• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAMBUTAN PADA PERTEMUAN TEKNIS PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP Hotel Sahid Jaya Jakarta, 06 November 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SAMBUTAN PADA PERTEMUAN TEKNIS PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP Hotel Sahid Jaya Jakarta, 06 November 2012"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN

PADA PERTEMUAN TEKNIS PENEGAKAN HUKUM

LINGKUNGAN HIDUP

Hotel Sahid Jaya Jakarta, 06 November 2012

Bismillahirrahmahirrohim

Yang Terhormat Menteri Lingkungan Hidup, Yang Terhormat Menteri Lingkungan Hidup, Yang Terhormat Jaksa Agung,

Yang Mulia Ketua Muda Tata Usaha Negara, Ketua Muda Perdata Ketua Muda Perdata;

Yang Terhormat Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Deputi Kementerian Lingkungan Hidup Bidang Penaatan Hukum Lingkungan;

Yang Terhormat Para Narasumber: Prof. DR. Muladi, S.H., Prof. DR. Tan Kamello S.H., M.S., Mas Achmad Santosa S.H., LLM., Prof. DR. Phillipus M. Hadjon, S.H, H. Atja Sondjaja, S.H., M.H., dan

(2)

Para Peserta Diskusi Panel yang terdiri dari para Hakim, para Jaksa dan para PPNS Kementerian Lingkungan Hidup yang saya hormati dan banggakan,

Assalamu'alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

Mengawali sambutan ini marilah kita bersama-sama memanjatkan Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan ridhoNya, pada pagi hari ini kita masih diberi kesehatan untuk dapat berkumpul untuk dapat mengikuti “Pertemuan Teknis Penegakan Hukum Lingkungan Hidup”.

Pertemuan Teknis Penegakan Hukum Lingkungan Hidup ini diadakan sebagai langkah awal para penegak hukum lingkungan dalam rangka penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia. Sebagaimana diuraikan oleh panitia penyelenggara bahwa pertemuan teknis ini dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi antara Kementerian Lingkungan Hidup, Kejaksaan dan Pengadilan, dan juga dimaksudkan untuk menyamakan persepsi tentang norma dan ketentuan penegakan hukum Lingkungan hidup, khususnya penegakan hukum pidana, perdata dan Tata Usaha Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(3)

Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal itu mengandung konsekuensi terhadap pembangunan ekonomi nasional Indonesia harus berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan

generasi masa kini dan generasi masa depan

Meningkatnya pembangunan di segala bidang telah meningkatkan perekonomian Indonesia, namun lingkungan hidup perlu tetap dijaga kelestariannya agar tetap mampu menunjang pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Pesatnya pembangunan di sektor industri tidak jarang menyisakan masalah terhadap lingkungan hidup di Indonesia, karena mengakibatkan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan termasuk yang berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehatan manusia.

(4)

Limbah industri yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (disingkat B3) berupa zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.

Industri yang menghasilkan limbah berbahaya tersebut antara lain adalah: Industri Petrokimia, peleburan dan pengolahan besi dan baja, Tekstil, Pestisida, Farmasi, Pengawetan Kayu, Peleburan Timah Hitam, Tinta, Cat, Batere Sel Kering, Batere Sel Basah, Eksplorasi Dan Produksi Minyak/Gas dan Panas Bumi, Kilang Minyak dan Gas Bumi, Pertambangan, Bengkel Pemeliharaan Kendaraan, dan masih banyak Pertambangan, Bengkel Pemeliharaan Kendaraan, dan masih banyak yang lainnya. Contoh limbah industry yang berbahaya tersebut antara lain:

Industri Petrokimia, menghasilkan produk organik dari proses pemecahan fraksi minyak bumi atau gas alam, termasuk produk turunan yang dihasilkan langsung dari produk dasarnya. Misalnya : parafin, olefin, naftan dan Hidrokarbon aromatis dan seluruh produk turunannya, akan menghasilkan limbah berbahaya berupa: Organik, Hidrokarbon terhalogenasi, Logam berat (terutama Cr, Ni, Sb) dan Hidrokarbon aromatis;

4

(5)

Industri peleburan/pengolahan besi dan baja menghasilkan limbah berbahaya berupa: Logam berat (terutama As, Cr, Pb, Ni, Cd, Th, dan Zn), Organik (fenolic, naftalen), Sianida, dan Limbah minyak; Industri tekstil menghasilkan limbah berbahaya berupa: Logam berat (terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn), Hirdrokarbon terhalogenasi (dari proses dan ), Pigmen, zat warna dan pelarut

organic dan ( ).

Satu sisi limbah industri membahayakan lingkungan hidup, disisi lain, ada Industri tertentu di dalam negeri masih menggunakan limbah sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong untuk kebutuhan proses produksinya, bahkan pengadaan limbah industri tertentu tidak dapat diperoleh sepenuhnya dari sumber di dalam negeri, sehingga perlu diperoleh sepenuhnya dari sumber di dalam negeri, sehingga perlu dilakukan pengadaan tambahan dari sumber di luar negeri. Pengadaan limbah sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong dari sumber di luar negeri harus tetap memperhatikan upaya perlindungan lingkungan hidup di dalam negeri, sehingga importasinya perlu dilakukan secara terkendali dan terbatas, dan oleh karena itu tentang hal ini telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 41/M DAG/PER/10/2008 Tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya Dan Beracun (Non B3).

dressing finishing Tensioactive surfactant

(6)

Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.

Agar lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem, telah diundangkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini sebagai instrumen hukum terpenting untuk mengendalikan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup, di dalamnya mengatur 3 bidang, yaitu hukum administratif, hukum keperdataan dan hukum pidana.

Penegakan hukum lingkungan dengan demikian meliputi 3 hal, yaitu administratif, keperdataan dan pidana. PPNS dari kementrian Lingkungan Hidup saat ini sedang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana lingkungan hidup yang didominasi perkara impor limbah terkontaminasi yang masuk di pelabuhan-pelabuhan, tentu selanjutnya

(7)

akan dilimpahkan ke Penuntut Umum dan akhirnya dilimpahkan ke Pengadilan. Persoalan klasik dalam penegakan hukum terutama adanya persepsi atau penafsiran aturan hukum yang berbeda, disamping itu juga masalah kordinasi diantara lembaga penegak hukum. Menghadapi masalah itu, maka telah ditempuh langkah-langkah kordinasi antara lembaga-lembaga terkait, yaitu:

1. Dalam penegakan hukum pidana telah ada kesepakatan bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, Kepala Kepolisian RI dan Jaksa Agung RI Nomor 11/MENLH/07/2011, Nomor B/20/VII/2011, Nomor KEP-156/A/JA/07/2011 tentang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu.

2. Dalam penegakan hukum perdata dan Tata Usaha Negara (TUN) telah ditandatangani Nota Kesepahaman antara Ketua Tim Pembaharuan Mahkamah Agung RI dan Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Bidang Penaatan Hukum Lingkungan pada tanggal 18 Juni 2009 tentang Penguatan Kapasitas Hakim Lingkungan.

Meskipun telah dilakukan koordinasi diantara instansi dan aparat penegak hukum, namun dalam penegakan hukum masih menghadapi kendala utama yaitu mengenai perbedaan Pemahaman/penafsiran tentang norma dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta peraturan

(8)

pelaksananya. Hal ini tentunya juga berpengaruh terhadap efektifitas penegakan hukum lingkungan.

Perbedaan pemahaman dalam penegakan hukum pidana antara lain mengenai:

1. Penerapan asas dan ;

2. Pembuktian terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup;

3. Impor dan identifikasi limbah Berbahaya dan Beracun (B3);

4. Kewenangan penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; serta

5. Keterkaitan antara tindak pidana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dengan tindak pidana yang diatur dalam Nomor 32 Tahun 2009 dengan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang sektor terkait seperti kehutanan, pertambangan, perindustrian dan perkebunan.

Perbedaan pemahaman dalam penegakan hukum perdata antara lain mengenai:

1. Penerapan hak gugat ( ) Instansi Pemerintah dan Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan ganti rugi dan atau tindakan tertentu terhadap usaha dan atau kegiatanyang

Ultimum Remedium Premum Remedium legal standing

(9)

menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup;

2. Penerapan hak gugat perwakilan ( ) dan Organisasi Lingkungan Hidup;

3. Alat bukti; 4. Kriteria ahli; dan

5. Cara penghitungan ganti kerugian lingkungan hidup.

Perbedaan pemahaman dalam Penegakan Hukum Tata Usaha Negara antara lain mengenai:

1. Obyek gugatan sengketa Tata Usaha Negara di bidang lingkungan hidup;

2. Pihak yang memiliki hak gugat; 2. Pihak yang memiliki hak gugat;

3. Mekanisme pelaksanaan putusan sela yang melibatkan berbagai instansi terkait dan menimbulkan permasalahan lingkungan hidup yang baru;

4. Penerapan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dan Asas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam sengketa TUN Bidang Lingkungan Hidup.

Dalam rangka mengatasi kendala tersebut maka pada hari ini diselenggarakan Diskusi Panel yang diikuti oleh para Hakim Tinggi dan Hakim Pengadilan Negeri dari Peradilan Umum dan TUN, para Jaksa dan

class action

(10)

para PPNS Kementrian Lingkungan Hidup dengan pembicara dan narasumber dari Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kementrian Lingkungan hidup serta dari Akademisi,

Akhirnya saya ucapkan selamat mengikuti acara Pertemuan Teknis Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, dan saya berharap para peserta mencurahkan seluruh perhatiannya dalam diskusi-diskusi panel sehingga dapat menyatukan pemahaman dalam rangka penegakan hukum lingkungan.

Demikian dan terima kasih Wabillahitaufiq wal hidayah, Wabillahitaufiq wal hidayah, Wassalamualaikum Wr.Wb.

Ketua Mahkamah Agung RI

Dr. H. M. Hatta Ali, SH. MH.

Referensi

Dokumen terkait