• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah OM Ulser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah OM Ulser"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

CHEEK BITING CHEILITIS EKSFOLIATIF

Disusun oleh: Niken Tri Hapsari

160112130011

Pembimbing:

Dr. Irna Sufiawati, drg., Sp. PM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Sakit atau luka-luka kecil di dalam mulut yang masyarakat awam menyebutnya dengan nama sariawan, merupakan penyakit yang hampir secara rutin ditemui pada sekelompok orang. Ulser adalah suatu area dimana putusnya permukaan epitel.

Ulser atau ulkus adalah suatu luka terbuka dari kulit atau jaringan mukosa yang memperlihatkan disintegrasi dan nekrosis jaringan, meluas sampai lapisan basal, sehingga dapat terbentuk jaringan parut (scars) mengikuti penyembuhannya (Greenberg and Glick, 2003). Lokasi ulser ini biasanya terdapat pada mukosa bukal, mukosa labial, palatum dan tepi lidah (Langlais and Miller, 2000; Cunningham, 2002).

Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan lesi pada mukosa rongga mulut yang paling sering terjadi, ditandai dengan ulser yang timbul berulang. Insidensi penyakit ini sekitar 20 – 25% dari populasi (Field, 2003). Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) berbeda dengan traumatik ulser dilihat dari etiologinya yang multifaktorial dan belum diketahui secara pasti, akan tetapi diduga berhubungan dengan faktor genetik, defisiensi nutrisi, kelainan hematologi, pengaruh hormonal, alergi, infeksi, trauma dan stress (Gandolfo, 2006; Greenberg and Glick, 2003; Langlais, 2000).

Para ahli berpendapat bahwa RAS bukan sebuah penyakit tunggal, tetapi akibat beberapa kondisi patologis dengan manifestasi klinis yang mirip. Gangguan sistem imun, defisiensi hematologis, alergi, dan gangguan psikologis biasanya terlibat dalam kasus RAS (Greenberg and Glick, 2003).

Berdasarkan ukuran ulsernya, RAS dibagi menjadi 3 jenis, yaitu RAS minor dimana ulser berukuran kurang dari 1 cm dan dapat sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut selama 7-10 hari tanpa pengobatan, RAS mayor dimana ulser berukuran lebih dari 1 cm dan sembuh dalam jangka waktu yang lama meninggalkan jaringan parut, dan yang ketiga adalah RAS herpetiform

(3)

merupakan kumpulan ulser kecil diameter 0,1 – 0,3 cm dalam jumlah lebih dari 1 seperti pada infeksi virus herpes (Usri, dkk, 2012).

Ulser traumatik sering kali tampak berbentuk oval, mempunyai dasar yang cekung, berdiameter kurang dari 1cm, mempunyai tepi berwarna kemerahan yang mengelilingi luka yang berwarna putih-kekuningan yang ada di dasarnya. Sering muncul pada bagian bukal, labial dan lidah.(Marx, 2003)

Tampilan klinis traumatik ulser mempunyai kemiripan dengan penyakit stomatitis aphtous rekuren. Perbedannya adalah dari riwayat atau etiologi stomatitis aphtous rekuren yang dapat disebabkan oleh berbagai macam hal dan kejadian yang berulang kali setiap beberapa minggu.

Secara umum, penyembuhan ulser traumatik terjadi dalam 10-14 hari. Ulser traumatik yang terasa sakit dapat disembuhkan secara efektif dengan penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan anastesi topikal dan antimicrobial (Marx, 2003).

(4)

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Status Pasien IPM 2.1.1 Data Umum Pasien

Tanggal pemeriksaan : 18 Februari 2014 Nomor Rekam Medik : 2013-11381

Nama : SH

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 16 tahun

Telp : 08382xxxxxxx

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Kp. Bengkok Ciumbuleuit 2.1.2 Anamnesa

Pasien laki-laki usia 16 tahun datang dengan keluhan terdapat sariawan di bibir bawah sebelah kiri sejak ±4 hari lalu. Hingga kini pasien masih merasa sakit dan susah saat makan. Pasien mengaku sariawan ini belum pernah diobati. Pasien mengaku saat ini sedang tidak kekurangan makan sayur atau buah-buahan dan sedang tidak stres, juga tidak mempunyai kebiasaan merokok. Sering ada riwayat sariawan biasanya di tempat yang sama dan sembuh sendiri setelah ±1 minggu. Pasien sering mengalami sariawan, sebulan sekitar 1-2. Ada riwayat sariawan juga pada ibu dan kakak pasien. Pasien ingin sariawannya diobati.

2.1.3 Riwayat Penyakit Sistemik

Penyakit jantung : YA/TIDAK

Hipertensi : YA/TIDAK

Diabetes Mellitus : YA/TIDAK

(5)

Penyakit Hepar : YA/TIDAK

Kelainan GIT : YA/TIDAK Gastritis

Penyakit Ginjal : YA/TIDAK

Kelainan Darah : YA/TIDAK

Hamil : YA/TIDAK

Kontrasepsi : YA/TIDAK

Lain-lain : YA/TIDAK

2.1.4 Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien mengalami sariawan bulan lalu di bibir bagian bawah, karena tergigit dan sembuh dalam jangka waktu ± 7 hari, namun tidak diobati

2.1.5 Kondisi Umum Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Suhu : Afebris

Tensi : 120/70 mmHg

Pernafasan : 19 x/menit

Nadi : 88 x/menit

2.1.6 Pemeriksaan Ekstra Oral Kelenjar Limfe

Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Mata : Pupil isokhor; konjungtiva non anemis; sklera non ikterik

(6)

Bibir : Eksfoliasi

Wajah : Asimetris/simetris Sirkum Oral : tidak ada kelainan Lain-lain : tidak ada kelainan 2.1.7 Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan Mulut : baik/sedang/buruk plak +/-

kalkulus +/ - stain

+/-Gingiva : Oedem a/r anterior RB

Mukosa Bukal : Terdapat linea alba pada mukosa bukal a/r 34-36 dan 44-46

Mukosa Labial : Terdapat ulser pada mukosa labial di sebelah kiri bawah a/r gigi 34, bentuk oval, dasar cekung, dengan ukuran diameter ±5 mm berwarna putih dikelilingi tepi eritem reguler

Palatum Durum : tidak ada kelainan Palatum Mole : tidak ada kelainan Frenulum : tidak ada kelainan

Lidah : tidak ada kelainan

Dasar Mulut : tidak ada kelainan 2.1.8 Status geligi

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28 48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38 Fraktur pada bagian distoincisal gigi 21

(7)

Gambar 2.1. Ulser pada mukosa labial sinistra

(8)

Gambar 2.3. Cheilitis eksfoliatif 2.1.9 Pemeriksaan Penunjang Radiologi : TDL Darah : TDL Patologi Anatomi : TDL Mikrobiologi : TDL 2.1.10 Diagnosis

D/ Recurrent Aphtous Stomatitis tipe minor a/r labial gigi 34 DD/ Traumatik ulser

Behcet’s Disease

D/ Linea Alba bilateral a/r gigi 34-36 dan 44-46 DD/ Cheek Biting

D/ Cheilitis Eksfoliatif

(9)

Pro Oral Hygiene Instructions  Pro Resep

R/ Clorhexidine glukonat 0,2% gargle 150ml Fl no I lit oris

ʃ

 Instruksi untuk pemakaian madu dioleskan ke bibir 3 sehari dan perbanyak konsumsi air putih

(10)

2.2 Status Kontrol IPM

Tanggal pemeriksaan : 27 Februari 2014 Nomor Rekam Medik : 2013-1381

Nama : SH

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 16 tahun

2.2.1 Anamnesa

 Sariawan di bibir sebelah kiri bawah seudah sembuh dan sudah tidak terasa sakit lagi sejak 2 hari menggunakan obat yang diresepkan sebanyak 3 sehari. Terdapat sariawan di pipi bagian dalam sebelah kiri sejak 2 hari yang lalu. Sariawan tersebut muncul karena tergigit. Hingga kini sariawan masih terasa sakit jika sedang menyikat gigi. Sariawan tersebut belum pernah diobati. Pasien mengaku sedang kekurangan makan buah-buahan dan sayuran. Pernah ada riwayat sariawan di daerah tersebut namun biasa sembuh sendiri ± 1 minggu.

2.2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral Kelenjar Limfe

Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Mata : Pupil isokhor; konjungtiva non anemis; sklera non ikterik

TMJ : Deviasi ke sebelah kanan

Bibir : Eksfoliasi

Wajah : Asimetris/simetris Sirkum Oral : tidak ada kelainan Lain-lain : tidak ada kelainan

(11)

2.2.3 Pemeriksaan Intra Oral Kebersihan mulut :

Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI -S

16 2 11 1 26 2 16 1 11 0 26 1

Baik / Sedang / Buruk 46 2 31 1 36 2 46 1 31 0 36 1 Stain + /

-Gingiva : Oedem a/r posterior RA & RB

Mukosa Bukal : Terdapat ulser pada mukosa bukal sebelah kiri bawah a/r 36-37 bentuk oval, dasar cekung, dengan ukuran diameter ± 4 mm, berwarna putih dikelilingi tepi eritem irreguler. Terdapat linea alba pada mukosa bukal a/r 34-36 dan 44-46 Mukosa Labial : tidak ada kelainan

Palatum Durum : tidak ada kelainan Palatum Mole : tidak ada kelainan Frenulum : tidak ada kelainan

Lidah : tidak ada kelainan

Dasar Mulut : tidak ada kelainan

(12)

Gambar 2.5. Ulser pada mukosa bukal sinistra 2.2.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang

TDL

2.2.5 Diagnosis

D/ Post Recurrent Aphtous Stomatitis tipe minor a/r labial gigi 34D/ Traumatik ulser a/r buccal sinistra gigi 36-37

DD/ Reccurent Aphtous Stomatitis Behcet’s Disease

D/ Linea Alba bilateral a/r gigi 34-36 dan 44-46 DD/ Cheek Biting

D/ Cheilitis Eksfoliatif

2.2.6 Rencana Perawatan dan PerawatanPro Oral Hygiene Instructions

 Pro instruksi diet makanan menu sehat dan gizi seimbang  Pro diet tinggi buah-buahan

 Instruksi untuk pemakaian madu dioleskan ke bibir 3x sehari dan memperbanyak konsumsi air putih

(13)

 Pro Resep

R/ Triamcinolone Acetonid 0,1% in Orabase Tube No I ∫ 3. d . d lit oris

(14)

2.3 Status Kontrol IPM

Tanggal pemeriksaan : 25 Maret 2014 Nomor Rekam Medik : 2013-1381

Nama : SH

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 16 tahun

2.3.1 Anamnesa

Sariawan di pipi bagian dalam sebelah kiri sudah sembuh dan sudah tidak terasa sakit sejak 3 hari penggunaan obat yang diresepkan sebanyak 3x sehari. Pasien mengaku sudah meningkatkan konsumsi buah-buahan.

2.3.2 Pemeriksaan Ekstra Oral Kelenjar Limfe

Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Mata : Pupil isokhor; konjungtiva non anemis; sklera non ikterik

TMJ : Deviasi ke sebelah kanan

Bibir : Eksfoliasi

Wajah : Asimetris/simetris Sirkum Oral : tidak ada kelainan Lain-lain : tidak ada kelainan

(15)

2.3.3 Pemeriksaan Intra Oral Kebersihan mulut :

Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI -S

16 2 11 1 26 2 16 1 11 0 26 1

Baik / Sedang / Buruk 46 2 31 1 36 2 46 1 31 0 36 1 Stain + /

-Gingiva : Oedem a/r posterior RA & RB

Mukosa Bukal : Terdapat linea alba pada mukosa bukal a/r 34-36 dan 44-46

Mukosa Labial : tidak ada kelainan Palatum Durum : tidak ada kelainan Palatum Mole : tidak ada kelainan Frenulum : tidak ada kelainan

Lidah : tidak ada kelainan

Dasar Mulut : tidak ada kelainan

(16)

2.3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang TDL

2.3.5 Diagnosis

D/ Post traumatik ulser a/r buccal sinistra gigi 36-37D/ Linea Alba bilateral a/r gigi 34-36 dan 44-46

DD/ Cheek BitingD/ Cheilitis Eksfoliatif

2.3.6 Rencana Perawatan dan PerawatanPro Oral Hygiene Instructions

 Pro instruksi diet makanan menu sehat dan gizi seimbang  Pro scaling

(17)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Rekuren Apthous Stomatitis (RAS) 3.1.1 Definisi

RAS adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya ulkus berulang yang terbatas pada mukosa oral dalam pasien yang tidak memiliki tanda-tanda penyakit lainnya. Para ahli berpendapat bahwa RAS bukan sebuah penyakit tunggal, tetapi akibat beberapa kondisi patologis dengan manifestasi klinis yang mirip. Gangguan sistem imun, defisiensi hematologis, alergi, dan gangguan psikologis biasanya terlibat dalam kasus RAS (Greenberg and Glick, 2003).

Kira-kira 20% dari populasi umum telah terkena RAS, tetapi ketika kelompok etnik tertentu atau sosial-ekonomi tertentu diteliti, ternyata insidensinya terbentang dari 5%-50%. RAS diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinik: minor ulser, mayor ulser (Sutton’s disease, periadenitis mucosa necrotica recurrens), dan herpetiform ulser. Minor ulser, yang meliputi 80% dari kasus RAS, diameternya kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa meninggalkan bekas. Mayor ulser, diameternya lebih dari 1cm dan memerlukan waktu lebih lama untuk sembuh dan sering meninggalkan bekas. Herpetiform ulser dianggap sebagai kesatuan dari gejala klinik yang berbeda yang bermanifestasi sebagai ulser kecil yang banyak disepanjang mukosa oral (Greenberg and Glick, 2003).

3.1.2. Etiologi

Konsep yang sekarang ini, RAS adalah suatu sindrom klinis dengan beberapa kemungkinan. Faktor utama yang telah teridentifikasi meliputi keturunan, defisiensi hematologis, dan kelainan immunologis. Miller dan teman-temannya mempelajari 1,303 anak dari 530 keluarga dan memperlihatkan kecenderungan untuk terkena RAS pada anak-anak yang memiliki orang tua positif RAS. Suatu studi yang dijalankan Ship dan teman-temannya menunjukkan bahwa pasien yang memiliki orang tua yang positif RAS mempunyai kesempatan

(18)

90% untuk terkena RAS, sedangkan pasien yang tidak memiliki orang tua yang positif RAS mempunyai kesempatan 20% untuk terkena RAS (Greenberg and Glick, 2003).

Defisiensi hematologis, terutama zat besi, folate, atau vitamin B12, muncul sebagai faktor etiologi dalam subset pada orang yang memiliki RAS. Ukuran dari subset cukup kontroversial, tapi perkiraan terbanyak adalah 5-15%. Suatu studi oleh Rogers dan Hutton melaporkan peningkatan sebanyak 75% dari pasien yang memiliki RAS saat defisiensi hematologis spesifik ditemukan dan disembuhkan dengan terapi penggantian spesifik (specific replacement therapy) (Greenberg and Glick, 2003). Penyakit gastrointestinal juga dapat mengganggu penyerapan vitamin B12 dan folate, sehingga dapat dikatakan bahwa penyakit ini merupakan salah satu pemicu dari RAS (Cawson and Odell, 2002).

Faktor lain yang telah diusulkan sebagai pemicu dari RAS meliputi trauma, stress psikologis, dan alergi ke makanan (Greenberg and Glick, 2003). Beberapa pasien dengan ulser ditemukan dalam masa stres dan beberapa penelitian telah melaporkan korelasi diantaranya. Namun tingkat stres ini sulit dihitung (Cawson and Odell, 2002).

3.1.3. Gambaran Klinis

Kemunculan pertama RAS umumnya terjadi pada dekade kedua dari kehidupan dan dapat diakibatkan dari trauma minor, menstruasi, infeksi pernapasan atas, atau akibat dari kontak beberapa makanan. RAS diklasifikasikan kedalam 3 kategori berdasarkan gambaran klinisnya yaitu RAS minor, mayor, dan herpetiformis.

 RAS Minor:

Mempunyai diameter kurang dari 1 cm dan umumnya lesi dapat sembuh selama 7-10 hari tanpa pengobatan. Sering diikuti rasa terbakar pada daerah lesi, lesi berjumlah 1-6 dalam setiap episode, berbentuk lesi bulat atau oval, simetris, dengan dasar dangkal, dikelilingi tepi kemerahan (Laskaris, 2006; Usri, dkk, 2012).

(19)

 RAS Mayor:

Mempunyai diameter lebih dari 1 cm sampai 5 cm, disebut juga sutton disease atau periadenitis mucosa necroticans. Bentuk lesi serupa ulser minor, menimbulkan rasa sakit yang menyebabkan gangguan fungsi bicara dan makan, sembuh dalam jangka waktu lama (beberapa minggu sampai beberapa bulan) dan meninggalkan jaringan parut (Laskaris, 2006; Usri, dkk, 2012).

Gambar 3.1 RAS Minor (kiri) dan RAS Mayor (kanan)  RAS Herpetiform:

Lesi berbentuk kecil (hanya 1-3 mm), multipel (bervariasi antara 10-100 ulser), berbentuk bulat, dan dapat terlokalisir atau dapat tersebar pada mukosa oral, dapat sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut (Laskaris, 2006; Usri, dkk, 2012).

(20)

3.1.4 Terapi

Lesi ringan dapat diterapi dengan pemberian lapisan pelindung berupa orabase seperti aloeclair gel atau triamsinolon acetonid bila tidak melibatkan virus. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi berupa obat kumur seperti benzidamina HCL (Usri, dkk, 2012). Clorhexidine 0,2% juga dapat diberikan pada pasien RAS. Digunakan 3 kali sehari setelah makan selama 1 menit berada dalam mulut. Hal ini dapat mengurangi durasi dan ketidaknyamanan pasien terhadap RAS (Cawson and Odell, 2002)

Lebih besar dapat diobati dengan menempatkan perban berisi steroid topikal pada ulser sperti triamsinolon acetonid bila tidak melibatkan virus dan di aplikasikan dengan cara berkontak dengan lesi selama 15-30 menit. Sediaan ini diaplikasikan, 2-3 kali sehari terutama sesudah makan dan sebelum tidur. Bila tidak responsif diberikan terapi topikal, maka penggunaan terapi sistemik harus dipertimbangkan misalnya colchicine, pentoxifylline, dapson, dan thalidomide. Thalidomide diberikan untuk mengurangi insiden dan tingkat keparahan Rekuren Apthous Stomatitis terutama pada pasien HIV-positif maupun HIV-negatif, namun obat ini harus digunakan dengan sangat hati-hati. Efek samping lain dari thalidomide termasuk neuropati perifer, masalah gastrointestinal, mengantuk, serta efek teratogeniknya (Greenberg and Glick, 2003).

(21)

3.1.5 Diagnosa Banding 3.1.5.1 Traumatik Ulser

Traumatik ulser adalah lesi yang mengalami kerusakan epitel dan ditutup oleh gumpalan fibrin, yang terlihat putih kekuningan. Ulser ini terjadi karena adanya trauma mekanis atau kimiawi. Menurut Mosby's Dental Dictionary (2008), traumatik ulser adalah ulserasi yang disebabkan karena trauma. Disebabkan karena trauma akibat protesa, alat ortodontik, tambalan over hang, makanan, panas, zat kimia, tergigit, sikat gigi, atau trauma akibat kelalaian dokter gigi. Lokasi, ukuran, dan bentuk lesi tergantung trauma yang menjadi penyebab. Paling sering berupa ulser tunggal terasa sakit, permukaan lesi halus, berwarna merah atau putih kekuningan dengan tepi eritem tipis. Umumnya sembuh spontan dalam 6-10 hari setelah penyebab dihilangkan, untuk menghindari infeksi dapat diberikan obat kumur antiseptik (Usri, dkk, 2012).

3.1.5.1.1 Etiologi

Traumatik ulser dapat terjadi karena iritasi dari benda tajam dan bisa juga terjadi karena kecelakaan kerja dokter gigi saat melakukan prosedur dental (Dunlap, 2009).

Traumatik ulser dapat terjadi karena beberapa faktor:

 Trauma mekanis: sering ditemukan pada mukosa labial, bukal, dan batas lateral lidah. Biasanya disebabkan karena tergigit, luka dari penggunaan sikat gigi, tambalan yang tajam, penggunaan alat ortodonti, gigi yang patah atau tajam, dan luka akibat penggunaan gigi tiruan.

 Trauma kimia : Disebabkan oleh bahan kimia yang kontak dengan jaringan mukosa. Seperti penggunaan obat aspirin yang digerus dan ditempelkan kepada mukosa yang sakit, lalu kecelakaan kerja pada prosedur dental oleh dokter gigi seperti terkena hidrogen peroksida, fenol, dan etsa. (Greenberg, 2003)

 Suhu panas : Lesi yang terjadi karena makanan dan minuman yang sangat panas, anak-anak yang menggigit kabel peralatan listrik .

(22)

Kontak instrumen dokter gigi yang panas pada mukosa yang teranastesi, secara tidak sadar pasien mengalami luka akibat instrumen panas (Greenberg, 2003)

3.1.5.1.2 Gambaran Klinis

Traumatik ulser akan terlihat seperti ulser akut pada mukosa dengan riwayat cidera atau kecelakaan yang jelas dari pasien. Ukuran lesi akan bergantung pada kejadian yang menyebabkan trauma.

Ulser akibat panas elektrik sering terjadi pada bibir pasien anak dan ukuran lesinya cukup lebar. Lesi awalnya akan tampak kering, namun dalam beberapa hari akan tampak krusta disertai dengan perdarahan (Greenberg, 2003)

Gambar 3.4 Traumatik ulser akibat trauma mekanis

Luka karena trauma mekanis akan tampak adanya area pada mukosa dimana hilangnya lapisan epitel. Lesi ini dapat disertai atau tidak disertai dengan rasa sakit. Traumatik ulser biasanya berbentuk ovoid dan memiliki bagian tengah nekrotik berwarna putih kekuningan yang dikelilingi tepi eritem. Lokasi ulser berdekatan dengan kausanya (Sonis, 1995).

3.1.5.1.3 Perawatan

Ulser traumatik dapat ditangani dengan menghilangkan stimulus trauma. Lesi kecil yang tidak ekstensif akan hilang dengan sendirinya setelah penyebab trauma dihilangkan dan kebersihan mulut tetap terjaga. Untuk menjaga kebersihan rongga mulut, dianjurkan menggunakan

(23)

antiseptik seperti obat kumur. Jika terasa sakit, dapat diobati dengan topikal anastesi atau topikal kortikosteroid.

Lesi yang luas harus diperhatikan proses penyembuhannya karena lebih rentan meninggalkan bekas luka. Lesi yang tidak mengalami perubahan ke arah sembuh dianjurkan untuk dilakukan biopsi dan pemeriksaan lebih lanjut (Jordan, 2004).

Gambar 3.5 Traumatik ulser pada ventral labial 3.1.5.2 Behcet’s Disease

Merupakan penyakit imunokompleks dengan karakteristik triad gejala : ulser oral rekuren, ulser genital rekuren, dan lesi pada mata. Ulser pada oral dapat terlihat pada lebih dari 90% penderita; lesi tidak dapat dibedakan dengan RAS. Beberapa penderita dapat mengalami lesi oral yang sewaktu-waktu akan muncul kembali; penderita dapat mengalami lesi yang dalam dan besar yang memiliki karakteristik sama dengan RAS. Lesi-lesi yang timbul tampak pada mulut atau mukosa faringeal. Area genital merupakan area yang sering juga timbul ulser, terutama pada scrotum dan penis pria dan labia wanita. Lesi pada mata berupa uveitis, adanya infiltrasi pada retina, edema, oklusi vascular, atropi optic, konjungtivitis, dan keratitis (Greenberg and Glick, 2003). Kriteria mayor berupa ulser oral yang bersifat rekuren, ulser genital rekuren, lesi pada mata (konjungtivitis, iritis, uveitis, retinal vaskulitis), lesi pada kulit (papula, pustula, eritema nodosum, ulser, lesi nekrotik), sedangkan kriteria minornya adalah lesi pada gastrointestinal, lesi vaskular, arthritis, keterlibatan SSP, lesi kardiovaskular, riwayat keluarga (Greenberg and Glick, 2003 ; Laskaris, 2006). Eksudat

(24)

serofibrinosa menutupi permukaan dan tepi merah berbatas jelas (Langlais and Miller, 2000).

Gambar 3.6 Behcet’s Disease memiliki lesi ulser di mukosa mulut, mata, dan genital

Tabel 3.1 Perbedaan RAS, Traumatik ulser, dan Behcet disease’s

RAS Traumatik ulser Behcet's disease

Anamnesa

Muncul secara tiba-tiba, bisa dipicu gangguan psikologis

Muncul karena luka trauma

muncul secara tiba-tiba

Lokasi Mukosa oral non keratin

Mukosa oral non keratin dan berkeratin

Mukosa oral, mata, dan genital

Gambaran klinis

Minor: Jumlah 1-6 setiap episode, ukuran < 1 cm, berbentuk lesi bulat atau oval, simetris, dengan dasar dangkal, dikelilingi tepi kemerahan, bisa sembuh 7 - 10 hari tanpa diobati

bentuk irreguler, ukuran ulser bervariasi

bentuk lesi oral

tidak dapat

dibedakan dengan RAS, rekurensi, terdapat lesi ulser pada genital (skrotum, penis, dan labia), Lesi pada mata berupa uveitis

Mayor: ukuran 1-5 cm, sembuh dalam jangka waktu lama, meninggalkan

(25)

jaringan parut

Herpetiform: ukuran hanya 1-3mm, jumlah 5-100, terlokalisir atau tersebar di seluruh mukosa oral

Terapi

kasus ringan

ditangani dengan aplikasi orobase, untuk mengurangi rasa sakit diberikan topikal anestesi berupa obat kumur

kasus ringan ditangani dengan aplikasi

orobase, untuk

mengurangi rasa sakit diberikan topikal anestesi berupa obat kumur

untuk lesi oral diberikan topikal kortikosteroid, sedangkan penyakitnya dengan kortikosteroid sistemik kasus berat ditangani

dengan aplikasi topikal kortikosteroid bila luka tidak melibatkan virus

kasus berat ditangani dengan aplikasi topikal kortikosteroid bila luka tidak melibatkan virus

3.2 Linea Alba 3.2.1 Definisi

Linea alba merupakan lapisan horizontal pada mukosa bukal yang sejajar dengan oklusal plane yang akan meluas ke geligi posterior. Hal ini sering ditemukan dan seringkali berhubungan dengan tekanan, iritasi friksi atau trauma menghisap (sucking trauma) dari permukaan fasial geligi (Greenberg and Glick, 2003). Lesi ini merupakan lesi asimptomatis dan disebabkan karena tekanan musculus buccinatorius yang menekan mukosa melalui cusp gigi posterior rahang atas kedalam garis oklusi atau dapat karena trauma friksional. Garis ini merupakan keratin yang dibentuk oleh epitel secara berlebihan yang terlihat

(26)

seperti garis bergelombang putih, horisontal, memiliki ketebalan, dan biasanya ditemukan sepanjang regio gigi molar dua sampai caninus pada mukosa bukal. Biasanya ditemukan bilateral dan lebih sering terjadi pada pasien dengan gigi berjejal. Lesi ini jinak dan tidak berbahaya.

3.2.1 Gambaran Klinis

Linea alba biasanya tampak bilateral dan mungkin terlihat tegas pada beberapa individu. Linea alba ini terjadi lebih banyak pada individu dengan pengurangan overjet pada geligi posterior. Biasanya berlekuk dan berbatasan dengan area dentulous (Greenberg and Glick, 2003).

Gambar 3.7 Linea alba 3.2.2 Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang diindikasikan untuk pasien linea alba. Lapisan putih akan menghilang secara spontan pada kebanyakan individu (Greenberg and Glick, 2003).

3.2.3 Diagnosa Banding

3.2.3.1 Cheek Biting/ Chewing

Lesi putih pada jaringan oral dapat dihasilkan dari iritasi kronis karena penghisapan (sucking) berulang, gigitan, atau kunyahan. Hal-hal ini menghasilkan

(27)

area trauma yang semakin tebal, membekas, dan lebih pucat daripada jaringan sekitarnya. Cheek chewing sering terjadi pada orang yang stress, atau dalam gangguan fisiologis dimana memiliki kebiasaan menggigit pipi dan bibir. Kebanyakan pasien dengan kondisi ini sedikit menyadari kebiasaannya tetapi tidak mengetahui hubungannya dengan lesi yang terjadi. Lesi putih dari check chewing ini terkadang membingungkan karena mirip dengan kelainan dermatologis lainnya yang mengenai mukosa oral, sehingga bisa menyebabkan kesalahan mendiagnosa. Kronik chewing pada mukosa labial (morsicatio labiorum) dan batas lateral lidah (morsicatio linguarum) dapat terlihat sewaktu adanya check chewing atau dapat menyebabkan lesi terisolasi. Prevalensi rata-rata 0,12-0,5% dilaporkan pada populasi di Scandinavia dan 4,6% di Afrika Selatan pada sekolah anak-anak yang memiliki treatment kesehatan mental; rata-rata ini didukung oleh peranan stress dan kecemasan sebagai etiologi dari kondisi ini (Greenberg and Glick, 2003).

Gambar 3.8 Cheek Biting 3.2.3.2 Gambaran klinis

Lesi ini biasanya ditemukan bilateral pada mukosa bukal posterior sepanjang oklusal plane. Mungkin juga dapat terlihat kombinasi dengan lesi traumatis pada bibir atau lidah. Pasien seringkali mengeluh adanya kekasaran atau tanda kecil pada jaringan. Hal ini memproduksi tampilan klinis yang berjumbai jelas. Lesinya sedikit dibatsi oleh lapisan keputihan yang dapat bercampur dengan area yang erithema atau ulserasi. Lesi ini biasanya muncul 2x lebih banyak pada wanita dan 3x lebih banyak pada umur 35 tahun ke atas (Greenberg and Glick, 2003).

(28)

Karena lesi dihasilkan dari kebiasaan yang tidak disadari, tidak ada pengobatan yang diindikasikan. Karena tidak adanya pengobatan dan ketidakmungkinan menghentikan kebiasaan chewing ini, plastic occlusal night guard dapat digunakan. Pengisolasian lidah yang terlibat, membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan oral hairy leukoplakia terutama jika faktor resikonya jelas untuk penderita HIV (Greenberg and Glick, 2003).

3.3 Cheilitis Eksfoliatif 3.3.1 Definisi

Cheilitis eksfoliatif adalah kondisi kelanan pada bibir yang memproduksi keratin berlebih. Lesi ini mempentuk lapisan keras ke coklatan dan sering ditarik atau diangkat oleh pasien. Lesi ini sering terjadi pada perempuan namun kadang terjadi pada laki-laki (Field, 2003). Cheilitis eksfoliatif adalah kondisi kronis superfisial yang mempunyai ciri adanya terangkatnya lapisan keratin superfisial yang berlebihan.

3.3.2 Etiologi

Tidak ada latar belakang penyakit sistemik yang khusus yang dapat menyebabkan lesi ini. Namun diduga saat stress dan cemas maka pasien akan memproduksi lebih banyak keratin. Field menyebutkan bahwa lesi ini dapat ditemukan pada pasien dengan gangguan kepribadian atau mental (Field, 2003). 3.3.3 Gambaran Klinis

Adanya lapisan bibir yang kering, edema ringan dan inflamasi. Kadang nampak bentuk bibir yang retak dengan krusta berwarna putih kekuningan. Bisa disertai dengan rasa sakit seperti terbakar dan adanya erosi. Lesi dapat berlangsung mingguan, bulanan atau bertahun. Biasanya pasien mengeluhkan masalah estetik karena bibirnya tampak kering. Diagnosis biasanya diterapkan hanya dari tampak klinis (Laskaris, 2006).

(29)

Gambar 3.9 Cheilitis eksfoliatif ringan 3.3.4 Perawatan

Perawatan utama adalah menghilangkan penyebab lesi yang biasanya karena masalah psikologi dan stress. Jika lesi menimbulkan rasa sakit dapat diberikan topikal steroid atau antifungal topikal. Jika tidak ada rasa sakit dan lesi tidak terlalu parah dapat diberikan pelembab bibir seperti glycerin. Pada kasus psikologikal yang berat, dapat dikonsulkan ke bagian psiaktri (Mani, 2007). Jika lesi masih ringan dan tidak menimbulkan rasa sakit bisa dengan aplikasi pelembab alami seperti madu, atau menambah konsumsi air putih.

3.3.5 Diagnosis Banding 3.3.5.1 Contact cheilitis

Contact cheilitis adalah lesi inflamasi pada bibir yang akut yang disebabkan oleh alergi dengan kontak dengan zat kimia. Sering disebabkan oleh alergen topikal seperti lipstik, obat kumur, obat topikal, makanan, alat musik, ujung filter rokok, dll. Penyakit ini mempunyai tampilan klinis batas vermilion bibir dan kulit perioral terlihat edema ringan, eritem, kering dan kering.

Pada kasus berat terlihat adanya fissure, penebalan bibi, dan krusta putih kekuningan. Biasanya diiringi dengan rasa sakit seperti terbakar. Diagnosisnya ditegakkan dari tanda klinis dan riwayat pasien. Perawatannya adalah eliminasi alergen. Pada kasus berat penggunaan steroid sistemik menjadi indikasi. Untuk kasus ringan dapat menggunakan topikal steroid selama 1-2 minggu (Laskaris, 2006).

(30)

Gambar 3.10 Contact cheilitis pada kasus lanjut 3.3.5.2 Lip-licking cheilitis

Merupakan lesi inflamasi pada bibir dan kulit perioral disebabkan karena kebiasaan menjilat bibir. Mempunyai tampilan klinis bibir yang eritem dengan sedikit edema, dan memunyai batas eritem luas yang membulat disekeliling bibir dimana kulit sehat ada di luar area tersebut. Pada kasuslebih lanjut biasanya terdapat fissure vertikal pada bibir, dan dapat disertai rasa sakit terbakar. Perawatannya adalah memotivasi pasien agar memberhentikan kebiasaan buruk menjilat bibir dan pemberian obat steroid topikal atau obat antifungal topikal untuk jangka waktu singkat (Laskaris, 2006).

Gambar 3.11 Lip-Licking Cheilitis pada kasus lanjut BAB IV

PEMBAHASAN

Pada tanggal 18 Februari 2014, pasien laki-laki usia 16 tahun datang dengan keluhan terdapat sariawan di bibir bawah sebelah kiri sejak ±4 hari lalu. Hingga kini pasien masih merasa sakit dan susah saat makan. Pasien mengaku sariawan ini belum pernah diobati. Pasien mengaku saat ini sedang tidak

(31)

kekurangan makan sayur atau buah-buahan dan sedang tidak stres, juga tidak mempunyai kebiasaan merokok. Sering ada riwayat sariawan biasanya di tempat yang sama dan sembuh sendiri setelah ±1 minggu. Pasien sering mengalami sariawan, sebulan sekitar 1-2. Ada riwayat sariawan juga pada ibu dan kakak pasien. Pasien ingin sariawannya diobati.

Pada pemeriksaan ektraoral ditemukan adanya kelainan pada TMJ, yaitu pasien mengalami deviasi ke sebelah kanan. Pada pemeriksaan intraoral ditemukan ulser pada mukosa labial sebelah kiri bawah dengan ukuran diameter ±5 mm berwarna putih dikelilingi tepi eritema yang reguler. Dari anamnesis dan pemeriksaan klinis, dapat disimpulkan diagnosis penyakit dari pasien ini adalah Rekuran Aphtous Stomatitis minor. RAS tipe minor, yaitu RAS dengan diameter kurang dari 1 cm. Lesi ini biasanya dangkal, berbentuk bulat atau oval, dengan membran abu-abu sampai kuning. Ditegakannya diagnosis tersebut berdasarkan gambaran klinis pada pasien tersebut yang mungacu pada RAS, dengan lesi yang kurang dari 1 cm dan tidak adanya manifestasi pada genital yang merupakan manifesteasi dari Behcet’s disease dan tepi ulser yang reguler menunjukan bahwa lesi ini dihasilkan bukan dari luka trauma. Hal ini diperkuat juga dengan pernyataan pasien yang mengaku sedang stres dan adanya faktor herediter, yang merupakan salah satu faktor pemicu pada RAS.

Terapi yang diberikan kepada pasien pada saat kunjungan pertama adalah aplikasi obat kumur clorhexidine glukonat 0,2%, yang diaplikasikan 3 kali dalam 1 hari sebagai antiseptik, dengan harapan kondisi kebersihan mulut pasien yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan. Selain itu pasien juga diinstruksikan untuk menjaga kebersihan mulut, instruksi pemakaian madu yang dioleskan ke bibir 3x sehari dan memperbanyak konsumsi air putih, serta instruksi untuk datang kembali kontrol kembali agar diketahui tingkat keberhasilan perawatan dan untuk mengetahui apakah instruksi yang diberikan kepada pasien dilakukan dengan baik atau tidak.

Pada saat kontrol pertama, ulser pada mukosa labial kiri bawah sudah sembuh dan tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi masih meninggalkan bekas kemerahan. Namun, muncul ulser lainnya di bagian bukal kiri bawah di regio

(32)

36-37 berbentuk oval dengan dasar cekung, ukuran diameter ±4 mm, berwarna putih yang dikelilingi tepi eritema irreguler. Dari anamnesa dan pemeriksaan intraoral yang dilanjutkan kembali dapat disimpulkan bahwa diagnosa dari kunjungan kedua ini adalah traumatik ulser, karena etiologi yang didapat dari pengakuan pasien adalah karena tergigit.

Menurut Dunlap (2005), traumatik ulser merupakan trauma mekanis yang terjadi dikarenakan luka karena benda tajam, dimana pada pasien ini adalah karena trauma tergigit. Gambaran klinis menunjukkan ulser tunggal, memiliki dasar cekung kedalaman dangkal yang berwarna putih kekuning-kuningan dan tepi irreguler kemerahan, tidak ada indurasi, serta lunak ketika dipalpasi (Laskaris, 2006).

Terapi kasus ini adalah dengan dengan memberikan oral hygiene instruction kepada pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Kemudian pasien diresepkan obat Triamcinolone acetonid 0,1% in orabase yang diaplikasikan pada sariawan sebanyak 3 kali sehari. Terapi tersebut sesuai dengan teori Field dan Longman (2003), penatalaksanaan traumatik ulser dengan menghilangkan penyebab dan menggunakan simple covering agent selama fase penyembuhan dari ulserasi. Triamsinolon asetonida merupakan kortikosteroid topical yang diindikasikan untuk stomatitis apthous, periadenitis mukosa nekrotika berulang, ulser apthous herpetiform, traumatik ulser, ulser karena obat, dan lichen planus. Kontraindikasinya adalah infeksi mulut atau tenggorokan yang disebabkan oleh jamur atau bakteri, lesi herpetik karena virus atau lesi intraoral. Dalam setiap gram Triamsinolon asetonida mengandung triamsinolon asetonida 1 mg (0,1%) dalam emollient dental pasta yang tersusun dari bovine gelatin dan sodium carboxymethylcellulose.

Saat kontrol kedua, , traumatik ulser pada mukosa bukal kiri bawah sudah sembuh, tidak sakit, dan tidak meninggalkan bekas luka. Pasien juga diberikan lagi Oral Hygiene Instructions agar dapat terus menjaga dan memelihara kesehatan rongga mulutnya dengan baik, serta ditambahkan instruksi untuk pembersihan karang gigi (scaling), dan instruksi untuk tetap mengkonsumsi makanan menu sehat dan gizi seimbang.

(33)

Pasien juga memiliki teraan gigitan di mukosa bukal kiri dan kanan dari regio 34-36 dan 44-46. Teraan gigitan ini tampak sebagai plak putih seperti bentuk garis yang sejajar dengan bidang oklusal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh stress yang diakui pasien kadang terjadi karena banyak kegiatan. Menurut Greenberg, teraan gigitan di mukosa bukal pasien ini adalah linea alba, dimana pasien memiliki kecemasan dan stress sehingga pasien sering menggigit pipi secara tidak sadar. Teraan gigitan tersebut masih ditemukan saat pasien datang untuk kontrol pertama dan kedua. Pasien tidak mengeluhkan kondisi ini, sehingga tidak diberikan terapi apapun untuk teraan gigitan ini.

Pada kunjungan pertama bibir pasien mengalami cheilitis eksfoliatif, dimana bibir terlihat kering, kemerahan dan kasar membentuk fissure. Menurut Field, stress dan kecemasan dapat memicu adanya cheilitis eksfoliatif. Field menyebutkan bahwa cheilitis eksfoliatif adalah kondisi kronis superfisial yang mempunyai ciri adanya terangkatnya lapisan keratin superfisial yang berlebihan. Cheilitis eksfoliatif pada pasien hanya tampak pada kunjungaan pertama dan kedua dan diobati menggunakan aplikasi madu yang dioleskan ke bibir 3x sehari dengan tuuan untuk melembabkan bibir dan meningkatkan konsumsi air putih.

BAB V SIMPULAN

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan intraoral pada kunjungan pertama diketahui pasien mengalami Rekuren Aphtous Stomatitis (RAS). Terdapat ulser pada mukosa labial kiri bawah di regio gigi 34 dengan ukuran diameter ±5 mm berwarna putih dikelilingi tepi eritema yang reguler. RAS pada pasien ini adalah tipe minor. Etiologi RAS tidak diketahui secara pasti, namun dapat dipicu oleh faktor herediter, defisiensi hematologik, gangguan psikologis, dan gangguan imunologis.

Terapi yang diberikan adalah pemberian OHI (Oral Hygiene Instruction) tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, aplikasi clorhexidine glukonat 0,2% yang diaplikasikan 3 kali sehari sebagai antiseptik, instruksi

(34)

pemakaian madu yang dioleskan ke bibir 3x sehari dan memperbanyak konsumsi air putih, serta instruksi untuk datang kembali kontrol kembali.

Pada kunjungan kedua atau kontrol pertama, ulser pada mukosa labial kiri bawah sudah sembuh dan tidak menimbulkan rasa sakit, namun masih meninggalkan bekas kemerahan. Namun, muncul ulser lainnya di bagian bukal kiri bawah di regio 36-37 berbentuk oval dengan dasar cekung, ukuran diameter ±4 mm, berwarna putih yang dikelilingi tepi eritema irreguler. Dari anamnesa dan pemeriksaan intraoral yang dilanjutkan kembali dapat disimpulkan bahwa diagnosa dari kunjungan kedua ini adalah traumatik ulser, karena etiologi yang didapat dari pengakuan pasien adalah karena tergigit.

Terapi yang diberikan adalah pemberian OHI (Oral Hygiene Instruction) tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, aplikasi triamcinolone acetonid 0,1% tiga kali sehari, instruksi diet makanan menu sehat dan gizi seimbang, pro diet tinggi buah-buahan, instruksi pemakaian madu yang dioleskan ke bibir 3x sehari dan memperbanyak konsumsi air putih, serta instruksi untuk datang kembali kontrol kembali.

Pada kunjungan ketiga atau kontrol kedua, traumatik ulser pada mukosa bukal kiri bawah sudah sembuh dan tidak menimbulkan rasa sakit. Tidak ada kelainan pada bibir pasien. Pasien diberikan OHI, instruksi untuk pembersihan karang gigi (scaling) agar kebersihan mulut tetap terjaga, serta instruksi untuk tetap mengkonsumsi makanan menu sehat dan gizi seimbang.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Bruch, Jean M. 2009. Clinical Oral Medicine and Pathology. London: Humana Press.

Cawson, RA and EW Odell. 2002. Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. 7th ed. Edinburg : Churchill Livingstone.

Chestnutt, I. G.; J. Gibson. 2007. Clinical Dentistry. 3rd ed. Philadelphia: Churcill

Livingstone Elsevier.

Dunlap C.L, Barker B.F. 2009. A Guide to Common Oral Lesions. Department of Oral and Maxillofacial Pathology UMKC School of Dentistry Journals. Field, Anne et al. 2003. Tyldesley’s Oral Medicine. Oxford New York. Greenberg, M.S; M. Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and

Treatment. 10th ed. Hamilton: BC Decker Inc.

Houston, G. 2009. Traumatik Ulsers. Available online at

http://emedicine.medscape.com/

Jordan, Richard C.K et al.2004. A Color Handbook of Oral Medicine.Thieme: New York.

Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease. 2nd ed. New York: Thieme.

Langlais and Miller. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates.

Longman and Field. 2003. Tyldesley’s Oral Medicine. Fifth edition. New York: Oxford.

Marx E, Robert. 2003. Oral and Maxillofacial Pathology. Quinstessence Publishing Company.

Mani, Shani Ann. 2007. Exfoliative cheilitis: Report of a case,JCDA, Kota Bharu Reichart, Peter A. 2004. Color atlas of Dental Medicine: Oral Pathology.

London: Oxford.

Sonis ST, Fazio RC, Fang L. 1995. Principles and Practice of Oral Medicine. Pennsylvania: W.B Saunders Company.

(36)

Usri, K., dkk. 2012. Diagnosis & Terapi Penyakit Gigi dan Mulut. 2nd ed.

Gambar

Gambar 2.1. Ulser pada mukosa labial sinistra
Gambar 2.3. Cheilitis eksfoliatif 2.1.9 Pemeriksaan Penunjang Radiologi : TDL Darah : TDL Patologi Anatomi : TDL Mikrobiologi : TDL 2.1.10 Diagnosis
Gambar 2.4. Post RAS pada bagian mukosa labial sinistra
Gambar 2.5. Ulser pada mukosa bukal sinistra
+7

Referensi

Dokumen terkait