• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROFIL WILAYAH KABUPATEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PROFIL WILAYAH KABUPATEN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 1

BAB II

PROFIL WILAYAH

KABUPATEN

 Kondisi Umum Wilayah  Kependudukan dan SDM  Potensi Sumberdaya Alam  Potensi Ekonomi

 Potensi Bencana Alam

 Tinjauan Kebijakan Pembangunan  Isu Strategis Wilayah Kabupaten

Bab ini menggambarkan kondisi wilayah yang mengidentifikasi potensi, masalah dan prospek wilayah Kabupaten Bondowoso. Hasil identifikasi tersebut berupa isu-isu strategis pengembangan wilayah, akan digunakan sebagai masukan perumusan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah.

2.1. Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Bondowoso

Kabupaten Bondowoso memiliki luas wilayah 1.560,10 Km2 dengan kondisi topografi wilayah yang bervariasi, mulai dari dataran sampai berbukit dan bergunung, sehingga berbentuk cekungan besar (basin). Gugusan gunung yang mengelilingi Kabupaten Bondowoso adalah : di sebelah timur terdapat Gunung Raung dan Gunung Ijen yang masih aktif, Gunung Widodaren dan Gunung Suket; di sebelah Barat terdapat Pegunungan Hyang dengan puncak Gunung Argopuro, Gunung Kilap dan Gunung Krincing; sedangkan di sebelah Utara terdapat Gunung Alas Sereh, Gunung Biser dan Gunung Bendusa.

Bentang alam wilayah Kabupaten Bondowoso berada pada ketinggian antara 50 - 3.328 meter di atas permukaan laut. Terendah di Desa Grujugan Kecamatan Cermee, dan tertinggi di Puncak Gunung Raung Kecamatan Tlogosari. Secara proporsional, 3,27% wilayah berada pada ketinggian di bawah 100 meter dpl, 49,11% berada pada ketinggian antara 100-500 meter dpl, 17,75% berada pada ketinggian 500-1.000 meter dpl, dan 27,87% berada pada ketinggian diatas 1.000 meter dpl.

Dalam aspek kelerengan wilayah sangat bervariasi, yaitu : kemiringan 0-2% seluas 19.083 ha (12,23%), kemiringan 3-15% seluas 56.816,9 ha (36,42%), kemiringan 16-40% seluas 30.470,3 ha (19,53%) dan kemiringan diatas 40% seluas 49.639,8 ha (31,82%). Sehingga bagian wilayah yang memenuhi kriteria untuk menjadi kawasan lindung relatif cukup besar.

Tinjauan geologis Kabupaten Bondowoso menunjukkan adanya 5 jenis batuan penyusun wilayah, yaitu hasil gunung api kwarter 21,6%, hasil gunung api kwarter muda 62,8%, batuan lensit 5,6%, alluvium 8,5%, dan miasem, jasies sedimen 1,5%. Sedangkan jenis tanah terdiri dari : 96,9% bertekstur sedang yang meliputi lempung, lempung berdebu, dan lempung liat berpasir, dan 3,1% bertekstur kasar yang meliputi pasir dan pasir berlempung.

(2)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 2 PETA 2.1.

(3)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 3 PETA 2.2.

(4)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 4 PETA 2.3.

(5)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 5 PETA 2.4.

(6)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 6 Kedalaman efektif tanah berkisar antara 30 cm - 90 cm, dengan komposisi: 57,4% memiliki kedalamam efektif diatas 90 cm, 15,6% memiliki kedalaman efektif antara 60 cm - 90 cm, 14,7% memiliki kedalaman efektif antara 30 cm - 60 cm, dan 12,3% memiliki kedalaman efektif dibawah 30 cm. Hampir sebagian besar wilayah sangat sesuai untuk budidaya pertanian dan perkebunan.

Secara hidrologis, curah hujan rata-rata dari 33 stasiun pengukur adalah 1.558,64 mm pertahun, dan rata-rata hari hujan sebanyak 87 hari dengan perbandingan bulan kering dan bulan basah sebesar 140%, atau termasuk dalam iklim type E, yaitu lebih banyak bulan kering daripada bulan basah. Pada beberapa kawasan ketersediaan air tanah melimpah, namun pada kawasan yang lain terdapat kawasan yang sulit air (rawan kekeringan).

Sungai utama yang melalui wilayah Kabupaten Bondowoso adalah Sungai Sampean yang membelah wilayah kabupaten,Sungai Deluwang di sisi barat, dan Sungai Telaga di sisi timur. Kabupaten Bondowoso berada pada 3 (tiga) Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Sampean, DAS Deluwang dan DAS Banyuputih (Kalipahit). Sebagian besar wilayah Kabupaten Bondowoso berada dalam DAS Sampean. Terdapat 119 mata air yang tersebar di seluruh wilayah dan 3 sumber air panas di Kecamatan Sempol, yang sebagian besar sumber tersebut telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti air bersih, irigasi, perikanan dan parwisata.

Kondisi wilayah sebagaimana diuraikan diatas menjadikan Kabupaten Bondowoso memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi terhadap terjadinya bencana alam. Tingkat kemiringan dan tekstur tanah yang sedemikian, menjadi salah satu penyebab terjadinya erosi/longsor dan rendahnya jumlah cadangan air. Tanah yang mudah erosi seluas 46.974,2 ha (30,1%) dapat dijumpai di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Bondowoso. Adanya 2 gunung berapi yang relatif masih aktif (Raung dan Ijen), menjadikan Kecamatan Sempol, Tlogosari, Sukosari dan Sumberwringin cukup rawan terhadap bencana vulkanis. Sedangkan karakteristik DAS Sampean yang menyempit di bagian hilir menjadikan beberapa kawasan (Klabang, Prajekan, Cermee dan Kabupaten Situbondo) menjadi rawan diterjang bencana banjir bandang.

(7)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 7 PETA 2.5.

CURAH HUJAN KABUPATEN BONDOWOSO

(8)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 8 Penggunaan lahan di Kabupaten Bondowoso pada Tahun 2010 terdiri dari penggunaan untuk hutan lindung, suaka alam dan pelestarian, hutan produksi dan rakyat, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan basah (sawah), permukiman, industri, serta penggunaan lain=lain. Penggunaan lahan di wilayah kabupaten yang terbesar adalah penggunaan untuk pertanian lahan kering/tegalan sebesar 22,25%, lahan sawah sebesar 21,32%, hutan lindung 19,66% dan hutan produksi (perhutani) 18,69%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

TABEL 2.1

PENGGUNAAN LAHAN WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2010

No JENIS PENGGUNAAN LAHAN LUAS

Km2 %

1 Hutan Lindung 306,75 19,66

2 Suaka Alam, Cagar Alam & Taman Wisata Alam 37,73 2,42 3 Hutan Produksi (Perhutani) 291,61 18,69

4 Hutan Rakyat 83,31 5,34

5 Perkebunan 86,13 5,52

6 Pertanian Lahan Kering 347,11 22,25

7 Pertanian Lahan Basah (Sawah) 332,64 21,32 8 Permukiman (Rumah dan Pekarangan) 71,43 4,58

9 Industri dan Pergudangan 0,21 0,01

10 Lain-lain 3,18 0,20

JUMLAH 1.560,10 100,00

Sumber : Kabupaten Bondowoso Dalam Angka 2010, Perhutani, BKSDA dan analisis

Penggunaan lahan dengan komposisi tersebut terdistribusi pada 23 wilayah kecamatan di Kabupaten Bondowoso, dengan wilayah Kecamatan terluas adalah Kecamatan Sempol yaitu sebesar 20.720 ha atau 13,28%, disusul kemudian Kecamatan Sumberwringin, Kecamatan Cermee, Kecamatan Botolingo dan Kecamatan Tlogosari. Penggunaan lahan dominan pada kecamatan terluas tersebut adalah hutan, lahan kering dan pertanian. Sedangkan kecamatan dengan luasan terkecil adalah Kecamatan Bondowoso yaitu sebesar 2.315,80 ha atau 1,48%, disusul kemudian Kecamatan Sukosari, Kecamatan Tenggarang dan Kecamatan Tamanan. Kecamatan dengan luasan kecil ini sangat berpotensi memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Distribusi penggunaan lahan untuk setiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

(9)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 9 TA B EL 2 .3 . PE N GGUN A A N LA H A N P ER K ECA M A TA N D I KA B U PA TEN BON D OW OSO TA H U N 2 01 0 HUT AN L INDUNG SUA KA AL AM (CA GAR ALAM & SUA KA M ARGA SAT WA) HUT AN PRODU KSI (P ERH UTAN I) HUT AN RAK YAT LAH AN BAS AH (S AWAH ) LAH AN KE RING (T EGAL AN) PE TE RNAK AN PE RIKANA N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 B INA K A L 8 7 0 ,0 0 4 6 3 ,5 0 4 0 1 ,8 5 8 8 0 ,0 0 1 .0 8 5 ,0 0 1 ,0 0 1 7 8 ,0 6 2 4 ,5 0 3 .9 0 3 ,9 1 2 B ONDOW OS O 2 6 ,1 0 6 ,9 5 1 .0 5 0 ,0 0 4 0 6 ,0 0 2 ,0 0 7 4 2 ,9 4 8 1 ,8 1 2 .3 1 5 ,8 0 3 B OT OL INGG O 2 5 3 ,1 0 4 ,5 0 1 .6 6 8 ,3 0 1 .6 9 0 ,0 0 1 .4 9 5 ,7 0 6 9 9 ,0 0 6 .6 8 5 ,7 5 2 1 1 ,5 0 3 2 ,6 0 1 2 .7 4 0 ,4 5 4 CE RM E E 4 .2 2 8 ,8 0 1 .7 7 1 ,4 8 1 7 9 ,3 7 2 3 0 ,7 6 2 .4 1 8 ,0 0 3 .6 7 5 ,7 5 1 ,0 0 3 9 3 ,1 3 2 2 ,1 1 1 2 .9 2 0 ,4 0 5 CU RA HD A M I 7 8 8 ,6 0 1 .2 5 8 ,0 0 3 5 6 ,0 0 8 ,2 0 1 .1 1 6 ,0 0 1 .1 3 4 ,0 0 2 ,0 0 3 6 0 ,3 7 5 ,4 2 5 .0 2 8 ,5 9 6 GRUJU GA N 1 .9 8 5 ,3 0 9 2 2 ,8 0 5 8 7 ,0 0 1 4 ,8 0 1 .4 8 5 ,0 0 2 .0 7 5 ,0 0 3 ,0 0 1 3 ,0 0 1 ,5 0 3 2 9 ,1 9 2 8 ,1 1 7 .4 4 4 ,7 0 7 JA M B E S A RI DS 1 2 5 ,0 0 1 .7 1 4 ,0 0 9 2 2 ,0 0 2 4 9 ,4 6 0 ,0 4 3 .0 1 0 ,5 0 8 K L A B A NG 2 .5 5 5 ,7 0 2 .4 1 9 ,2 0 1 4 8 ,4 0 1 1 9 ,5 0 1 .3 7 7 ,0 0 2 .1 8 6 ,5 0 4 ,5 0 3 0 5 ,2 1 4 ,3 9 9 .1 2 0 ,4 0 9 M A E S A N 1 .1 3 3 ,1 0 1 .0 1 2 ,8 0 2 9 3 ,2 0 9 2 ,7 0 1 .8 4 2 ,0 0 8 8 0 ,4 4 1 ,0 6 3 5 1 ,5 5 1 ,4 5 5 .6 0 8 ,3 0 10 P A K E M 1 .9 0 3 ,4 0 1 .2 7 5 ,0 0 7 3 4 ,5 0 1 3 0 ,5 5 1 6 3 ,0 0 1 .2 9 3 ,0 0 4 5 9 ,3 0 2 4 4 ,9 3 2 ,5 2 6 .2 0 6 ,2 0 11 P RA JE K A N 1 .5 6 2 ,5 0 1 .3 3 9 ,1 0 8 6 ,9 0 1 .2 6 4 ,0 0 1 .2 3 9 ,7 9 1 ,0 0 6 ,2 6 1 6 4 ,0 4 0 ,9 6 5 .6 6 4 ,5 5 12 P UJE R 1 5 ,8 0 1 2 1 ,0 0 8 ,2 5 2 .2 7 6 ,0 0 1 .2 4 0 ,9 3 1 ,0 0 1 ,0 0 3 2 4 ,9 2 3 .9 8 8 ,9 0 13 S E M P OL 7 .5 0 5 ,0 0 2 .4 9 3 ,3 0 5 .0 5 1 ,3 0 5 .4 8 7 ,3 9 1 3 4 ,7 5 1 ,0 0 4 5 ,0 1 2 ,2 5 2 0 .7 2 0 ,0 0 14 S UK OS A RI 5 8 ,1 0 1 6 0 ,0 0 1 .1 8 6 ,0 0 6 4 3 ,1 7 3 ,0 0 2 6 3 ,1 1 3 ,8 9 2 .3 1 7 ,2 7 15 S UM B E RW RINGIN 2 .5 6 0 ,4 0 6 .8 5 2 ,7 0 9 8 7 ,0 0 8 3 0 ,0 0 1 .6 8 5 ,0 0 6 3 7 ,0 0 1 ,0 0 2 4 0 ,6 4 0 ,9 9 1 3 .7 9 4 ,7 3 16 T A M A N K ROCOK 9 7 5 ,1 7 7 8 6 ,2 3 6 0 6 ,0 0 2 .7 2 2 ,0 0 0 ,2 6 2 0 5 ,5 0 5 ,1 9 5 .3 0 0 ,3 5 17 T A M A NA N 1 2 2 ,5 0 1 5 ,5 0 1 .5 3 7 ,0 0 7 4 0 ,0 0 1 ,0 0 3 9 8 ,7 4 0 ,3 6 2 .8 1 5 ,1 0 18 T A P E N 4 6 8 ,4 0 7 8 3 ,4 0 2 .0 7 2 ,0 0 1 .9 7 6 ,0 0 1 0 ,0 0 3 9 3 ,9 5 3 ,4 5 5 .7 0 7 ,2 0 19 T E GA L A M P E L 9 2 2 ,0 0 3 5 2 ,0 0 1 ,4 3 8 1 2 ,0 0 1 .4 0 3 ,4 2 2 ,0 0 2 0 8 ,1 5 1 ,7 5 3 .7 0 2 ,7 5 20 T E NGGA RA NG 1 8 2 ,5 0 1 .8 4 3 ,0 0 1 7 8 ,0 0 3 ,0 0 3 4 9 ,4 8 2 3 ,5 2 2 .5 7 9 ,5 0 21 T L OG OS A RI 5 .3 2 8 ,7 0 2 .2 3 7 ,7 0 4 5 6 ,2 0 1 3 8 ,0 0 2 .3 2 4 ,0 0 1 3 0 ,2 0 2 ,0 0 4 7 4 ,5 5 0 ,3 5 1 1 .0 9 1 ,7 0 22 W ONOS A RI 2 1 8 ,0 0 2 .8 7 5 ,0 0 7 8 7 ,0 0 3 ,0 0 1 ,0 0 3 1 7 ,8 0 2 5 ,9 0 4 .2 2 7 ,7 0 23 W RINGIN 9 6 4 ,0 0 1 5 7 ,1 0 8 ,0 0 9 1 0 ,0 0 3 .3 6 9 ,0 0 1 ,5 0 3 9 1 ,1 7 0 ,2 3 5 .8 0 1 ,0 0 3 0 .6 7 4 ,6 0 3 .7 7 2 ,8 0 2 9 .1 6 0 ,9 5 8 .3 3 1 ,1 5 8 .6 1 3 ,2 3 3 3 .2 6 4 ,0 0 3 4 .7 1 1 ,0 0 6 ,0 0 2 1 ,0 0 5 ,5 0 2 0 ,5 8 1 4 ,0 0 7 .1 4 3 ,4 0 2 7 1 ,7 9 1 5 6 .0 1 0 ,0 0 1 9 ,6 6 % 2 ,4 2 % 1 8 ,6 9 % 5 ,3 4 % 5 ,5 2 % 2 1 ,3 2 % 2 2 ,2 5 % 0 ,0 0 % 0 ,0 1 % 0 ,0 0 % 0 ,0 1 % 0 ,0 1 % 4 ,5 8 % 0 ,1 7 % 1 0 0 ,0 % S u m b e r: K a b u p a te n B o n d o woso Da lam A n g ka , P e rh u ta n i K P H B o n d o woso , B K S DA Je m b e r, B P S d a n A n a lisi s P e n yu su n a n , 2 0 1 0 NO KE CA M A T A N KA W A S A N L IND UN G (Ha) KA W A S A N BU DI DA Y A ( Ha) TO TA L KA W . HU T A N L IND UN G KE HU T A NA N LAIN-LAIN T OT A L P ro s e n ta s e PE RMUK IMAN (RU MAH & PE KARA NGAN) PE RKE BUNA N P E RT A NI A N PE RTAM BANGAN INDUS TRI & PE RGUDAN GAN PAR IWISAT A

(10)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 10

PETA 2.6.

(11)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 11

2.2. Kependudukan dan Sumber Daya Manusia

Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata selama lima tahun terakhir sebesar 1,94% per tahun. Berdasar asumsi bahwa pertumbuhan alami berlangsung tetap dan tidak ada mobilisasi penduduk, jumlah penduduk Kabupaten Bondowoso akhir tahun 2011 diperkirakan sebanyak 748.177 jiwa, dan akan bertambah sebesar 197.277 jiwa selama 20 tahun kedepan, sehingga pada tahun 2031 diproyeksikan akan menjadi 945.454 jiwa. Perkembangan penduduk akan meningkat pesat apabila tumbuh aktifitas massal yang menjadi penarik (pull factor) penduduk dari luar wilayah, namun akan terjadi pertumbuhan yang stagnan apabila wilayah lain lebih menarik bagi investasi dan penyerapan tenaga kerja.

Pertumbuhan penduduk yang relatif kecil dibanding rata-rata nasional ini sangat menguntungkan dari aspek pemanfaatan sumber daya alam dan peningkatan kesejahteraan. Tingkat pertumbuhan penduduk yang rendah secara teoritis menjadikan besaran kota atau bobot wilayah juga semakin kecil, yang berdampak pada dinamika sosial dan ekonomi juga cenderung kurang dinamis. Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhan penduduk Kabupaten Bondowoso yang relatif kecil (dibanding kabupaten lain), secara kuantitas memudahkan upaya pemerataan pembangunan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.

TABEL 2.3

PROYEKSI PENDUDUK KABUPATEN BONDOWOSO 2011-2031

2011 2016 2021 2026 2031 1 Binakal 17.832 18.907 20.046 21.254 22.535 2 Bondowoso 72.237 76.589 81.204 86.097 91.284 3 Botolinggo 30.022 31.830 33.748 35.782 37.938 4 Cermee 43.319 45.929 48.696 51.630 54.741 5 Curahdami 31.883 33.804 35.841 38.000 40.290 6 Grujugan 35.041 37.152 39.391 41.764 44.280 7 Jambesari DS 36.097 38.272 40.578 43.023 45.615 8 Klabang 18.984 20.128 21.341 22.626 23.989 9 Maesan 45.692 48.445 51.363 54.458 57.739 10 Pakem 22.913 24.294 25.757 27.309 28.954 11 Prajekan 25.089 26.601 28.203 29.903 31.705 12 Pujer 37.440 39.696 42.087 44.622 47.311 13 Sempol 11.370 12.055 12.782 13.552 14.369 14 Sukosari 16.487 17.480 18.534 19.650 20.834 15 Sumber Wringin 32.867 34.847 36.947 39.173 41.533 16 Taman Krocok 15.617 16.558 17.555 18.613 19.734 17 Tamanan 33.715 35.746 37.900 40.184 42.605 18 Tapen 34.302 36.369 38.560 40.884 43.347 19 Tegalampel 23.677 25.104 26.617 28.220 29.920 20 Tenggarang 38.738 41.072 43.547 46.171 48.953 21 Tlogosari 46.189 48.972 51.922 55.051 58.368 22 Wonosari 38.664 40.994 43.464 46.083 48.860 23 Wringin 40.002 42.412 44.968 47.677 50.550 748.177 793.256 841.051 891.726 945.454

Sumber : Analisis Perencanaan 2010

No. Kecamatan Proyeksi Jumlah Penduduk

(12)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 12 2.2.1. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Bondowoso secara umum relatif masih rendah. Proporsi terbesar adalah kelompok belum tamat SD sebesar 55,9%, Tamat SD sebesar 31,2%, sedangkan untuk tamat SLTP hingga perguruan tinggi tidak lebih dari 10%. Tingkat pendidikan masyarakat yang rata-rata pendidikan dasar dan menengah merupakan potensi penyediaan tenaga kerja pelaksana (operator) bagi usaha industri, perdagangan dan jasa. Demikian halnya pada sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian utama, masih dapat berlangsung dan menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah, karena faktor kultur agraris yang sudah melekat (membudaya).

Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat (SDM) merupakan permasalahan serius bagi pembangunan daerah di masa mendatang. Hal ini terlihat dari kecenderungan perkembangan ekonomi wilayah Kabupaten Bondowoso yang mulai mengarah pada perkembangan perdagangan dan jasa serta industri pengolahan. Terus berkembangnya sektor tersebut tentunya akan membutuhkan tenaga kerja yang memadai (tingkat pendidikan dan ketrampilan yang lebih baik). Demikian halnya sektor pertanian, juga perlu didukung pelaku pertanian yang terampil dan terdidik. Tantangan globalisasi menunut semua pelaku ekonomi untuk semakin profesonal di bidangnya, dengan pengembangan SDM melalui pendidikan dan ketrampilan.

Terkait dengan terus berkembangnya industri, perdagangan dan jasa di Kabupaten Bondowoso maka lapangan pekerjaan juga akan semakin luas dan menuntut spesialisasi. Kebutuhan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan prospek pengembangan investasi SDM. Semakin lengkapnya lembaga pendidikan (formal dan non formal) di Kabupaten Bondowoso akan menghasilkan tenaga kerja yang lebih siap, dan menjadi prospek penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan industri, perdagangan dan jasa di Kabupaten Bondowoso.

2.2.2. Mata Pencaharian

Sektor ekonomi basis Kabupaten Bondowoso adalah sektor pertanian. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani, serta luasnya lahan pertanian di Kabupaten Bondowoso. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Bondowoso, bahkan cenderung bertambah meskipun tingkat pertumbuhannya relatif kecil dan cenderung stagnan.

Berdasarkan analisis terhadap data penduduk menurut mata pencaharian dan kelompok umur, dapat diindikasikan bahwa jumlah petani di Kabupaten Bondowoso cenderung berkurang dari waktu ke waktu. Disamping itu, petani yang ada sekarang cenderung berada pada kelompok umur 35 tahun ke atas. Ini berarti bahwa para petani yang ada di Kabupaten Bondowoso cenderung pada kelompok dewasa-tua. Ada kecenderungan hilangnya budaya pertanian pada kelompok usia muda. Hal ini dikarenakan pandangan bahwa bekerja di bidang industri, perdagangan dan jasa lebih menjanjikan dibanding bertani, sehingga angkatan muda ini lebih tertarik bekerja ke luar wilayah (kota besar, dsb).

Penerapan teknologi pertanian modern di Kabupaten Bondowoso menjadi salah satu alternatif stategi pembangunan pertanian, misalnya teknologi pengolahan

(13)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 13 tanah, pengembangan varietas, dsb, termasuk konsep agribisnis. Dengan demikian, meskipun terdapat ancaman kecenderungan menurunnya jumlah petani, minat investasi di sektor pertanian dapat terus berkembang. Hal ini sejalan dengan predikat Kabupaten Bondowoso sebagai salah satu kawasan strategis pengembangan pertanian dan daerah penyangga pangan regional.

2.2.3. Kultur Masyarakat

Budaya Madura dan campuran Madura-Jawa sangat melekat di masyarakat Kabupaten Bondowoso secara umum. Sebagian besar masyarakat masih memelihara budaya gotong royong dan kebersamaan, serta kekeluargaan dan kekerabatan yang kental. Nilai-nilai sosial yang tinggi tersebut merupakan potensi besar dalam mendukung perencanaan partisipatif maupun konsep pengembangan bottom-up

planning. Oleh karena itu, adat istiadat yang telah ada secara turun temurun tersebut

perlu terus dipertahankan sebagai salah satu modal dasar dalam pengembangan wilayah Kabupaten Bondowoso.

Pada umunya bentuk kebersamaan dan partisipasi warga lebih pada kegiatan fisik seperti membangun jembatan, jalan dan lain-lain, Sedangkan partisipasi dalam pemikiran perencanaan pembangunan wilayah secara komprehensif masih kurang. Hal ini karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat secara umum tentang pentingnya perencanaan dan peran serta masyarakat dalam pengembangan kebijakan dan pengawasan pembangunan.

Kebersamaan dan partisipasi masyarakat yang kuat menjadi salah satu modal dalam penyusunan program-program pengembangan wilayah yang prioritas, implementatif dan berkesinambungan. Kultur dan adat istiadat yang konstruktif tersebut sangat mendukung pelembagaan program perencanaan secara partisipatif (bottom-up

planning). Diperlukan wadah/forum yang secara mudah mempertemukan keinginan

dan kebutuhan masyarakat dan kemampuan pemerintah. 2.2.4. Tingkat Kesehatan

Derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Bondowoso secara makro masih rendah dan harus ditingkatkan. Hal ini dapat dilihat dari Angka Harapan Hidup (AHH) masyarakat Bondowoso Tahun 2010 yang hanya 62,47 tahun, dibawah AHH Provinsi Jawa Timur yaitu 68,06 tahun, serta tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 16,5 per 1000 kelahiran hidup meskipun dibawah AKB Provinsi Jawa Timur yaitu 28 per 1000 kelahiran hidup.

Pembangunan kesehatan di Kabupaten Bondowoso selalu mendapat perhatian serius yang dititikberatkan pada usaha peningkatan pelayanan kesehatan dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, baik dalam pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan, peningkatan sarana prasarana kesehatan maupun peningkatan mutu pelayanan termasuk ketersediaan tenaga medis yang berkualitas. Dalam mengupayakan kesehatan, pemerintah terus-menerus menumbuhkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan arti pentingnya memelihara kesehatan dan menyediakan fasilitas kesehatan seoptimal mungkin.

(14)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 14

2.3. Potensi Sumber Daya Alam

2.3.1. Sumber Daya Air

Sistem jaringan sumber daya air wilayah kabupaten terdiri atas wilayah sungai kabupaten, jaringan irigasi, jaringan air baku untuk air bersih, jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan sistem pengendalian banjir di wilayah kabupaten.

a. Irigasi

Sungai yang tersebar di wilayah Kabupaten Bondowoso memiliki potensi besar sebagai input air baku irigasi. Prasarana pengairan/irigasi di Kabupaten Bondowoso telah dibangun sejak masa kolonial dan tetap terpelihara baik hingga saat ini. Sistem prasarana irigasi yang ada melayani wilayah Kabupaten Bondowoso dan sebagian wilayah Kabupaten Situbondo (daerah layanan Bendung Sampean Baru). Persebaran saluran irigasi saat ini dan keberadaan sungai serta anak sungai, merupakan potensi besar dalam pengembangan dan peningkatan pelayanan irigasi yang pada akhirnya meningkatkan hasil produksi pangan. Sistem irigasi teknis sudah terdapat di hampir seluruh kawasan pertanian di Kabupaten Bondowoso, kecuali di Kecamatan Sempol.

Secara umum masalah pelayanan irigasi di wilayah Kabupaten Bondowoso adalah tingkat pelayanan yang belum merata, sehingga produktivitas lahan di masing-masing wilayah berbeda-beda. Kebutuhan biaya pemeliharaan dan peningkatan jaringan sangat besar. Adanya fungsi ganda jaringan irigasi yang sekaligus sebagai saluran drainase di beberapa kawasan menjadi masalah bagi optimalisasi sistem irigasi. Keberlanjutan pembangunan prasarana irigasi masih terkendala keterbatasan dana, dan umur bangunan yang relatif tua. Masih banyak lahan beririgasi semi teknis dan non teknis, serta lahan potensial pengembangan sawah baru yang memerlukan peningkatan jaringan irigasi.

Secara prinsip upaya peningkatan pelayanan irigasi dapat dilakukan dengan mengembangkan alternatif sumber air baku baru (pengembangan embung dan waduk dari air permukaan/sungai, dan pemanfaatan air tanah), serta dengan perluasan jaringan irigasi (termasuk peningkatan jaringan irigasi sederhana atau setengah teknis menjadi irigasi teknis). Diperlukan pula penertiban ruang sempadan irigasi yaitu kawasan sepanjang kanan-kiri saluran irigasi primer dan sekunder, baik irigasi bertangggul maupun tidak. Kawasan ini bermanfaat untuk pelestarian saluran irigasi, baik dari sisi kualitas air maupun manfaat luasan area yang dilayani. Perbaikan irigasi semi teknis dan non teknis menjadi irigasi teknis juga perlu dilanjutkan, serta pelarangan permukiman atau kegiatan lain di sempadan irigasi, bahkan bangunan di atas saluran irigasi.

b. Air Bersih

Pelayanan air bersih di Kabupaten Bondowoso telah menjangkau beberapa kawasan perkotaan dan beberapa kawasan perdesaan. Penyediaan air bersih menjangkau kawasan permukiman perkotaan melalui sistem perpipaan PDAM, menjangkau permukiman perdesaan melalui perpipaan masyarakat (HIPPAM dan bantuan pemerintah). Air bersih merupakan kebutuhan penting untuk meningkatkan

(15)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 15 perekonomian masyarakat dan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Potensi pemanfaatan air permukaan dan air bawah tanah sangat besar di Kabupaten Bondowoso.

Pada kawasan perdesaan tertentu masih mengalami kesulitan air bersih. Permasalahan mendasar adalah jumlah mata air yang mulai berkurang dan debit air yang cenderung berkurang. Kerusakan hutan dan kerusakan lingkungan daerah tangkapan air serta sekitar mata air merupakan faktor utama berkurangnya kapasitas sumber air. Belum lagi perilaku masyarakat, seperti kegiatan pembukaan lahan, pertambangan bahan galian C, dan pembangunan permukiman yang tidak terarah, mempengaruhi besarnya air larian (drainase) dan intensitas infiltrasi air ke dalam tanah. Dalam jangka panjang akan terjadi konflik pemakaian air permukaan untuk kepentingan irigasi, air minum maupun industri.

Upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya air, diantaranya dengan memperluas jaringan pelayanan PDAM dan mengurangi pengeboran artesis oleh masyarakat, menjaga kelestarian sumber-sumber mata air yang ada, serta konservasi lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan, termasuk pengendalian penutupan lahan oleh bangunan (KDB).

2.3.2. Sumber Daya Lahan

Kabupaten Bondowoso dengan luas 1.560,10 Km2 merupakan potensi dalam penyediaan ruang dan pemanfaatan lahan untuk kesejahteraan penduduk. Sebagian besar penggunaan lahan adalah untuk pertanian, perkebunan, kehutanan dan kawasan lindung. Sehingga kegiatan budidaya dan usaha berbasis pertanian sangat sesuai dikembangkan di Kabupaten Bondowoso. Selain kesuburan tanahnya, juga secara agroklimat sangat sesuai untuk berbagai komoditas pertanian dan perkebunan.

Jenis penggunaan lahan yang sangat potensi dikembangkan adalah pengembangan perumahan (permukiman). Kawasan permukiman di Kabupaten Bondowoso umumnya berpola menyebar dan berkelompok. Khusus di kawasan perkotaan Bondowoso, pertumbuhan perumahan/permukiman relatif tinggi dan merambah kawasan pinggiran kota, dan cenderung pengembangan perumahan mengalihfungsikan sawah irigasi teknis. Sedangkan perkembangan permukiman pedesaan cenderung stagnant. Perkembangan agak signifikan terlihat pada kawasan perkotaan ibukota kecamatan dan sepanjang jalur jalan kolektor (antar kabupaten) dan lokal (poros kecamatan).

Pengembangan permukiman pedesaan dan perkotaan yang terintegrasi (rural

urban linkages) dapat mendorong terjadinya keseimbangan perkembangan wilayah

sekaligus mendorong pertumbuhan ruang terbangun secara lebih merata. Hubungan desa-kota terutama dalam bentuk pemenuhan kebutuhan, yang berjalan lancar akan mempercepat struktur wilayah yang ideal. Pengembangan perumahan hendaknya mempertimbangkan keseimbangan lingkungan, termasuk prioritas untuk memanfaatkan lahan-lahan kering dan bukan sawah irigasi teknis.

Budidaya pertanian juga perlu mengendalikan penggunaan bahan kimia dalam pengolahan tanah, agar kandungan organik tanah tetap terjaga seimbang dan tidak terjadi kerusakan lahan atau penurunan kesuburan tanah. Budidaya perkebunan dan

(16)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 16 kehutanan secara bijak juga akan mencegah dan menekan luasan lahan kritis. Dimana lahan kritis merupakan awal kerusakan struktur tanah, menimbulkan kerawanan longsor dan banjir.

2.3.3. Sumber Daya Mineral a. Potensi Karst

Ada beberapa potensi mineral dan bahan galian yang masih bisa dikembangkan di Kabupaten Bondowoso, yaitu mineral pupuk (Kalium), yang masih memerlukan penelitian mendetail menyangkut penyebaran dan kandungannya, belerang, yang tingkat produksinya masih bisa dinaikkan, serta bahan galian berupa Sirtu yang penggaliannya masih dapat ditingkatkan.

Di kabupaten bondowoso terdapat satu zona geologi yaitu Zona Geologi Tata Lingkungan I (GTL I). Zona GTL I ini meliputi satuan geomorfologi perbukitan karst. Secara umum Zona GTL I ini tersusun oleh litologi berupa batu gamping, memiliki kelerengan berkisar antara 50 – 450, membentuk perbukitan memanjang dengan permukaan yang hampir rata (batu gamping plato). Batu gamping karst ditunjukan oleh gejala endokarst dan eksokarst baik yang berskala kecil (minor karst) maupun yang berskala besar (major karst). Pada morfologi ini banyak dijumpai kenampakan morfologi karst berupa sistem perguaan karst, serta bukit-bukit sudah ada berbentuk kerucut dan sinusoida dan stadianya menjelang dolena.

Struktur geologi yang terdapat pada zona ini berupa kelurusan yang ditafsirkan sebagai sesar dan kekar serta sistem perlipatan. Hal ini dibuktikan pada lembah-lembah curam dan terjalserta dijumpai zona breksiasi pada batu gamping dan mata air panas. Proses Eksogenik yang ada berupa pelapukan, erosi vertikal, gerakan tanah, dan transportasi akibat kondisi iklim dan kemiringan lereng yang terjal. Gerakan tanah pada zona ini banyak dijumpai pada lembah-lembah sungai yang terjal serta pada daerah-daerah dengan kemiringan terjal dan vegetasi yang gundul.

Daerah yang merupakan kawasan karst di Kabupaten Bondowoso terletak di Kecamatan Prajekan, Wringin, Binakal, Cermee, dan Sempol. Indikasi potensi karst antara lain banyaknya dijumpai kenampakan morfologi karst berupa gua-gua karst atau gua kapur, serta perbukitan yang berbentuk kerucut. Di kawasan karst tersebut gejala endokarst seperti sistem perguaan baik yang masih aktif maupun yang tidak, merupakan unsur pembeda dengan kawasan non-karst.

b. Energi Panas Bumi (Geothermal)

Potensi lain yang ada di Kabupaten Bondowoso adalah Geothermal atau Energi Panas Bumi. Berdasarkan hasil kajian terkini, Kawasan Blawan di Kecamatan Sempol Kabupaten Bondowoso memiliki cadangan potensi Panas Bumi yang apabila dieksploitasi berpotensi menghasilkan daya listrik 270 Megawatt, dengan cadangan diperkirakan selama 30 tahun.

Pemanfaatan panas bumi di Kecamatan Sempol diharapkan mampu memberikan kontribusi penyediaan energi listrik Jawa – Bali. Di sisi lain bagi Kabupaten Bondowoso, keberadaan kawasan pemanfaatan panas bumi akan

(17)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 17 berdampak pada peningkatan infrastruktur wilayah dan penyerapan tenaga kerja. Namun demikian lokasi kawasan yang berdekatan dengan kawasan konservasi harus dikelola secara bijak.

Dengan dukungan, masukan, pengawasan dari semua pihak, maka tujuan kita memanfaatkan sumber daya yang ada untuk kemaslahatan masyarakat akan seimbang dengan upaya kita melestarikan lingkungan sekitar. Sebagai gambaran, banyak kawasan geothermal yang telah dimanfaatkan dan berjalan dengan baik, seperti kawasan Kujang Jawa Barat dan Dieng Jawa Tengah. Potensi geothermal lainnya di Kabupaten Bondowoso adalah di pegununga Hyang Argopuro.

2.3.4. Sumber Daya Alam Hayati

Potensi sumberdaya alam hayati di Kabupaten Bondowoso meliputi kekayaan flora dan fauna yang sangat beragam sebagai sumber plasma nuftah. Jenis vegetasi (flora) yang ada tumbuh dengan baik di wilayah ini antara lain Cemara Gunung, Akasia, Eidelweiss, Paku-pakuan, Vaccinium yang bisa dinikmati di Kawasan Cagar Alam Kawah Ijen.

Sedangkan jenis vegetasi (flora) yang mendominasi Kawasan Pegunungan Hyang terdiri atas 10 Famili, mulai dari strata pohon sampai tumbuhan bawah. Pada strata pohon dan tiang didominasi oleh 5 (lima) famili, yaitu Casuarinaceae, Fagaceae,

Jugladaceae, Lauracea dan Myrtaceae. Pada strata pancang dan semak didominasi

oleh 2 (dua) Famili, yaitu Asteracea dan Casuarinaceae. Pada strata tumbuhan bawah didominasi oleh 3 (tiga) Famili, yaitu Balsaminaceae, Cyperaceae dan Urtilaceae.

Kawasan Pegunungan Hyang, juga memiliki keragaman jenis tumbuhan obat, hasil inventarisasi BKSDA Jatim II pada tahun 2003 menyebutkan bahwa tumbuhan obat yang dijumpai di Kawasan Pegunungan Hyang meliputi habitus pohon (3 jenis dan 4 famili), herba (26 jenis dan 20 famili), semak (6 jenis dan 6 famili), memanjat (2 jenis dan 2 famili), rumput (1 jenis dan 1 famili), liana (2 jenis dan 2 famili), epifit (2 jenis dan 2 famili), lumut (1 jenis dan 1 famili) dan paku (2 jenis dan 2 famili). Bagian tumbuhan yang berkhasiat obat meliputi bagian batang, daun, akar, cabang, rimpang, bunga, biji, buah, getah, kulit batang, herba atas, herba akar, herba biji, herba buah, dan herba tunas.

Sedangkan untuk jenis tanaman budidaya, hampir semua komoditas bisa dikembangkan yang meliputi tanaman pangan (padi dan palawija), hortikultura, sayur dan bunga. Produk yang melimpah dan cukup dikenal selama ini adalah padi, jagung, ketela pohon, durian, alpukat, kopi, tebu, kelapa, makadamia dan strawbery.

Jenis hewan (fauna) yang berkembang baik sesuai iklim mikro wilayah antara lain mamalia, meliputi Ajag (Cuon alpinus), Lutung Hitam (Trachypithecus auratus), Tupai Tanah (Laricus insignis), Tupai Pohon (Fam. Scuridae), Kijang (Muntiacus

muntjak), Luwak (Paradoxurus hermaphroditus), Rusa (Cervus timorensis), Kucing

Hutan (Felis bengalensis), Kijang (Muntiacus muntjak), Musang (Mustela flavigola), Babi Hutan (Sus scrofa), dan jenis burung, seperti Opior Jawa (Lophozisterops

Javanicus), Julang Emas (Aceros mudulatus), Alap-alap Sapi (Falcon moluccensis),

(18)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 18 (Spilornis cheela) dan Elang Hitam (Ictinaetus malayensis). Salah satu jenis burung endemik dan di lindungi yang statusnya terancam punah adalah Elang Jawa. Satwa tersebut ditetapkan sebagai Satwa Nasional melalui Keputusan Presiden No. 4 tahun 1994. Untuk jenis budidaya peternakan, berbagai jenis ternak besar (sapi, kambing, dan kuda) serta unggas, juga usaha perikanan air tawar sangat sesuai dan berkembang baik di Kabupaten Bondowoso.

2.4. Potensi Ekonomi

2.4.1. Pertanian

Pertanian menjadi sektor yang paling berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Bondowoso. Usaha pertanian masyarakat tidak hanya tanaman pangan berupa padi, jagung, ubi kayu dan kedelai, tetapi juga tanaman hortikultura dan rempah. Areal pertanaman Padi di Kabupaten Bondowoso seluas 54.473 ha yang tersebar di 21 dari 23 kecamatan dengan produksi sebesar 306.984,52 ton/tahun. Areal pertanaman Jagung di Kabupaten Bondowoso seluas 37.100 ha yang tersebar di 23 dari 23 kecamatan dengan produksi sebesar 141.075,12 ton/tahun. Areal pertanaman Ubikayu di Kabupaten Bondowoso seluas 6.552 ha yang tersebar di 21 dari 23 kecamatan dengan produksi sebesar 121.076,10 ton/tahun. Areal pertanaman Kedelai di Kabupaten Bondowoso seluas 824 ha yang tersebar di 14 dari 23 kecamatan, diantaranya di Kecamatan Cermee, Tamanan, Tenggarang, Tlogosari dan Wonosari, dengan produksi sebesar 1.089,68 ton/tahun.

Pengembangan lahan pertanian sawah disesuaikan dengan ketersediaan jaringan irigasi yang relatif merata pada seluruh kecamatan, kecuali Kecamatan Sempol. Karena kondisi maka Kabupaten Bondowoso ditetapkan sebagai salah satu lumbung padi Propinsi Jawa Timur dan Nasional. Dalam pengembangan hortikultura, terdapat beberapa produk unggulan yang telah dikenal yaitu dari jenis sayuran lombok, bawang merah, tomat, kentang, dan dari jenis buah mangga, rambutan, pisang, durian, alpukat, manggis dan sebagainya.

Areal pertanaman Lombok di Kabupaten Bondowoso seluas 977 ha yang tersebar di 19 dari 23 kecamatan, diantaranya di Kecamatan Tamanan, Grujugan, Bondowoso, Taman Krocok dan Klabang, dengan produksi sebesar 7.490,20 ton/tahun. Areal pertanaman Bawang Merah di Kabupaten Bondowoso seluas 415 ha yang tersebar di 7 dari 23 kecamatan, diantaranya di Kecamatan Grujugan, Sumberwringin, Tlogosari dan Sukosari, dengan produksi sebesar 3.944 ton/tahun. Areal pertanaman Tomat di Kabupaten Bondowoso seluas 106 ha yang hanya dijumpai di 15 dari 23 kecamatan, diantaranya di Kecamatan Wonosari, Tamanan dan Jambesari Darussholah, dengan produksi sebesar 855,40 ton/tahun. Areal pertanaman Kentang di Kabupaten Bondowoso seluas 24 ha yang hanya dijumpai di 2 dari 23 kecamatan, yaitu Kecamatan Maesan dan Sumberwringin, dengan produksi sebesar 360 ton/tahun.

Areal pertanaman Mangga di Kabupaten Bondowoso seluas 3.019 ha yang tersebar di 23 dari 23 kecamatan dengan produksi sebesar 24.389,3 ton/tahun. Areal

(19)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 19 pertanaman Rambutan di Kabupaten Bondowoso seluas 1.705 ha yang tersebar di 23 dari 23 kecamatan dengan produksi sebesar 22.773 ton/tahun. Areal pertanaman Pisang di Kabupaten Bondowoso seluas 1.978 ha yang tersebar di 23 dari 23 kecamatan dengan produksi sebesar 11.754,80 ton/tahun. Areal pertanaman Durian di Kabupaten Bondowoso seluas 520 ha yang tersebar di 23 dari 23 kecamatan dengan produksi sebesar 5.393 ton/tahun.

Lahan pertanian (sawah dan ladang) mulai terkonversi (beralih fungsi) menjadi non pertanian, terutama di sekitar Perkotaan Bondowoso dan kota kecamatan lainnya. Konversi tersebut terutama untuk permukiman/perumahan, perdagangan dan jasa, maupun perkantoran. Hal ini akan sangat mengancam kemampuan produksi pertanian. Berkurangnya air irigasi juga memicu peralihan fungsi lahan pertanian, di sisi lain upaya pencetakan sawah baru pada kawasan potensial dihadapkan pada kendala penyediaan jaringan irigasi.

Luasnya lahan pertanian, kesuburan tanah, kondisi hidrologi dan iklim mikro wilayah Kabupaten Bondowoso masih memungkinkan bagi optimalisasi sektor pertanian. Revitalisasi sektor pertanian diperlukan agar konversi lahan, dsb, tidak berpengaruh signifikan pada kontribusi pertanian terhadap PDRB. Pembangunan pertanian juga dapat dilakukan melalui peningkatan kelas lahan lahan kering/pekarangan menjadi lahan pertanian produktif. Pengembangan sentra produksi komoditas tertentu perlu didorong pada tiap-tiap kecamatan. Penyuluhan, pembinaan, dan penegakan aturan alih fungsi lahan pertanian diperlukan untuk menekan hilangnya lahan pertanian produktif.

2.4.2. Perkebunan

Kondisi topografi Kabupaten Bondowoso dengan ketinggian wilayah lebih dari 2.000 meter, merupakan potensi bagi pengembangan perkebunan. Perkebunan telah dikembangkan sejak masa kolonial dengan komoditas utama kopi, tebu, dan kakao. Selain dikembangkan oleh PTPN, perkebunan juga diusahakan oleh masyarakat secara mandiri maupun magersari dengan Perhutani. Komoditas yang potensial dikembangkan adalah kelapa, tebu, kopi, tembakau, kakao, jarak, cengkeh, dsb.

Areal pertanaman kopi arabika (perkebunan rakyat dan perkebunan besar) di Kabupaten Bondowoso seluas 4.695 ha yang tersebar di 5 dari 23 kecamatan diantaranya di Kecamatan Pakem, Sumberwringin dan Maesan, dengan produksi sebesar 9.219 ton/tahun. Areal pertanaman tebu di Kabupaten Bondowoso seluas 4.224,21 ha yang tersebar di 15 dari 23 kecamatan, diantaranya di Kecamatan Tapen, Tamanan, Tlogosari, Sukosari, dan Wonosari, dengan produksi sebesar 33.157,93 ton/tahun. Areal pertanaman kelapa di Kabupaten Bondowoso seluas 2.150,04 ha yang tersebar di 21 dari 23 kecamatan dengan produksi sebesar 1.908,86 ton/tahun. Areal pertanaman Tembakau (Virginia dan Kasturi) di Kabupaten Bondowoso seluas 1.137,5 ha yang tersebar di 14 dari 23 kecamatan, diantaranya Kecamatan Pujer, Tlogosari, Tenggarang, Maesan, Grujugan dan Wonosari, dengan produksi sebesar 3.569,81 ton/tahun.

Kawasan perkebunan rakyat yang pada umumnya menyatu dengan hutan rakyat, rawan menjadi lahan kritis. Hasil perkebunan juga pada umumnya kurang

(20)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 20 berkualitas sehingga kurang bisa bersaing di pasar. Kerusakan lahan dan kualitas produk ini menjadikan produktivitas perkebunan rakyat terancam menurun.

Perkebunan memiliki prospek sebagai pendorong perekonomian Kabupaten Bondowoso, mengingat karakter wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan perkebunan. Pengembangan perkebunan harus diarahkan dengan meningkatkan peran serta semua pihak secara terpadu dengan memperhitungkan aspek pemasaran hasil. Konsep Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (Kimbun) perlu dikembangkan di setiap lokasi sentra produksi dengan model pemberdayaan ekonomi rakyat dan berwawasan lingkungan.

2.4.3. Kehutanan

Kawasan hutan produksi adalah kawasan hutan yang memiliki nilai ekonomis atau dikelola untuk usaha ekonomi selain fungsi ekologis. Secara umum, lokasi hutan produksi berada di bawah kawasan hutan lindung. Berdasarkan aspek pengelolanya, hutan produksi di Kabupaten Bondowoso dibedakan atas kawasan hutan produksi yang dikelola Perhutani, dan hutan produksi milik masyarakat atau dikenal dengan hutan rakyat.

Hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani merupakan areal hutan negara yang teregister sebagai kawasan hutan dalam wewenang KPH Bondowoso. Jenis hutan yang dibudidayakan adalah hutan pinus dan hutan jati. Sebagian besar kawasan hutan Perhutani berada di lereng Pegunungan Hyang, Pegunungan Kendeng dan Gunung Pendusa (utara). Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan penebangan liar, kurangnya kesadaran masyarakat sekitar untuk berperan aktif dalam menjaga kelestarian hutan. Pada beberapa kawasan dapat dikembangkan konsep pengelolaan hutan negara dengan pemberdayaan masyarakat lokal dengan sistem tumpangsari.

Hutan rakyat merupakan kawasan hutan produksi yang status pengelolaan lahannya oleh masyarakat dan dibudidayakan untuk peningkatan kesejahteraan. Keberadaan hutan rakyat dapat berfungsi sebagai lahan produktif namun harus dikelola dengan tidak mengganggu fungsi penyangga secara umum. Potensi kayu dari hutan rakyat yang dapat mendorong perkembangan perekonomian Kabupaten Bondowoso, adalah kayu jati dan sengon. Areal tanaman Jati rakyat di Kabupaten Bondowoso seluas 782,90 ha yang tersebar di 4 dari 23 kecamatan yaitu di Kecamatan Prajekan, Tapen, Grujugan dan Pakem dengan produksi sebesar 12.967,50 m3/tahun. Sedangkan areal tanaman Sengon rakyat di Kabupaten Bondowoso seluas 295,70 ha yang baru tertanam di 5 dari 23 kecamatan yaitu di Kecamatan Sumberwringin, Tapen, Pakem, Klabang dan Botolinggo dengan produksi baru sekitar 7,00 m3/tahun, karena baru berumur sekitar 2 tahun.

Kurangnya pengawasan terhadap alih fungsi penggunaan kawasan hutan rakyat terbatas (misal menjadi perkebunan), karena hutan rakyat terbatas didasarkan atas kondisi fisik lahan masuk dalam kategori kawasan konservasi. Hutan rakyat tetap pada dasarnya dapat dikelola seoptimal mungkin, namun tetap memperhatikan prinsip-prinsip dasar pelestarian lingkungan, yaitu prinsip-prinsip substitusi, dimana pengambilan hasil hutan harus dilaksanakan secara bergilir dan dilakukan penanaman kembali sebagai bagian dari upaya pelestarian sekaligus mempertahankan kualitas alam.

(21)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 21 Pemberian ijin HPH pada pengusahaan hutan dengan mewajibkan penerapan pola tebang pilih (stripcroping), reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan, serta tidak boleh dialihfungsikan ke budidaya lainnya, kecuali mengganti jenis tanaman dengan kesamaan fungsi tegakan yang dapat memberikan fungsi perlindungan, pengembangan zona penyangga pada kawasan hutan rakyat yang berbatasan dengan hutan lindung (hutan rakyat terbatas), upaya pengembalian kondisi hutan bekas tebangan melalui reboisasi dan rehabilitasi lahan, bila pada kawasan hutan lindung terdapat kawasan budidaya maka harus dibatasi dan tidak boleh dikembangkan lebih lanjut (pengendalian secara ketat).

2.4.4. Peternakan

Ternak besar, kecil dan unggas cukup besar jumlahnya di Kabupaten Bondowoso. Kebanyakan peternakan ini dikelola secara perorangan dan terdapat hampir di seluruh Kecamatan. Antusias masyarakat yang besar terhadap peternakan menjadikan perkembangan peternakan ini cukup dinamis.

Potensi peternakan yang dapat mendorong perkembangan perekonomian Kabupaten Bondowoso, adalah kambing, domba, ayam potong, ayam petelor dan ayam buras. Di Kabupaten Bondowoso jumlah populasi ayam buras sebanyak 772.474 ekor, jumlah populasi ayam potong sebanyak 184.754 ekor, jumlah populasi domba sebanyak 44.943 ekor, jumlah populasi kambing sebanyak 30.728 ekor, yang masing-masing tersebar di 23 dari 23 kecamatan. Sedangkan jumlah populasi ayam petelor sebanyak 133.763 ekor yang tersebar di 8 dari 23 kecamatan, diantaranya di Kecamatan Tamanan dan Curahdami.

Pola pengelolaan ternak pada umumnya masih tradisional dan merupakan usaha sampingan selain bertani (lokasi ternak menyatu dengan permukiman). Hal ini rawan terhadap terjadinya gangguan kesehatan penduduk dan wabah penyakit yang perantaranya hewan ternak. Diperlukan model penataan kandang ternak dan kawasan peternakan, serta pengembangan jenis ternak unggulan yang memiliki nilai tambah dan nilai ekonomis yang lebih tinggi.

Pengembangan peternakan dan unggas sangat prospektif di hampir semua kecamatan di Kabupaten Bondowoso. Khusus untuk ternak besar memiliki prospek untuk pengembangan industri pengolahannya seperti pengolahan kulit, dsb. Industri pengolahan kulit cukup berkembang di Propinsi Jawa Timur sehingga peternakan besar di Kabupaten Bondowoso dapat menjadi salah satu sumber bahan baku kulit. 2.4.5. Perikanan

Perikanan yang telah berkembang di Kabupaten Bondowoso adalah perikanan air tawar, dengan jenis ikan: mujahir, lele, gurami, nila, tombro dan lain-lain. Produksi perikanan darat mencapai 824,0451 ton yang tersebar di 19 dari 23 kecamatan, diantaranya Kecamatan Wonosari, Grujugan, Pujer, Tenggarang, dan Tamanan. Budidaya jenis ikan ini banyak dilakukan masyarakat di pekarangan dan persawahan. Banyak wilayah kecamatan yang memiliki potensi air yang melimpah yang dapat dikembangkan sebagai sentra usaha perikanan. Hasil usaha perikanan sebagian besar dijual dalam bentuk segar atau belum banyak diolah sehingga tidak memberi nilai tambah yang besar.

(22)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 22 Pengembangan perikanan dihadapkan pada masalah keterampilan masyarakat dalam budidaya, pengolahan hasil dan pemasaran hasil. Pengelolaan perikanan yang ada masih bersifat konvensional, dengan jenis ikan yang dibudidayakan relatif umum (kurang variatif atau banyak dibudidayakan oleh wilayah lain). Hal ini menjadikan daya saing rendah dan harga mudah dipermainkan.

Ketersediaan air yang melimpah, baik rawa, sungai, kolam maupun tumpang sari dengan persawahan merupakan prospek pengembangan budidaya perikanan. Budidaya perikanan harus dikembangkan dengan spesialisasi produk, agar permainan harga di pasar dapat dihindari. Untuk itu perlu adanya pengembangan budidaya perikanan di Kabupaten Bondowoso dengan target diversifikasi dan pengelolaan secara berkesinambungan.

2.4.6. Pertambangan

Sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Bondowoso relatif kurang berkembang. Pemanfaatan yang telah dikenal adalah penggalian bahan golongan C (pasir dan batu) yang memberikan kontribusi sekitar 0,1%. Sektor pertambangan ini memiliki potensi untuk dikembangkan, mengingat terdapat potensi bahan tambang yang belum dieksploitasi, seperti kapur, belerang, gypsum dan kalsit.

Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang tidak terbaharui sehingga pada saatnya akan habis dan tidak dapat tersedia kembali. Selain itu jika tidak ada pengelolaan dan penanganan yang baik akan bersifat destruktif terhadap keberlanjutan pembangunan dan kelestarian lingkungan. Hal inilah yang menjadi kendala dan pertimbangan utama dalam pengembangan sektor ini.

Pengembangan sektor pertambangan (galian) dapat berkembang di masa mendatang dengan terlebih dahulu dilakukan penelitian deposit bahan tambang yang dapat diekploitasi dan adanya investor yang berminat. Sektor ini juga akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan perekonomian wilayah. Namun aspek keamanan dan kelestarian lingkungan perlu mendapat perhatian serius sebagai bagian dari persyaratan pengelolaan pertambangan.

2.4.7. Industri

Untuk mendorong petumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Bondowoso, maka perlu dipertimbangkan pengembangan kawasan industri. Kabupaten Bondowoso memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan industri yang berbasis agro yaitu industri yang menggunakan bahan baku dari hasil pertanian. Selain itu juga industri pengolahan hasil perkebunan dan kehutanan, serta industri logam, berupa kerajinan kuningan, dan pertambangan. Lokasi industri yang telah ada dapat dikembangkan dan ditata sebagai kawasan industri, sehingga membuka kesempatan bagi investor. Sektor industri yang berpotensi untuk dikembangkan adalah industri pengolahan, industri mebel, industri tekstil, industri rokok dan industri pertambangan.

Kecenderungan perkembangan industri yang terjadi di Kabupaten Bondowoso adalah industri kecil dan menengah. Makin mahalnya harga tanah, dan belum

(23)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 23 tersedianya sarana prasarana/ infrastruktur yang memadai di area pengembangan industri, serta iklim investasi yang masih kurang kondusif, menurunkan nilai comparative advantage Kabupaten Bondowoso jika dibandingkan beberapa kabupaten lain. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan faktor aksesibilitas.

Pengembangan industri di Kabupaten Bondowoso sangat prospektif mengingat melimpahnya bahan baku yang potensial untuk diolah. Kawasan industri yang ditawarkan harus memiliki aksesibilitas regional yang mudah, yaitu pada jalur regional antar kabupaten (Jember-Bondowoso-Situbondo). Sedangkan industri kecil dan kerajinan masih dapat berkembang di tengah-tengah permukiman dengan syarat limbah yang dihasilkan relatif mudah dinetralisir dan disertai penataan lingkungan yang baik.

2.4.8. Pariwisata

Obyek wisata yang paling potensial untuk dikembangkan dan mempunyai dampak ekonomi dan ekologi dalam jangka panjang, adalah Taman Wisata Kawah Ijen dan Suaka Margasatwa Pegunungan Hyang, sumber air panas dan air terjun Blawan serta air terjun tancak kembar, serta Agrowisata Perkebunan Kopi.

Taman Wisata Kawah Ijen ditetapkan sebagai taman wisata dengan luas 92 ha melalui Surat Keputusan Mentri Pertanian No. 1017/Kpts-II/Um/12/1981 tanggal 10 Desember 1981. Kawasan taman wisata tersebut merupakan bagian dari Cagar Alam Kawah Ijen. Pengunjung yang datang baik wisatawan nusantara (4.307 orang per tahun) maupun wisatawan mancanegara (1.042 orang per tahun), selama lima tahun terakhir (2000-2004). Air terjun Blawan berlokasi di Desa Kalianyar, Kecamatan Klabang. Air terjun Blawan merupakan kelanjutan aliran Sungai Kali Pahit yang juga sebagai tempat pembuangan air dari Kawah Ijen.

Perkebunan Kopi seluas 4.000 ha yang berada pada ketinggian 900 dari permukan air laut dikelola oleh PTPN XXII. Wisatawan dapat mengikuti proses penggilingan biji kopi menjadi bubuk kopi yang siap untuk diseduh. Selain itu, wisatawan juga dapat mengikuti acara petik kopi dan berkeliling perkebunan.

Kawasan Pegunungan Hyang, merupakan ekosistem yang unik, karena selain mempunyai tipe ekosistem yang beragam, juga berinteraksi secara nyata dengan penduduk yang bermukim di wilayah pedesaan di sekitarnya. ditetapkan sebagai Kawasan Suaka Margasatwa dengan Keputusan Menteri Agraria Nomor SK/12/PA/1962 tanggal 5 Mei 1962 seluas 14.145 ha dan setelah dilakukan penataan batas menjadi 14.177 ha (pada tahun 1986).

Namun demikian pengembangan pariwisata di Kabupaten Bondowoso masih mengandalkan wisata alam pegunungan dan didukung oleh wisata buatan. Kawah Ijen sebagai salah satu kawasan wisata utama Jawa Timur merupakan daya tarik tersendiri dan dapat menjadi ‘icon’ pariwisata Bondowoso. Potensi keindahan alam Bondowoso (Ijen, Raung, Argopuro) dan atraksi budaya (Singowulung, dsb) dapat menarik wisatawan domestik dan mancanegara. Aksesibilitas untuk menuju ke obyek wisata tersebut sebagian besar telah memadai. Dan dukungan prasarana akomodasi juga telah lengkap di Bondowoso.

(24)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 24 Pengembangan sistem pariwisata di Kabupaten Bondowoso belum terintegrasi dengan baik dan belum memiliki skala prioritas yang jelas. Pendekatan pengembangan obyek wisata terkesan parsial dan tidak menfokus pada obyek wisata utama. Kurangnya pegembangan paket-paket wisata, baik dalam wilayah Kabupaten Bondowoso sendiri maupun menyatu dengan kabupaten lain. Masih minim promosi, dan kerusakan infrastruktur merupakan permasalahan serius yang perlu dicermati. Kurangnya mengenalkan hasil karya penduduk lokal (handycraft) ataupun makanan-makanan khas (tape dan lain-lain) sebagai pendukung pariwisata.

Pengembangan pariwisata di Kabupaten Bondowoso memiliki prospek yang baik. Pembenahan infrastruktur dan promosi perlu terus dilakukan. Namun pengembangan kawasan wisata yang berada di dalam dan di sekitar kawasan lindung perlu dicermati agar tidak merusak lingkungan dan mengurangi keindahan/daya tarik alaminya. Pengembangan wisata akan berdampak pada tumbuhnya usaha ekonomi lainnya seperti layanan akomodasi, industri kerajinan dan transportasi. Untuk lebih memberikan arah yang jelas bagi pengembangan pariwisata diperlukan suatu rencana induk pengembangan wisata.

2.4.9. Perdagangan dan Jasa

Kawasan perdagangan berkembang pada simpul-simpul wilayah, baik di perkotaan Bondowoso, perkotaan kecamatan hingga pusat desa. Sebagian tumbuh secara terencana dan sebagian besar tumbuh tanpa rencana. Kawasan perdagangan sangat dominan dalam membentuk karakter perkotaan, dan secara ekonomi menjadi indikator kemajuan ekonomi wilayah, karena merupakan titik market hasil produksi lokal dan simpul distribusi ke wilayah yang lebih luas.

Kawasan perdagangan yang berkembang umumnya belum diarahkan fungsinya sebagai retail (eceran) dan grosir. Keseragaman jenis perdagangan ini kurang mendukung terbentuknya struktur wilayah. Secara internal, kawasan perdagangan belum ditunjang oleh ketersediaan fasilitas/infrastruktur yang memadai, sehingga mengurangi minat pelaku usaha dan ada kecenderungan beraktivitas jual-beli di luar wilayah kabupaten. Pengembangan kawasan perdagangan sangat diperlukan untuk mendorong iklim investasi yang kondusif. Penyediaan fasilitas berskala lokal dan regional, dan penataan kawasan perdagangan (pasar induk dan pasar kecamatan) akan dapat mendorong perkembangan ekonomi wilayah Kabupaten Bondowoso.

Sebaran kawasan perdagangan dalam wilayah kabupaten yang diidentikan sebagai simpul-simpul perkotaan, apabila dianalisis lanjut dengan mengkombinasikan berbagai kriteria faktor pendorong perkembangan perkotaan, menghasilkan skalogram tingkat kekotaan atau ordo perkotaan di wilayah Kabupaten Bondowoso. Variabel yang dipergunakan dalam analisis ini meliputi :

 Pelayanan pemerintahan (perkantoran) dengan adanya kantor pemerintah kabupaten, Koramil, Polsek,Kantor Pos, Kantor Telkom, PLN, PDAM dan KUA;

 Pelayanan sosial dengan adanya masjid besar, lapangan atau ruang terbuka utama perkotaan, SMP dan SLTA serta puskesmas;

 Pelayanan perdagangan diidentifikasi dengan adanya pasar, pasar hewan, perbankan, pegadaian, serta toko emas (indikasi kemampuan saving);

(25)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 25

 Tingkat aksesibilitas perkotaan dengan ketersediaan jalur utama menuju kota-kota lain, kualitas penataan dan struktur kota-kota, serta adanya terminal, sub terminal dan stasiun.

Identifikasi tingkat kekotaan melalui analisis skalogram berdasarkan data tahun 2009 dan pengamatan lapangan 2010, menghasilkan urutan hierarki skala pelayanan kawasan perkotaan Kabupaten Bondowoso (sesuai nilai skor) sbb :

 Bondowoso (497,14)  Tamanan (183,01)  Wonosari (180,77)  Prajekan (148,83)  Wringin (122,78)  Sukosari (109,05)  Maesan (105,86)  Pujer ( 93,97)  Tenggarang ( 87,60)  Tegalampel ( 86,71)  Tapen ( 82,89)  Grujugan ( 82,75)  Cermee ( 74,90)  Pakem ( 67,97)  Sempol ( 65,36)  Klabang ( 59,31)  Sumberwringin ( 53,51)  Curahdami ( 51,85)  Tlogosari ( 51,00)  Jambesari DS ( 30,06)  Taman Krocok ( 24,00)  Binakal ( 20,33)  Botolinggo ( 20,33)

Kondisi eksisting skala pelayanan atau tingkat kekotaan ini akan menjadi dasar perencanaan pengembangan struktur ruang wilayah di masa mendatang. Kawasan perkotaan tertentu akan ditetapkan sebagai simpul utama wilayah (Pusat Kegiatan Lokal), simpul pendukung wilayah (Pusat Kegiatan Lokal Promosi), simpul kawasan (Pusat Pelayanan Kawasan) dan simpul lingkungan (Pusat Pelayanan Lingkungan).

2.5. Potensi Bencana Alam

Kawasan rawan bencana alam di Kabupaten Bondowoso meliputi: kawasan rawan bencana longsor, kawasan rawan bencana banjir dan rawan letusan gunung berapi. Untuk kawasan rawan banjir dan longsor tidak lepas dari keberadaan lahan kritis yang relatif masih luas, khususnya di kawasan pegunungan.

(26)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 26 2.5.1. Kawasan Lahan Kritis

Pola penggunaan lahan wilayah Kabupaten Bondowoso dari waktu ke waktu relatif tetap dan tidak banyak mengalami perubahan, pergeseran proporsi penggunaan lahan seperti untuk permukiman, areal sawah, tegalan dan hutan (hutan lindung dan hutan produksi), sangat kecil sekali. Namun terindikasi terjadi degradasi kualitas sumber daya alam, khususnya kerusakan lahan dan vegetasi penutu lahan, sehingga luasan lahan kritis relatif besar.

Kawasan lahan kritis banyak terdapat pada lereng perbukitan dan pada daerah tangkapan air, yaitu di Kecamatan Maesan, Grujugan, Curahdami, Binakal, Pakem, Wringin, Tegalampel, Taman Krocok, Klabang, Prajekan, Cermee, Botolinggo, Sumberwringin, Tlogosari dan Sempol. Kerusakan hutan dan lahan kritis, merupakan faktor pendukung terjadinya banjir dan kekeringan pada beberapa kawasan. Lahan kritis terjadi karena pengelolaan sumber daya alam yang kurang mempehatikan aspek kelestarian atau daya pulih alami lingkungan. Kualitas SDM masyarakat juga sangat faktor penting dalam penanganan lahan kritis. Perilaku masyarakat dalam mengelola lahan, khususnya lahan kehutanan dan tegalan pada lereng perbukitan memerlukan pembinaan berkelanjutan. Salah satu pendekatan dalam penanganan lahan kritis secara terpadu adalah dengan perencanaan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) sebagai satuan wilayah perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).

2.5.2. Kawasan Rawan Bencana Longsor

Kawasan rawan bencana tanah longsor di Kabupaten Bondowoso, pada umumnya disebabkan oleh rusaknya penghijauan pada kawasan sekitar hutan dan adanya kawasan yang secara fisik, jenis tanah dan teksturnya sangat rentan terjadi longsor. Daerah potensi longsor lainnya adalah pada sekitar lokasi penambangan pasir atau jenis galian C lainnya, yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Selain itu juga kecenderungan terjadi alih fungsi lahan pada kawasan lindung.

Kawasan rawan bencana tanah longsor di Kabupaten Bondowoso, terdapat di Kecamatan Wringin, Binakal, Pakem, Sempol, Sumber Wringin, Tlogosari, Tegalampel, Klabang, Taman Krocok dan Cermee. Reboisasi kawasan yang rusak dan gundul dengan tanaman yang memiliki akar kuat. Melakukan perlindungan terhadap lahan produktif untuk tidak dikonversi untuk keperluan non kultivasi. Melarang penebangan pohon secara liar; Melarang semua kegiatan yang dapat merusak lingkungan. Perlu perlindungan terhadap kawasan perbukitan dan pegunungan sehingga mampu melindungi daerah bawahannya; Perlu adanya penanaman tanaman dengan metode terasiring; Tidak membuang sampah dan sejenisnya ke sungai/saluran air.

2.5.3. Kawasan Rawan Bencana Banjir

Kawasan rawan bencana banjir di Kabupaten Bondowoso, umumnya berada pada ruang sempadan Sungai Sampean. Pola banjir yang sering terjadi adalah banjir bandang, yaitu banjir dengan volume air yang besar, arus deras dan dalam waktu yang cepat. Pola ini disebabkan karakteristik Sungai Sampean yang pendek dengan DAS yang menyempit pada bagian hilir, serta beda elevasi yang ekstrim antara hulu dan hilir.

(27)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 27 Kawasan rawan bencana banjir di Kabupaten Bondowoso, terdapat di Kecamatan Maesan, Grujugan, Bondowoso, Tenggarang, Wonosari, Tapen, Klabang, Prajekan dan Cermee. Sedangkan pada kawasan lain potensi banjir yang terjadi relatif insidental atau lokal, yang umumnya disebabkan pendangkalan dan lebar sungai yang tidak sesuai dengan tingginya curah hujan. Khusus kawasan permukiman padat perkotaan, genangan sering terjadi karena sistem drainase jalan dan kawasan permukiman kurang terawat dan tidak berfungsi dengan baik. Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan masyarakat membuang sampah pada sungai atau saluran.

Penanganan banjir yang dapat dilakukan antara lain : pengerukan pada alur sungai utama yang mengalami pendangkalan, pengendalian dan pembatasan pemanfaatan sempadan sungai untuk kegiatan terbangun, pelestarian dan pengelolaan DAS secara terpadu lintas wilayah, mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air, serta pengembangan dan pemeliharaan sistem drainase kawasan.

2.5.4. Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Berapi

Kawasan rawan bencana letusan gunung berapi di Kabupaten Bondowoso tidak terlepas dari keberadaan Gunung Kawah Ijen, Gunung Merapi dan Gunung Raung yang relatif masih aktif. Jenis ancaman aktifitas vulkanis yang perlu diwaspadai adalah gas beracun, batuan dan debu vulkanis, aliran lahar panas dan lahar dingin.

Kawasan yang diperkirakan terkena dampak langsung apabila terjadi letusan gunung berapi adalah Kecamatan Sempol, Tlogosari, Sukosari dan Sumberwringin, serta kawasan dibawahnya yang menghubungkan 4 kecamatan tersebut dengan aliran Sungai Sampean. Pengelolaan kawasan rawan bencana memerlukan proses mitigasi yang terpadu, diantaranya dengan menyediakan infrastruktur yang khusus di daerah rawan bencana, mengatur bangunan, pengendalian pola pemanfaatan lahan, dan menyediakan ruang khusus untuk evakuasi yang dapat berupa ruang terbuka hijau. 2.5.5. Kawasan Rawan Bencana Angin Puting Beliung

Kawasan rawan bencana angin puting beliung atau angin kencang, relatif merata di seluruh wilayah Kabupaten Bondowoso. Pada awal dan akhir musim penghujan rata-rata terjadi bencana angin puting beliung. Kawasan permuiman yang berada pada lereng perbukitan dan pegunungan relatif lebih tinggi ancamannya. Salah satu strategi antisipasi yang perlu dikembangkan adalah penggunaan bahan konstruksi bangunan rumah dan gedung serta bangunan tinggi lainnya yang baik dan kokoh, selain merelokasi kawasan permukiman yang berada pada lereng perbukitan yang menjadi lintasan angin musiman.

2.5.6. Kawasan Rawan Bencana Kebakaran

Kawasan rawan bencana kebakaran di Kabupaten Bondowoso cenderung pada kawasan permukiman padat, yaitu di kawasan perkotaan Bondowoso dan kawasan perkotaan kecamatan. Kejadian kebakaran sering terjadi pada musim kemarau saat udara kering. Selain kebakaran pada kawasan permukiman, Kabupaten Bondowoso juga rawan terjadi kebakaran hutan, khususnya hutan lindung dan hutan produksi yang berada dalam kewenangan Perhutani dan BKSDA, yaitu di pegunungan Ijen, Raung dan Pegunungan Hyang atau lereng Gunung Argopuro.

(28)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 28

PETA 2.7.

(29)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 29

PETA 2.8.

(30)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 30

PETA 2.9.

(31)

RTRW Kabupaten Bondowoso Tahun 2011 – 2031 II- 31

PETA 2.10.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada hasil temuan penelitian yang telah diuraikan dalam bab IV, dapat disimpulkan secara umum penelitian ini yaitu: penggunaan metode demonstrasi dapat

Implikasi penelitian pada skripsi ini adalah karena klausula eksenorasi yang diberlakukan oleh PT.Pos Indonesia (Persero) cabang Bulukumba mengikat konsumen, maka

Adanya pengaruh yang tidak signifikan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti keterbatasan peneliti dalam menyebar kuesioner, keadaan insentif nonmateriil di

Metode degumming yang digunakan dan kadar asam fosfat yang diberikan pada proses degumming serta interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata pada bilangan iod

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan kajian mengenai berapa besar carbon footprint produksi daging yang dihasilkan dari kegiatan RPH PTEI dan

Perencanaan bisnis merupakan dokumen tertulis yang menjelaskan rencana perusahaan/pengusaha untuk memanfaatkan peluang-peluang usaha (business opportunities) yang

Meningkatkan kesadaran politik bagi penyandang disabilitas melalui sebuah sosialisasi bahwa partisipasi penyandang disabilitas dalam politik sangat penting karena hak yang

WDEDUUX¶ untuk kumpulan dana dari nasabah yang diniatkan untuk menolong sesamanya, adapun rekening tijarah yang dikumpulkan dari para peserta atau nasabah