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; plastid

99 % 98 %

Chaetoceros calcitrans isolate C07 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

99 % 98 %

Chaetoceros socialis strain NOZ 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

99 % 98 %

Chaetoceros sp. C134 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

99 % 97 %

4. Chaetoceros

gracilis Chaetoceros muellerii isolate C12 16S ribosomal RNA gene, partial sequence;

chloroplast

100 % 96 %

Chaetoceros sp. GSL025 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; plastid

100 % 95 %

Chaetoceros socialis strain NOZ 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

100 % 95 %

Chaetoceros calcitrans isolate C07 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

100 % 95 %

(6)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14Juli 2012

gene, partial sequence; chloroplast

5. Chaetoceros

simplex Chaetoceros muellerii isolate C12 16S ribosomal RNA gene, partial sequence;

chloroplast

92 % 98 %

Chaetoceros sp. GSL025 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; plastid

92 % 98 %

Chaetoceros calcitrans isolate C07 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

92 % 97 %

Chaetoceros socialis strain NOZ 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

92 % 97 %

Chaetoceros sp. C134 16S ribosomal RNA gene, partial sequence; chloroplast

92 % 96 %

Homologi yang dilakukan dengan analisis blastN, Chaetoceros ceratosforum dan

Chaetoceros simplex hasil penelitian menghasilkan top similarity 98%, sehingga memiliki

hubungan kekerabatan yang dekat dengan Chaetoceros yang ada di Bank Gen. Sampel C.

amami menghasilkan similarity 94% dengan C. muellerii dan C. calcitrans yang ada di bank

gen. Sampel C. calcitran menghasilkan similarity 96% (dengan C. muellerii, Chaetoceros sp.

GSL025, dan C. calcitrans di bank gen) dan 95% (dengan C. socialis dan Chaetoceros sp.

C134 di bank gen). Sampel C. ceratosforum menghasilkan similarity 98% dengan C. muellerii,

Chaetoceros sp. GSL025, C. calcitrans, C. socilais dan 97% dengan Chaetoceros sp. C134

yang ada di bank gen. Sampel C. gracilis menghasilkan similarity 96% dengan C. muellerii, 95% dengan Chaetoceros sp. GSL025, C. socialis, C. calcitrans, dan 93% dengan Chaeroceros sp. C134 yang ada di bank gen. Sampel C. simplex menghasilkan similarity 98% dengan C.

muellerii dan Chaetoceros sp. GSL025, 97% dengan C. calcitrans dan C. socialis, 96% dengan Chaetoceros sp. C134.

Berdasarkan hasil tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar materi genetik

Chaetoceros hasil penelitian mengandung materi genetik yang sama dengan Chaetoceros yang

ada di bank gen. Namun demikian, spesifik nama jenis Chaetoceros sampel uji belum keseluruhan telah tercatat dan terdeposit di dalam Bank Gen kecuali C. calcitrans.

DNA mitokondria adalah penanda berdasarkan silsilah maternal (haploid) pada semua individu. Chaetoceros yang terkait dengan maternal akan memiliki urutan sekuens yang serupa, sementara yang tidak terkait hubungan maternal akan berbeda. Adanya perbedaan susunan dan komposisi basa-basa nukleotida antara Chaetoceros maupun Chaetoceros yang lain dianalisis berdasarkan sekuens 16S rRNA mtDNA (1200 bp) menunjukkan ada perbedaan materi genetik antar Chaetoceros tersebut. Demikian juga apabila dibandingkan inter populasi, walaupun demikian dibandingkan dengan data Bank Gen mempunyai keeratan, maka jelas terdapat hubungan kekerabatan yang tinggi. Proses kehidupan Chaetoceros dan berbagai pengaruh mutasi dan lingkungannya, udang mengalami perbedaan masing-masing. Apabila dibandingkan Chaetoceros hasil penelitian dengan Bank Gen terlihat jelas bahwa adanya perbedaan susunan basa-basa nukleotida (insersi, delesi, mutasi). Hal ini karena ada beberapa delesi dan insersi nukleotida pada Chaetoceros tersebut. Apabila ada satu saja situs yang mengalami delesi atau insersi dari hasil perbandingan tersebut, maka dianggap Chaetoceros tersebut sudah memiliki delesi atau insersi. Jumlah delesi atau insersi bervariasi antar individu.

Penggunaan sekuen 16S rRNA memiliki kelemahan karena kadang-kadang kurang dapat membedakan dengan jelas suatu spesies dalam level genus. Beberapa bakteri memiliki sifat fisiologis yang berbeda tetapi memiliki sekuen 16S rRNA yang sama (Widayati et al., 2007).

Kesimpulan dan Saran

Sebagian besar materi genetik Chaetoceros hasil penelitian mengandung materi genetik yang sama dengan Chaetoceros yang ada di bank gen. Namun demikian, spesifik nama jenis Chaetoceros sampel uji belum keseluruhan telah tercatat dan terdeposit di dalam Bank Gen kecuali C. Calcitrans.

(7)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14 Juli 2012

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini dibiayai APBN Program Insentif Ristek Tahun 2010, ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini hingga selesai.

Daftar Pustaka

Bosman, A.L. & P.A.R. Hockey. 1988. The influence of primary production rate on the population dynamics of Patella granularis, an intertidal limpet. Marone Ecology 9(3): 181-198.

Griffiths, R.I., A.S. Whiteley, A.G. O’donnell & M.J. Bailey. 2000. Rapid method for coextraction of DNA and RNA from natural environments for analysis of ribosomal DNA and rRNA-based microbial community composition. Appl Environ Microbiology. 66:5488-5491. Herlinah & Andi, T. 2012. Keragaman Genetik Fitoplankton Chaetoceros spp Berdasarkan

Sekuen 16S rRNA.

Ranjard, L., E. Brothier & S. Nazaret. 2000. Sequencing bands of ribosomal intergenic spacer analysis fingerprints for characterization and microscale distribution of soil bacterium populations responding to mercury spiking. Appl Environ Microbiol 63:5334-5339. Ryman, N. & F. Utter. 1987. Population Genetics and Fishery Management. Washington Sea

Grant Program, London, 420 p.

Sambrook & Russell 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual (3rd ed.). Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Sumantadinata, K. 1980. Comparison of electrophoretic alelle frequences and genetic variability of common carp stocks from Indonesia and Japan. Aquaculture, 88: 263-271.

Widayati, W.O., W. Joko & S. Joedoro. 2007. Deteksi Molekular Bakteri Endofit pada Jaringan Planlet Tebu. Molecular Detection of Endophytic Bacteria on Plantlet Tissue of

Sugarcane. HAYATI Journal of Biosciences, December 2007, p 145-149 Vol. 14, No. 4.

Tanya Jawab -

Gambar

Tabel 1. Hasil blash sampel chaetoceros.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini akan dilihat sejauhmana pengaruh pH larutan buffer pada proses ultrafiltrasi larutan Bovine Serum Albumin (BSA) dan larutan asam humat (HA) sebagai model

Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Katingan untuk periode 1 (satu)

Dalam rekayasa video digital, analisis histogram dapat dilakukan dengan menghitung metrik nilai histogram, yang digunakan untuk membandingkan nilai histogram pada video

Alat Pembuka Tutup Kotak Sampah Otomatis dan Pendeteksi Volume Sampah adalah sebuah kotak sampah pintar yang mampu membuka dan menutup penutup kotak sampah secara

(3) Ruang Lingkup Peraturan Menteri ini adalah semua Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum Yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan

Dapat ditarik kesimpulan, pengalaman ketiga subjek dalam melakukan kontemplasi adalah memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan dan dalam kehidupannya terpancar kehidupan

Model matematika yang terbentuk dapat digunakan dalam perancangan reaktor kolom tunggal untuk proses dekafeinasi, memprediksi waktu dan laju proses dekafeinasi biji