• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ZUHUD DAN MUHAMMADIYAH. zuhud. Dengan demikian zuhhad berarti orang-orang yang tidak ingin,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ZUHUD DAN MUHAMMADIYAH. zuhud. Dengan demikian zuhhad berarti orang-orang yang tidak ingin,"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

15 A. Zuhud

1. Pengertian zuhud

Kata zuhhad adalah bentuk jamak dari zahid. Zahid diambil dari kata zuhud yang artinya tidak ingin, tidak tertarik kepada dunia, kemegahan, harta benda dan pangkat. Zahid berarti orang yang melakukan zuhud. Dengan demikian zuhhad berarti orang-orang yang tidak ingin, tidak tertarik kepada dunia, kemegahan, harta benda dan pangkat.1

Secara harfiah al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian. Hal ini dapat dipahami dari ayat yang berbunyi Al-Taubah ayat 38                                Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan

dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit”. (QS. Al-Taubah:

38)

1Imam Khanafi al-Jauhari, Pokok-pokok Ajaran Tasawuf, (Pekalongan: STAIN Pekalongan press, 2010), hlm 31

(2)

Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa kehidupan dunia yang sekejap ini dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi, sungguh tidak sebanding. Kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan dunia.

Orang yang memiliki pandangan yang demikian tidak akan mau mengorbankan kebahagiaan hidupnya diakhirat hanya karena mengejar duniawi yang sementara. Orang yang demikian akhirnya akan terpelihara dari melakukan hal-hal yang negatif. Ia selalu berbuat yang baik-baik saja.2

Berbicara tentang arti zuhud secara terminologis, maka tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes. Apabila tasawuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan

ihsan, maka zuhud diartikan sebagai suatu stasiun (maqam) menuju

tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepada-Nya. Zuhud merupakan upaya menjauhkan diri dari kenikmatan dunia dan menghindari kenikmatan tersebut meskipun halal, dengan jalan berpuasa yang terkadang pelaksanaannya melebihi ketentuan agama. Yang mana hal tersebut bertujuan untuk memperoleh keuntungan akhirat dan tercapainya tujuan tasawuf, yaitu ridā, bertemu dan ma’rifat kepada Allah Swt.3

2Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm168-170

(3)

Zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes, yaitu sikap hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang Muslim dalam menatap dunia fana’ ini. Dunia dipandang sebagai sarana ibadah dan untuk meraih keridaan Allah, bukan tujuan hidup dan disadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat-sifat mazmumah (tercela).

Secara umum zuhud dapat diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat. Al-Ghazali mengartikan zuhud sebagai sikap mengurangi keterikatan pada dunia untuk kemudian menjauhinya dengan penuh kesadaran.

Zuhud merupakan sikap benci terhadap yang disukainya secara

menyeluruh tanpa terbesit keinginan untuk menikmatinya, agar tercapai hal yang lebih disukai. Karena meninggalkan sesuatu yang disukainya adalah hal yang tidak mungkin, kecuali ada suatu hal yang lebih menarik dari pada hal yang disukainya tersebut. Orang yang tidak menginginkan kenikmatan dunia, dan hanya menginginkan kenikmatan akhirat yang berupa bidadari, istana, sungai,dan buah-buahan surga, maka orang tersebut dapat dikatakan zuhud, akan tetapi tingkatanya masih di bawah zuhud yang pertama. Orang yang sebagian menerima dan sebagian meninggalkan kenikmanatan dunia, seperti orang yang meninggalkan harta, tetapi tidak menolak kemegahan, tidak berlebihan pada makanan, dan berhias dengan perhiasan, maka zuhud orang

(4)

tersebut tidaklah mutlak, zuhud tersebut adalah zuhudnya orang-orang yang bertaubat dan hal tersebut dibenarkan.4

Zuhud menurut nabi dan para sahabatnya, tidak berarti berpaling secara penuh dari hal-hal duniawi, tetapi adalah berarti sikap moderat atau jalan tengah dalam menghadapi segala sesuatu. Manusia dengan kerja untuk mendapatkan segala kebahagiaan akhirat dengan menjalankan perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya. Nabi Muhammad terkenal dengan dengan hidup zuhud dan ia memberikan contoh pertama tentang hidup sederhana, menerima seadanya, menjadikan hidup rohani lebih tinggi daripada hidup kebendaan yang mewah dan mengajak manusia untuk meninggalkan berebut-rebutan kekayaan, dan kesenangan hidup itu tidak abadi, ia mengajak agar kelezatan hidup yang lebih tinggi yaitu hidup sepanjang ajaran pencipta dunia ini.5

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tekanan utama dalam konsep sufi tentang zuhud adalah mengurangi keinginan terhadap kehidupan duniawi, karena kehidupan ini bersifat sementara dan apabila manusia tergoda olehnya, ia akan jauh dari Tuhannya. Dunia ini penuh dengan permaianan dan senda gurau yang dapat menyilaukan pandangan. Dalam sejarahnya memang terdapat ajaran yang ekstrim, yaitu pengertian zuhud yang tadinya terletak di atas dasar keharmonisan dalam kehidupan ini berkembang menjadi ajaran supaya meninggalkan kehidupan duniawi.6

4Imam Ghazali, Ihya‟ Ulumuddin Jilid VIII, terj: Moh Zuhri, dkk… hlm 225 5Imam Khanafi al-Jauhari, Pokok-pokok Ajaran Tasawuf… hlm 32

6Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 117

(5)

Al-Qusyairi mengatakan bahwa diantara para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan zuhud. Sebagian ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah orang yang zuhud di dalam masalah yang haram, karena yang halal adalah sesuatu yang mubah dalam pandangan Allah. Yaitu orang yang diberi nikmat berupa harta yang halal, kemudian ia bersyukur dan meninggalkan dunia itu dengan kesadarannya sendiri. Sebagian ada pula yang mengatakan bahwa zuhud adalah zuhud dalam yang haram sebagai suatu kewajiban.

Ulama berbeda pendapat tersebut diantaranya adalah, menurut Sufyan Ats-Tsauri, yang dimaksud zuhud adalah memperkecil cita-cita, bukan memakan sesuatu yang keras dan bukan pula memakai pakaian yang kusut. Menurut As Sirri, Allah menghilangkan kenikmatan dunia, melarangnya dan mengeluarkannya dari para kekasihnya. Allah SWT tidak rela jika mereka menikmati dunia.7

2. Keutamaan zuhud

Berbicara mengenai keutamaan zuhud, Allah menjelaskan keutamaan zuhud dalam beberapa ayat Al-Qur’an yaitu:

a. Pada surat al-Qashash ayat 79-80

                                          

7Abu Qosim Abdul Karim Huwazin Al-Qusyairi, Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf… Hlm. 154

(6)

                        Artinya:

“Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar".

Sifat zuhud dinisbatkan kepada para ulama dalam ayat tersebut dan orang mempunyai sifat zuhud diberikan sifat berilmu, itu adalah penghabisan pemujian.

b. Pada surat Al-Kahfi ayat 7

                  Artinya

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.

Sebagian ulama mengartikan ayat tersebut: “Siapakah di antara mereka yang terbesar zuhudnya di dunia. Maka Allah memberikan sifat zuhud di antara perbuatan-perbuatan yang terbaik.8

c. Pada surat Ibrahim ayat 3

                           

(7)

Artinya:

(yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.

Allah Ta’ala memberikan sifat untuk orang-orang kafir dengan demikian (yaitu lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat). Maka mafhumnya orang mu’min tentu diberikan sifat dengan kebalikan orang kafir, yaitu lebih menyukai kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia.

3. Tingkatan zuhud

Zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama (terendah), menjauhkan dunia ini agar terhindar dari hukuman di akhirat. Kedua, menjauhi dunia dengan menimbang imbalan di akhirat. Ketiga (tertinggi), mengucilkan dunia bukan karena takut atau berharap, tetapi karena cinta kepada Allah.9

4. Tanda-tanda zuhud

Orang yang melakukan zuhud memilki tanda-tanda seperti meninggalkan dunia dan tidak mengharapkan mendapatkan kenikmatan yang diperoleh orang-orang yang mengejar dunia. Adapun tanda zuhud adalah meninggalkan dunia, dan hidup sebagaimana adanya, serta tidak memamerkan amal-amal ibadahnya kepada orang lain. Mengetahui zuhud itu satu urusan yang sulit, bahkan keadaan zuhud atas orang zuhud itu sulit. Seyogyanya ia berpegangan pada batinnya atas tiga tanda, yaitu:

9

M. Solihin, dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), Hlm 79

(8)

a. Tanda yang pertama, seseorang tidak merasa gembira dengan wujudnya sesuatu dan tidak pula merasa sedih dengan tidak wujudnya sesuatu.

b. Tanda yang kedua, bilamana pada seseorang sama antara orang yang mencelanya dan orang yang memujinya. Yang pertama itu tanda zuhud pada harta. Dan yang kedua tanda zuhud pada kemegahan. c. Tanda yang ketiga, bilamana kesayangan hatinya kepada Allah Ta’ala

dan yang menguatkan pada hatinya adalah manisnya taat kepada Allah Ta’ala. Karena hati itu tidak sepi dari manisnya kecintaan. Adakalanya kecintaan pada dunia, adakalanya kecintaan pada Allah Ta’ala. Keduanya itu berada dalam hati seperti air dan udara dalam gelas. Bilamana air masuk maka udara keluar. Keduanya itu tidak akan berkumpul.10

B. Muhammadiyah

1. Sejarah Muhammadiyah

Pada akhir abad ke-19, Islam modern telah menyerukan untuk kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagai jargon pembaruan pemikiran Islam. Fenomena ini terjadi dihampir sebagian besar Negara yang berpenduduk mayoritas Islam, khususnya di Negara Islam yang tertindas. Secara umum, munculnya gagasan pembaruan ini dilatarbelakangi oleh kondisi internal umat Islam sendiri. Disatu sisi,

(9)

banyak terjadi praktik ibadah yang menyimpang dari ajaran dasar, tetapi disisi lain, muncul tokoh-tokoh Islam yang tercerahkan sebagai akibat pendidikan yang mereka peroleh. Di samping itu, secara eksternal, sebagian besar Negara Islam berada di bawah belenggu penjajah sehingga hampir setiap gerak dan langkah umat Islam dibatasi dan bahkan dilarang. Di tengah-tengah kondisi seperti inilah lahir berbagai gerakan pembaruan yang digelindingkan oleh tokoh-tokoh Islam, di berbagi Negara Islam, termasuk Indonesia. Salah satu gerakan pembaruan yang lahir di bumi Indonesia adalah Persyarikatan Muhammadiyah.11

Dalam kajian tentang suatu organisasi, untuk mengetahui seluk beluknya terlebih dahulu mengetahui tentang pendirinya, karena konsep sebuah organisasi tidak bisa lepas dari gagasan-gagasan para pendahulunya. Ketika berbicara tentang Muhammadiyah sebenarnya juga tidak bisa lepas dari pembicaraan tentang sosok pendirinya yakni K.H. Ahmad Dahlan.12

KHA.Dahlan sebelum mendirikan Muhammadiyah, mengadakan pengadakan pengajian-pengajian dalam kelompok-kelompok orang tua, pemuda dan wanita.KHA. Dahlan juga mengajar murid-murid calon guru, calon-calon bupati dan lain-lain. Pengajian yang dirintis Kiai Dahlan ada pengajian Ihwanul Muslimin, ada yang bernama Tobarotul Qulub, ada yang bernama Fathul Asror wa Miftahussa’adah, ada pengajian Sumarah

11 M. Yunan Yusuf, Ensiklopedi Muhammadiyah, (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2005), hlm 250

12 Mu’arif, Meruwat Muhammadiyah; Kritik Seabad Gerakan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2005), hlm 257

(10)

Ngalah, ada pengajian Sidik Amanah Tabligh Fathonah (SATF), dan lain-lain. Kemudian pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 bertepatan 18 November 1912 semua pengajian itu dilebur dan didirikanlah Muhammadiyah.

Kiai Haji Ahmad Dahlan mempunyai cita-cita untuk:

a. Dengan Muhammadiyah, umat Islam Indonesia dapat mengikuti / mencontoh kepada Nabi Muhammad dalam cara hidup beragama, baik tauhidnya, akhlaknya, ibadahnya, maupun muamalahnya.

b. Dengan Muhammadiyah, hendaknya dapat dipersatukan umat Islam Indonesia dari segala suku.

c. Dengan Muhammadiyah, hendaknya umat Islam Indonesia dapat dijadikan umat Islam yang berani mengorbankan bondho (harta), bahu (tenaga), pikit atau mengorbankan harta bendanya, kekuatannya dan pikirannya untuk kemajuan dan keluhuran agama Islam.

Pelaksanaan perintisan KHA.Dahlan itu dimulai dari pengajian-pengajian, lalu di madrasah dan kemudian diterapkan di masyarakat. Kemudian bertumbuhlah usaha-usaha mulai dari yang kecil-kecil kemudian makin meluas.

Persyarikatan Muhammadiyah itu, oleh Kiai Dahlan dimaksudkan untuk melaksanakan ajaran agama Islam, untuk menyebarluaskan agama Islam dengan berdasar Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Beliau tidak pernah mencela atau menyalah-nyalahkan para Mujtahidin, para „Aimatul

Arba‟ah dan lain-lainnya.Dan tidak pernah menyebut bahwa beliau

(11)

diatas maka Muhammadiyah yang masih berjalan ini mempunyai predikat sebagai Gerakan Islam. Gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar dan sebagai gerakan tajdid.13

Secara umum faktor pendorong kelahiran Muhammadiyah bermula dari beberapa kegelisahan dan keprihatinan sosial religious moral. Kegelisahan sosial ini terjadi disebabkan oleh suasana kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan umat. Kegelisahan religius muncul karena melihat praktik keagamaan yang mekanistik tanpa terlihat kaitannya dengan perilaku sosial dan positif di samping sarat dengan takhayul, bid’ah, dan khurafat. Kegelisahan moral disebabkan oleh kaburnya batas antara baik dan buruk, pantas dan tidak pantas.

Sebagai suatu gerakan Islam, muhammadiyah mendasari gerakannya kepada sumber pokok ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan Sunnah, meskipun tidak anti mazhab. Dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam, Muhammadiyah mengembangkan semangat tajdid dan ijtihad serta menjauhi sikap taqlid. Oleh karena itu, di samping sebagai gerakan sosial keagamaan, gerakan Muhammadiyah juga dikenal sebagai gerakan tajdid.Perkataan “tajdid” pada asalnya berarti pembaruan, inovasi restorasi, modernisasi, dan sebagainya.Hal ini mengandung pengertian bahwa kebangkitan Muhammadiyah dalam usaha memperbarui pengertian kaum Muslimin tentang agamanya, mencerahkan hati dan

13 AR. Fakhruddin, dkk, Akhlak Pemimpin Muhammadiyah, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), hlm 19

(12)

pikirannya dengan jalan mengenalkan kembali ajaran Islam sejati sesuai dengan jalan al-Qur’an dan al-Sunnah.14

Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dituntut untuk selalu mampu membuat langkah-langkah yang ditempuhnya tetap segar, kreatif, inovatif dan responsif mengikuti perkembangan zaman. Dengan kata lain, muhammadiyah diharapkan dapat selalu berdiri dihadapan sejarah, dalam arti selalu berada ditengah-tengah perkembangan masyarakat.

Menurut Alwi Shihab dalam bukunya yang berjudul Membendung Arus, Respons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen

di Indonesia, yang dikutip oleh Masyitoh Chusnan , lebih menekankan

faktor penetrasi Kristten yang melatarbelakangi lahirnya Muhammadiyah di samping sejumlah faktor-faktor lain yang sangat kompleks dan faktor terpentingnya masih tetap diperdebatkan. Dalam perdebatan tersebut menurut Alwi, muncul dua pandangan utama yang pada umumnya diterima. Pandangan pertama, mengatakan bahwa kelahiran Muhammadiyah didorong oleh tersebarnya gagasan pembaruan Islam dari Timur Tengan ke Indonesia pada tahun-tahun pertama abad ke-20. Pandangan kedua, menekankan kenyataan bahwa Muhammadiyah muncul sebagai respon terhadap pertentangan ideologis yang telah berlangsung lama dalam masyarakat Jawa. Meskipun kedua faktor di atas memainkan peran sangat penting, namun terdapat faktor lain yang sama pentingnya yang terabaikan dari pertimbangan analitis para sarjana, yaitu penetrasi

(13)

dalam misi Kristen di negeri ini serta pengaruh besar yang ditimbulkannya. Meskipun oleh para sarjana Indonesia faktor ini dipandang tidak penting, namun harus diakui bahwa faktor ini merupakan yang terpenting dari semua faktor yang telah mendorong KH. A. Dahlan mendirikan organisasi ini pada tahun 1912.15

2. Arti Muhammadiyah

Persyarikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh tahun yang lalu, baik oleh masyarakat internasional, khususnya oleh masyarakat „Alam Islamy‟.Nama Muhammadiyah sudah sangat akrab ditelinga masyarakat umum sekarang ini. Secara bahasa arti Muhammadiyah berasal dari kata bahasa Arab “Muhammad” yaitu nama Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, kemudian mendapatkan “ya’ nisbiyah” yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umat “Muhammad saw” atau “pengikut Muhammad saw”, yaitu semua orang Islam yang mengakui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad saw adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.

Secara istilah kata Muhammadiyah ialah gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah dengan maksud untuk bertafa‟ul (bepengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangannya dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya “Izzul

15Masyitoh Chusnan, Tasawuf Muhammadiyah; Menyelami Spiritual Leadership AR. Fakhruddin… hlm 28-32

(14)

Islam wal Muslimin”, kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita.

3. Maksud dan tujuan Muhammadiyah

Segala hal yang dikerjakan oleh Muhammadiyah, didahului dengan adanya maksud dan tujuan tertentu. Dan dengan maksud dan tujuan itu pula yang akan mengarahkan gerak perjuangan, menentukan besar kecilnya kegiatan sserta macam-macam amal usan Muhammadiyah. Dengan ringkas dan dengan kata lain, bahwa maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah: “Membangun, memelihara dan memegang teguh agama Islam dengan rasa ketaatan melebihi ajaran dan faham-faham lainnya, untuk mendapatkan suatu kehidupan dalam diri, keluarga dan masyarakat yang sungguh adil, makmur, bahagia-sejahtera, aman-sejahtera, lahir dan batin dalam naungan dan ridla Allah SWT.16

4. Perkembangan Muhammadiyah

Dengan iman dan amal shalih Muhammadiyah terus maju dan berkembang ke mana-mana. Tak sedikit halangan dan tantangan, semuanya dihadapi dengan sabar dan tawakal, yang akhirnya membuahkan hasil kebesaran dan keluasan gerakan Muhammadiyah. Sejak dari ujung barat sampai tapal batas paling timur, dari wilayah paling utara maupun selatan Indonesia, telah dimasuki Muhammadiyah. Hal tersebut membuktikan bahwa Muhammadiyah memang bisa diterima oleh masyarakat Indonesia, di samping karena keuletan dan ketekunan

16Musthafa Kamal Pasha, Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis), (Yogyakarta: pustaka Pelajar, 2003), hlm 134

(15)

mubaligh-mubalighnya dalam menyiarkan Islam sesuai dengan faham yang diyakini Muhammadiyah.

Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi:

a. Perkembangan secara vertikal yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap provinsi, daerah-daerah di tiap-tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran di mana-mana.

b. Perkembangan secara horizontal yaitu perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta banyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah, sesuai dengan maksud dan tujuannya. Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yangberkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan.17

Dari sejak Muhammadiyah didirikan oleh KH.Ahmad Dahlan hingga periode sejarahnya yang paling mutakhir, melalui pergantian nasib pasang-surut sejarah dan hilang-bergantinya pimpinan, Nampak nyata bahwa sejarah Muhammadiyah dari waktu ke waktu telah melahirkan putra-putranya yang penuh pengabdian dan keikhlasan.Dari pusat

17Musthafa Kamal Pasha, Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis)… hlm 144

(16)

pimpinan persyarikatan hingga pimpinan cabang dan ranting menunjukkan prestasi yang masing-masing memiliki kelebihan sendiri-sendiri. Periodisasi kepemimpinan Muhammadiyah adalah:

1. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923) 2. Periode KH. Ibrahim (1923-1932)

3. Periode KH. Hisyam (1932-1936) 4. Periode KH. Mas Mansur (1936-1942) 5. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953) 6. Periode A.R. Sutan Mansyur (1952-1959) 7. Periode H.M. Yunus Anis (1959-1968) 8. Periode KH. Ahmad Badawi (1962-1968)

9. Periode KH. Fakih Usman/H.A.R. Fakhrudin (1968-1971) 10. Periode KH. Abdur Razak Fakhruddin (1971-1990) 11. Periode KH. A. Azhar Basyir, MA (1990-1995)

12. Periode Prof. DR. H.M Amien Rais/Prof. DR. H.A. Syafii Maarif (1995-2000)

Dalam perkembangannya, Persyarikatan Muhammadiyah mengalami banyak kemajuan yang dicapai serta semakin menunjukkan peran pentingnya dalam kehidupan beragama, juga aspek-aspek lain di luar agama (ekonomi, sosial, pendidikan, dan sebagainya).

Dengan kondisi Muhammadiyah seperti sekarang ini, semakin memberatkan tugas Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk menjalankan agenda-agenda yang lebih strategis bagi umat Islam ke depan. Jalan terjal

(17)

yang dilalui oleh Persyarikatan Muhammadiyah mulai dari awal berdiri sampai perkembangannya saat ini banyak memberikan pelajaran berharga Persyarikatan dan warganya karena sesuai dengan prinsip kausalitas.18 5. Identitas Gerakan Muhammadiyah

a. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam

Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an. Dan apa yang digerakkan oleh Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang riil dan kongkret. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan dan dinikmati oleh umat sebagai “rahmatan lil‟alamin”. b. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam

Hal ini diakui oleh beberapa pihak yang menyatakan bahwa Muhammadiyah terlihat sebagai pergerakan dakwah yang menekankan pengajaran serta pendalaman nilai-nilai Islam. Dilihat dari salah satu faktor ysng mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA. Dahlan ayat-ayat Al-Qur’an, terutama sekali surat Ali Imran ayat 104. Berdasarkan pada ayat inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar

(18)

perjuangannya, yaitu dakwah Islam, amar makruf nahi munkardengan masyarakat sebagai medan atau kancah perjuangannya.19

c. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid (reformasi)

Makna tajdid dari segi bahasa berarti pembaharuan, dan dari segi istilah tajdid memiliki dua arti, yakni pemurnian dan peningkatan, pengembangan, modernisasi, dan yang semakna dengannya. Tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah.

19Musthafa Kamal Pasha, Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis)… hlm 160

Referensi

Dokumen terkait