BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri
2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (2012) kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau
keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya
tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan
dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang
lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan
diri sendiri.
Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek
kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu
untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya Hakim , (2000). Hal ini
bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala
sesuatu seorang diri. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk
pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa
memiliki kompetensi, yakni mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung
oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri
sendiri.
Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005),
Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada
kemampuannya, karena itu sering menutup diri.
Branden dkk (dalam Walgito, 2000) mengatakan bahwa kepercayaan diri
adalah kepercayaan seseorang yang ada dalam dirinya. Individu yang mempunyai
kepercayaan diri dalam melakukan suatu kegiatan tanpa bertanya pada orang lain
apakah yang dikerjakan itu perlu atau tidak ia akan melakukan kegiatan itu, jika
seseorang mempunyai keyakinan bahwa apa yang akan dikerjakan itu sesuai
dengan apa yang ada dalam dirinya maka hal tersebut bakan dikerjkan tanpa
mempertimbangkan pihak lain.
Kepercayaan diri adalah keyakinan akan kemampuan diri sendiri sehingga
seseorang tidak mudah terpengaruh orang lain. Hal ini diungkapkan oleh Lauster
(dalam Ismayanti 2003). Didukung oleh hakim (2002), pengertian rasa percaya
diri secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu keyakinan seseorang
terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut
membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan dalam
hidupnya.
Penelitian Angelis (2003) mengenai percaya diri berawal dari tekad pada
diri sendiri, untuk melakukan segalanya yang kita inginkan dan kebutuhan dalam
hidup. Percaya diri terbina dari keyakinan diri sendiri, sehingga kita mampu
menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu.
Menurut Jacinta. F. Rini (2005) dari team e-psikologi, pengertian
kepercayaan diri adalah:
mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu
tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias
“sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya
beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki
kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa – karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri
sendiri.”
Berdasarkan pengertian tentang kepercayaan diri yang ada di atas maka
dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin
pada kemampuan diri sendiri yang timbul karena adanya sikap-sikap positif
terhadap kemampuannya sehingga tidak perlu membandingkan dirinya dengan
orang lain guna mencapai tujuan hidupnya tanpa mudah terpengaruh oleh orang
lain.
2.1.2 Ciri-ciri Kepercayaan Diri
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disebutkan
ciri-ciri orang yang memiliki percaya diri yaitu orang-orang yang mandiri, optimis,
aktif, yakin akan kemampuan diri, tidak perlu membandingkan dirinya dengan
orang lain, mampu melaksanakan tugas dengan baik dan bekerja secara efektif,
berani bertindak dan mengambil setiap kesempatan yang dihadapi, mempunyai
pegangan hidup yang kuat, punya rencana terhadap masa depannya, mampu
mengembangkan motivasinya,mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungannya
Seperti telah dikemukakan diatas bahwa didalam uraian ini selain dikemukakan
ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri yang baik maka akan dikemukakan
pula tentang ciri-ciri orang yang kurang memiliki kepercayaan diri sebagai
perbandingan.
Lauster (2012) menyatakan bahwa rendahnya kepercayaan diri pada
seseorang menyebabkan orang menjadi ragu-ragu, pesimis dalam menghadapi
rintangan, kurang tanggung jawab, dan cemas dalam mengungkapkan
pendapat/gagasan.
Menurut Hakim (2002), ciri-ciri individu yang tidak memiliki kepercayaan
diri adalah: (1) mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat
kesulitan tertentu; (2) memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental, fisik
sosial, atau ekonomi; (3) sulit menetralisasi ketegangan di dalam suatu situasi; (4)
gugup dan kadang-kadang berbicara gagap; (5) memiliki latar belakang
pendidikan keluarga kurang baik; (6) memiliki perkembangan yang kurang baik
sejak masa kecil; (7) kurang memiliki kelebihan pada bidang tertentu dan tidak
tahu bagaimana cara mengembangkan dirinya; (8) sering menyendiri dari
kelompok yang dianggapnya lebih dari dirinya; (9) mudah putus asa; (10)
cenderung tergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah; (11) pernah
mengalami trauma; (12) sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah.
2.1.3 Aspek-Aspek Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (Ghufron, 2010) ada beberapa aspek dari kepercayaan
diri sebagai berikut: (1) Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap positif
dilakukanya. (2) Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan
baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemauan. (3)
Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala
sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi
atau menurut dirinya sendiri. (4) Bertanggung jawab yaitu seseorang yang
bersedia untuk menanggung segala sesuatu yang menjadi konsekuensinya. (5)
Rasional dan realistis yaitu analisa tehadap suatu masalah, suatu hal, suatu
kejadian dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal sesuai dengan
kenyataan.
Menurut Lauster (2003) ada 4 aspek kepercayaan diri yaitu (1) Cinta diri.
Orang yang percaya diri, mencintai diri sendiri dan cinta diri ini bukanlah sesuatu
yang dirahasiakannya bagi orang lain. Cinta diri sendiri merupakan perilaku
seseorang untuk memelihara diri.(2) Pemahaman diri. Orang yang percaya diri
tidak hanya merenungi memikirkan perasaan dan perilaku sendiri. Orang yang
percaya diri selalu berusaha ingin tahu bagaimana pendapat orang lain tentang
dirinya. (3) Tujuan hidup yang jelas. Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan
hidupnya, disebabkan punya pikiran yang jelas mengapa melakukan tindakan
tertentu dan tahu hasil apa yang bisa diharapkannya. (4) orang yang percaya diri
biasanya menyenangkan karena bisa melihat kehidupan dari sisi yang cerah serta
mencari pengalaman dan hasil yang bagus.
Menurut Thursan Hakim (2002) rasa percaya diri tidak muncul begitu saja
pada diri seseorang ada proses tertentu didalam pribadinya sehingga terjadilah
melalui proses: Pertama terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses
perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. Kedua pemahaman
seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan
keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan
kelebihan kelebihannya. Ketiga pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap
kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri
atau rasa sulit menyesuaikan diri. Keempat pengalaman didalam menjalani
berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada
dirinya.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa aspek-aspek dari rasa
percaya diri yaitu kemampuan yang dimiliki individu untuk mengembangkan diri,
berpikir realistis , tidak mudah putus asa, bertindak dengan tegas,selalu berpikiran
positif.
2.1.4 Karateristik Kepercayaan Diri
Berbagai karakteristik individu yang memiliki kepercayaan diri telah banyak diungkapkan oleh beberapa ahli. Menurut Lauster (2002) terdapat beberapa karakteristik untuk menilai kepercayaan diri individu, diantaranya: (1)Percaya kepada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut. (2) Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara mandiri tanpa adanya keterlibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan untuk meyakini tindakan yang diambilnya tersebut. (3)Memiliki konsep diri yang positif, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri sendiri. (4) Berani mengungkapkan pendapat, yaitu adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat menghambat pengungkapan perasaan tersebut.
Dari uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa karateristik anak
bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki konsep diri yang positif
dan berani mengungkapkan segala pendapatnya.
Guilford (Endang, 2000) mengemukakan karakteristik kepercayaan diri
yaitu, Pertama bila seseorang merasa adekuat yaitu bahwa ia dapat melakukan
segala sesuatu. Kedua bila seseorang merasa dapat diterima oleh kelompoknya.
Ketiga bila seseorang percaya sekali pada dirinya sendiri serta memiliki
ketenangan sikap, yaitu tidak gugup bila ia melakukan atau mengatakan sesuatu
secara tidak sengaja, dan ternyata hal itu salah. Dari beberapa karateristik
kepercayaan diri yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa orang yang
percaya diri selalu bersikap tenang dalam mengerjakan segala sesuatu karena
memiliki potensi dan kemampuan yang memadahi serta mampu menetralisir
ketegangan yang muncul dan mapu menyesuaikan diri dan berkomunikasi
diberbagai situasi. Selanjutnya, orang yang percaya diri juga didukung oleh latar
belakang pendidikan keluarga yang baik, memiliki pengalaman hidup serta selalu
bereaksi positif didalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap
tegar, sabar, tabah dalam menghadapi persoalan hidup. Dengan sikap ini, adanya
masalah yang berat justru akan semakin memperkuat rasa percaya diri seseorang.
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang menurut Hakim (2002) sebagai berikut:
1). Lingkungan keluarga
Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Didalam keluarga juga ada ibu dengan anak maka disitulah proses komunikasi orang tua anak dapat terjalin.
Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga dirumah. Sekolah memberikan ruang pada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-teman sebayanya.
3). Pendidikan non formal
Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum. Kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non formal. Secara formal dapat digambarkan bahwa rasa percaya diri merupakan gabungan dari pandangan positif diri sendiri dan rasa aman.
Dari uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kepercayaan diri terdapat 3 faktor diantaranya lingkungan
keluarga, pendidikan formal dan pendidikan non formal
Menurut Loekmono (1983) rasa percaya diri tidak terbentuk dengan
sendirinya melainkan berkaitan dengan seluruh kepribadian seseorang secara
keseluruhan. Kepercayaan diri juga membutuhkan hubungan dengan orang lain di
sekitar lingkunganya dan semuanya itu mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya
diri. Dalam hal ini dapat dikatakan kepercayaan diri muncul dari individu sendiri
karena adanya rasa aman, penerimaan akan keadaan diri dan adanya hubungan
dengan orang lain serta lingkungan yang mampu memberikan penilaian dan
dukungan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya diri. Dukungan
yang ada serta penerimaan dari keluarga dapat pula mempengaruhi rasa percaya
diri dalam hal ini adalah remaja sebagai anggota keluarga. Orangtua mampu
memberikan nasehat, pengarahan, informasi kepada remaja dalam kaitannya
2.2 Komunikasi Orang Tua Dan Anak
2.2.1 Pengertian Komunikasi
Menurut Raymond S.Ross (1974 dalam Rakhmat J., 2012) komunikasi
diartikan sebagai “ A transactional process involving cognitive sorting,
selecting,and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his
own experiences a mening or responses similar to that intended by the source
Proses transaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan bersama lambang
secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan
dari pengalamannya sendiri arti atau respons yang sama dengan yang dimaksud
oleh sumber.
2.2.2 Komunikasi Orang Tua dan Anak
Dalam kehidupan seorang manusia tinggal dengan keluarga dan
bermasyarakat, mereka perlu memiliki keterampilan berkomunikasi agar dapat
terjalin hubungan secara lancar dengan orang lain, lebih-lebih orang tua dengan
remaja (Fadhillah, 2001). Dalam melaksanakan hubungan antar manusia ini sudah
jelas diperlukan adanya komunikasi agar dapat saling tukar menukar informasi.
Selanjutnya Fadhilah (2001), juga mengungkap bahwa komunikasi merupakan
salah satu penentu harmonis tidaknya hubungan antara orang tua dengan anak
atau remaja akan mempengaruhinya kemudian. Melalui komunikasi, remaja
remaja dapat menemukan dirinya sendiri, mengembangkan konsep diri dan dapat
menetapkan hubungan. Hubungan orang tua dengan anaknya akan menetukan
Pendapat Fadhilah (2001) orang tua yang telah gagal dengan anak
remajanya apabila semakin sering orang tua berkomunikasi dengan anak
remajanya namun semakin jauh jaraknya dengan mereka, serta apabila orang tua
selalu gagal untuk memotivasi anak remajanya untuk bertindak, atau dengan kata
lain komunikasi antara 2 orang tidak efektif. Menyadari hal tersebut maka
pentingnya komunikasi tersebut.
Menurut De Vito (2011), komunikasi adalah bagian dari kehidupan
manusia itu sendiri dimana sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan
lingkungannya.
Dari beberapa defisini dapat disimpulkan bahwa komunikasi orang tua dengan
anaknya adalah hubungan antar manusia untuk saling tukar menukar informasi
sebagai salah satu penentu harmonis tidaknya hubungan antara orang tua dan anak
remajanya. Sedangkan kualitas komunikasi orang tua anak dapat diartikan tingkat
baik buruknya suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang baik secara lisan
maupun tulisan, secara langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk
merubah tingkah laku orang lain.
2.2.3 Aspek-aspek Komunikasi
Laswell (1999) menjabarkan aspek-aspek pokok dari komunikasi yaitu ada keterbukaan, kejujuran, kepercayaan, empati, dan kesediaan untuk mendengar.
a. Keterbukaan
Keterbukaan membantu mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai, isi pikiran dan perasaan orang lain. Keterbukaan ini berarti mengungkapkan reaksi atau tanggapan situasi yang sedang dihadapi, serta memeberikan informasi tentang masa lalu yang berguna untuk memahami tanggapan tersebut. Perasaan tidak aman karena takut mengecewakan dan mendapat penolakan dari orang yang dicintai menjadi penghalang munculnya sikap terbuka.
b. Kejujuran
dan meredakan kemarahan dalam komunikasi. Namun untuk mendapatkan kesan yang baik, orang enggan mengungkapkan yang sebenarnya.
c. Kepercayaan
Menaruh kepercayaan tanpa menaruh kecurigaan akan membantu memperlancar tercapainya tujuan komunikasi.
d. Empati
Empati merupakan kemampuan untuk berfikir dan merasakan hal yang sesuai dengan apa yang dirasa orang lain. Empati berarti berusaha menempatkan diri pada keadaan orang lain baik secara intelektual dan emosi.
e. Kesediaan untuk mendengar
Mendengarkan merupakan suatu proses aktif yang membutuhkan konsep dan dilakukan pemahaman terhadap stimulus untuk memberi feedback (umpan balik), dengan demikian mendengarkan lawan bicara dan meresponnya maka dialog akan berjalan lurus.
Dari uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa aspek-aspek
dalam komunikasi yaitu adanya keterbukaan antara orang tua dan anaknya,
kejujuran, empati dan kesediaan untuk mendengarkan
2.2.4 Remaja
Menurut Hurlock (1999) remaja adalah Adolescence berasal dari kata latin
adolescere yang berarti remaja, yang mengandung arti tumbuh memiliki arti yang
luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Sedangkan
pendapat ahli lain Chaplin (2002), masa remaja adalah periode antara pubertas
dan kedewasaan. Usia remaja antara 12 sampai 21 tahun untuk anak gadis yang
lebih cepat matang daripada anak laki-laki yang berusia 13 sampai 22 tahun untuk
anak laki-laki.
Menurut Havigurst (dalam Hurlock, 1999) seseorang remaja menghadapi
tugas-tugas perkembangan (development tasks). Dalam akhir periode
perkembangan remaja, remaja dituntut untuk semakin matang dan dapat
memenuhi tugas perkembangan tersebut pada umumnya, periode ini dialami oleh
sederajat dan mahasiswa. Klarifikasi usia menurut Hurlock (1994) masa remaja
awal mulai usia 13 sampai 17 tahun dimana pada usia itu merupakan masa yang
penuh pertentangan dalam hubungan keluarga, dan pada saat inilah hubungan
keluarga buruk merupakan bahaya psikologis pada setiap manusia, terlebih selama
masa remaja karena pada saat ini anak laki-laki dan perempuan sangat tidak
percaya pada diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk mendapatkan rasa
aman. Lebih-lebih karena masa remaja berada pada posisi tengah atau peralihan
yaitu setelah masa kanak-kanak dan sebelum masa dewasa.
Dapat disimpulkan pengertian remaja adalah masa peralihan antara
kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perkembangan fisik, seperti
pertumbuhan organ-organ tubuh, perkembangan seksual, perkembangan sosial
yang ditandai kurang interaksi dan komunikasi dengan orang tua yang
menyebabkan seseorang remaja tidak bisa memiliki tingkat kepercayaan diri
tinggi.
2.2.5 Pengaruh Komunikasi terhadap Kepercayaan diri
Anak yang dimaksudkan disini adalah remaja. Menurut Hurlock (1994),
masa remaja awal merupakan masa yang penuh dengan pertentangan dalam
hubungan dengan keluarga, dan pada saat itulah hubungan keluarga berada pada
titik rendah. Hubungan keluarga yang buruk merupakan bahaya psikologis pada
setiap manusia terlebih selama remaja karena pada saat ini anak laki-laki dan
perempuan sangat tidak percaya diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk
mendapatkan rasa aman terlebih pada anak perempuan cenderung lebih dekat
mengemukakan bahwa kebanyakan unsur-unsur yang membentuk atau
menhambat perkembangan rasa percaya diri seseorang dberasal dari dalam pribadi
individu itu sendiri, tetapi ada juga berasal dari norma dan pengalaman keluarga.
Melalui komunikasi remaja dapat menemukan dirinya sendiri dan dapat
menetapkan hubungan remaja dengan lingkungan. Pengaruh orang tua dengan
anak remajanya akan menetukan kualitas orang tersebuthal ini didukung oleh
rakhmat (2002) bahwa komunikasi menentukan kualitas hidup kita karena
komunikasi menyentuh segala aspek hidup kita.
2.3 Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian Siska, Sudardjo, dan Esti tahun 2006 (UGM), pada
mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi (UKRIM) menghasilkan
koefisien korelasi sebesar r = - 0,725 dengan P < 0,01 yang berarti ada hubungan
yang negative signifikan antara kepercayaan diri dengan komunikasi
interpersonal. Berarti semakin rendah kepercayaan diri, maka semakin tinggi
komunikasi interpersonalnya dan juga sebaliknya. Hasil penelitian lain yang
relevan adalah dengan hasil penelitian Hermadi Fajar arifin dengan judul
penelitian pengaruh kepercayaan diridengan komunikasi interpersonal yaitu
dengan koefisien regresi 0.572 , dengan p < 0.05 (2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Jawa Pos tahun 2001 tentang percaya diri,
menunjukkan bahwa setengah dari responden yang berjumlah 420 siswa SMA /
SMK dan Perguruan Tinggi mengaku pernah mengalami rasa rendah diri
disebabkan kekurangan dalam hal tampilan fisiknya yaitu sekitar 33,9 % karena
2.4 Hipotesis
Berdasarkan teori yang telah diuraikan maka, dapat diajukan suatu
hipotesis atau dugaan sementara mengenai “Pengaruh Komunikasi Orang Tua –
Anak Terhadap Kepercayaan Diri Siswa” yaitu :
“ Ada pengaruh yang signifikan Antara Komunikasi Orang Tua-Anak terhapat
kepercayaan diri Remaja.”
Ho : r x y ≤ 0 : Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara
Kualitas Komunikasi Orang tua-anak terhadap kepercayaan di Remaja.
Hi : r x y ≥ 0 : Artinya ada pengaruh yang signifikan antara Kualitas