• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKAIAN ALIH KODE DAN CAMPUR KODE BAHASA JAWA DI PASAR ELPABES PROLIMAN BALAPAN SURAKARTA (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMAKAIAN ALIH KODE DAN CAMPUR KODE BAHASA JAWA DI PASAR ELPABES PROLIMAN BALAPAN SURAKARTA (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PEMAKAIAN ALIH KODE DAN CAMPUR KODE

BAHASA JAWA DI PASAR ELPABES PROLIMAN

BALAPAN SURAKARTA

(Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Disusun Oleh

SUKMAWAN WISNU PRADANTA C0107048

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PEMAKAIAN ALIH KODE DAN CAMPUR KODE

BAHASA JAWA DI PASAR ELPABES PROLIMAN

BALAPAN SURAKARTA

(Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Disusun Oleh

SUKMAWAN WISNU PRADANTA C0107048

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

(3)

commit to user

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(5)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Sukmawan Wisnu Pradanta Nim : C0107048

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Pemakaian Alih Kode

dan Campur Kode Bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta

adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dalam skripsi tersebut.

Surakarta, Desember 2012

Yang membuat pernyataan.

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

Laku lahir lawan laku batin yen sampun gumolong, janma guna utama arane, dene sampun amengku mengkoni,

kang cinipta dadi, kang sinedya rawuh.

(Anonim)

Perbuatan lahir dan batin, kalau sudah menyatu, manusia utama namanya, bila sudah mempunyai keduanya,

yang dicipta akan menjadi, yang diharapkan akan datang.

(7)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

 Ibuku yang tercinta dan keluarga besar Kartosuhardjo atas doanya,

semangat dan restunya.

 Adikku Anggar Prihatin Bayu Pradanta.

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala pemberian nikmat, keberuntungan, pembelajaran dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemakaian Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik), dengan baik dan lancar.

Proses penyusunan skripsi ini terselesaikan dengan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Supardjo, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk mengerjakan skripsi ini.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum. selaku sekretaris Jurusan Sastra Daerah serta sebagai pembimbing II yang senantiasa menasihati, mengarahkan serta memberikan dorongan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. Sujono, M.Hum. selaku pembimbing I yang telah membimbing, memberikan saran dan nasihat dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Drs.Imam Sutardjo, M.Hum. selaku Pembimbing Akademik yang memberikan nasihat yang positif kepada penulis

(9)

commit to user

viii

7. Kepala dan staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa serta Perpustakaan Universitas Sebelas Maret yang telah menyediakan berbagai referensi.

8. Ibu dan bapak tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayangnya serta senantiasa mendoakan penulis.

9. Seluruh keluarga besar Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta yang telah mengizinkan dan memberi informasi dalam penelitian ini.

10. Jamaah Maiyah, Teman-teman Supporter Persis Solo (Pasoepati). Sahabat-sahabat penulis: Mas Do, Mbak Wulan, Iffa, Ucup, Rosita, Bangun, Adit, Tino, Guntur, Faat, Alfath dan dik Seba atas bantuannya yang luar biasa. Serta kawan-kawan Sastra Daerah angkatan 2007, 2008, 2009, 2010.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga hal yang sedikit ini dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi semua pembaca.

Surakarta, Desember 2012

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ix

DAFTAR ISI

JUDUL ... i PERSETUJUAN ... i PENGESAHAN ... iii PERNYATAAN ... iv MOTTO ... v PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... xii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 6

C. Perumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Pengertian Sosiolinguistik ... 10

B. Hakikat Kedwibahasaan, Bilingualisme dan Diglosia ... 12

C. Masyarakat Bahasa ... 13

D. Tingkat Tutur ... 13

(11)

commit to user

x

F. Alih Kode ... 15

G. Campur Kode……….. 19

H. Komponen Tutur………. 21

I. Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta……… 23

J. Kerangka Berpikir ... 26

BAB III METODE PENELITIAN……….. 27

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Lokasi Penelitian ... 28

C. Data dan Sumber Data ... 28

D. Alat Penelitian ... 29

E. Populasi dan Sampel ... 29

F. Metode Pengumpulan Data ... 30

G. Metode dan Teknik Analisis Data ... 31

H. Penyajian Hasil Analisis Data ... 36

BAB IV ANALISIS DATA ... 37

A. Bentuk, Fungsi dan Faktor yang Melatarbelakangi Pemakaian Alih Kode di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta ... 37

1. Bentuk Alih Kode ... 37

2. Fungsi Alih Kode ... 43

3. Faktor Alih Kode... 50

B. Bentuk, Fungsi dan Faktor yang Melatarbelakangi Pemakaian Campur Kode di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta ... 59

1. Bentuk Campur Kode ... 59

2. Fungsi Campur Kode ... 74

3. Faktor Campur Kode ... 83

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user xi BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 89 B. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN ... 93

(13)

commit to user

xii

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

A. Daftar Singkatan

AK : Alih Kode

BI : Bahasa Indonesia

BJ : Bahasa Jawa

BJRK : Bahasa Jawa Ragam Krama

BJRN : Bahasa Jawa Ragam Ngoko

BUL : Bagi Unsur Langsung

CK : Campur Kode

ELPABES : Elektronik Pakaian dan Barang Bekas

MC : Mixing Code

O1 : Penutur

O2 : Mitra Tutur

O3 : Penutur ketiga

PEMKOT : Pemerintah Kota

PNS : Pegawai Negeri Sipil

POLTABES : Kepolisian Kota Besar

PUP : Pilah Unsur Tertentu

RT : Rukun Tetangga

RW : Rukun Warga

SC : Swifting Code

SBLC : Simak Bebas Libat Cakap

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

SPEAKING : Setting, Participant, End, Action, Key, Instrument, Norm,

Genre

SWT : Subhanahu Wa’ Taala

YME : Yang Maha Esa

B. Daftar Tanda

Cetak miring : Menandakan data

Cetak tebal miring : Menandakan data yang dianalisis

(…) : Menandakan keterangan

‘…’ : Menandakan makna atau glos satuan lingual

… : Menandakan kesenyapan atau jeda

/ : Garis miring sebagai tanda pemisah dan

(15)

commit to user

xiv

ABSTRAK

Sukmawan Wisnu Pradanta. C0107048. 2012. Pemakaian Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) bagimanakah bentuk AK dan CK di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta? (2) bagaimanakah fungsi AK dan CK di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta? (3) faktor apa sajakah yang melatarbelakangi pemakaian AK dan CK di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta?

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk AK dan CK. (2) menjelaskan fungsi AK dan CK. (3) menjelaskan faktor yang melatarbelakangi pemakaian AK dan CK yang terjadi di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta. Sumber data penelitian ini berasal dari informan. Informan dipilih berdasarkan penutur yang berperan di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan tuturan. Dalam hal ini sampel berupa tuturan bahasa Jawa yang terdapat AK dan CK bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta. Metode pengambilan data dengan metode simak. Sedangkan, metode analisis data menggunakan metode agih dan padan.

Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bentuk AK di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta adalah (1) AK dari BJRN ke dalam BI, (2) AK dari BJRK ke dalam BI, (3) AK dari BJRN ke dalam BJRK. Kemudian fungsi pemakaian AK ditemukan sebagai berikut: (1) lebih persuasif membujuk atau menyuruh mitra tutur (O2), (2) lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur, (3) lebih komunikatif untuk menjelaskan, (4) lebih prestis, (5) menimbulkan rasa simpatik. Faktor yang melatarbelakangi pemakaian AK yang ditemukan sebagai berikut: (1) penutur (O1), (2) pokok pembicaraan, (3) untuk membangkitkan rasa humor, (4) untuk sekedar bergengsi. CK yang terjadi di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta dibagi menjadi 6 bentuk menurut struktur kebahasaan yang terlibat di dalamnya sebagai berikut: (1) CK berwujud penyisipan kata dasar, (2) CK berwujud penyisipan kata jadian, (3) CK berwujud penyisipan frasa, (4) CK berwujud penyisipan perulangan kata, (5) CK berwujud penyisipan baster, (6) CK berwujud penyisipan klausa. Sedangkan fungsi CK yang ditemukan ada 4 yaitu (1) lebih argumentatif meyakinkan mita tutur (O2), (2) lebih persuasif menyuruh mitra tutur, (3) menegaskan maksud tertentu, (4) lebih prestis. Kemudian faktor yang melatarbelakangi pemakaian CK ada 3 yang ditemukan yaitu: (1) identifikasi peranan dan peran sosial penutur, (2) prinsip kesopanan dan kesantunan penutur (O1), dan (3) penutur (O1) ingin menafsirkam atau menjelaskan maksud yang diinginkannya.

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

ABSTRACT

Sukmawan Wisnu Pradanta. C0107048. 2012. The use of Javanesse swifting code and mixing code in Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta (a Sociolinguistic study). Skripsi: Javanesse Department Faculty of Letters and Fine Arts of Sebelas Maret University.

The problem statement that would be discussed in this research are; how is the form of SC and MC in Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta? What is the function of those codes? What factors causing the use of those two codes in Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta?.The purpose of this research are; to describe the form of SC and MC, to expand on the function of SC and MC, to explain the factor causing the use of these two kinds of codes in Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta.

The methods we employ in this study is descriptive-qualitative method. The location we choose is Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta. We use the informan as the source in collecting the datas. The informan we choose based on Javanesse native speaker. The population in the study is all the Javanesse words or expressions containing SC and MC in Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta. We do the observation method to collect all the data, meanwhile, we use distributional and equivalent method in analysing the data.

The result of this research can be define that the form of SC in Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta are; (1) SC from Javanesse Ngoko to Indonesian, (2) SC from Javanesse Krama to Indonesian, (3) SC from Javanesse Ngoko to Javanesse Krama. The function of SC are: (1) it is more persuasive to use in asking or command to other person (2nd person), (2) it is more argumentative to use in convincing someone about something, (3) it is more communicative to use in explaining something, (4) it has more prestige value to use, (5) raise more sympathic. The factor causing the use of SC are; (1) the speaker, (1st person), (2) the main point of the discussion, (3) emerge kind of humour or jokes, (4) to be more prestige.

From the research, we divide MC in Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta into 6 form based on the linguistic structure: (1) the form of MC can be insert of root, (2) insert of derivatives, (3) insert of phrase, (4) insert of reduplications, (5) insert of baster, (6) insert of clause. The function of MC are: (1) it is more persuasive to use in asking or command to other person (2nd person), (2) it is more argumentative to use in convincing someone about something, (3) it is more communicative to use in explaining something, (4) it has more prestige value to use. The factor causing the use of MC are: (1) identification the social rule of the speaker, (2) principles of politeness and manners of the speaker (1st person), (3) the speaker interprets or explains something that he/she wants.

(17)

commit to user

xvi

SARIPATHI

Sukmawan Wisnu Pradanta. C0107048. 2012. Pemakaian Alih kode dan Campur kode Bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daèrah Fakultas Sastra lan Sêni Rupa Pawiyatan Luhur Sêbêlas Marêt Surakarta Hadiningrat.

Prakawis ingkang dipuntliti salêbêting panalitèn, inggih punika (1) kados pundi wujudipun alih kode saha campur kode wontên ing Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta? (2) kados pundi pigunanipun alih kode saha campur kode wontên ing Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta. (3) prakawis punapa kemawon ingkang anjalari alih

kode saha campur kode wontên ing Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta. Ancasing

panalitèn inggih punika: (1) ngandharakên wujudipun alih kode saha campur kode (2) ngandharakên pigunanipun alih kode saha campur kode (3) ngandharakên prakawis ingkang anjalari alih kode saha campur kode wontên ing Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta.

Metode ingkang dipun-ginakakên wontên ing panalitèn inggih punika metode deskriptif kualitatif. Panalitèn punika dipunlaksanakakên wontên ing wêwêngkon Pasar

Elpabes Proliman Balapan Surakarta, kanthi milah titik panalitèn ingkang dipunpilih miturut ancasing panalitèn. Sumbêr dhata ing panalitèn punika awujud dhata lisan ingkang awujud wawan rembag basa Jawi ingkang pikantuk saking informan. Populasi ing panalitèn punika awujud sêdaya wawan rêmbag basa Jawi kanthi sêdaya aspekipun ingkang dipun-ginakakên datheng paginem basa Jawi wontên ing dhérah titik panalitèn. Wondéné sampêl ing panalitèn punika awujud wawan rêmbag basa Jawi ingkang angandhut alih kode saha campur kode ingkang sêsulih saking populasi. Pangêmpalaning dhata dipuntindakakên ngginakakên metode sadap. Metode sadap kanthi teknik dasar

rekam kalajêngakên teknik catat. Wondéné metode analisis dhata ingkang

dipun-ginakakên inggih punika metode agih sarta metode padan.

Dudutan ing panalitèn punika wontên tigang prakawis. Ingkang kaping satunggal wujud alih kode saha campur kode basa Jawi ingkang dipun-ginakakên wontên ing Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta. Alih kode ingkang pinanggih inggih punika alih

kode ragam ngoko wontên ing salêbêting basa Indonesia, alih kode basa Jawa ragam

krama wontên ing salêbêting basa Indonesia, saha alih kode basa Jawi ragam ngoko wontên ing salêbêting basa Jawi ragam krama. Dene campur kode ingkang pinanggih inggih punika: campur kode wujudipun wanda, campur kode wujudipun wanda dadosan,

campur kode wujudipun frasa, campur kode wujudipun reduplikasi, saha campur kode

wujudipun baster. Ingkang kaping kalih pigunanipun alih kode saha campur kode wontên ing Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta. Pigunanipun alih kode inggih punika langkung persuasif, nênarik kawigatosan utawi nyuwun dhumatêng kanca pirêmbagan, langkung komunikatif sagêd nêrangaken, langkung prestis saha sagêd narik raos kawigatosan. Bilih fungsinipun campur kode inggih punika langkung argumentatif narik kawigatosan kanca pirembagan, langkung persuasif ngaturi kanca pirệmbagan saha langkung mangertosi tegesipun saha langkung prestis. Ingkang kaping tiga, prakawis ingkang anjalari alih kode saha campur kode wontên ing Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta. Prakawis ingkang njalari ngginakakên alih kode inggih punika ingkang ngêndikan, kanca pirêmbagan, sagêd ndadosakên raos guyonan saha sagêd kanggé njagi martabat. Wondénè prakawis ingkang njalari campur kode inggih punika identifikasi drajad, pangkat ingkang ngêndikan, prinsip watak sopan santunipun ingkang ngêndikan saha ingkang ngêndikan kagungan kêpêngin nerangakên maksud ingkang dipunkêrsaakên.

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user PEMAKAIAN ALIH KODE DAN CAMPUR KODE BAHASA

JAWA DI PASAR ELPABES PROLIMAN BALAPAN, SURAKARTA

(SEBUAH TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK) Sukmawan Wisnu Pradanta1

Drs. Sujono, M. Hum2 Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum3

ABSTRAK

2012. Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) bagimanakah bentuk AK dan CK di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta? (2) bagaimanakah fungsi AK dan CK di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta? (3) faktor apa sajakah yang melatarbelakangi pemakaian AK dan CK di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta?

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk AK dan CK. (2) menjelaskan fungsi AK dan CK. (3) menjelaskan faktor yang melatarbelakangi pemakaian AK dan CK yang terjadi di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta. Sumber data penelitian ini berasal dari informan. Informan dipilih berdasarkan penutur yang berperan di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan tuturan. Dalam hal ini sampel berupa tuturan bahasa Jawa yang terdapat AK dan CK bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta. Metode pengambilan data dengan metode simak. Sedangkan, metode analisis data menggunakan metode agih dan padan.

1

Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah Dengan NIM C0107048 2

Dosen Pembimbing I 3 Dosen Pembimbing II

Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bentuk AK di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta adalah (1) AK dari BJRN ke dalam BI, (2) AK dari BJRK ke dalam BI, (3) AK dari BJRN ke dalam BJRK. Kemudian fungsi pemakaian AK ditemukan sebagai berikut: (1) lebih persuasif membujuk atau menyuruh mitra tutur (O2), (2) lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur, (3) lebih komunikatif untuk menjelaskan, (4) lebih prestis, (5) menimbulkan rasa simpatik. Faktor yang melatarbelakangi pemakaian AK yang ditemukan sebagai berikut: (1) penutur (O1), (2) pokok pembicaraan, (3) untuk membangkitkan rasa humor, (4) untuk sekedar bergengsi. CK yang terjadi di Pasar Elpabes Proliman Balapan, Surakarta dibagi menjadi 6 bentuk menurut struktur kebahasaan yang terlibat di dalamnya sebagai berikut: (1) CK berwujud penyisipan kata dasar, (2) CK berwujud penyisipan kata jadian, (3) CK berwujud penyisipan frasa, (4) CK berwujud penyisipan perulangan kata, (5) CK berwujud penyisipan baster, (6) CK berwujud penyisipan klausa. Sedangkan fungsi CK yang ditemukan ada 4 yaitu (1) lebih argumentatif meyakinkan mita tutur (O2), (2) lebih persuasif menyuruh mitra tutur, (3) menegaskan maksud tertentu, (4) lebih prestis. Kemudian faktor yang melatarbelakangi pemakaian CK ada 3 yang ditemukan yaitu: (1) identifikasi peranan dan peran sosial penutur, (2) prinsip kesopanan dan kesantunan penutur (O1), dan (3) penutur (O1) ingin menafsirkam atau menjelaskan maksud yang diinginkannya.

(19)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah alat komunikasi antar masyarakat. Dengan bahasa masyarakat akan dapat menuangkan pikiran dan perasaannya dengan orang lain. dengan bahasa pula dia dapat menyampaikan informasi atau pengetahuan terhadap orang lain (Gusneti, 2007: 62).

Sebagai alat interaksi dan alat komunikasi, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal, kajian secara internal, artinya pengkajian bahasa itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, seperti struktur fonologi, struktur morfologi, struktur sintaksis. Kajian secara internal, berarti kajian bahasa dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada di luar kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 1).

Penelitian bahasa dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan bahasa termasuk dalam kajian sosiolinguistik.

Sosiolinguistik mempelajari bahasa dan hubungannya dengan masyarakat, dapat dan sering menggunakan hasil-hasil kajian masyarakat seperti sosiologi, antropologi, politik, agama, ekonomi, dan sebagainya untuk menerangkan masalah-masalah bahasa dalam suatu masyarakat (Khaidir Anwar, 1990: 19).

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Masalah utama yang dibahas oleh sosiolinguistik menurut Nababan(1993: 3) ialah:

(1) mengkaji bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan;

(2) menghubungkan faktor-faktor kebahasaan, ciri-ciri, dan ragam bahasa dengan situasi serta faktor-faktor sosial dan budaya;

(3) mengkaji fungsi-fungsi sosial dan penggunaan bahasa dalam masyarakat. Salah satu fenomena sosiolinguistik yang terjadi di masyarakat adalah tentang alih kode dan campur kode.Alih kode dan campur kode timbul akibat dari penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Hal ini hanya terjadi dalam masyarakat multilingual yaitu masyarakat yang menggunakan dua bahasa atau lebih.

Penelitian ini dilakukan di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta. Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta sebagai salah satu pasar tradisional yang masih bertahan keberadaannya. Dinamakan pasar Elpabes karena merupakan akronim dari kata Elektronik, Pakaian dan Barang Bekas. Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta terletak di Jalan Sabang Pasar Legi atau tepatnya berada di proliman sebelah barat Monumen 45 Banjarsari Surakarta.

Peneliti tertarik untuk mengkaji pemakaian alih kode dan campur kode bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta. Alasannya adalah:

1. Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta merupakan pasar yang menjual berbagai peralatan elektronik, onderdil sepeda, dan pakaian bekas.

2. Penjual maupun pembeli mayoritas laki-laki dan berasal dari berbagai daerah.

3. Penutur di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta menguasai pemakaian bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia

(21)

commit to user

4. Keseharian masyarakat bahasa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta menggunakan lebih dari satu bahasa, sehingga dimungkinkan munculnya alih kode dan campur kode

Contoh pemakaian alih kode dan campur kode bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta :

Data 1

O1 : “Selamat siang, Pak. Nuwun sewu. Radi ngganggu sekedhap,

menapa saged pinanggih Lurahipun Pasar?”

„Selamat siang, Pak. Permisi. Maaf mengganggu sebentar,

apakah bisa bertemu Lurahnya Pasar?‟ O2 : “Sekedhap Mas, mangga lenggah rumiyin!”

„Sebentar Mas, mari duduk dulu!‟

Berdasarkan contoh data (1), alih kode terdapat pada tuturan O1. Pada awalnya O1 menggunakan bahasa Indonesia „selamat siang,

Pak, kemudian beralih menjadi bahasa Jawa ragam krama. Fungsi dari alih

kode tersebut adalah penutur (O1) menyesuaikan tuturan dengan situasi dan tempat saat tuturan berlangsung, yaitu suasana formal karena mitra tutur adalah Kepala Pasar atau Lurah Pasar dan bertempat di kantor.

Data di atas menandakan bahwa perkembangan zaman memaksa masyarakat bahasa untuk tidak hanya menguasai satu atau dua bahasa saja. Terutama pada masyarakat Jawa yang tidak hanya menguasai bahasa Jawa dan bahasa Indonesia saja. Selain itu ada bahasa Inggris, Arab yang diajarkan sejak usia dini. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman bahasa

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

yang terjadi di masyarakat. Hal ini menunjukkan adanya hierarkhi kebahasaan yang dimulai dari “bahasa” sebagai level yang paling atas disusul dengan kode yang terdiri dari varian-varian dan ragam-ragam, serta gaya dan register sebagai sub-sub kodenya (Suwito, 1983:68).

Penelitian Sosiolinguistik sebelumnya, yang terkait dengan alih kode dan campur kode, adalah sebagai berikut.

Skripsi yang berjudul “Penggunaan Bahasa Jawa Oleh Tukang Becak di

Stasiun Balapan Surakarta”oleh Hario Wicaksono (2011). Hasil penelitian ini

adalah bentuk bahasa Jawa oleh tukang becak di Stasiun Balapan Surakarta meliputi tingkat tutur, alih kode, dan campur kode. Penggunaan bahasa Jawa oleh tukang becak di Stasiun Balapan Surakarta memiliki karakteristik sendiri. Karakteristik itu berkenaan dengan tingkat tutur madya yang ditemukan. Penggunaan tingkat tutur madya tersebut dilatarbelakangi oleh status sosial tukang becak yang lebih rendah daripada penumpang serta tukang becak menghargai penumpang, tetapi karena tukang becak mayoritas lebih tua dari penumpang. Serta faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan bahasa Jawa oleh tukang becak di Stasiun Balapan Surakarta, ditemukannya 8 komponen tutur untuk mengetahui peristiwa tutur, yaitu (1) setting and Scene, (2) participant, (3) ends, (4) act

sequence, (5) key, (6) instrumentalis, (7) norm, dan (8) genres.

Skripsi, “Alih Kode dan Campur Kode dalam Cerbung Dolanan Geni

karya Suwandi Endraswara”oleh Etik Yuliati (2010), skripsi ini berisi tentang

klasifikasi bentuk alih kode dan campur kode dalam cerbung Dolanan Geni karya Suwandi Endraswara. Bentuk alih kode yang ditemukan adalah dari BJRN ke dalam BJRK, dari BI ke dalam BJ, dari BJ ke dalam BI, dari BJRK ke BJRN.

(23)

commit to user

Sedangkan bentuk campur kode yang ditemukan dari kata, frasa, baster, perulangan kata, ungkapan/idiom, dan klausa. Ditemukannya 5 fungsi alih kode yaitu (1) membangkitkan rasa humor, (2) menghormati mitra tutur, (3) pada saat berganti suasana atau dalam suasana berbeda dari awal tuturan berlangsung, (4) untuk bergengsi, (5) menyeimbangkan bahasa dengan mitra tutur. Ada 7 fungsi campur kode yang ditemukan dalam cerbung Dolanan Geni yaitu (1) menghormati mitra tutur, (2) memudahkan jalannya komunikasi antara penutur dan mitra tutur jika kesulitan mencari padanan dalam bahasa jawa, (3) menunjukkan keakraban, (4) bercanda, (5) meluapkan perasaan gembira, (6) menunjukkan rasa syukur, dan (7) mempermudah menyampaikan maksud penutur kepada mitra tutur.

Skripsi Rosita Vinansis yang berjudul“Alih Kode dan Campur Kode

bahasa Jawa Dalam Rapat Ibu-Ibu PKK di Kepatihan Kulon Surakarta” pada

tahun 2011, hasil analisis dari skripsi ini adalah ditemukannya 4 bentuk alih kode yaitu: (1) AK dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Indonesia, (2) AK bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Indonesia, (3) AK dari bahasa Jawa ragam krama ke ragam ngoko, (4) AK dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa jawa ragam krama. Faktor yang melatarbelakangi alih kode dalam rapat ibu-ibu PKK di keluahan Kepatihan Kulon adalah: (1) prinsip kesopanan dan kesantunan, (2) penutur ingin mengimbangi bahasa yang digunakan mitra tuturnya (O2), (3) perubahan mitra tutur (O2) dalam tuturan, (4) hadirnya orang ketiga (O3), (5) topik yang dibicarakan. Fungsi alih kode: (1) lebih persuasif terhadap mitra tutur, (2) lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur, (3) lebih komunikatif untuk meminta tolong, (4) lebih komunikatif untuk menjelaskan, (5) lebih prestis,

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

(6) membangkitkan rasa simpatik. Untuk bentuk campur kode yang ditemukan (1) CK berwujud penyisipan kata dasar, (2) CK berwujud penyisipan kata jadian, (3) CK berwujud penyisipan perulangan kata, (4) CK berwujud penyisipan frasa. Sedangkan faktor yang melatarbelakangi campur kode adalah (1) peran sosial penutur, (2) prinsip kesopanan dan kesantunan penutur, (30 penutur (O1) ingin menafsirkan maksud yang diinginkannya. Untuk fungsi campur kode yang ditemukan dalam rapat ibu-ibu PKK di Kelurahan Kepatihan Kulon Surakarta adalah : (1) lebih argumentatif terhadap (O2), (2) lebih persuasif membujuk dan menyuruh mitra tutur (O2), (3) lebih komunikatif menyampaikan informasi, (4) lebih komunikatif karena singkat, (5) lebih prestis.

Berdasarkan penelitian tersebut, menunjukkan bahwa penelitian tentang pemakaian alih kode dan campur kode yang terdapat di pasar Elpabes (Elektronik, Pakaian dan Barang Bekas) Proliman Balapan Surakarta belum pernah dilakukan. Oleh karena itu peneliti akan meneliti Pemakaian Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik).

B. Pembatasan Masalah

Penelitian mengenai pemakaian bahasa Jawa oleh masyarakat Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta ini terdapat beberapa masalah, seperti: bentuk bahasa, ragam bahasa, tingkat tutur, alih kode dan campur kode, kedwibahasaan yang terdapat dalam bahasa, dan faktor penentu penggunaan ragam bahasa.

(25)

commit to user

Untuk memudahkan pembahasan masalah dan untuk mengarahkan agar penelitian ini tidak lepas dari sasarannya, maka permasalahan dibatasi hanya pada bentuk alih kode dan campur kode, fungsi alih kode dan campur kode, serta faktor yang melatarbelakangi pemakaian alih kode dan campur kode bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta.

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta?

2. Bagaimanakah fungsi alih kode dan campur kode di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta?

3. Faktor apa sajakah yang melatarbelakangi pemakaian alih kode dan campur kode di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta?

D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mendeskripsikan bentuk alih kode dan campur kode yang terjadi di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta,

2. menjelaskan fungsi alih kode dan campur kode yang terjadi di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta, dan

3. menjelaskan faktor yang melatarbelakangi pemakaian alih kode dan campur kode yang terjadi di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta.

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

E. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik manfaat teoretis maupun manfaat praktis.

Manfaat teoretis, penelitian ini diharapkan mampu menambah dan memperkaya teori sosiolinguistik, khususnya alih kode dan campur kode bahasa Jawa di pasar tradisional wilayah Surakarta.

Secara praktis manfaat penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan bahan pertimbangan ke arah usaha pembelajaran pemakaian bahasa Jawa.

2. Dapat menambah perbendaharaan penelitian linguistik, khususnya linguistik bahasa Jawa.

3. Bisa digunakan sebagai alternatif model penelitian sosiolinguistik selanjutnya.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan ini meliputi lima bab yaitu sebagai berikut

Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori, yang meliputi pengertian sosiolinguistik, hakikat kedwibahasaan, bilingualisme dan diglosia, masyarakat bahasa, tingkat tutur, kode, alih kode, campur kode, komponen tutur, Pasar Elpabes Proliman Banjarsari Surakarta, dan kerangka pikir.

(27)

commit to user

Bab III Metode Penelitian, yang meliputi, jenis penelitian, lokasi penelitian, data dan sumber data, alat penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis data, metode penyajian hasil analisis data, serta jadwal penelitian.

Bab IV Analisis Data dan Pembahasan, mengenai wujud campur kode, alih kode, faktor yang melatarbelakangi alih kode dan campur kode, serta fungsi alih kode dan campur kode di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta.

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Sosiolinguistik

Appel (dalam Suwito, 1983: 2) mengatakan, sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi konkret.

Ditinjau dari segi nama, sosiolingistik menyangkut sosiologi dan linguistik dan keduanya berkaitan erat. Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua unsur: sosio- dan linguistik. Berdasarkan pendapat dari Nababan, sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat (1993: 2).

Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur (Abdul Chaer dan Leoni Agustina, 2004: 2).

Ilmu sosiolinguistik bukan saja menyoroti masalah bahasa dalam suatu masyarakat melainkan bahasa dengan perilaku sosial. Dalam pandangan sosiolinguistik bahasa dipandang sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta bagian kebudayaan masyarakat, antar bahasa dengan budaya dan masyarakat penuturnya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya atau tidak dapat berdiri sendiri.

(29)

commit to user

Yang berkaitan dengan sosiolinguistik, dalam konfrensi sosiolinguistik berpendapat bahwa, masalah-masalah yang dikaji atau dibahas dalam sosiolinguistik adalah :

a. Identitas sosial dari penutur

b. Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, c. Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi,

d. Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial,

e. Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran,

f. Tingkatan variasi dan ragam linguistik

g. Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan dan masyarakat, dan bahasa itu tidak dapat berdiri sendiri, sehingga penelitian-penelitian bahasa itu selalu memperhitungkan faktor-faktor lain diluar bahasa. Faktor-faktor tersebut seperti faktor sosial, misalnya status sosial, umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan sebagainya, sedang faktor situasional, misalnya siapa pembicara, kepada siapa ia berbicara, kapan, di mana, mengenai masalah apa.

Dari beberapa pendapat tersebut, pendapat yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian pemakaian alih kode dan campur kode bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta adalah pendapat Suwito dan Nababan, karena keduanya berpendapat bahwa bahasa itu memiliki hubungan dengan faktor-faktor sosial, serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu.

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

B. Hakikat Kedwibahasaan, Bilingualisme dan Diglosia

Kedwibahasaan artinya kemampuan atau kebiasaan yang dimiliki oleh penutur dalam menggunakan bahasa. Banyak aspek yang berhubungan dengan kajian kedwibahasaan, antara lain aspek sosial, individu, pedagogis, dan psikologi. Di sisi lain, kata kedwibahasaan ini mengandung dua konsep, yaitu kemampuan mempergunakan dua bahasa dan kebiasaan memakai dua bahasa. (Aslinda dan Leni Syafyahya, 2010: 8).

Bilingualisme adalah penggunaan bahasa baik oleh individu maupun oleh kelompok atau bangsa lebih dari satu bangsa; jadi didalamnya diasumsikan aspek-aspek mikro dan makro multilingualisme (Roger T. Bell dalam Abd. Syukur Ibrahim 1995: 254)

Menurut Harimurti Kridalaksana, diglosia adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas variasi-variasi bahasa yang ada. Satu variasi diberi statis “tinggi” dan dipakai untuk penggunaan resmi atau penggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri yang lebih kompleks dan konservatif, variasi lain mempunyai status lebih “rendah” dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan saluran komunikasi lisan (2008: 50).

Jadi hakikat kedwibahasaan, bilingual dan diglosia adalah pemakaian dua bahasa dalam suatu kelompok mayarakat. Orang yang dapat menggunakan dua bahasa itu disebut dengan Dwibahasawan, sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa itu disebut Kedwibahasaan.

(31)

commit to user

C. Masyarakat Bahasa

Suwito (1983: 20) menyebut masyarakat bahasa dengan sebutan masyarakat tutur (Speech Community), yang artinya suatu masyarakat atau sekelompok orang yang mempunyai verbal repertoir yang relatif sama dan mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang dipergunakan di dalam masyarakat itu. Sedangkan menurut Corder dalam Alwasilah (1985: 41) mengatakan, bahwa masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang satu sama lain bisa saling mengerti sewaktu mereka berbicara.

Seperti yang dikatakan Aslinda dan Leny Syafyahya bahwa masyarakat bahasa itu dapat terjadi dalam sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama dan sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan syarat di antara mereka terjadi suatu pengertian (2010: 8).

Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat bahasa itu dapat terjadi karena adanya kontak bahasa dalam sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama dan sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan syarat di antara mereka terjadi saling pengertian atau pemahaman yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasanya.

D. Tingkat Tutur

Menurut Soepomo Poedjosoedarmo pembagian tingkat tutur bahasa Jawa dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat tutur ngoko, tingkat tutur krama dan tingkat tutur madya. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiganya

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

1. Tingkat tutur ngoko adalah tingkat tutur bahasa Jawa yang mencerminkan rasa tidak berjarak antara O1 terhadap O2. Artinya O1 tidak memiliki rasa segan (jiguh pekewuh) terhadap O2. Jadi, buat seorang yang ingin menyatakan keakrabannya terhadap O2. Tingkat tutur ngoko inilah yang seharusnya dipakai.

2. Tingkat tutur krama adalah tingkat tutur yang memancarkan arti penuh sopan santun. Tingkat tutur ini menandakan adanya perasaan segan (pekewuh) O1 terhadap O2, dikarenakan O2 adalah orang yang belum dikenal, berpangkat, priyayi, berwibawa, dan lain-lain.

3. Tingkat tutur madya adalah tingkat tutur menengah atau krama dan ngoko. Ia menunjukkan perasaan sopan secara sedang-sedang saja. Tingkat ini bermula adalah tingkat tutur krama, tetapi dalam proses perkembangannya telah mengalami tiga perkembangan penting. Perkembangan itu adalah proses perkembangan kolokialisasi (informalisasi), penurunan tingkat, dan ruralsasi. Inilah sebabnya bagi kebanyakan orang tingkat tutur madya ini dianggap tingkat tutur yang setengah sopan dan setengah tidak. Adanya anggapan bahwa pengguna madya itu adalah suatu penanda bahwa si pemakai itu orang desa. Madya juga dianggap tingkat tutur yang setengah-setengah (Podjosoedarmo, 1979: 14-16).

Dari ilustrasi yang dikemukakan di atas maka sejalan dengan pendapat Sry Satriya Tjantur W. S, memaparkan mengenai bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu ragam ngoko dan ragam krama. Jika terdapat unggah-ungguh yang lain dapat dipastikan bahwa bentuk-bentuk itu hanya varian dari ragam ngoko atau krama (dalam Rosita, 2011: 14).

(33)

commit to user

Penelitian di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta menggunakan gambaran pembagian tingkat tutur yang dikemukakan Soepomo Podjosoedarmo dan Suwito. Dapat disimpulkan bahwa tingkat tutur atau undha usuk bahasa Jawa dibagi menjadi dua yaitu tingkat tutur ngoko dan tingkat tutur krama.

E. Kode

Istilah kode dimaksudkan untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarkhi kebahasaan. Masing-masing varian merupakan tingkat tertentu dalam hierarkhi kebahasaan dan semuanya termasuk dalam cakupan kode. Sedangkan kode merupakan bagian dari bahasa (Suwito, 1983: 67).

Kode adalah suatu sistem tutur yang penerapannya serta kebahasaannya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan tuturnya dalam situasi tutur yang ada (Poedjosoedarmo dalam Kunjana Rahardi, 2001: 20).

Peneliti berpendapat kode adalah bagian dari bahasa yang penerapannya serta kebahasaannya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan tuturnya dalam situasi tutur yang ada. Maka pendapat dari Suwito dan Podjosoedarmo yang akan dipakai untuk melakukan penelitian di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta.

F. Alih Kode

Alih kode adalah peristiwa mengganti bahasa atau ragam bahasa karena berubah pendengar atau topik, atau tempat berbicara, dan sebagainya (PELLBA 2, 1989: 194). Harimurti Kridalaksana berpendapat bahwa alih kode adalah

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

penggunaan variasi bahasa atau bahasa lain ke dalam suatu bahasa untuk menyesuaikan diri dengan situasi lain atau karena pertisipan lain (2008: 9).

Sedangkan Aslinda dan Leni Syafyahya mengartikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa yang terjadi karena situasi dan terjadi antarbahasa serta antarragam dalam satu bahasa (2010: 85).

1. Bentuk Alih Kode

Menurut Suwito apabila alih kode itu terjadi antar bahasa-bahasa daerah dalam satu bahasa nasional, atau antara dialek-dialek dalam satu bahasa daerah, atau antar beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek, alih kode disebut bersifat intern .Sedangkan apabila yang terjadi adalah antara bahasa asli dengan bahasa asing, maka disebut alih kode ekstern (1983: 69).

2. Fungsi Alih Kode

Suwito mencantumkan bahwa alih kode masing-masing bahasa mendukung fungsi tersendiri secara eksklusif dan peralihan kode terjadi apabila penuturnya merasa bahwa situasinya relefan dengan peralihan kodenya. Dengan demikian alih kode menunjukkan suatu gejala saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan relefansial di dalam pemakaian suatu bahasa atau lebih (1983: 69).

Gusnetti menjelaskan fungsi alih kode menjadi tujuh fungsi komunikatif. Fungsi komunikatif yang dimaksud adalah : 1) interaksi, 2) menimbulkan suasana humor, 3) mengulang, 4) mengutip, 5) menjelaskan, 6) mempertegas, 7) sebagai alat retorik (2007: 66).

Penelitian ini menganalisis megenai fungsi alih kode, fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penggunaan alih kode bahasa Jawa untuk

(35)

commit to user

tujuan tertentu. Fungsi atau tujuan penggunaan alih kode dalam penelitian ini lebih secara kebahasaan dan tidak terlepas dari proses sosio-situasional. Jadi fungsi alih kode adalah (1) lebih persuasif membujuk atau menyuruh mitra tutur (O2), (2) Lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur, (3) Lebih komunikatif untuk menjelaskan, (4) lebih prestis, (5) meimbulkan rasa simpatik.

3. Faktor yang Melatarbelakangi Pemakaian Alih Kode

Suwito menjelaskan alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar bahasa, terutama faktor-faktor yang sifatnya sosio-situasional. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode sebagai berikut.

Dalam masyarakat Jawa faktor-faktor yang melatarbelakangi pemakaian alih kode juga disampaikan oleh Soepomo Poedjosoedarmo, faktor-faktor tersebut adalah (1) situasi bicara, (2) drajad keakraban antara si pembicara dengan lawan bicara, (3) kemantapan hubungan antara si pembicara dengan lawan bicara, (4) masalah yang dibicarakan, (5) penguasaan atas kode yang dipakai, (6) tingkat kesadaran pembicara (1979: 44).

Suwito menjelaskan alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar bahasa, terutama faktor-faktor yang sifatnya sosio-situasional. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode sebagai berikut.

a. Penutur (O1)

Seorang penutur kadang-kadang dengan sadar beralih kode terhadap lawan tuturnya karena suatu maksud. Biasanya usaha tersebut dilakukan dengan tujuan merubah situasi, yaitu dari situasi resmi menjadi tidak resmi dan sebaliknya.

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

b. Lawan tutur (O2)

Setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh lawan tuturnya.

c. Hadirnya penutur ketiga (O3)

Dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama pada umumnya saling berinteraksi dengan bahasa kelompok etniknya. Tetapi bila kemudian hadir orang ketiga dalam pembicaraan itu, dan orang itu berbeda latar kebahasaanya, maka biasanya dua orang pertama beralih ke dalam bahasa yang dikuasai oleh ketiganya.

d. Pokok pembicaraan (topik)

Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang termasuk dominan dalam menentukan terjadinya alih kode.

e. Untuk membangkitkan rasa humor

Alih kode sering dimanfaatkan oleh guru, pimpinan rapat atau pelawak untuk membangkitkan rasa humor.

f. Untuk sekedar bergengsi

Sebagian penutur beralih kode hanya untuk sekedar bergengsi. Hal itu terjadi apabila baik factor situasi, lawan bicara, topik dan faktor-faktor sosio-situasional yang lain sebenarnya tidak mengharuskan dia untuk beralih kode (1983: 72-74).

Peneliti memberikan gambaran faktor yang melatarbelakangi pemakaian alih kode adalah (1) penutur, (2) pokok pembicaraan, (3) Untuk membangkitkan

(37)

commit to user

rasa humor, (4) untuk sekedar bergengsi. Faktor yang melatarbelakangi alih kode dari beberapa pendapat tersebut ternyata juga ditemukan alam tuturan di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta, namun perlu pemahaman lebih lanjut. Faktor yang melatarbelakangi alih kode dalam penelitian ini lebih mengarah pada faktor sosio-situasional.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa alih kode adalah peralihan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain untuk menunjukkan suatu maksud tertentu. Peristiwa bahasa alih kode di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta sering terjadi dikarenakan di dalam masyarakat multilingual hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahasa secara mutlak murni tanpa sedikit pun memanfaatkan bahasa atau unsur bahasa yang lain, baik para pedagang maupun pembeli yang berkunjung.

G. Campur Kode

Campur kode merupakan penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa. Termasuk dalam pemakaian kata, klausa idiom, sapaan dan lain-lain (Kridalaksana dalam Margawati, 2009: 22).

Campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu : tipe yang berlatar belakang pada sikap attitudinal type dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan linguistic type. Campur kode dapat terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara penutur, bentuk bahasa dan fungsi bahasa, artinya penutur yang mempunyai latar belakang sosial tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Pemilihan

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

bentuk campur kode dimaksudkan untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadi dalam masyarakat (Suwito, 1983: 78).

Alih kode dibedakan dari campur kode. Kalau alih kode terjadi karena bersebab, sedangkan campur kode terjadi tanpa sebab. Dalam campur kode dua kode atau lebih digunakan bersama tanpa alasan, dan biasanya terjadi dalam situasi santai (Abdul Chaer, 2007: 69).

1. Bentuk Campur Kode

Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, bentuk campur kode dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain ialah :

1) Penyisipan unsur-unsur yang berujud kata, 2) Penyisipan unsur-unsur yang berujud frasa,

3) Penyisipan unsur-unsur yang berujud bentuk baster, 4) Penyisipan unsur-unsur yang berujud perulangan kata, 5) Penyisipan unsur-unsur yang berujud ungkapan atau idiom,

6) Penyisipan unsur-unsur yang berujud klausa. 2. Fungsi Campur Kode

Dwi Sutana dalam Hario W (2011, 18-19) membagi beberapa fungsi campur kode untuk:

1) Penghormatan,

2) Menegaskan suatu maksud tertentu, 3) Menunjukkan identitas diri,

4) Pengaruh materi pembicaraan.

(39)

commit to user

Menurut Suwito latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dikategorikan menjadi dua tipe yaitu tipe yang berlatar belakang sikap (attitudional type) dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan (linguistic type). Kedua tipe itu saling tergantung dan tidak jarang tumpang tindih (overlap). Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode antara lain (a) identifikasi peranan, (b) identifikasi ragam, dan (c) keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan. Ukuran untuk identifikasi peranan adalah sosial, registral, dan edukasional. Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa dimana seorang penutur melakukan campur kode yang akan menempatkan dia di dalam hierarkhi status sosialnya. Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan nampak karena campur kode juga menandai sikap dan hubungannya terhadap orang lain, dan sikap dan hubungan orang lain terhadapnya (1983: 75).

Dapat disimpulkan bahwa campur kode terjadi jika dalam suatu peristiwa tutur klausa-klausa dan frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri. Campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara penutur, bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya penutur mempunyai latar belakang sosial tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta campur kode digunakan baik oleh pedagang dan pembeli untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadinya di dalam masyarakat.

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

H. Komponen Tutur

Peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi bahasa atau linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan mitra tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, situasi tertentu (Abdul Chaer dan Leoni Agustina, 2004:47). Sebuah percakapan baru bisa disebut peristiwa tutur jika sudah memenuhi delapan komponen syarat, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkai menjadi akronim SPEAKING Dell Hymes (dalam Abdul Chaer, 2007: 63). Kedelapan komponen tutur tersebut adalah :

Setting and scene, setting disini berkenaan dengan waktu dan tempat tutur

berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturannya berbeda dapat menyebabkan penggunaaan variasi bahasa yang berbeda pula.

Participant adalah pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan, bisa pembicara

dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima. Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar.

Ends, yaitu maksud dari hasil percakapan. Suatu peristiwa tutur itu terjadi

pasti ada maksud dari penutur maupun mitra tutur.

Actsequences yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan.

Bentuk pesan mencakup bagaimana topik itu dituturkan sedagkan isi percakapan ini berkaitan dengan persoalan apa yang dikatakan oleh penutur.

Key, menunjuk pada semangat atau cara dalam melakukan percakapan.

Tuturan tersebut akan berbeda antara serius dan santai, resmi dan tidak resmi.

Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan, apakah

(41)

commit to user

lisan, telegraf, telefon, surat dan lain sebagainya. Percakapan secara lisan dapat seperti berbicara, menyanyi, bersiul dan sebagainya.

Norm of interaction and interpretation yaitu yang menunjuk kepada norma

perilaku peserta percakapan yang termasuk didalamnya adalah semua kaidah yang mempunyai peristiwa yang bersifat memerintah. Misalnya bagaimana cara berinterupsi, bertanya, berbicara yang sopan dan sebagainya.

Genres yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang

digunakan. Misalnya jenis penyampaiannya berupa puisi, narasi, dos dan sebagainya.

Kedelapan unsur yang oleh Dell Hymes diakronimkan menjadi SPEAKING itu, dalam formulasi lain dapat dikatakan dalam berkomunikasi lewat bahasa harus diperhatikan faktor-faktor siapa lawan atau mitra bicara kita, tentang topiknya apa, situasinya bagaimana, tujuannya apa, jalurnya apa (lisan atau tulisan), dan ragam bahasa yang digunakan yang mana

Pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan sebagian analisis SPEAKING yaitu setting dan scene untuk mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau psikologis pembicaraan. Participant yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan, Ends yaitu hasil dari percakapan dan Act Sequences yaitu hal yang menunjuk pada bentuk isi percakapan.

I. Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta

Pasar adalah pranata yang mengatur komunikasi dan interaksi antara penjual dan pembeli yang bertujuan untuk mengadakan transaksi-transaksi pertukaran benda dan jasa, dan tempat hasil transaksi dapat disampaikan pada

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

waktu yang akan datang berdasarkan harga yang telah ditentukan (Koentjoroningrat dalam Saputra 2010: 16).

Sedangkan menurut Wiryomartono, diungkap bahwa peken(pasar) di Jawa merupakan kegiatan rutin dimana aktivitas sosial ekonomi terjadi dan berkembang. Pasar di dalam kehidupan urban Jawa menjadi melting

potmasyarakat sekitarnya untuk menukar, menjualbelikan produksi pertanian

maupun industri rumah tangga. Isi dari pasar diperkaya oleh kesempatan-kesempatan atraksi yang bersifat rekreatif sebagai selingan kegiatan rutin, kesempatan bertemu pada hari pasaran merupakan tujuan yang lebuh penting daripada kegiatan ekonomi semata (dalam Ana dan Aliyah, 2007: 14).

Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta Terletak di Jalan Sabang Pasar Legi, atau lebih tepatnya di arah timur Stasiun Solo Balapan, dari Stasiun hanya berjarak 500 meter. Pasar ini berdiri sejak tahun 1979 atau disaat Pasar Legi sedang direnovasi, para pedagang banyak yang membuka kios di Jalan Sabang, yang letaknya tidak jauh dari Pasar Legi, atau tepatnya berada di sebelah utara Pasar Legi.

Dinamakan Elpabes karena Pasar ini dahulu menjadi pusat penjualan Elektronik, Pakaian dan barang Bekas yang disingkat menjadi ELPABES. Pasar Elpabes di Era Pemerintahan Joko Widodo dan FX Hadi Rudyatmo diubah namanya menjadi Pasar Proliman Balapan Surakarta. Pasar ini tidak direlokasi ke Pasar Klitikan Notoharjo karena telah bersertifikat resmi.

Berdasarkarkan pengamatan dilapangan saat penelitian dilaksanakan, ada beberapa jenis barang dagangan, misalnya: pakaian, sepatu, keperluan olah raga, onderdil-onderdil sepeda motor, dan jenis barang lain yang di jual oleh sebagian

(43)

commit to user

kecil pedagang yaitu alat-alat pertanian, alat-alat perbengkelan, bahkan diantaranya termasuk gerobak seperti “hik”.

Pedagang di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta berasal dari masyarakat sekitar Pasar,dan para pendatang. Sedangkan pembelinya berasal dari berbagai macam profesi dan status sosial, seperti PNS, mahasiswa, kolektor barang antik dan masyarakat biasa dikarenakan harga yang murah walaupun dengan kualitas bekas.

Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta merupakan bagian dari pasar tradisional yaitu sebagai tempat bertemunya para pelaku pasar dari berbagai wilayah di sekitar Solo, Boyolali, Sukoharjo, dan Karanganyar sehingga terdapat interaksi bahasa yang beragam dari pelaku pasar.

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

J. Kerangka Berpikir

Kegiatan jual beli di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta

Peristiwa komunikasi lisan antar pedagang dengan pedagang maupun dengan pembeli

Kode bahasa Jawa.

Bentuk alih kode dan campur kode di Pasar

Elpabe Proliman Balapan Surakarta

Fungsi alih kode dan campur kode di Pasar Elpabes proliman Balapan Surakarta

Faktor yang melatarbelakangi pemakaian alih kode

dan campur kode di Pasar Elpabes Proliman Balapan

(45)

commit to user

27

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode dalam penelitian linguistik adalah bagian dari rencana kerja berdasarkan ancangan tertentu. Dengan demikian rencana kerja tersebut merupakan kerangka berfikir atau metode sekaligus teknik penelitian. Istilah teknik dapat diartikan sebagai langkah dalam kegiatan yang terdapat pada kerangka strategi kerja tertentu. Secara lebih khusus teknik itu adalah pengumpulan data dan teknik analisis data (Edi Subroto, 1992: 32).

Metode penelitian ini meliputi hal-hal berikut ini : (A) jenis penelitian, (B) lokasi penelitian, (C) data dan sumber data, (D) alat penelitian, (E) populasi dan sampel, (F) metode pengumpulan data, (G) metode analisis data, (H) penyajian hasil analisis data

A. Jenis Penelitian

Penelitian alih kode dan campur kode bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta bersifat deskriptif kualitatif.

Deskriptif kualitatif yaitu pemerian data yang berupa kata-kata dan bukan angka-angka, yang berusaha memberikan dan menjelaskan berbagai segi kebahasaan yang muncul sebagai fenomena penelitian sehingga apa yang dihasilkan adalah paparan apa adanya (Sudaryanto, 1992: 62).

Deskriptif dalam arti penelitian yang dilakukan semata hanya berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa pemerian bahasa

(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

yang biasa dikatakan sifatnya sebagai potret : paparan seperti nyatanya (Sudaryanto, 1993: 62)

Kualitatif merupakan penelitian yang metode pengkajian atau metode penelitian terhadap suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur statistik (Edi Subroto, 1992: 5).

Oleh karena itu penelitian alih kode dan campur kode bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta mereduksi fenomena bahasa yang digunakan oleh masyarakat pemakai bahasa berupa kata-kata dan bukan angka-angka dan hasil laporannya berupa kata, frasa, kalimat dan bukan angka-angka-angka-angka.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta, karena tempat tersebut masyarakatnya memiliki latar belakang ynag khas yaitu budaya Jawa, serta masih menggunakan bahasa Jawa. Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta dipilih sebagai lokasi penelitian dengan alasan sebagai berikut : (1) terdapat interaksi bahasa karena pasar sebagai tempat berkumpulnya orang, (2) bahasa Jawa yang digunakan di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta masih beragam, (3) pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta merupakan salah satu pasar tradisional yang masih aktif di Surakarta.

C. Data dan Sumber Data

Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam yang harus dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi subroto, 1992: 34). Data dalam penelitian ini berupa data lisan. Data lisan berupa tuturan bahasa

(47)

commit to user

Jawa. Tuturan yang dimaksud adalah: (1) yang mengandung alih kode dan campur kode, (2) berupa kata, frasa maupun kalimat, dan (3) tuturan tersebut wajar dan alami yang digunakan oleh masyarakat Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta. Tuturan yang diambil adalah tuturan yang mengandung alih kode dan campur kode secara wajar dan alami.

Sumber data adalah si penghasil atau pencipta bahasa yang sekaligus tentu saja si penghasil atau pencipta data yang dimaksud biasanya dinamakan nara sumber (Sudaryanto, 1993: 35). Sumber data dalam penelitian ini berasal dari informan. Informan yang dimaksud yaitu pedagang dan pembeli yang terpilih. Kriteria informan yang terpilih yaitu, (1) pedagang dan pembeli, (2) penutur bahasa Jawa, (3) tidak memiliki cacat fisik pada alat ucapnya.

D. Alat Penelitian

Alat penelitian ini meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam penelitian ini adalah penutur di Pasar Elpabes Proliman Balapn Surakarta dan penutur itu sendiri. Dinamakan utama karena alat tersebut yang paling dominan dalam penelitian khususnya dalam pencarian data, adapun alat bantu dalam penelitian ino berupa: alat perekam, tape recorder, alat tulis, buku saku, komputer dan printer, flasdisk, kertas serta buku tulis.

E. Populasi dan Sampel

Populasi adalah objek penelitian (Edi Subroto. 1992: 32). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah semua tuturan di Pasar Elpabes Proliman Balapn Surakarta yang terdapat pada sumber data.

(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian langsung. Sampel hendaknya mewakili atau dianggap mewakili populasi secara keseluruhn (Edi Subroto, 1992: 32). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara selektif dan benar-benar memenuhi kepentingan dan tujuan penelitian berdasarkan data yang ada. Sampel dalam penelitian ini adalah tuturan yang mengandung alih kode dan campur kode yang dapat mewakili populasi.

F. Metode Pengumpulan Data

Metode merupakan cara mendekati, mengamati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena (Harimurti Kridalaksana, 2008: 153). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak (pengamatan/observasi). Metode simak adalah metode pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). Teknik dasar yang dipakai adalah teknik sadap. Penelitian ini dilakukan dengan penyimakan yang dilanjutkan dengan menyadap pemakaian bahasa dari informan, sedangkan teknik lanjutannya yaitu teknik simak bebas libat cakap (SBLC). Teknik simak libat-libat cakap (SLC), rekam dan catat.

Teknik simak bebas libat cakap (SBLC) adalah teknik yang digunakan untuk memperoleh data dengan hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa informan. Peneliti tidak ikut campur dalam pembicaraan baik sebagai pembicara maupun lawan bicara, baik secara bergantian maupun tidak. Peneliti hanya menyimak pembicaraan dari informan yang dipilih.

(49)

commit to user

Teknik simak libat-libat cakap (SLC) adalah teknik yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara peneliti melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi dalam pembicaraan sambil menyimak pembicaraan informan. Peneliti terlibat langsung dalam pembicaraan dan itu menentukan pembentukan dan pemunculan data.

Teknik rekam yaitu merekam pemakaian bahasa lesan yang bersifat spontan, kegiatan merekam ini cenderung dilakukan tanpa sepengetahuan penutur sumber data atau pembicara (Sudaryanto, 1993: 135). Teknik rekam ini dilakukan bersamaan dengan teknik SLBC dan SLC yang digunakan untuk mengabadikan data. Rekaman data yang sudah terkumpul dalam bentuk data tulis dan siklasifikasikan untuk dianalisis.

Teknik catat dilakukan dengan mencatat data kebahsaan atau istilah-istilah yang relevan sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Teknik catat dalam penelitian ini adalah mencatat penggunaan bahasa atau transkripsi penggunaan bahasa lisan menjadi bahasa tulis yang sesuai dengan kenyataan.

G. Metode dan Teknik Analisis Data

Peneliti melakukan beberapa tahapan setelah pengumpulan data, yaitu tahap seleksi data (pemilihan data), tahap klasifikasi data (pemilahan data), dan tahap analisis data. Peneliti menggunakan metode agih dan padan dalam menganalisis data. Setelah data di klasifikasi. yaitu memilah-milah data berdasarkan bentuk, fungsi dan faktor yang melatarbelakangi alih kode dan campur kode bahasa Jawa. Baru dianalisis sesuai permasalahnnya. Analisis data dilakukan dengan memberikan penjelasan mengenai bentuk, faktor yang

Referensi

Dokumen terkait

Menulis syair tembang macapat paling sderhana (pocung) Tugas individu Tes tertulis Tes lisan perbuatan • Pilihan ganda • Isian • Uraian Kurikulum Bahasa Jawa SMA/SMK 2011

Horizontal shores (also known as joists) range from small units 1,8 m, to large members 9,0 m, used to carry much heavier loads, usually manufactured from wood or

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dua masalah, pertama bahasa sebagai instrumen komunikasi yang digunakan anak, dan kedua anak sebagai pengguna dan pemakai

Kebermaknaan ini merupakan tujuan utama dari kurikulum tahun 2013 (K.13) bagi terwujudnya perilaku peserta didik yang menjadi aktif, inovatif, interaktif,

Hasil analisis lanjut menunjukkan remaja yang memilih kebiasaan mengkonsumsi fast food tradisional memiliki resiko sebanyak 1,692 kali lebih tingi terjadinya status gizi

Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) struktur novel Megamendung Kembar (MK); (2) latar belakang sosial budaya ditulisnya novel MK; (3) sosial

Diketahui oleh umum bahwa etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia tersebar di semua wilayah republik Indonesia, tetapi etnis Tionghoa yang tinggal di Jawa Timur