• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tulisan ini akan membahas peran Relawan Demokrasi segmen difabel kota Yogyakarta dalam memberikan sosialisasi pada pemilih pemula difabel khususnya penyandang tuna grahita (penyandang tuna mental). Relawan Demokrasi sendiri merupakan kelompok yang dibentuk oleh Komisi Pemilihan Umum dalam rangka meningkatkan kualitas pemilu 2014. Menurunnya angka partisipasi pemilih pada beberapa periode pelaksanaan pemilihan umum menjadi salah satu alasan pembentukan Relawan Demokrasi. Jika dilihat partisipasi pemilih mengalami penurunan, pada pemilu nasional 2004 pemilih hanya mencapai 84% dan pemilu 2009 sejumlah 71%.1 Sementara di Kota Yogyakarta sendiri partisipasi pemilih pada pemilu 2004 berkisar 82%2 dan pada tahun 2009 hanya sekitar 66,54%3 Menurunnya partisipasi pemilih tersebut membuat KPU Kota Yogyakarta menugaskan Relawan Demokrasi untuk menjalankan agenda sosialisasi dan pendidikan pemilih pada pemilu 2014 demi meningkatkan kualitas pemilu.

Pada dasarnya program Relawan Demokrasi yang digagas oleh KPU melibatkan kelompok masyarakat yang berasal dari 5 segmen yang dianggap strategis, diantaranya adalah segmen pemilih pemula, segmen perempuan, segmen difabel, segmen agama, dan segmen pinggiran. Namun dalam hal ini penulis ingin melihat lebih mendalam pada salah satu segmen Relawan Demokrasi yaitu segmen difabel. Relawan Demokrasi segmen difabel adalah kelompok yang secara khusus memberikan sosialisasi kepada penyandang difabel. Perlu

1 Komisi Pemilihan Umum, Petunjuk Pelaksanaan Program Relawan Demokrasi Pemilu Tahun

2014.

2

Partisipasi Pemilih Kota Yogya Terendah, www.pikiran-rakyat.com/node/279201, dilihat pada 8 Juni 2014.

3

Dalam,

http://kpu-jogjakota.go.id/download/arsip/gRAFIK%20PERSENTASE%20YG%20MENGUNAKAN%20HAK%20PI LIH%20DAN%20TIDAK.pdf , dilihat pada 11 November 2014.

(2)

2 dijelaskan dalam hal ini istilah difabel (people with different ability) merupakan kata ganti dari penyebutan ‘cacat’ pada seseorang. Sedangkan penyandang difabel adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial maupun psikologis yang disebabkan oleh ketidaknormalan psikis, fisiologis, maupun tubuh dan ketidakmampuannya dalam mengatasi masalah yang dihadapi.4 Terdapat beberapa macam kecacatan pada penyandang difabel terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, dan penyandang cacat fisik dan mental.5

Terdapat beberapa dasar hukum yang melandasi hak politik difabel yaitu dalam Undang-undang No.4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat pasal 1 yang menyebutkan bahwa:

1. Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari :

a. penyandang cacat fisik;

b. penyandang cacat mental;

c. penyandang cacat fisik dan mental.

2. Derajat kecacatan adalah tingkat berat ringannya keadaan cacat yang disandang seseorang.

3. Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan pe-luang kepada penyandang cacat untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

4. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

4

PRSBD Prof. Dr. Soeharsono, Booklet Ministry Of Social Affairs the National Rehabilitation Centre for the Physically Handicapped Persons, PRSBD Surakarta, 1997, h. 1.

5

(3)

3 5. Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

6. Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada penyandang cacat yang tidak mampu yang bersifat tidak tetap, agar mereka dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.

7. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindung-an dan pelayanan yang bersifat terus menerus, agar penyandang cacat dapat mewujudkan taraf hidup yang wajar.

Selanjutnya dipertegas pada pasal 5 mengenai hak penyandang difabel yaitu: Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama

dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada pasal ini yang dimaksud

dengan aspek kehidupan dan penghidupan yaitu meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, pendidikan, sosial, ketenagakerjaan, ekonomi, pelayanan umum, hukum, budaya, politik, pertahanan, olahraga, rekreasi dan informasi. Sehingga penyandang difabel baik fisik ataupun mental memiliki hak dan kesempatan sama dalam politik. Sementara dalam pasal 19 Undang-undang No.12 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Legislatif menyebutkan bahwa:

1. Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.

2. Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyandang difabel baik fisik ataupun mental memiliki hak dan kesempatan yang sama sebagai warga negara dalam pelaksanaan pemilu.

Penyelenggaraan pemilu merupakan sarana dalam menghasilkan pemimpin negara atau wakil rakyat yang mempunyai wewenang mengatur jalannya pemerintahan, termasuk juga penyandang difabel yang pada akhirnya

(4)

4 akan menjadi bagian penerima manfaat dari program dan kebijakan pemerintah. Bila penyandang difabel ikut berpartisipasi dalam pemilu, berarti mereka juga ikut mengambil pengaruh dalam memilih pemimpin/wakil rakyat. Sementara pada pelaksanaan pemilu, penyandang difabel masih mengalami kendala dalam tata cara memilih. Seperti surat suara yang masih sulit digunakan oleh penyandang tuna netra. Sedangkan penyelenggaraan pemilu 2014 mengalami perubahan dalam tata cara pemberian suara dari pemilu sebelumnya, namun di sisi lain pemahaman penyandang tuna grahita tentang format penyelenggaraan pemilu masih relatif terbatas. Tidak sedikit penyandang tuna grahita yang belum bisa menentukan pilihan atas partai politik maupun pilihan atas calon legislatif yang dipandang bisa mewakili aspirasinya ataupun mengetahui peserta pemilu. Pentingnya peran Relawan Demokrasi dalam menjalankan tugas menurut pandangan penulis merupakan hal menarik untuk diteliti karena kelompok sasaran yang dituju memiliki ciri yang berbeda dan perlu pendekatan yang berbeda pula untuk dapat masuk ke dalam kelompok tersebut. Hal ini yang kemudian menimbulkan pertanyaan, apakah Relawan Demokrasi segmen difabel mampu memberikan sosialisasi yang sesuai kepada penyandang tuna grahita?

Kesadaran akan pentingnya hak memilih tentunya menjadi tantangan Relawan Demokrasi segmen difabel Kota Yogyakarta dalam melakukan sosialisasi semaksimal mungkin kepada penyandang tuna grahita. Apalagi dalam pemilihan legislatif pemilih dihadapkan pada empat surat suara yang harus digunakan dalam proses pemilihan. Penyandang tuna grahita membutuhkan pengarahan khusus yang berbeda dengan pemilih lainnya. Relawan Demokrasi dalam memberikan sosialisasi pemilu harus dapat meyakinkan mereka untuk terlibat aktif dalam pemilu dan memahami pentingnya pemilu dalam demokrasi. Di sisi lain penyandang difabel memiliki kesensitifan pada keterbatasan diri mereka jika sosialisasi dilakukan oleh individu yang dianggap normal. Hal inilah yang kemudian menjadikan penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam untuk melihat peran Relawan Demokrasi segmen difabel dalam mensosialisasikan pemilu pada penyandang tuna grahita yang dilakukan di beberapa Sekolah Luar

(5)

5 Biasa (SLB C) Kota Yogyakarta.6 Penyandang tuna grahita dalam penelitian ini adalah seseorang yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata, lemah mental atau gangguan mental.7 Penyandang tuna grahita yang bersekolah di SLB pun masih jarang menerima isu-isu seputar pemilu ataupun pendidikan politik. Alasan tersebut menjadikan penulis memilih lokus penyandang tuna grahita di beberapa SLB. Sebab mata pelajaran yang diterima penyandang tuna grahita lebih mengarah pada pelatihan ketrampilan (pelajaran akademis 40% dan ketrampilan (non-akademis) 60% pada SMPLB dan SMALB) dan kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum sekolah pada umumnya. Sementara mayoritas dari mereka juga baru pertama kali mengikuti pemilu. Kemudahan dalam mengakses informasi secara lebih mendalam dengan melibatkan guru/ pihak sekolah juga menjadi alasan penulis untuk memilih lokasi di SLB. Beberapa sekolah yang menjadi sasaran oleh Relawan Demokrasi diantaranya adalah SLBN 1 Yogyakarta, SLBN 2 Yogyakarta, SLBN Pembina, SLB Dharma Rena Ring Putra 1 dan SLB Dharma Rena Ring Putra 2. Beberapa sekolah tersebut juga yang akan menjadi lokasi dalam penelitian ini.

Penelitian lain dengan tema serupa yang juga pernah dilakukan ialah penelitian yang dilakukan oleh Agustina Rukmindani Trisini, dengan judul Peran Gereja Dalam Proses Sosialisasi Pemilu 2004. Tulisan tersebut menganalisis peran gereja dalam proses sosialisasi sesuai dengan ajaran agama yang dilakukan oleh tokoh agama. Perbedaan tulisan ini dengan penelitian terdahulu yaitu dalam penelitian ini difokuskan untuk melihat upaya sosialisasi yang dilakukan oleh Relawan Demokrasi pada penyandang tuna grahita, dan juga penulis melihat dampak yang dirasakan oleh penyandang tuna grahita pasca sosialisasi.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka kajian ini difokuskan untuk mengetahui lebih jauh mengenai peran Relawan Demokrasi segmen difabel yang

6

SLB C adalah Sekolah Luar Biasa yang khusus untuk mendidik penyandang tuna grahita.

7

(6)

6 ikut berusaha mensukseskan pemilu legislatif 2014. Maka penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan:

Bagaimana upaya Relawan Demokrasi dalam mensosialisasikan pemilu pada penyandang tuna grahita dalam pemilu legislatif 2014 di Kota Yogyakarta?

C. Tujuan

1. Mengetahui peran Relawan Demokrasi dalam proses sosialisasi pemilu kepada pemilih tunagrahita.

2. Mengetahui keterlibatan pemilih tunagrahita dalam pemilu legislatif 2014 dari adanya sosialisasi pemilu.

D. Kerangka Konsep

Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan fokus penelitian, penulis mengkerangkai konsep yang berhubungan dengan penelitian. Kerangka konsep diharapkan mampu untuk menjelaskan fenomena dalam penelitian tersebut.

I. Sosialisasi Politik

Sosialisasi merupakan sebuah proses seumur hidup yang berkenaan dengan bagaimana individu mempelajari cara-cara hidup, norma, dan nilai sosial yang terdapat dalam kelompoknya agar dapat berkembang menjadi pribadi yang dapat diterima oleh kelompoknya. Sosialisasi sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, sebab pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri. Sementara warga negara dalam kehidupan sehari-hari hampir selalu bersinggungan dengan aspek-aspek politik praktis, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Kehidupan politik dalam keseharian membuat warga negara berinteraksi dengan lembaga pemerintah dan lembaga non-pemerintah yang kemudian membentuk berbagai pandangan dan pengetahuan mengenai praktik perilaku politik

(7)

7 dalam sistem politik. Hal inilah yang kemudian membuat warga negara perlu untuk mengetahui sistem politik negara, dan secara singkat upaya pengenalan terhadap sistem politik oleh warga negara disebut sebagai sosialisasi politik.

I. A. Pengertian Sosialisasi Politik

Untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam mengenai sosialisasi politik ada baiknya untuk mendiskusikan pengertian beberapa ahli tentang sosialisasi politik, antara lain:

1. M. Rush dan P. Althoff

Sosialisasi politik sebagai suatu proses memperkenalkan sistem politik pada seseorang, dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik.8

2. Gabriel Almond

“...Sosialisasi politik adalah bagian dari proses sosialisasi yang

khusus membentuk nilai-nilai politik, yang menunjukkan

bagaimana seharusnya masing-masing anggota berpartisipasi dalam sistem politiknya...”9

3. Freed. I Greenstein, dalam International Encylopedia of The Social

Sciences menjelaskan bahwa sosialisasi politik yaitu

“…penanaman informasi politik yang disengaja, nilai-nilai dan praktek-praktek yang oleh badan-badan instruksional secara formal ditugaskan untuk tanggung jawab ini.” (dan) “semua usahanya mempelajari politik baik formal maupun informal, disengaja ataupun tidak terencanakan, pada setiap tahap siklus kehidupan, dan termasuk di dalamnya tidak hanya secara eksplisit masalah belajar politik saja akan tetapi juga secara nominal

8

Rush & Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1997, h. 25.

9

Gabriel Almond, Perbandingan Sistem Politik. ed Mohtar M, Colin MacAndrews. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press, 2001, h. 34.

(8)

8

belajar bersikap non-politik mengenai karakteristik-karakteristik kepribadian yang bersangkutan.”10

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sosialisasi politik berkaitan dengan proses dan tujuan. Penulis dalam penelitian ini lebih merujuk pada konsep sosialisasi politik menurut Rush dan Althoff. Sosialisasi politik sebagai suatu proses memperkenalkan sistem politik pada seseorang, dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan dimana individu berada. Serta dipengaruhi juga oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadiaannya.11

Terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan mengenai proses sosialisasi politik, pertama, sosialisasi berjalan secara terus menerus selama hidup seseorang. Sikap-sikap yang terbentuk selama masa kanak-kanak selalu disesuaikan atau diperkuat sementara ia menjalani berbagai pengalaman sosial. Seperti pengaruh keluarga selama masa kanak-kanak berubah yang dipengaruhi pendidikan dan lingkungan sosial. Kedua, sosialisasi politik dapat berupa transmisi dan pengajaran secara langsung dan tak langsung. Sosialisasi bersifat langsung ketika melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai, atau perasaan-perasaan mengenai politik secara eksplisit. Sementara sosialisasi politik tak langsung sangat kuat terasa pada masa anak-anak seperti pendidikan pelajaran kewarganegaraan di sekolah.

I. B. Agen Sosialisasi Politik

10

Rush & Althoff, op. cit., h. 35-36.

11

(9)

9 Sosialisasi dijalankan oleh berbagai macam lembaga, lembaga tersebut menjadi sarana/agen sosialisasi politik untuk menyampaikan pesan dan informasi politik. Rush dan Althoff menggariskan beberapa agen sosialisasi politik tersebut diantaranya adalah:

1. Keluarga. Keluarga merupakan primary groups dan agen sosialisasi utama yang memebentuk karakter politik individu karena mereka adalah lembaga sosial yang paling dekat. Peran ayah, ibu, saudara memberi pengaruh yang besar terhadap pandangan politik seorang individu.

2. Sekolah. Sekolah merupakan lembaga yang memberi pengetahuan kepada kaum muda tentang dunia politik dan peranan mereka didalamnya. Sekolah memberikan pandangan yang lebih konkrit tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik melalui pelajaran yang didapat siswa. Sehingga orang yang terpelajar atau mengenyam pendidikan di sekolah lebih sadar akan pengaruh pemerintah terhadap kehidupan mereka, lebih memperhatikan kehidupan politik, memperoleh lebih banyak informasi proses-proses politik dan kompeten dalam tingkah laku politiknya.

3. Peer Group/Kelompok pergaulan. Kelompok pergaulan merupakan sarana sosialisasi karena kelompok pertemanan menciptakan ikatan-ikatan yang membuat individu satu dengan yang lain menjadi memiliki kesamaan pendapat, seperti juga sikap mereka terhadap politik yang kemungkinan muncul dari individu lain di dalam kelompok pergaulan tersebut.

4. Media massa. Media massa merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Tidak perlu disebutkan lagi

(10)

10 pengaruh media massa terhadap seorang individu. Berita-berita yang dikemas dalam media audio visual (televisi), surat kabar cetak, internet ataupun radio, yang berisikan berita situasi pemerintah atau partai politik banyak mempengaruhi masyarakat. meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa mampu menyita perhatian individu karena sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung berlebihan. 5. Pemerintah. Pemerintah merupakan agen yang memiliki

kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Pemerintah dalam hal ini menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah melibatkan diri dalam politik pendidikan, seperti beberapa mata pelajaran ditujukan untuk memperkenalkan siswa pada sistem politik negara.

6. Partai politik. Partai politik membawa kepentingan nilai spesifik dari warga negaranya, seperti agama, kebudyaan, keadilan, nasionalisme dan sejenisnya. Melalui partai politik dan kegiatannya, individu dapat mengetahui kegiatan politik di negara, pemimpin-pemimpin baru, dan kebijakan-kebijakan yang ada.12

I. C. Metode Sosialisasi Politik

Dari beberapa agen tersebut, menurut Rush dan Althoff transmisi dan pengajaran sosialisasi politik dapat dilakukan dalam beberapa variasi, diantaranya yaitu:

- Imitasi (peniruan), merupakan peniruan (copy) terhadap tingkah laku individu-individu lain, dan merupakan hal yang amat penting dalam sosialisasi pada masa kanak-kanak. Walaupun pada dasarnya tidak dibatasi pada tingkah laku anak-anak saja,

12

(11)

11 meskipun imitasi murni lebih banyak terdapat di kalangan kanak-kanak karena pada masa ini keluarga menjadi agen yang memberikan sosialisasi secara langsung.

- Instruksi, merupakan peristiwa penjelasan diri, harus ditekankan bahwa hal tersebut tidak terbatas pada proses belajar formal saja. Hal ini juga dapat terjadi secara informal dan eksplisit seperti pada individu yang terlibat dalam kelompok-kelompok diskusi atau organisasi yang membuat dan membentuk tingkah laku politik seseorang.

- Motivasi, disebutkan oleh Robert Le Vine adalah bentuk “tingkah laku yang tepat-cocok” yang dipelajari melalui proses mencoba dan gagal (trial anda error). Dalam hal ini individu yang bersangkutan secara langsung belajar dari pengalaman mengenai tindakan-tindakan sama-cocok dengan sikap dan pendapat sendiri, atau dengan kata lain penyesuaian diri terhadap pilihan identitas diri atas norma yang dianut.

Sementara menurut Ramlan Surbakti terdapat dua macam sosialisasi politik dilihat dari metode penyampaian pesan yaitu:

a. Pendidikan politik, proses dialogis diantara pemberi pesan dan penerima pesan. Dalam hal ini anggota masyarakat mempelajari simbol politik, norma maupun nilai politik di negaranya. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai norma-norma dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.13

b. Indoktrinasi politik, yaitu proses sepihak yang terjadi ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat

13

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999, h. 117.

(12)

12 untuk menerima nilai, norma dan simbol yang dianggap pihak berkuasa sebagai ideal dan baik.

Sedangkan proses sosialisasi secara langsung terjadi melalui:

- Pendidikan politik, pendidikan politik dapat dilakukan di keluarga, sekolah, lembaga-lembaga politik atau pemerintah dan berbagai kelompok dan organisasi di masyarakat. Pendidikan politik sangat penting bagi kelestarian suatu sistem politik. Di satu pihak, warga negara memerlukan informasi tentang hak-hak dan kewajiban yang mereka miliki untuk masuk dalam arena politik. Di lain pihak warga negara juga harus memperoleh pengetahuan mengenai seberapa jauh hak-hak mereka telah dipenuhi oleh pemerintah.

- Imitasi, proses menyerap atau mendapatkan orientasi politik dengan cara meniru orang lain. Imitasi dapat dilakukan secara sadar dan tidak sadar.

- Pengalaman politik, pembelajaran langsung dalam kegiatan-kegiatan politik. seperti keterlibatan langsung dalam kegiatan-kegiatan partai politik.

- Sosialisasi antisipatoris, sosialisasi dilakukan untuk mengantisipasi peranan-peranan politik yang diinginkan atau akan diemban oleh aktor. Orang yang berharap akan menjalani pekerjaan-pekerjaan profesional atau posisi sosial yang tinggi biasanya sudah mulai memberikan nilai dan pola perilaku yang berkaitan dengan peranan tersebut sejak dini.

Sosialisasi politik menurut Hyman merupakan suatu proses belajar yang kontinyu dan melibatkan pembelajaran secara emosional dan indoktrinasi politik yang nyata dan dimedia (sarana komunikasi) oleh segala partisipasi dan pengalaman individu. Hal

(13)

13 ini menunjukkan komunikasi politik dalam proses sosialisasi politik saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Sosialisasi dipahami sebagai proses transmisi nilai-nilai politik yang menunjukkan bagaimana seharusnya masing-masing anggota masyarakat berpartisipasi dalam sistem politiknya. Sedangkan komunikasi politik berada dalam proses sosialisasi (transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik kepada sistem politik lain, dan antara sistem sosialisasi dan sistem politik. Komunikasi politik merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik dan proses sosialisasi, partisipasi tergantung pada komunikasi.14 Proses komunikasi dalam bentuk dan tingkat apapun akan melibatkan sejumlah pesan-pesan komunikasi, seperti nilai-nilai dan informasi politik dalam fungsi sosialisasi politik yang kemudian diwujudkan dalam proses komunikasi politik. Almond berpendapat bahwa komunikasi politik merupakan salah satu dari empat fungsi input dalam sistem politik. Pendekatan komunikasi politik dalam sistem politik menjadikan komunikasi politik sebagai penyebab bekerjanya seluruh fungsi dalam sistem politik.15

Relawan Demokrasi melakukan sosialisasi politik yang merupakan bagian dari upaya peningkatan partisipasi pemilu, dimana pemilu merupakan bagian penting dalam sistem politik demokrasi. Dan dalam hal ini Relawan Demokrasi menjadi salah satu agen/sarana dari lembaga pemerintah yang dapat kita lihat juga sebagai komunikator dalam proses sosialisasi untuk meberikan informasi, pengetahuan dan nilai-nilai politik. Sehingga Relawan Demokrasi dalam proses sosialisasi turut melakukan komunikasi politik dengan mentransmisikan perihal pemilu kepada penyandang tuna grahita. Sedangkan penyandang tuna grahita dalam hal ini adalah penerima pesan dari adanya sosialisasi.

14

Rush & Althoff, op. cit.., h. 255.

15

(14)

14

E. Definisi Konseptual

1) Sosialisasi politik

Secara umum sosialisasi politik merupakan proses pengenalan sistem politik pada seseorang yang kemudian individu memiliki tanggapan dan reaksi terhadap gejala-gejala politik. Pada proses sosialisasi terdapat informasi dan pengetahuan yang ditransmisikan pada individu-individu dan hal tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Transmisi dilakukan agen sosialisasi dalam menyebar informasi pengetahuan, norma dan nilai sistem politik negara pada invidividu-individu mengarah pada kestabilan politik negara.

Peran Relawan Demokrasi segmen difabel dapat dikatakan memiliki peran dalam sosialisasi politik yang secara khusus memberikan sosialisasi mengenai kepemiluan pada penyandang tuna grahita yang minim akan informasi perihal pemilu. Transmisi informasi dan pengetahuan mengenai pemilu kepada penyandang tuna grahita salah satu upaya untuk menjaga stabilitas sistem demokrasi di Indonesia.

F. Definisi Operasional

F.1 Sosialisasi Politik

- Proses transmisi informasi dan pengetahuan politik kepada masyarakat.

- Terdapat agen sosialisasi dalam mentransmisikan informasi, dalam kajian ini yaitu Relawan Demokrasi.

- Melibatkan masyarakat sebagai individu-individu yang menerima sosialisasi.

- Proses sosialisasi metode dapat berjalan secara langsung maupun tidak langsung.

(15)

15 - Seseorang yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah

rata-rata.

- Penyandang tuna grahita ringan memiliki tingkat IQ 55-69 - Penyandang tuna grahita sedang memiliki tingkat IQ 40-54 - Penyanang tuna grahita berat memiliki tingkat IQ 39-20

G. Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan uraian pada latar belakang, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi kasus merupakan salah satu metode dalam pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan penulis untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam. Selain itu penelitian ini memiliki batasan waktu yaitu pada masa kerja Relawan Demokrasi (sebelum pelaksanaan pemilu legislatif 2014 dan sesudah pemilu. Penulis menggunakan metode studi kasus karena sosialisasi pemilu yang dilakukan kepada penyandang tuna grahita baru kali ini dilakukan, serta Relawan Demokrasi sendiri juga baru dilaksanakan pada pemilu tahun 2014. Tipe studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe studi kasus deskriptif. Menurut Nazir (1998) metode deskriptif analisis adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dengan metode yang dipilih studi ini diharapkan mampu memberikan gambaran serta penjelasan mengenai peran Relawan Demokrasi dalam mensosialisasikan pemilu terhadap penyandang tuna grahita.

G.1 Lokasi Penelitian

Mengingat fokus studi ini adalah melihat peran Relawan Demokrasi segmen difabel dalam sosialisasi pemilu pada penyandang tuna grahita, dan untuk mempersempit lingkup kajian agar tidak terlalu luas dan

(16)

16 melebar dalam analisa maka penulis membatasi lokus penelitian yaitu pada sasaran sosialisasi Relawan Demokrasi. Adapun pembatasan yang dilakukan pada sasaran sosialisasi Relawan Demokrasi adalah penyandang tuna grahita yang terdaftar sebagai pelajar di beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ada di Kota Yogyakarta. Lokasi ini dipilih penulis karena penyandang tuna grahita yang berada di lingkungan sekolah lebih mudah diakses karena untuk berkomunikasi dapat melibatkan guru sekolah. Selain itu karena isu-isu seputar pemilu maupun pendidikan politik jarang diterima siswa SLB. Sebab mata pelajaran yang diterima siswa lebih pada pelatihan ketrampilan dan memiliki kurikulum yang berbeda. Beberapa sekolah yang menjadi sasaran oleh Relawan Demokrasi diantaranya adalah SLBN 1 Yogyakarta, SLBN 2 Yogyakarta, SLBN Pembina, SLB Dharma Rena Ring Putra 1 dan SLB Dharma Rena Ring Putra 2.

G.2 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan pembahasan yang mendalam terhadap kasus secara mendetail, maka dibutuhan kelengkapan data dan pengumpulan data yang memadai. Mengingat hal tersebut, dalam penelitian ini penulis akan menggunakan beberapa teknik. Pada penelitian ini sumber data dibagi menjadi sumber data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari survey, dokumen, dan kajian pustaka. Secara lebih lanjut beberapa teknik pengumpulan yang digunakan penulis diantaranya yaitu:

1. Wawancara: informasi dapat diperoleh dengan mewawancarai informan dengan teknik indepth interview dan terbuka. Informan yang diwawancarai tidak hanya merespon secara pasif tetapi turut aktif dalam memberikan masukan informasi dan membangun data penelitian. Pertanyaan besifat terbuka sehingga pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan situasi di lapangan. Wawancara dilakukan untuk mengetahui lebih jauh mengenai data atau informasi yang akan

(17)

17 diperoleh. Namun dalam hal ini peneliti juga membatasi wawancara agar tidak terjadi pembicaraan yang terlalu luas yang justru membingungkan peneliti, sehingga dalam hal ini peneliti juga menggunakan interview guide agar informasi yang didapat memenuhi maksud dan tujuan penelitian.

Sedangkan dalam penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan anggota Relawan Demokrasi segmen difabel kota Yogyakarta, anggota KPU kota Yogyakarta terutama pada divisi sosialisasi dan pendidikan pemilih. Wawancara dengan anggota Relawan Demokrasi dilakukan guna mengetahui lebih mendalam apa yang tidak dapat diperoleh dalam kegiatan observasi. Sedangkan wawancara dengan anggota KPU untuk melengkapi data seperti regulasi dan hal-hal teknis menyangkut Relawan Demokrasi. Serta tidak lupa wawancara dilakukan pada pihak sekolah dan para siswa yang mendapatkan sosialisasi dari Relawan Demokrasi.

2. Observasi: tidak hanya dengan mewawancarai informan, untuk mendapatkan data yang komprehensif, penulis akan melakukan observasi ketika Relawan Demokrasi melakukan kegiatan sosialisasi kepada penyandang tuna grahita di lokasi penelitian.

3. Kuesioner: untuk mendapatkan data yang lengkap maka penulis mengajukan sejumlah pertanyaan dalam kuesioner pada penyandang tuna grahita untuk mendapatkan informasi dari sudut pandang penyandang tuna grahita yang menjadi sasaran Relawan Demokrasi. 4. Dokumen dan laporan: Teknik pengumpulan data dengan

dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Untuk mendapatkan kelengkapan data yang memadai, penulis akan mengumpulkan data baik berupa dokumen ataupun laporan peninjauan program Relawan Demokrasi. Data yang diperoleh berupa artikel, kliping, arsip laporan, dan artikel internet. 5. Penelitian Pustaka: Penulis percaya bahwa penelitian dengan tema

(18)

18 kajian yang berbeda. Atas dasar tersebut, penulis melakukan penelitian pustaka dengan tujuan meninjau penelitian yang pernah dilakukan oleh orang lain.

G.3 Teknik Pemilihan Informan

Informan adalah orang yang dianggap mampu dan mempunyai kompetensi untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Pemilihan narasumber atau informan dalam suatu penelitian difokuskan pada representasi atas masalah yang diteliti. Selain itu pemilihan informan juga memperhatikan kebutuhan kelengkapan data. Sehingga pada studi ini informan yang dianggap berkapasitas untuk memberikan informasi mendalam bagi penelitian yaitu anggota KPU kota Yogyakarta Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih, Relawan Demokrasi segmen difabel, penyandang tuna grahita dari beberapa sekolah yang menjadi sasaran sosialisasi dan pihak sekolah yang mendapat kunjungan sosialisasi. Meski pemetaan informan awal dilakukan namun dalam hal ini penulis juga menggunakan teknik snowball dalam wawancara untuk mendapat data yang lebih mendalam dan memadai.

G.4 Teknik Analisa Data

Untuk menganalisis data, diperlukan pengolahan data yang telah didapat dari lapangan. Setelah data-data yang diperlukan dari berbagai sumber tersebut terkumpul dan dirasa cukup untuk memenuhi analisa, data diolah dengan reduksi data, mengumpulkan data dan mengkategorisasikan data dari mulai hasil data observasi, hasil wawancara, dokumen, dan sebagainya. Selanjutnya dilakukan pengecekan data agar diperoleh keabsahan data dan memiliki kredibilitas yang memenuhi untuk menjawab

(19)

19 rumusan masalah yang diperkuat oleh teori dengan hasil data yang diperoleh. Analisa yang kuat akan menyeimbangkan teori dengan data yang diperoleh, sehingga jika analisa telah dirasa kuat dan mampu menemukan jawaban yang ada mengenai peran Relawan Demokrasi dalam mensosialisasikan proses pemilu kepada penyandang tuna grahita yang kemudian ditarik kesimpulan yang mampu memberikan tujuan dan manfaat bagi pembaca.

H. Sistematika Penulisan Bab

Tulisan ini akan dibagi ke dalam lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang penelitian, perumusan masalah, kerangka konsep dalam membingkai kasus yang diteliti dan penjabaran mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian. Kemudian pada Bab II berisi penjelasan mengenai permasalahan yang sering terjadi pada penyandang tuna grahita dan penjelasan hadirnya Relawan Demokrasi segmen difabel sebagai problem solver. Pada Bab III berikutnya masuk ke bagian analisa untuk menjelaskan upaya yang dilakukan Relawan Demokrasi dalam proses sosialisasi. Selanjutnya Bab IV yaitu penjelasan dampak dari adanya sosialisasi dengan melihat permasalahan yang sering terjadi dan merefleksikan pada sudut pandang penyandang tuna grahita sebagai penerima sosialisasi. Pada akhirnya, analisa-analisa sebelumnya akan ditarik kesimpulan di Bab akhir yaitu Bab V yang merupakan kesimpulan akhir dan rekomendasi.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kenyataannya Gedung Juang 45 di desain tertutup tanpa ada ventilasi alami dan membuat sirkulasi udara di dalam ruang sangat kurang, padahal sumber daya

Dr Muzamuil Qomar dalam bukunya manajamen Pendidikan Islam, dikatakan bahwa suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati

Abstrak - Penelitian ini bertujuan mengukur kualitas pelayanan penyuluh pertanian pada UPT BPP Sukaraja dengan menggunakan metode fuzzy service quality (servqual) dengan

Penelitian yang dilakukan oleh Agustina tahun 2017 yang berjudul: Penggunaan Teknologi Informasi, Kemudahan, dan Fitur Layanan Terhadap Minat Nasabah Dalam

Grafik hubungan antara tegangan dan regangan pada berbagai arus pengelasan dengan menggunakan kampuh V dapat dilhat pada gambar Dari grafik terlihat bahwa

Pada sekitar tahun 695 M,, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Mutu Perilaku Merokok

Perbedaan hasil peningkatan literasi sains yang besar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan nilai Cohen (d) yaitu 1,6 ( large) dan mengindikasikan