• Tidak ada hasil yang ditemukan

Campur kode dan alih kode pada interaksi informal mahasiswa di Yogyakarta: studi kasus pada mahasiswa Asrama Lantai Merah, Jalan Cendrawasih No. 1b, Demangan Baru, Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Campur kode dan alih kode pada interaksi informal mahasiswa di Yogyakarta: studi kasus pada mahasiswa Asrama Lantai Merah, Jalan Cendrawasih No. 1b, Demangan Baru, Yogyakarta"

Copied!
420
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. CAMPUR KODE DAN ALIH KODE PADA INTERAKSI INFORMAL MAHASISWA DI YOGYAKARTA: STUDI KASUS PADA MAHASISWA ASRAMA LANTAI MERAH, JALAN CENDRAWASIH NO. 1B, DEMANGAN BARU, YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Disusun Oleh : Andronikus Kresna Dewantara 111224023. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015.

(2) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. CAMPUR KODE DAN ALIH KODE PADA INTERAKSI INFORMAL MAHASISWA DI YOGYAKARTA: STUDI KASUS PADA MAHASISWA ASRAMA LANTAI MERAH, JALAN CENDRAWASIH NO. 1B, DEMANGAN BARU, YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Disusun Oleh : Andronikus Kresna Dewantara 111224023. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015. i.

(3) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ii.

(4) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. iii.

(5) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan kepada: Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberkati langkah saya Kedua orang tua saya, Bakri dan Sri Mulyani Kedua adik saya yang tercinta, Feeling Wulandini Bakri dan Queensya Meistika Putri Bakri yang selalu mendoakan, memberi kasih sayang tulus,dan mendukung setiap pilihan hidup saya Keluarga Besar Mbah Harjo Suyoto yang tidak pernah lelah mendukung saya, hingga karya ini dapat terselesaikan dengan baik Kekasih tersayang, Agnes Wiga Rimawati yang tidak pernah bosan mengingatkan saya untuk menyelesaikan karya ini Teman-teman terbaik di PBSI 2011 dan Keluarga besar PBSI. iv.

(6) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. MOTTO. Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu (Amsal 1:8). Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan dan dilempari dengan batu, tetapi membalasnya dengan buah (Abu Bakar Sibli). Memberilah dari kekurangan kita, meskipun sedikit tetaplah untuk memberi (Bakri). Bersabar dan bersyukurlah, karena sebuah proses yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula (Penulis). v.

(7) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.. Yogyakarta, 29 Juli 2015 Penulis. Andronikus Kresna Dewantara. vi.

(8) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama. : Andronikus Kresna Dewantara. Nomor Mahasiswa. : 111224023. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: CAMPUR KODE DAN ALIH KODE PADA INTERAKSI INFORMAL MAHASISWA DI YOGYAKARTA: STUDI KASUS PADA MAHASISWA ASRAMA LANTAI MERAH, JALAN CENDRAWASIH NO. 1B, DEMANGAN BARU, YOGYAKARTA Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 29 Juli 2015 Yang menyatakan. (Andronikus Kresna Dewantara). vii.

(9) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ABSTRAK Dewantara, Andronikus Kresna. 2015 ” Campur Kode dan Alih Kode pada Interaksi Informal Mahasiswa di Yogyakarta: Studi Kasus pada Mahasiswa Asrama Lantai Merah, Jalan Cendrawasih No. 1B. Demangan Baru, Yogyakarta ” Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. Penelitian ini membahas tentang jenis Alih Kode dan Campur Kode dalam berbahasa pada interaksi mahasiswa asrama di kehidupan sehari-hari. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis Alih Kode dan Campur Kode, serta mendeskripsikan faktor-faktor terjadinya alih kode dan campur kode di Asrama Mahasiswa lantai Merah, Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa penghuni asrama mahasiswa lantai merah. Penelitian Alih Kode dan Campur kode pada interaksi informal mahasiswa di asrama mahasiswa lantai merah Yogyakarta ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini memaparkan jenis alih kode dan campur kode pada interaksi mahasiswa di asrama lantai merah. Penelitian ini juga memaparkan faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan acampur kode pada mahasiswa asrama lantai merah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah panduan kuesioner (pancingan) dan wawancara yang ditujukan pada mahasiswa asrama lantai merah. Metode pengumpulan data yakni, pertama, metode simak dengan teknik catat dan rekam, dan kedua, metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara yang dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam analisis data. Penelitian ini sangat memperhatikan sebuah konteks percakapan sehari-hari dalam masyarakat, penggunaan ragam bahasa baku, serta dialek-dialek kedaerahan yang digunakan sebagai media dalam menginterpretasi data yang telah berhasil diidentifikasi, diklasifikasi dan dianalisis mendalam. Simpulan dari penelitian ini adalah Jenis Campur Kode yang terdiri Campur Kode ke dalam (inner code-mixing) dan Campur Kode keluar (outer code-mixing). Campur Kode ke dalam terdiri dari penyisipan kata, frasa, klausa, sedangkan Campur Kode keluar terdiri dari penyisipan kata dan frasa. Jenis Alih Kode yang terdiri dari Alih Kode Internal dan Eksternal. Alih Kode Internal terdiri dari Alih Kode Antar Ragam Formal dan Informal, dan Alih Kode antar bahasa yang meliputi Bahasa Jawa, Bahasa Batak, dan Bahasa NTT, sedangkan jenis Alih Kode Eksternal yang meliputi Alih Kode Bahasa Inggris. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa penghuni asrama lantai merah dan dapat menyempurnakan penelitian terdahulu. Alih Kode dan Campur Kode yang digunakan mahasiswa asrama lantai merah mampu menjadi identitias suatu daerah dan mengenalkan keberagaman pada bahasa di Indonesia. Kata kunci: Alih Kode, Campur Kode, Faktor Penyebab, Interaksi mahasiswa. viii.

(10) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ABSTRACT Dewantara, Andronikus Kresna, 2015 “Code Mixing and Code Switching of Students’ Informal Interaction in Yogyakarta: The Analysis of Students at Lantai Merah Dorm in Cendrawasih Street No 1B, Demangan Baru, Yogyakarta” Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. This research discusses about the types of code mixing and code switching of students’ language in their daily interaction in the dorm. This research is aimed to describe the types of code mixing and code switching and describe the factors which led to the code mixing and code switching at Lantai Merah Students Dorm, Yogyakarta. The subject of this research is the students who inhabit the Lantai Merah Dorm. The research of code mixing and code switching of students’ informal interaction at Lantai Merah Dorm in Yogyakarta is categorized as descriptive qualitative research, because this research explains the types of code mixing and code switching of students’ informal interaction in Yogyakarta. This research also defines the factors which led the code switching and code mixing of the students at Lantai Merah Dorm, Yogyakarta. The instruments which are used in this research are questionnaires and interview which are addressed to the students at Lantai Merah Dorm. The data collecting techniques are, first, metode simak with log and record technique, second, metode cakap which is aligned with interview methods. In data analyzing, this research really concerns the conversation of the students’ daily communication, the usage of language standard variety, regional dialects which are used as the media at interpreting data which are successfully identified, classified and deep analyzed. This research concludes the entity of Code Mixing which includes inner Code Mixing and Outer Code Mixing. The inner code mixing covers the insertion word, phrase and clause. While outer code mixing consists of insertion words and phrases. The entity of Code Switching consists of internal code switching and external code switching. Internal code switching consists of the code switching between formal and informal variety, and code between languages including the Javanese Language, Batak Language, NTT language. While External Code Switching covers the English Language. This research is expected to be useful for the students in Lantai Merah Dorm and to perfect the previous research. The code switching and code mixing which are used by the students at Lantai Merah Dorm are able to be the identity of particular regionals and introduce the diversity in the Indonesian Language. Keywords: Code-switching, Code-mixing, Causative factor, Students’ interaction. ix.

(11) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberi berkat dan kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Campur Kode dan Alih Kode Pada Interaksi Informal Mahasiswa Di Yogyakarta: Studi Kasus Pada Mahasiswa Asrama Lantai Merah, Demangan Baru, Yogyakarta”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi dalam kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak dukungan, pendampingan, saran, dan nasihat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah membantu dan mendukung penulis. 4. Dr. B. Widharyanto, M.Pd. sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar, bijaksana dan penuh. perhatian dalam. membimbing, mengarahkan dan. memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Seluruh dosen prodi PBSI yang dengan penuh dedikasi mendidik, mengarahkan, membimbing, membagi ilmu pengetahuan, memberikan dukungan, dan bantuan kepada penulis dari awal perkuliahan sampai selesai.. x.

(12) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 6. R. Marsidiq, selaku karyawan sekretariat Prodi PBSI yang dengan sabar memberikan pelayanan administratif kepada penulis dalam menyelesaikan berbagai urusan administrasi. 7. Kepala Asrama Lantai Merah, Bapak Agus Supriyatno yang selalu medukung penulis dalam menyelesaikan karya ini. 8. Teman terspesial Agnes Wiga Rimawati yang selalu ada untuk memotivasi dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Sahabat yang selalu mendukung. Yohanes Wedha Basundoro, Januar. Manggur, Trino Wismanto, Delitria, Yoga, Zulfi dan semua sahabat PBSI angkatan 2011 yang berjuang bersama selama menjalani perkuliahan di PBSI. 10. Semua pihak yang belum disebutkan yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan memberikan inspirasi bagi penelitian selanjutnya. Yogyakarta, 29 Juli 2015 Penulis. Andronikus Kresna Dewantara. xi.

(13) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………….. ii. HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii. HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………... iv. HALAMAN MOTTO ……………………………………………………... v. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………….. vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA IMIAH ......... vii. ABSTRAK …………………………………………………………………. viii. ABSTRACT………………………………………………………………..... ix. KATA PENGANTAR .................................................................................. x. DAFTAR ISI ................................................................................................. xii. BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1. 1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………………………....... 1. 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………..... 6. 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………....... 7. 1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………….... 7. 1.5 Batasan Istilah........................................................................................... 8 1.6 Sistematika Penyajian................................................................................ 10. BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………........ 12. 2.1 Penelitian yang Relevan ………………………………………………... 12. 2.2 Kajian Teori .............................................................................................. 15. 2.2.1 Penegertian Sosiolinguistik ................................................................... 15. 2.2.2 Masyarakat Tutur .................................................................................. 18. 2.2.3 Kedwibahasaan ..................................................................................... 19. 2.2.4 Variasi Bahasa....................................................................................... 20 2.2.4.1 Variasi Bahasa dari Segi Penutur ....................................................... 20. 2.2.4.2 Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian ................................................. 23. xii.

(14) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 2.2.4.3 Variasi Bahasa dari Segi Keformalan ........................................... 24 2.2.4.4 Variasi Bahasa dari Segi Sarana .................................................. 26. 2.2.5 Kode…………………………………………………………….... 26. 2.2.6 Campur Kode ….....…………………………………………….... 26 2.2.6.1 Jenis-Jenis Campur Kode ……………………............................. 28 2.2.6.2 Faktor-faktor campur Kode .......................................................... 32 2.2.7 Alih Kode ....................................................................................... 34 2.2.7.1 Jenis-Jenis Alih Kode ................................................................... 35. 2.2.7.2 Faktor-Faktor Terjadinya Alih Kode ............................................ 35. 2.2.8 Peristiwa Tutur ................................................................................ 41. 2.2.9 Interfrensi ........................................................................................ 44 2.2.10 Kata ............................................................................................... 45 2.2.11 Frasa .............................................................................................. 46 2.2.12 Klausa ............................................................................................ 46. 2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................... 48. BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………...... 49. 3.1 Jenis Penelitian .................................................................................... 49. 3.2 Subjek Penelitian ................................................................................. 50. 3.3 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 56. 3.4 Instrumen Penelitian ............................................................................ 57. 3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................... 58. 3.6 Triangulasi ........................................................................................... 59. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 61. 4.1 Deskripsi Data .................................................................................... 61. 4.2 Analisis Data...................................................................................... 63. xiii.

(15) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 4.3 Alih Kode Internal ............................................................................... 63. 4.3.1 Alih Kode Internal Antar ragam....................................................... 64 4.3.1.1 Alih Kode Ragam Formal ke Ragam Informal ........................... 64. 4.3.1.2 Ragam Informal – Ragam Formal ................................................ 66. 4.3.2 Alih Kode Internal Antar Bahasa.................................................... 68. 4.3.2.1 Alih Kode Internal Antar Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa ....... 68. 4.3.2.2 Alih Kode Internal Antar Bahasa Indonesia ke Bahasa Batak ...... 69. 4.3.2.3 Alih Kode Internal Antar Bahasa Indonesia ke Bahasa Flores...... 71. 4.3.2.4 Alih Kode Internal Antar Bahasa Indonesia ke Bahasa Sunda ..... 71. 4.4 Alih Kode Eksternal ke dalam Bahasa Inggris................................... 73 4.5 Campur Kode ..................................................................................... 74 4.5.1 Campur Kode ke Dalam (Inner Code-Mixing)................................. 75 4.5.1.1. Penyisipan Kata............................................................................. 75. 4.5.1.2 Penyisipan Frasa............................................................................ 78 4.5.1.3 Penyisipan Klausa ......................................................................... 80. 4.5.2 Campur Kode Keluar dalam Bahasa Inggris ................................... 81. 4.5.2.1 Penyisipan Kata.............................................................................. 81. 4.5.2.2 Penyisipan Frasa............................................................................ 83 4.6 Pembahasan ....................................................................................... 84. 4.7 Alih Kode Antar Ragam..................................................................... 84. 4.7.1 Ragam Formal – Ragam Informal ................................................... 84. 4.7.2 Ragam Informal – Ragam Formal............. ...................................... 91. 4.8 Alih Internal Antar Bahasa................................................................. 96. 4.8.1 Bahasa Indonesia – Bahasa Jawa...................................................... 96. 4.8.2 Bahasa Indonesia – Bahasa Batak..................................................... 101. 4.8.3 Bahasa Indonesia – Bahasa Flores................................................... 106. 4.8.4 Bahasa Indonesia – Bahasa Sunda ................................................... 108. 4.9 Alih Kode Eksternal ke Dalam Bahasa Ingrris................................... 113. 4.10 Campur Kode ke Dalam ................................................................... 118. 4.10.1 Penyisipan Kata............................................................................... 118. xiv.

(16) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 4.10.2 Penyisipan Frasa............................................................................ 127. 4.10.3 Penyisipan Klausa ......................................................................... 133. 4.11 Campur Kode Keluar....................................................................... 136. 4.11.1 Penyisipan Kata............................................................................. 136. 4.11.2 Penyisipan Frasa .......................................................................... 141. 4.12 Faktor Penyebab A.K. – C.K. Temuan Peneliti.............................. 145. BAB V PENUTUP ................................................................................ 149. 5.1 Simpulan ........................................................................................... 149. 5.1.1 Jenis Alih Kode .............................................................................. 149. 5.1.2 Jenis Campur Kode ........................................................................ 150. 5.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya C.K. dan A.K ................................... 151. 5.2 Saran ................................................................................................ 154. 5.2.1 Bagi Peneliti………………………………………………............ 154. 5.2.2 Bagi Mahasiswa Asrama Lantai Merah ......……………............... 155. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 156. LAMPIRAN ............................................................................................ 157. BIODATA PENULIS. xv.

(17) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah Kebanyakan mahasiswa dalam proses interaksi terkadang. menyampaikan gagasannya dengan ciri khusus. Secara umum ciri khusus yang digunakan oleh mahasiswa merupakan variasi bahasa, jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi kata. Variasi bahasa yang pertama adalah idiolek, yakni variasi yang bersifat perseorangan, variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara. Variasi yang kedua adalah dialek, yakni variasi dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada disuatu tempat atau wilayah tertentu. Variasi yang ketiga adalah kronolek, yakni variasi bahasa yang digunakan pada masa tertentu. Salah satu variasi bahasa yang dibahas oleh penulis adalah masuknya bahasa daerah atau asing ke dalam bahasa Indonesia (Chaer dan Agustina, 2010: 63). Ciri ini terkadang disadari oleh mahasiswa dan terkadang juga tidak disadari oleh mahasiswa. Faktor yang melatar belakangi masuknya bahasa daerah atau bahasa asing dalam tuturan mahasiswa di situasi interaksi dengan rekan dimungkinkan karena mahasiswa mampu berdwibahasa atau bahkan mahasiswa mampu menguasi beberapa bahasa daerah atau bahasa asing.. 1.

(18) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 2. Latar belakang munculnya bahasa daerah ataupun bahasa asing pada interaksi mahasiswa di asrama mahasiswa Lantai Merah sebagian besar merupakan masyarakat yang mampu menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi sehari-hari, bahkan ada juga masyarakat Indonesia yang menggunakan lebih dari dua bahasa dalam berkomunikasi. Kemajemukan etnik, kebudayaan dan bahasa yang terdapat di Indonesia menyebabkan banyaknya varian-varian bahasa dan terbawa hingga sampai saat ini. Hal tersebut juga menyebabkan munculnya bahasa daerah maupun bahasa asing dalam interaksi mahasiswa lingkup asrama. Pemakaian dua bahasa sering terjadi pada interaksi sesama mahasiswa.. Faktor. lingkungan. tempat. tinggal. mahasiswa. pun. mempengaruhi seringnya mahasiswa dalam memasukan bahasa daerah ataupun bahasa asing dalam tuturan saat berkomunikasi. Hal ini yang menyebabkan kebiasaan tersebut terbawa di dalam lingkungan yang bukan asalnya bahkan saat menyampaikan gagasan pada mahasiswa lain yang bukan sedaerah kelahiran. Pemakaian dua bahasa pada interaksi mahasiswa ini dalam sosiolinguistik disebut campur kode dan alih kode. Campur kode dan alih kode juga ditemukan oleh peneliti di kalangan penghuni asrama lantai merah, Demangan Baru. Mayoritas mahasiswa. asrama lantai merah, Demangan Baru termasuk masyarakat. bilingual atau masyarakat yang mampu menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa ibu. Peneliti memfokuskan perhatian pada campur kode dan alih kode yang dilakukan oleh penghuni asrama lantai.

(19) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 3. merah, Demangan Baru, sebagai contoh, dibawah ini peneliti menyajikan sebagian dari transkip imteraksi yang ada pada punghuni asrama mahasiswa lantai merah, Demangan Baru, Yogyakarta. Contoh Alih Kode dapat dicermati pada percakapan berikut ini. 01 02. : Lha dari PPKN itu bisa gak jadi pengacara? : Gak bisa, hukum dong sarjana hukum. 01. : Ra iso yo?. 02. : Sebenere, kalo aku gelem kuliah neng malang mbiyen aku iso, jadi selain aku dapet gelar S,Pd aku dapet S.H, double degree.. Contoh percakapan 1 berlangsung dengan situasi informal, tempat terjadinya contoh percakapa 1 yaitu di kamar partisipan 01. Pada dialog ini partisipan 01 menagalami campur kode ekstenal. Dalam percakapan ini partisipan 01 dan 02 sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan percakapan. Keduanya menjadi pembicara dan pendengar, dan keduanya juga menjadi pengirim dalam percakapan. Contoh percakapan 1 memperlihatkan partisipan 01 sebagai pembicara dan partisipan 02 menjadi pendengar, tapi dalam dialog selanjutnya partisipan 01 dan partisipan 02 berganti peran. Konteks pada contoh percakapan 1 ini membahas partisipan 01 yang ditawari untuk kuliah dimalang dan mendapatkan gelar sarjana pendidikan dan sarjana hukum. Partisipan menyebut kedua gelar dengan menggunakan campur kode double degree. Campur kode yang dilakukan oleh partisipan 01 termasukan campur kode penyisipan frasa. Pada.

(20) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 4. percakapan pertisipan 01 menyampaikan tuturan dengan senang hati dan serius, hal ini dikarenakan latar belakang pendidikan partisipan 01 sama dengan topik yang dibahas dalam percakapan. Kode ujaran yang dilakukan partisipan 02 mengacu pada dialek Jawa yang kental. Seperti halnya partisipan 01 yang menggunakan dialek Jawa, karena partisipan 01 memiliki latar belakang orang Jawa dan bahasa ibu yang dimilikinya adalah bahasa Jawa. Dalam contoh percakapan 1, Partisipan 01 berusaha untuk menjelaskan sesuatu kepada partisipan 02. Jenis penyampaian tuturan yang dilakukan ole partisipan 01 yaitu narasi. Pada transkip interaksi di atas,terjadi Campur Kode dari bahasa Indonesia ke bahasa asing (Inggris). Pencampuran Kode semacam ini disebut alih bahasa atau Campur Kode ekstern. Pada pembicaraan diatas terdapat dua tokoh mahasiwa dalam pembicaraan suatu masalah. Salah satu tokoh mahasiswa mengalami Campur Kode saat mengucapkan bahasa asing(Inggris) yaitu double degree dalam bahasa Indonesia berarti “gelar ganda”. Kedua mahasiswa juga mengalami peralihan kode ke dalam bahasa Jawa, peralihan kode ini disebut Alih kode Intern atau Alih kode ke dalam. Jika di analisis penggunaan Campur Kode dengan menggunakan kata-kata asing dalam teks percakapan di atas adalah didasari beberapa faktor yang memungkinkan jika dikaitkan dengan penjelasan kajian teori, yaitu pembicara yang sekedar gengsi pada lawan bicara, dan karena latar.

(21) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 5. belakang penutur yang biasa menggunakan bahasa asing untuk memberitahu sesuatu. Contoh Alih Kode dapat dicermati pada percakapan berikut ini. 02 01 02 01. : Wah, sayang sekali : Ya tapi kalo dapetnya disini ya gak popo : Koe nyobo wae : Ya nantilah kalo dah ada ijazah Transkrip campur kode dan alih kode di atas menunjukan bahwa. campur kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa dan ragam baku tidak baku sering terjadi pada interaksi mahasiswa kos, hal ini ditunjukan dari pencapuran kode pada kata “kalo”, “dah”,”gak popo”. Alasan penutur atas terjadinya penncampuran kode ini karena, penutur sudah terbiasa menggunakan kata-kata ini, tidak ada kata lain, dan terucap secara spontan, tidak disengaja. Kedua penutur juga melakukan peralihan kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, terlihat pada tuturan berikut ini. Contoh Alih Kode dapat dicermati pada percakapan berikut ini. 02 01 02 01. : Wah, sayang sekali : Ya tapi kalo dapetnya disini ya gak popo : Koe nyobo wae : Ya nantilah kalo dah ada ijazah Mahasiswa satu melakukan tanda peralihan kode dengan. menggunakan kata “gak popo” dalam dialek jawa timur tepatnya ngawi, Mahasiswa dua terpancing menggunakan bahasa jawa dalam interaksi, peralihan kode ini disebut Alih Kode intern atau Alih Kode ke dalam. Terlihat pada interaksi kedua mahasiswa, awal pembicaraan mereka.

(22) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 6. menggunakan bahasa Indonesia, tetapi terjadi peralihan kode saat mahasiswa satu beralih menggunakan bahasa Jawa. Alasan penutur melakukan peralihan kode karena penutur sudah terbawa situasi nyaman. Alih Kode dan Campur Kode merupakan wujud kebiasaan penutur dalam penggunaan bahasa. Ada bermacam-macam bentuk Alih Kode dan Campur Kode dalam interaksi penghuni di asrama mahasiswa “lantai merah” yang beralamatkan di Demangan baru, Yogyakarta, tahun ajaran 2014/2015. Sesuai dengan fungsi, tujuan, atau kepentingannya masingmasing. Masalah tersebut tentunya akan menarik untuk dibahas lebih dalam.. 1.2. Rumusan Masalah Bedasarkan latar belakang masalah di atas, disusunlah dua rumusan. masalah sebagai berikut : 1.. Apa sajakah jenis campur kode yang terdapat dalam interaksi antar mahasiswa di asrama mahasiswa lantai merah, Jalan Cendrawasih No 1B, Demangan Baru, Yogyakarta.. 2.. Apa sajakah jenis alih kode yang terdapat dalam interaksi mahasiswa di asrama lantai merah, Jalan Cendrawasih No 1B, Demangan Baru, Yogyakarta.. 3.. Faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya campur kode dan alih kode pada interaksi mahasiswa di asrama lantai merah, Jalan Cendrawasih No 1B, Demangan Baru, Yogyakarta..

(23) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 1.3. 7. Tujuan Penelitian Berdasarkan. rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan. sebagai berikut : 1.. Mendeskripsikan jenis campur kode pada interaksi mahasiswa.. 2.. Mendeskripsikan jenis alih kode interaksi mahasiswa.. 3.. Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab campur kode dan alih kode pada interaksi mahasiswa.. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu manfaat praktis. dan manfaat teoritis. 1.. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan. manfaat. terhadap. perkembangan. ilmu. bahasa,. dalam. bidang. sosiolinguistik. Perkembangan tersebut terkait dengan campur kode dan alih kode yang terdapat di lingkup mahasiswa. 2.. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu bahan acuan. yang sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan khususnya di bidang sosiolinguistik baik bagi para peneliti bahasa maupun para pembaca. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah dan memperluas.

(24) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 8. pengetahuan tentang campur kode dan alih kode yang dikaji dari segi sosiolinguistik.. 1.5. Batasan Istilah. 1.. Sosiolinguistik Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat. interdispliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial didalam suatu masyarakat tutur (Chaer dan Agustina, 2010: 4). Sosiolinguistik dapat dikatakan sebagai pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan 2.. Kode Kode adalah suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya. mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada (Rahardi 2001:22). 3.. Interferensi Inteferensi adalah penyimpangan-penyimpangan dari norma-norma. salah satu bahasa yang terjadi dalam tuturan para dwibahasawan sebagai akibat dari pengenalan mereka lebih dari satu bahasa yaitu sebagai hasil dari kontak bahasa (Weinrich 1953: 1 dalam Aslinda dan Leni, 2007: 66). Interfrensi dapat dikatakan sebagai perubahan dari suatu bahasa ke bahasa lain dengan adanya sentuhan bahasa lain dari penutur yang bilingual.

(25) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 4.. 9. Kedwibahasaan Kedwibahasaan adalah the alternative use of two more languages. by the same individual (kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih oleh. seseorang). Mackey (dalam. Aslinda. dan. Leni,2007:. 24).. Kedwibahasaan adalah penggunaan bahasa lebih dari dua yang dilakukan oleh seseorang. 5.. Campur Kode Suatu peristiwa tutur klausa-klausa dan frase-frase yang digunakan. terdiri dari klausa dan frase campuran dan masing-masing klausa dan frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka itu adalah campur kode (Thelander dalam Aslinda dan Leni, 2007:87). Jika seseorang menggunakan suatu kata atau frase dari satu bahasa, maka orang tersebut telah melakukan campur kode. 6.. Alih Kode Alih kode adalah istilah umum untuk menyebut pergantian atau. peralihan pemakaian dua bahasaatau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa, atau bahkan beberapa gaya dari sautu ragam (Dell Hymes 1975:103 dalam Rahardi 2001: 20). Alih kode bisa dikatakan wujud peralihan dari kode satu ke kode lain. 7.. Kata Kata ialah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain. setiap satuan bebas merupakan kata (Ramlan, 1983 dalam Tarigan 1985: 6). Kata adalah bentuk bebas yang paling kecil, yaitu kesatuan terkecil.

(26) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 10. yang dapat diucapkan secara berdikari (Bloomfield 1933: 178 dalam Tarigan, 1985: 6). 8.. Frasa Frasa adalah satuan gramtikal yang terdiri dari dua kata atau lebih. dan hanya menduduki satu fungsi jabatan kalimat. Frasa biasa didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih dan memiliki unsur predikat (Chaer, 1994). 9.. Klausa Klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri dari S P. baik disertai O, Pel, dan Ket ataupun tidak. Dengan ringkas, klausa ialah S P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada boleh tidak (Ramlan, 1987: 92).. 1.6. Sistematika Penyajian Sistematika penulisan penelitian ini terdiri atas beberapa bab. Hal. ini bertujuan untuk mempermudah pembaca di dalam memehami penelitian ini. Bab satu adalah bab pendahuluan. Bab ini mengkaji latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab dua adalah kajian pustaka. Bab ini berisis seputar tinjauan terhadap penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang saat ini sedang.

(27) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 11. dilakukan oleh peneliti. Kerangka teoritis yaitu teori-teori yang mendasari penulis dalam melakukan penelitian. Bab tiga adalah metodologi penelitian. Bab ini membahas seputar pendekatan penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data. Bab empat adalah deskripsi data, hasil penelitian, dan pembahasan. Bab ini disajikan deskripsi data, hasil penelitian, dan pembahasan. Dalam bab ini peneliti mendeskripsikan data penelitian, cara menganalisa data dan pembahasan hasil penelitian Bab lima adalah penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian. Selain itu, peneliti juga menyajikan daftar pustaka yang dipergunakan untuk reverensi yang menunjang penelitian dan terdapat juga lampiran-lampiran..

(28) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Penelitian Relevan Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai acuan agar penelitian bisa tercipta lebih baik lagi. Acuan untuk peneliti ini menggunakan pernelitian terdahulu yang berjudul “Peristiwa Campur Kode di Ranah Kos” ditulis oleh Selly Andria (2014), Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Repunlik Indonesia Pontianak. Hasil penelitiannya yaitu, terjadinya campur kode dalam ranah kos secara keselutruhan (1) Need for Synonim, maksudnya adalah penutur menggunakan bahasa lain untuk lebih memperhalus maksud tuturan, (2) Sosial Value,. yaitu penutur sengaja mengambil kata dari bahasa lain. dengan mempertimbangkan faktor sosial, (3) Perkembangan dan perkenalan dengan budaya baru. Hal ini menjadi salah satu faktor pendorong munculnya campur kode, sebab banyak terdapat istilah, (4) keadaan dan situasi kos, (5) kata-kata dalam bahasa asing lebih mudah dimengerti dan diingat, (6) keterbatasan kata yang dimiliki oleh penutur. Peneliti memaparkan penyebab campur kode dalam ranah kos, dengan tujuan ingin mengetahui hal apa saja yang menjadi faktor-faktor penting dalam interaksi yang mengakibatkan terjadinya campur kode.. 12.

(29) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 13. Peneliti mendapatkan banyak faktor yang terjadi, salah satunya adalah situasi dan keterbatasan kata yang dimiliki oleh penutur. Penelitian yang selanjutnya adalah tesis berjudul “Alih Kode dan Campur Kode Dalam Wacana Interaksi Jual Beli di Pasar Johar Semarang” ditulis oleh Sri Sutrisni, Program Studi Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (2005). Data penelitiannya berupa tuturan dalam interaksi jual beli di pasar johar Semarang. 1.. Alih kode dalam wacana interaksi jual-beli di Pasar Johar. Semaranf ada dua macam, yaitu (1) Berwujud alih bahasa dan (2) alih tingkat tutur. Yang berwujud alih bahasa meliputi alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia dan alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Sementara itu alih tingkat tutur mencangkupi alih kode tingkat tutur ngoko ke krama dan alih tingkat tutur ke krama ke tingkat tutur ngoko. 2.. Campur kode dalam wacana interaksi jual-beli di Pasar Johar. Semarang. Ada dua bentuk campur kode, (1) campur kode intern dan (2) campur kode ekstern. Campur kode berwujud (1) kata, (2) frasa, dan (3) perulangan kata. Sementara itu campur kode ekstern mencangku bahasa Inggris. 3.. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode dalam. wacana interaksi jual-beli di Pasar Johar Semarang ada delapan, faktor yaitu (1) kemarahan penjual terhadap pembeli, (2) kejengkelan pembeli terhadap penjual, (3) mempunyai maksud tertentu, (4) menyesuaikan.

(30) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 14. dengan kode yang dipakai pembeli, (5) ekspresi keterkejutan pembeli, (6) kehadiran calon pembeli lain. Penelitian selanjutnya tentang “Campur Kode Tuturan Guru Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas I, II, III SD Negeri banyuraden, Gamping, Sleman Tahun Ajaran 2010/2011. Penelitian ini ditulis oleh Yemi Eka Putranto. Peneliti memaparkan tentang campur kode berdasarkan asal bahasa dan satuan lingual. 1.. Campur Kode Berdasarkan Asal Bahasa. Berdasarkan asal bahasanya campur kode yang ditemukan, yaitu. campur kode ke dalam dan campur kode ke luar. Campur kode ke dalam yang digunakan guru dalam tuturannya adalah bahasa jawa. 2.. Campur Kode Berdasarkan Satuan Lingual. Berdasrkan satuan lingualnya campur kode yang ditemukan. mencangkup tiga tataran satuan lingual, yaitu di kelas I, kata sebanyak 89 unsur tercampur, kelas II sebanyak 98 unsur tercampur, dan kelas III sebanyak 114 unsur tercampur. Frasa di kelas I sebanyak 17 unsur tercampur, kelas II sebanyak 22 unsur tercampur, dan kelas III sebanyak 26 unsur tercampur. Kalusa di keals I sebanyak 5 unsur tercampur, kelas II sebanyak 3 unsur tercampur, dan kelas III sebanyak 3 unsur tercampur. Unsur tercampur yang paling banyak ditemukan pada tataran kata, yaitu sebanyak 301 unsur tercampur. Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada campur kode ke dalam dan ke luar. Peneliti menemukan banyak fenomena tentang.

(31) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 15. campur kode, peneliti mengklasifikasian data yang telah diambil, peneliti memilah-milah antara campur kode satuan lingual kata, satuan lingual frasa, dan satuan lingual klausa. Penelitian campur kode yang akan dilakukan mempunyai kesamaan dan perbedaan tema dengan penelitian yang dilakukan oleh Selly Andria, Sri Sutrisni dan Yemi Eka Putranto, yaitu tentang campur kode. Penelitian yang dilakukan sekarang relevan dengan penelitian terdahulu. Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah penelitian tentang alih kode dan campur. 2.2. Kajian Teori Peneliti akan memaparkan beberapa materi yang terkait dengan. judul penelitian. Materi-materi tersebut akan dipergunakan sebagai pedoman dalam pengerjaan penelitian ini. Teori yang digunakan peneliti dalam penelitiannya yaitu: 1) pengertian sosiolinguistik; 2) Masyarakat Tutur; 3) kedwibahasaan; 4) variasi bahasa; 5) Kode; 6) Campur Kode; 7) Alih Kode; 8) Peristiwa Tutur; 9) Interferensi; 10) Kata; 11) Frasa; 12) Klausa. 2.2.1 Pengertian Sosiolinguistik Halliday (dalam Sumarsono, 2002: 2) menyebut sosiolinguistik sebagai linguistik institusional (intitutional lingustics), berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang yang memakai bahasa itu (deals with the relation between a language and the pepople who use it)..

(32) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 16. Sosiolinguistik juga menyoroti keseluruhan masalah yang berhubungan dengan organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya mencakup pemakaian bahasa saja, melainkan juga sikap-sikap bahasa, perilaku bahasa dan pemakai bahasa. Kajian sosiolinguistik memungkinkan seseorang memulai dari masalah kemasyarakatan kemudian mengaitkan dengan bahasa, bisa juga sebaliknya memulai dengan bahasa lalu mengaitkan dengan gejala-gejala dimasyarakat. Pride dan Holmes (dalam Sumarsono, 2002: 2) merumuskan sosiolinguistik secara sederhana: the study of language as part of culture and sociaty, yaitu kajian bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dan masyarakat. Rumusan yang dipaparkan di atas menekankan bahwa bahasa bukan merupakan suatu yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan. Budaya dan bahasa saling berkesinambungan, karena bahasa adalah bagian dari kebudayaan (language in culture). Appel. (dalam. Aslinda. dan. Leni,. 2007:. 6). mengatakan,. sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi kongkret. Kesimpulan dari Appel adalah dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat secara internal, tetapi dilihat sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat. Seseorang yang sudah ada di dalam lingkup masyarakat, tidak akan lagi dipandang sebagai individu yang terpisah, akan tetapi sebagai.

(33) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 17. anggota dari kelompok sosial. Oleh karena itu bahasa tidak dinilai secara individu, tetapi dihubungkan dengan kegiatannya di dalam masyarakat atau dipandang secara sosial. Thelander (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 115) menjelaskan perbedaaan alih kode dan campur kode. bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran, dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode, bukan alih kode. dalam hal ini menurut Thelander selanjutnya, memang ada kemungkinan terjadinya perkembangan dari campur kode ke alih kode. perkembangan ini, misalnya, dapat dilihat kalu ada usaha untuk mengurangi kehibridan klausa-klausa atau frasa-frasa yang digunakan, serta memberi fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan keotonomian bahasanya masing-masing Fhasold (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 115) menawarkan kriteria gramatika untk membedakan campur kode dan alih kode. kalau seseorang menggunkan satu kata atau frasa dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. tetapi apabila satu klausa jela-jelas memiliki struktur gramatika satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatika bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode..

(34) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 18. 2.2.2 Masyarakat Tutur Sekelompok orang atau suatu masyarakat yang mempunyai verbal repertoir relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu, maka dapat dikatakan bahwa kelompok orang itu atau masyarakat itu adalah masyarakat tutur. Jadi, masyarakat tutur bukanlah sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama, melainkan mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa (Chaer dan Agustina 2010:36). Masyarakat dapat dikatakan satu masyarakat tutur bila adanya perasaan di antara penuturnya, bahwa mereka menggunakan tuturan yang sama. Konsep ini akan menciptakan dua dialek yang berbeda dengan satu bahasa yang sama akan dianggap menjadi dua bahasa yang berbeda, misalnya bahasa Malaysia dan bahasa Indonesia. Fisman (1976:28 dalam Chaer 2010) menyebut “masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidaknya mengenal suatu. variasi. bahasa. beserta. norma-norma. yang. sesuai. dengan. penggunaannya”. Jadi pengertian masyarakat tutur atau masyarakat bahasa bukan hanya dilihat dari bagaimana masyarakat atau sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang relatif sama, akan tetapi masyarakat yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasanya. Suatu masyarakat tutur dapat menguasai lebih dari satu bahasa. Masing-masing anggota suatu masyarakat tutur harus bisa mengerti satu.

(35) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 19. sama lain ketika berkomunikasi baik dalam satu bahasa yang sama atau dalam variasi bahasa yang berbeda. Untuk mengerti satu sama lain, anggota masyarakat tutur harus mempunyai kemampuan berinteraksi atau berkomunikasi dengan baik. 2.2.3 Kedwibahasaan Nababan (1991: 27) mengemukakan tentang kedwibahasaan yaitu kalau kita melihat seseorang memakai dua bahasa dalam pergaulan dengan orang lain, dia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan yang kita akan sebut bilingualisme. Jadi bilingualisme ialah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Jika kita berpikir tentang kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa, yaitu memakai dua bahsa, kita akan sebut ini bilingualitas (dari bahasa Inggris bilinguality). Pandangan sosiolinguistik secara umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962:12, Fishman 1975:73 dalam Chaer dan Agustina 2010: 84). Seseorang dikatakan dwibahasawan jika seseorang itu mampu menggunakan dua bahasa. Pertama bahasa ibunya sendiri yang disingkat (B1), yang kedua adalah bahasa orang lain yang disingkat (B2) Bloomfield (1958:50 dalam Aslinda dan Leni 2007: 23) kedwibahasaan adalah native like control of two languages (penguasaan yang sama baiknya terhadap dua bahasa). Pendapat ini berdasarkan.

(36) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 20. pengertian bahasa yang diberikannya, yaitu sistem kode yang memiliki ciri-ciri khusus. Mengenal dua bahasa bearti mampu menggunakan dua sistem kode dengan baik. 2.2.4 Variasi Bahasa Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami oleh penutur bahasa itu. Namun meski berada dalam masyarakat tutur, bukan merupakan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang nyata adalah parole, menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangatlah beragam. Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan fungsi bahasa itu. Kedua, variasi atau ragam itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Chaer dan Agustin (2004) membagi menjadi empat variasi bahasa dalam masyarakat, yaitu variasi bahasa dari segi penutur, pemakaian,keformalan dan segi sarana. 2.2.4.1 Variasi bahasa dari segi penutur Dalam variasi bahasa dari segi penutur mempunyai beberapa macam keragaman di dalamnya, dimana keragaman ini berkaitan langsung.

(37) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 21. dari penuturnya. Setidaknya ada empat variasi dari segi penutur, yaitu idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. 1.. Idiolek Idiolek merupakan variasi bahasa yang bersifat perseorangan,. karena setiap orang mempunyai variasi bahasanya masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, sususnan kalimat, dan sebagainya. Namun, yang paling dominan adalah “warna” suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita sudah dapat mengenalinya. 2.. Dialek Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah dialek,. yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional, atau dialek geografi. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan. ciri yang menandai. bahwa mereka berada pada satu dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur lain, yang berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga. Misalnya, bahasa jawa dialek Banyumas memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan ciri yang dimiliki bahasa jawa Pekalongan, dialek Semarang atau juga dialek Surabaya. Para.

(38) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 22. penutur bahasa Jawa dialek Banyumas dapat berkomunikasi dengan baik dengan para penutur bahasa jawa dialek pekalongan, dialek semarang, dialek surabaya, atau juga bahasa jawa dialek lainnya, karena walaupun walaupun dialek mereka berbeda-beda tetapi mereka kesaling mengertia dari bahasa yang sama yaitu Bahasa Jawa. Salah satu bahasa yang memiliki banyak dialek yaitu bahasa jawa. Bahasa Jawa yang digunakan di daerah Banyumas berbeda dengan bahasa Jawa yang digunakan di Yogyakarta. Bahasa Jawa yang digunakan di Banyumas disebut Jawa Dialek Banyumas (Ngapak). 3.. Kronolek Kronolek atau dialek temporal yaitu variasi bahasa yang. digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Misalnya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan atau lima puluhan yang cenderung menggunakan penulisan kata dengan hurud “d” dan “j”. Variasi bahasa itu tentunya cenderung kearah perbedaan dari lafal,ejaan, morfologi, maupun sintaksis. 4.. Sosiolek Sosiolek yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status,. golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Perbedaan pekerjaan, profesi jabatan, atau tugas para penutur dapat juga menyebabkan adanya variasi sosial. Bahasa yang digunakan sehari-hari para buruh tentunya berbeda bahasa yang digunakan para pejabar negara, perbedaan bahasa itu terjadi karena perbedaan lingkungan tugas mereka dan apa yang mereka.

(39) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 23. kerjakan. Perbedaan variasi bahasa itu tampak pada bidang kosakata yang mereka gunakan. 2.2.4.2. Variasi dari Segi Pemakaian Variasi bahasa berkenaan dengan penguasaannya, pemakaiannya,. atau fungsi disebut fungsiolek (Nababan 1984), ragam, atau register. Variasi ini condong pada pembicaraan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra, jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan. Dalam bidang sastra, variasi bahasa pemakaiannya cenderung diungkapkan secara estetis. Dalam bahasa umum, orang akan mengatakan “Saya sudah tua”, tetapi dalam bahasa sastra Ali Hasjimi, seorang penyair Indonesia, mengatakan dalam bentuk puisi Pagiku hilang sudah melayang Hari mudaku sudah pergi Sekarang petang datang membayang Batang usiaku sudah tinggi. Dalam bidang jurnalistik, variasi bahasanya cenderung bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena harus dipahami dengan mudah, komunikatif karena jurnalistik harus menyampaikan berita secara tepat, dan ringkas karena keterbatasan ruang (dalam media.

(40) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 24. cetak), dan keterbatasan waktu (dalam media elektronika). Dalam bahasa Indonesia ragam jurnalistik ini dikenal dengan sering ditanggalkannya awalan me- atau awalan ber- yang di dalam ragam bahasa baku harus digunakan. Umpamanya kalimat, “Gubernur tinjau daerah banjir” (dalam bahasa baku berbunyi, “Gubernur meninjau daerah banjir”). Variasi berdasarkan fungsi ini lazim disebut register. Pengertian dari register ini biasanya berhubungan dengan masalah. Dialek berkenaan dengan bahasa itu digunakan oleh siapa, di mana, dan kapan, maka register berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa. 2.2.4.3 Variasi dari Segi Keformalan Martin Joos (dalam buku Chaer dan Agustina) membagi variasi bahasa dari segi keformalannya menjadi lima macam gaya ragam, yaitu gaya ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif), ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate). 1.. Ragam Beku Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang. digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi, misalnya, dalm upacara kenegaraan, khotbah di masjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab undang-undang, akte notaris, dan surat-surat keputusan. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis ragam beku ini kita dapati dalam dokumen-dokumen bersejarah, seperti.

(41) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 25. undang-undang dasar, akte notaris, naskah-naskah, perjanjian jual beli, atau sewa menyewa. 2.. Ragam Resmi atau formal Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan. dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan secara mantap sebagai suatu standar. Ragam resmi itu pada dasarnya sama dengan ragam bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi.Pembicaraan dalam acara peminangan, pembicaraan dengan seorang dekan di kantornya, atau diskusi dalam ruang kuliah adalah menggunakan ragam resmi ini. 3.. Ragam Usaha atau Ragam konsultatif Ragam ini adalah ragam variasi bahasa yang lazim digunakan. dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Ragam usaha ini adalah ragam bahasa yang paling operasional karena ragam ini berada di antara ragam formal dan informal. 4.. Ragam Santai atau ragam kasual Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi. tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu beristirahat, berolah raga,berekreasi, dan sebagainya. Ragam santai ini banyak menggunakan alegro, yakni bentuk kata atau ujaran.

(42) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 26. yang dipendekan. Kosakatanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah.. 5.. Ragam Akrab atau ragam intim Pengertian ragam akrab hampir mirip dengan ragam santai, tapi. variasi bahasa ini biasanya digunakan penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antaranggota keluarga, atau antar teman yang sudah karib. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang seringkali tidak jelas. 2.2.4.4 Variasi dari Segi Sarana. Variasi yang terakhir adalah variasi bahsa yang meliputi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan atau ragam tulis, atau juga ragam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya menggunakan surat,telepon atau telegram. 2.2.5. Kode Kode biasanya berbentuk varian bahasayang secara nyata dipakai. berkomunikasi anggota suatu masyarakat bahasa (Poedjosumarmo 1978 dalam Rahardi, 2011: 22). Suwito juga mengemukakan batasan yang tidak terlalu jauh dengan yang disampaikan tadi, yakni bahwa kode adalah salah satu varian di dalam hirarki kebahasaan yang dipakai dalam berkomunikasi (Rahardi, 2001: 22)..

(43) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 27. Kode dapat beralib dari varian yang satu ke varian yang lainnya. Peralihan kode dapat mengarah dari yang paling formal ke kode yang paling informal, dari yang paling hormat ke yang paling tidak hormat, dari kode yang paling lengkap kekode yang paling tidak lengkap, begitupun sebaliknya (Poedjosoemarmo 1978 dalam Rahardi, 2001: 24). 2.2.6 Campur Kode Nababan (1984:32) mengatakan campur kode adalah suatu keadaan berbahasa dimana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak tutur. Dalam campur kode penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu. Dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kodekode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode (Chaer dan Agustina 2010:114). Campur kode bisa terjadi bila penutur mencampurkan dua atau lebih bahasa dalam suatu tindak bahasa tanpa ada sesuatu situasi yang menuntut pencampuran bahasa. Thelander (1976:103 dalam Chaer dan Agustina, 2010:114)) mencoba. menjelaskan perbedaan campur kode dan alih kode, bila di. dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. penjelasan tentang campur kode, bila peristiwa tutur, klausa-klausa.

(44) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 28. maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa atau frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode, bukan alih kode. Menurut Thelander selanjutnya, memang ada kemungkinan terjadinya perkembangan dari campur kode ke alih kode. Perkembangan ini, misalnya dapat dilihat kalau ada usaha untuk mengurangi kehibridan klausa-klausa atau frase-frase yang digunakan, serta memberi fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan keotonomian bahasanya masing-masing. Fasold (1984 dalam Chaer dan Agustina 2010: 115) menawarkan kriteria. gramatika. untuk. membedakan. campur. kode. dan. alih. kode.Seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. Alih kode terjadi apabila satu klausa jelasjelas memiliki struktur gramatika satu bahasa, dan klausa berikunya disusun menurut struktur gramatika bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. 2.2.6.1. Jenis-Jenis Campur Kode Suwito (1983: 76) membedakan campur kode menjadi dua. golongan. Yaitu campur kode ke dalam (inner code mixing) dan campur kode keluar (outer code mixing). Campur kode ke dalam adalah campur kode yang menggunakan bahasa asli, dan campur kode keluar adalah campur kode yang menggunakan bahasa asing. Suwito (1985:79) membedakan campur kode menjadi beberapa macam, antara lain:.

(45) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 1.. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata.. (1). “Bapak tadi rawuh jam berapa?”. (2). “Kemarin kowe datang jam berapa?”. 29. Contoh dari (1) dan (2) sebuah kalimat yang menggunaan campur kode yang berupa penyisipan kata, yaitu penggunaan kata “rawuh” yang diambil dari bahasa Jawa Krama yang berati “datang” dan kata “kowe” yang diambil dari bahasa Jawa Ngoko yang berarti “kamu”. Menurut Tarigan (1985: 19) kata dapat diartikan sebagai satuan bebas yang paling kecil. Kata adalah bentuk bebas yang paling kecil, yaitu kesatuan terkecil yang dapat diucapkan secara berdikari, Bloomfield (1933: 178 dalam Tarigan, 1985: 6). Menurut bentuknya kata dapat dibagi menjadi 4 kategori. Empat kategori itu sebagai berikut.. (1). Kata dasar Kata dasar adalah satuan terkecil yang mendasari pembentukan. kata yang lebih kompleks ( Tarigan, 1985: 19 ). Contohnya adalah “main” dalam kata “bermain”, kata dasar “sandar” memperoleh afiks –an menjadi “sandaran”. (2) Kata berimbuhan Kata berimbuhan yaitu kata yang mengalami perubahan bentuk akibat melekatnya afiks (imbuhan) baik di awal (prefiks), di tengah (infiks), di akhir (sufiks). Prefiks adalah suatu unsur yang diletakkan di.

(46) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 30. depan kata dasar. Infiks adalah morfem diselipkan ditengah kata dasar. Sufuks adalah morfem terikat yang diletakkan di belakang kata dasar. (3) Kata ulang Kata ulang adalah pengulangan satuan gramatik baik seluruhnya maupun sebagian, baik fonem maupun tidak (Ramlan, 1981: 83). Pengulangan kata dapat dibagi menjadi empat, yaitu (1) kata ulang seluruh, yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar, seperti buku-buku, malam-malam, rumah-rumah, dan sebagainya; (2) kata ulang sebagian, yaitu pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya, seperti melambailambai, membaca-baca, bernyanyi-nyanyi;(3) kata ulang berkombinasi dengan afiks yaitu kata ulang dasar yang dikombinasikan dengan afiks seperti, mobil-mobilan,kuda-kudaan; (4) kata ulang perubahan fonem, seperti bolak-balik, gerak-gerik, serba-serbi.. (4). Kata majemuk Ramlan (2009: 76) mengatakan bahwa kata majemuk adalah. gabungan dua kata yang menimbulkan suatu kata baru. Kata yang terjadi gabungan dua kata itu lazim dengan kata majemuk. Misalnya rumah sakit, meja makan, kepala batu, keras hati, panjang tangan, mata kaki, dapat disimpulkan bahwa kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. 2.. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa..

(47) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 31. Penyisipan frasa adalah penyisipan unsur frasa yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah yang masuk ke dalam tuturan yang menggunakan suatu bahasa pokok tertentu. Berikut adalah contoh dari penyisipan unsur-unsur frasa. (1). Dia sudah kadhung tresna sama teman saya.. (2). Saya empun rawuh. Contoh pada nomor (1) kadhung tresna merupakan bahasa Jawa. yang masuk ke dalam bahasa pokok (nasional) yang berarti (terlanjur cinta), dan contoh dari nomor (2) empun rawuh bahasa Jawa yang berarti (sudah datang). (Ramlan, 1987: 151) Frasa ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi klausa. Unsur klausa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi itu merupakan satuan gramatik yang disebut frasa.. 3.. Penyisipan unsur-unsur berwujud ungkapan atau idiom. Ungkapan adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih,. masing-masing anggota memiliki makna yang ada bersama yang lain (Kridalaksana, 2001: 81). Ungkapan dapat berfungsi untuk menghidupkan dan mendorong perkembangan bahasa dan akan menciptakan keindahan bahasa agar tidak membosankan. Berikut adalah contoh penyisipan unsurunsur berwujud ungkapan atau idiom :.

(48) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. (1). 32. Orang Jawa selalu bilang yen wani ojo wedi-wedi, yen wedi ojo wani-wani. Pada contoh nomor (1) yen wani ojo wedi-wedi, yen wedi ojo wani-. wani. Ungkapan yang sering ditekankan oleh orang Jawa ini memiliki arti “kalau berani jangan takut-takut kalau takut jangan berani-berani. Contoh pada nomor (1) ungkapan Jawa di atas, sejalan dengan Kridalaksana (2001: 81). Ungkapan adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota memiliki makna yang ada bersama yang lain. 4.. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Ramlan (1987: 89) mengidentifikasikan klausa sebagai satuan. gramatik yang terdiri dari P (predikat), baik disertai S (subjek), O (objek), Pel (pelengkap), dan K (keterangan). Kelima unsur ini memang tak selalu bersama-sama dalam satu klausa. Terkadang satu klausanya hanya terdiri dari S dan P (1). Kamu saja yang makan, aku wes mangan sego endok. Contoh pada nomor (1) merupakan contoh campur kode berwujud. klausa yang berasal dari bahasa Jawa. Contoh di atas memiliki arti (1) aku sudah makan nasi telur. 2.2.6.2. Faktor-faktor terjadinya campur kode Suwito (1996 dalam Fajar 2012: 19) mengidentifikasi alasan. terjadinya campur kode,yaitu: (a) Ukuran untuk identifikasi peranan adalah sosial, registral, dan edukasional. Campur kode yang terjadi.

(49) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 33. ditunjukkan untuk mengidentifikasi peranan penutur, baik secara sosial, registral, maupun registrasional. Misalnya dalam pemakaian bahasa Jawa, pemilihan variasi bahasa dan cara mengekspresiakan variasi bahasa itu dapat memberikan kesan tertentu baik tentang status sosial ataupun tingkat pendidikan penuturnya, (b) Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa yang digunakan untuk bercampur kode yang akan menempatkan penutur dalam hierarki status sosial dan (c) identifikasi keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan tampak dalam sikap terhadap penutur. Menurut Nababan (1991:32) dalam bukunya “Sosiolingustik” ciri yang menonjol dalam Campur Kode ialah kesantaian atau situasi informal dalam percakpan, jarang terdapat Campur Kode dalam percakapan formal. Kalau terdapat Campur Kode dalam keadaan demikian, itu disebabkan karena tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehingga perlu menggunakan bahasa informal/bahasa asing atau partikel bahasa. Ciri yang menonjol dalam campur kode ialah kesantaian atau situasi nonformal. Penutur yang dihadapkan dengan situasi formal, jarang sekali terjadi campur kode. terjadinya campur kode, karena tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai. Kesimpulan yang dapat diambil ialah, campur kode terjadi karena situasi dan kondisi yang memaksa penutur menggunakan ragam bahasa karena tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai. Campur kode juga biasanya diucapkan secara tidak sengaja oleh penutur, tetapi tidak.

(50) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 34. menutup kemungkinan campur kode diucapkan dengan sengaja. Kejadian ini terjadi karena penutur tidak menemukan bahasa yang tepat untuk mewakilkan pemikirannya. Menurut Nababan (1984:32) Campur Kode dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu : a.. Pembicara ingin memamerkan keterpelajarannya. b.. Penutur dan mitra tutur sedang dalam kesantaian. c.. Tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing.. 2.2.7 Alih Kode Dell Hymes (1975: 103 dalam Rahardi 2001: 20) menyebutkan bahwa alih kode adalah istilah umum untuk menyebut pergantian atau peralihan pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa, atau bahkan beberapa gaya dari suatu ragam. Dia juga menyebut apa yang disebut sebagai alih kode intern (internal code switching), yakni yang terjadi antar bahasa daerah dalam suatu bahasa nasional, antar dialek dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam suatu dialek. Maksud dari alih kode ekstern (external code switching). adalah apabila yang terjadi adalah antara. bahasa asli dengan bahasa asing..

(51) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 35. Suwito (1983) menyebutkan bahwa alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Lebih lanjut dia juga mengatakan bahwa karena dalam suatu kode terdapat banyak varian, seperti varian regional, varian kelas sosial, ragam, gaya, register, maka peristiwa alih kode dapat pula burujud peralihan dari varian yang satu kedalam varian yang lain. Rahardi (2001: 21) menyebutkan bahwa alih kode adalah pemakaian secara bergantian dua bahasa atau mungkin lebih, variasivariasi bahasa dalam bahasa yang sama atau mungkin gaya-gaya bahasanya dalam suatu masyarakat tutur bilingual. 2.2.7.1 Jenis-Jenis Alih Kode Alih kode terdiri dari dua macam yaitu alih kode internal dan alih kode eksternal. Alih kode internal adalah alih kode dari bahasa daerah setempat ke bahasa nasional misalnya bahasa Jawa beralih ke bahasa Indonesia, sedangkam alih kode eksternal adalah alih kode antara bahasa asli dengan bahasa asing, misalnya bahasa Indonesia ke bahasa Inggris (Suwito dalam Aslinda dan Leni, 2007: 86). 2.2.7.2. Faktor faktor terjadinya Alih Kode. Peralihan kode disebabkan oleh adanya stimulus baru, misalnya ketika kita melanjutkan perjalanan dari cipanas ke bandung. Oleh karena kita melihat banyak sayur yang ditanam di sekitar daerah tersebut, maka kita tertarik untuk membicarakannya. Seandainya ketika dalam perjalanan itu, kita berpapasan dengan rombongan bupati, barangkali kita.

(52) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 36. akan membicarakan hal yang behubungan dengan pemerintahan. Peralihan kode boleh juga disebabkan oleh dorongan batin kita, misalnya karena kekecewaan, ketidakpuasan penilaian, tanggapan kita tentang sesuatu, dll (Pateda, 1990: 85-86). Suwito (1985, 72-74) faktor penyebab alih kode antara lain penutur, lawan tutur, hadirnya orang ketiga, pokok pembicaraan, untuk membangkitkan rasa humor, dan sekedar bergengsi. Nababan (1984: 7) menyatakan bahwa unsur-unsur yang menyebabkan alih kode ada beberapa macam, yaitu pemeran serta, topik pembicaraan, situasi, tujuan, dan ragam bahasa. poedjosoemarmo (1985 : 23-26) alih kode terjadi karena kehendak atau suasana hak penutur berubah, ada orang ketiga yang hadir dalam pembicaraan, suasana pembicaraan berubah, topik pembicaraan berubah, ada pengaruh pembicaraan lain, dan penutur tidak menguasai kode yang tengah dipakai Menurut Rene Appel (1976: 118 dalam Pateda, 1990: 86) peralihan kode dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor situasional yang mempengaruhi peralihan kode. faktor situasional yang mempengaruhi peralihan kode ialah : (1). Siapa yang berbicara dan pendengar. (2). Pokok pembicaraan. (3). Konteks verbal Berbicara tentang pembicara dan pendengar, selamanya ditentukan. oleh jarak-jarak, di sini maksudnya ialah atribut yang dimiliki seseorang. Misalnya, seorang anak muda tidak akan memperbincangkan hal-hal.

(53) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 37. yang kurang senonoh kalu berhadapan dengan seorang yang bergelar (Pateda, 1990: 87-88). Peralihan kode dipengaruhi pula oleh pokok pembicaraan. Pokok pembicaraan biasanya bersifat : (1). Formal. Seseorang yang dihadapkan dengan situasi formal, pasti akan menggunakan bahasa formal. Seseorang itu akan menyesuaikan bahasanya dengan situasi yang ada, contohnya ketika bahasa yang digunakan seseorang yang sedang pidato kenegaraan. (2). Informal. Seseorang yang dihadapkan dengan situasi informal, pasti akan. menggunakan bahasa informal atau bahasa yang tidak formal, contohnya ketika seseorang melakukan pidato, orang itu akan menggunakan bahasa formal. Perubahan bahasa akan terlihat ketika orang yang berpidato turun mimbar dan dihadapkan dengan situasi informal, situasi dari formal ke informal akan merubah bahasa yang digunakan. Pokok pembicaraan tercermin pada konteks verbal. Sehubungan dengan konteks verbal, ada dua aspek yang perlu diperhatikan. Kedua aspek itu ialah: (3). Bahasa orang yang ikut dalam pembicaraan. Situasi ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, contohnya. ketika ada dua orang Jawa berbincang-bincang menggunakan bahasa Jawa, tiba-tiba datang orang ketiga dari suku lain masuk dalam pokok.

(54) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 38. pembicaraan, lalu perbincangan berubah menjadi bahasa Indonesia. Situasi peralihan kode ini terjadi karena orang yang dari suku lain masuk dalam perbincacngan dua orang suku Jawa yang berbincang-bincang menggunakan bahasa Jawa, secara sadar peralihan kode terjadi dalam situasi ini, dan situasi ini sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. (4). Bahasa dalam pembicaraan. Situasi ini juga sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari,. contohnya dalam situasi tawar-menawar di pasar. A sebagai pedagang dan B sebagai pembeli, mereka menggunakan bahasa Indonesia dalam tawar-menawar, tidak sengaja A menggunakan bahasa Jawa dalam tawarmenawar, karena B mengerti bahasa Jawa, B juga menawar dengan menggunkan bahasa Jawa. Situasi peralihan kode ini terjadi untuk mendapatkan keuntungan dilakukan B, karena B tau A bisa menggunakan bahasa Jawa, B beralih kode menjadi bahasa Jawa dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari A. Fishman (1976: 15 dalam Chaer dan Agustina, 2010: 108) mengatakan bahwa penyebab terjadinya alih kode yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa. Dalam berbagai kepustakaan linguistik secara umum penyebab alih kode itu antara lain : 1.. Pembicara atau penutur. Seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode. untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat dari tindakannya itu..

Referensi

Dokumen terkait

Peristiwa tutur yang terjadi di lingkungan Nuris juga dapat menimbulkan adanya bentuk campur kode berbentuk klausa dengan unsur bahasa Indonesia terhadap bahasa

Peristiwa tutur data 4 di atas dilatari oleh konteks tuturan bahasa Sunda antara suami istri yang tengah mengobrol dengan menggunakan bahasa Sunda. Konteks ini mempengaruhi

Di dalam teknik simak libat cakap, peneliti ikut berpartisipasi dalam peristiwa tutur dan merekam tuturan tersebut dalam sebuah alat perekam yang disembunyikan

Abstrak: Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah (1) untuk mendeskripsi bentuk campur kode yang berupa kata, frasa, pengulangan kata, baster dan klausa dalam tuturan

Thelander (1976) mencoba menjelaskan campur kode, menurutnya, apabila dalam suatu peristiwa tutur, klausa klausa maupun frasa frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan

Data primer dimaksudkan sebagai data yang didapat dari berbagai peristiwa atau adegan tutur yang terdapat di pasar Songgolangit pada kegiatan transaksi Jual beli

Campur kode berbentuk frasa yang digunakan dalam tuturan pada Gelar Wicara Hitam Putih berupa penyisipan frasa bahasa Inggris, Arab, dan Betawi ke dalam

Data CK/06/15042021 diatas merupakan tindak komunikasi yang mengalami peristiwa campur kode yang terjadi pada tuturan mitra tutur siswa kelas XI saat menjawab pertanyaan dari penutur