• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

selanjutnya, sebagai upaya untuk mempertahankan pelanggan dan mengembangkan produk dan pelayanannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2 .1.1 Merek

Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Defenisi ini memiliki kesamaan dengan defenisi versi American Marketing association yang menekankan peranan merek sebagai identifier dan differentiator. Kedua defenisi ini menjelaskan secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama, logo atau simbol baru untuk sebuah produk baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek (Tjiptono, 2005:2).

Menurut Kertajaya (2009:11) merek adalah indikator value yang ditawarkan oleh perusahaan terhadap pelanggan, aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat kepuasan dan loyalitas pelanggan, merek juga menjadi “alat ukur” bagi kualitas value yang digunakan perusahaan.

(2)

atau semua manfaat yang didapat oleh pelanggan dibagi dengan total give atau semua pengorbanan yang diberikan oleh konsumen . Total get mencakup dua komponen, yaitu functional benefit dan emotional benefit. Fungsional benefit biasanya berkaitan langsung dengan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh

sebuah produk. Sementara itu, emotional benefit adalah manfaat yang diperoleh konsumen berdasarkan pengalaman menggunakan produk berupa stimulasi terhadap emosi dan perasaannya.

Menurut Aaker (1997:9), merek adalah nama dan atau symbol yang bersifat membedakan (seperti, sebuah cap, logo atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Dengan demikian suatu merek membedakannya dari barang dan jasa yang dihasilkan kompetitor. Suatu merek pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut. Di samping itu, merek melindungi, baik konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik.

2.1.1.1 Tujuan Merek

Hasan (2009:152) menyatakan bahwa penggunaan merek memiliki berbagai macam tujuan, yaitu:

a. Sebagai identitas perusahaan yang membedakannya dengan produk pesaing, sehingga pelanggan mudah mengenali dan melakukan pembelian ulang.

(3)

b. Sebagai alat promosi yang menonjolkan daya tarik produk c. Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan,

jaminan kualitas, serta citra prestise tertentu kepada konsumen. d. Untuk mengendalikan dan mendominasi pasar. Artinya, dengan

membangun merek yang terkenal, bercitra baik, dan dilindungi.

hak eksklusif berdasarkan hak cipta / paten, maka perusahaan dapat meraih dan mempertahankan loyalitas konsumen.

2.1.1.2 Makna Merek

Hasan (2009:152) menjelaskan dalam suatu merek terkandung 6 (enam) macam makna, yaitu:

1 . A t r i b u t

Merek menyampaikan atribut-atribut tertentu, misalnya Mercedes mengisyaratkan tahan lama (awet), mahal, desain berkualitas, nilai jual kembali yang tinggi, cepat dan sebagainya. 2 . M a n f a a t

Merek bukanlah sekedar sekumpulan atribut, sebab yang dibeli oleh konsumen adalah manfaat, bukannya atribut.

3 . Nilai – nilai

Merek juga menyatakan nilai – nilai yang dianut produsennya. Contohnya Mercedes mencerminkan kinerja tinggi, keamanan dan prestise.

(4)

Dalam merek juga terkandung pula budaya tertentu. 5 . Kepribadian

Merek bisa pula mempoyeksikan kepribadian tertentu. Apabila suatu merek divisualisasikan dengan orang, binatang, atau suatu proyek yang akan terbayangkan.

6. Pemakai

Merek juga mengisyaratkan tipe konsumen yang membeli atau menggunakan produknya.

2.1.2 Experential Marketing

Experiential Marketing merupakan suatu metode pemasaran yang relatif baru, yang disampaikan ke dunia pemasaran lewat sebuah buku Experiential Marketing: How to Get Customers to Sense, Feel, Think, Act, and Relate to Your Company and Brands, oleh Bernd H. Schmitt. Schmitt (1999) menyatakan bahwa inti dari konsep experential marketing adalah pemasaran dengan manajemen yang didorong pengalaman.

Menurut Schmitt (1999) experiential marketing dapat sangat berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan merek, membedakan produk mereka dari produk pesaing, menciptakan sebuah citra dan identitas untuk sebuah perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk pelanggan untuk mencoba dan membeli produk. Pelanggan juga ingin perusahaan-perusahaan dan merek-merek tersebut dapat berhubungan dengan hidup mereka, mengerti mereka, menyesuaikan dengan kebutuhan mereka dan membuat hidup mereka lebih

(5)

terpenuhi. Hal yang terpenting adalah menciptakan pelanggan yang loyal. Dalam era informasi, teknologi, perubahan dan pilihan, setiap perusahaan perlu lebih selaras dengan para pelanggan dan pengalaman yang diberikan produk atau jasa mereka.

Tahap awal dari sebuah experiential marketing terfokus pada tiga kunci pokok:

1. Pengalaman Pelanggan. Pengalaman pelanggan melibatkan panca indera, hati, pikiran yang dapat menempatkan pembelian produk atau jasa di antara konteks yang lebih besar dalam kehidupan.

2. Pola Konsumsi. Analisis pola konsumsi dapat menimbulkan hubungan untuk menciptakan sinergi yang lebih besar. Produk dan jasa tidak lagi dievaluasi secara terpisah, tetapi dapat dievaluasi sebagai bagian dari keseluruhan pola penggunaan yang sesuai dengan kehidupan konsumen. Hal yang terpenting, pengalaman setelah pembelian diukur melalui kepuasan dan loyalitas.

3. Keputusan rasional dan emosional. Pengalaman dalam hidup sering digunakan untuk memenuhi fantasi, perasaan dan kesenangan. Banyak keputusan dibuat dengan menuruti kata hati dan tidak rasional.

Experiential Marketing adalah teknik pemasaran yang menghubungkan konsumen dengan merek produk perusahaan. Pendekan experiential dalam meluncurkan merek dinilai lebih efektif dan relevan dibandingkan dengan apa yang dapat ditawarkan iklan media massa. Karena dalam experiential marketing,

(6)

kita perlu menciptakan persepsi konsumen yang meliputi sense, feel, think, act dan relate. Suatu merek kini harus dapat menyentuh kelima unsur ini. Konsumen harus bisa merasakan, memikirkan dan bertindak sesuai harapannya. Bahkan jika memungkinkan, tercipta rasa memiliki terhadap suatu merek, sehingga akhirnya haini menjadi diferensiasi bagi merek tersebut. Lebih lagi, nilai merek bukan lagi hanya tergantung pada diferensiasi produknya (functional benefit), tapi juga diferensiasi dalam emosionalnya (emotional benefit).

Schmitt (1999) memberikan suatu framework alternatif Strategic expereince modules (SEMs) terdiri dari lima tipe, yaitu sense, feel, think, act, dan relate.

1. Sense

Sense ditujukan terhadap rasa dengan tujuan untuk menciptakan pengalaman melalui penglihatan, suara, sentuhan, rasa dan bau. Sense bagi konsumen, berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu produk dari produk yang lain,untuk memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk membentuk nilai suatu produk.

2. Feel

merupakan strategi pendekatan perasaan (afeksi) dan implementasi terhadap perusahaaan dan merek melalui experience providers, dengan tujuan untuk mempengaruhi suasana hati, perasaan dan emosi yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi, orang-orang yang terlibat dalam peristiwa- peristiwa, perusahaan dan situasi, dan objek dari

(7)

peristiwa tersebut. Dari ketiga hal tersebut menimbulkan pengaruh terhadap produk, merek, perusahaan, dan situasi konsumsi.

3. Think

Tujuan pemasaran think adalah untuk mendorong pelanggan terlibat dalam pemikiran seksama dan kreatif, dimana hasil yang didapat tanpa penilaian kembali perusahaan dan produk.

4. Act

Act merupakan strategi pemasaran yang berfungsi menciptakan pengalaman yang berkaitan dengan pola perilaku, gaya hidup jangka panjang serta pengalaman dengan orang lain.

5. Relate

Relate merupakan strategi pemasaran yang bertujuan menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat, atau budaya, dimana seorang pelanggan dapat berinteraksi, berhubungan, dan berbagi kesenangan yang sama.

2.1.3 Brand Experience

2.1.3.1 Pengertian Brand experience

Brand experience telah menarik perhatian dalam praktek pemasaran sekarang ini. Praktisi-praktisi pemasaran harus meyadari bahwa dengan memahami apa sebenarnya peran brand experience, akan sangat membantu para pemasar

(8)

untuk mengembangkan strategi pemasaran. Menurut Brakus, Schmitt dan Zarantonello (2009) Brand experience didefenisikan sebagai sensasi, perasaan,kognisi dan tanggapan konsumen yang ditimbulkan oleh merek, terkait rangsangan yang ditimbulkan oleh desain merek, identitas merek, komunikasi pemasaran, orang dan lingkungan merek tersebut dipasarkan.

Untuk dapat mendefenisikan lebih jauh mengenai brand experience Brakus, Schmitt dan Zarantonello (2009) memulai penelitian dengan melihat sudut pandang konsumen dengan menguji pengalaman-pengalaman konsumen itu sendiri dan bagaimana pengalaman itu menghasilkan pendapat sikap, dan aspek lainnya dari perilaku konsumen. Brand experience dimulai pada saat konsumen mencari produk, membeli, menerima pelayanan dan mengkonsumsi produk. Brand experience dapat dirasakan langsung saat konsumen mengkonsumsi, dan membeli produk. Brand experience dapat dirasakan secara tidak langsung saat konsumen melihat iklan atau juga saat pemasar mengkomunikasikan produk melalui website.

Menurut Schmitt (1999) idealnya, sebuah perusahaan yang ingin menerapkan experiential marketing mampu memberikan experience yang integral, yaitu menyampaikan kelima elemen experience melalui Experience Provider yang terdiri dari:

1. Komunikasi, meliputi iklan, komunikasi perusahaan baik internal maupun eksternal, dan public relation.

2. Identitas dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama, logo, warna, dan lain-lain.

(9)

4. Co-branding, meliputi even-even pemasaran, sponsorship, aliansi dan rekanan kerja, lisensi, penempatan produk dalam film, dan sebagainya.

5. Lingkungan spatial, termasuk desain kantor, baik interior maupun eksterior, outlet penjualan, ekshibisi penjualan, dan lain-lain.

6. Web sites

7. Orang, meliputi penjual, representasi perusahaan, customer service, operator call centre, dan lainnya.

Schmitt (1999) juga mengemukakan beberapa cara untuk membentuk dan mengelola Brand experience .

1. Experiences don’t just happen; they need to be planned. Dalam proses perencanaan, seorang pemasar harus kreatif, memanfaatkan kejutan, intrik, dan bahkan provokasi

2. Think about the customer experience first.

Seorang pemasar menentukan karakteristik-karakteristik fungsional dari sebuah produk dan manfaat dari merek yang ada.

3. Be obsessive about the details of the experience.

Konsep pemuasan kebutuhan konsumen tradisional melewatkan unsur-unsur sensori, perasaan hangat yang dirasakan konsumen, serta ‘cuci otak’ konsumen, yang meliputi pemuasan seluruh tubuh dan seluruh pikiran

(10)

konsumen. Schmitt (1999) menyebutnya Exultate Jubilate, yang berarti kepuasan yang amat sangat.

4. Find the “duck” for your brand.

Maknanya, seorang pemasar diharapkan mampu memberikan suatu karakter yang memberikan kesan yang mendalam, yang akan terus-menerus membangkitkan kenangan, sehingga konsumen menjadi loyal. Karakter ini adalah suatu elemen kecil yang sangat mengesankan, membingkai, dan merangkum keseluruhan experience yang dirasakan konsumen. 5.Think consumption situation, not product. 6 . Strive for “holistic experiences”

Holistic, seperti yang telah disebutkan diatas, adalah sebuah perasaan yang luar biasa, menyentuh hati, menantang intelegensi, relevan dengan gaya hidup konsumen, dan memberikan hubungan yang mendalam antar konsumen.

7. Profile and track experiential impact with the Experiential Grid.

(11)

Metode penelirian dalam pemasaran bisa berbentuk kuantitatif maupun kualitatif, verbal maupun visual, dan di dalam maupun di luar laboratorium. Pemasar dalam meneliti harus eksploratif dan kreatif, serta menomorsekiankan tentang reliabilitas, validitas, dan kecanggihan metodologinya.

9. Consider how the experience changes.

Pemasar terutama harus memikirkan hal ini ketika perusahaan memutuskan untuk memperluas merek ke dalam kategori baru.

10. Add dynamism and “dionysianism” to your company and brand.

Kebanyakan organisasi dan perusahaan pemilik merek terlalu takut, terlalu perlahan, dan terlalu birokratis. Untuk itulah dionysianism perlu diterapkan. Dionysianism adalah kedinamisan, gairah, dan kreativitas.

2.1.3.2 Dimensi Brand Experience

Menurut Brakus, Schmitt, dan Zarantonello (2009) terdapat 4 dimensi brand experience :

1. Sensorik, menciptakan pengalaman melalui penglihatan, suara, sentuhan, bau, dan rasa.

(12)

2. Afeksi, pendekatan perasaan dengan mempengaruhi suasana hati, perasaan dan emosi.

3. Perilaku, menciptakan pengalaman secara fisik, pola perilaku, gaya hidup.

4. Intelektual, menciptakan pengalaman yang mendorong konsumen terlibat dalam pemikirann seksama mengenai keberadaan suatu merek.

Banyak penelitan saat ini mengenai brand experience hanya mengungkapkan kegunaan atribut-atribut dari suatu produk, tidak mengungkapkan pengalaman-pengalaman yang ditimbulkan oleh suatu brand. Ketika konsumen mencari, membeli dan mengkonsumsi merek, konsumen tidak hanya terfokus akan kegunaan dari atribut-atribut suatu produk, namun disamping itu juga mereka akan merasakan variasi stimuli-stimuli yang berkaitan dengan merek tersebut. Stimuli-stimuli yang berkaitan dengan merek ini muncul sebagai bagian dari desain dan identitas merek (nama,logo), tampilan produk, co-branding (melalui event-event pemasaran, sponsorship), komunikasi pemasaran (brosur, iklan, website), orang(customer service, sales, call center) dan lingkungan dimana merek tersebut dipasarkan atau dijual. Stimuli-stimuli inilah yang merupakan sumber utama, terciptanya brand experience (Brakus, Schmitt, dan Zarantonello, 2009).

Brand experience bergantung pada kepuasan konsumen secara stimultan akan kebutuhannya (Temporal, 2001:65). Kebutuhan-kebutuhan yang dimaksud termasuk kebutuhan-kebutuhan fungsional yang terpenuhi dengan pembelian produk atau jasa, juga kebutuhan emosional yang diperoleh pelanggan berupa

(13)

stimulasi terhadap emosi dan perasaanya yang dipenuhi oleh merek. Brand experience dibangun berdasarkan asumsi bahwa diatas kebutuhan konsumen mempunyai keinginan dan hasrat. Jadi selain peduli dengan bagaimana suatu brand dapat melaksanakan fungsinya, konsumen menikmati saat-saat atau pengalaman berinteraksi dengan brand tersebut.

Brand experience akan semakin berkesan apabila memiliki perbedaan dari kompetitor, dan disampaikan dengan jelas. Menurut Temporal (2001:64) bagi konsumen, brand experience yang baik lebih dari sekedar kualitas dan fungsi. Beberapa hal diantaranya adalah comments one gets from others, admiring looks, “wow” expression, jealous stares, sugesstive glances, secreative smiles, dan “me too” faces.

Pemasar harus berupaya keras agar dapat memiliki koneksi dengan konsumennya dalam mewujudkan brand experience. Konsumen akan terus berharap pada merek untuk meyediakan brand experience berkesan yang melibatkan mereka dalam memenuhi kebutuhan mereka. Brand experience merupakan proses belajar bagi konsumen karena dari brand experience, konsumen memperoleh banyak informasi mengenai produk.

Hubungan emosional dengan merek akan dengan sendirinya tercipta melalui bagaimana konsumen menghabiskan sejumlah waktu dengan merek. Brand experience akan menjadi sumber bagi konsumen atas terciptanya brand trust (rasa percaya pada merek) dan hal ini akan mempengaruhi costumer satisfaction pada saat mengkonsumsi suatu merek (Ferinnadewi, 2008: 148). 2.1.4 Brand Trust

(14)

2.1.3.1 Pengertian Brand Trust

Menurut Murthy (dalam Kertajaya, 2004:157) dari sudut pandang perusahaan, brand trust adalah merek yang berhasil menciptakan brand experience yang berkesan dalam diri konsumen yang berkelanjutan dalam jangka panjang, berdasarkan integritas, kejujuran dan kesantunan brand tersebut. Menurut Guviez & Korchia (dalam Ferinnadewi, 2008:148) dari sudut pandang konsumen, brand trust merupakan variabel psikologis yang mencerminkan sejumlah asumsi awal yang melibatkan kredibilitas, integritas, dan benevolence, yang dilekatkan pada merek tertentu.

Brand trust akan mempengaruhi customer satisfaction dan customer loyalty. Mempertimbangkan hal tersebut, brand trust memiliki peran yang penting bagi produk. Sesuai dengan pendapat Delgado (dalam Ferinnadewi, 2008:150) brand trust adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik merek. Berdasarkan defenisi ini brand trust merefleksikan dua komponen penting, yang pertama yakni, keyakinan konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan atau dengan kata lain persepsi bahwa merek tersebut mampu memenuhi harapan konsumen dengan terpenuhinya janji merek yang pada akhirnya menciptakan customer satisfaction, yang kedua, keyakinan konsumen bahwa merek tersebut mampu mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah dalam konsumsi produk muncul secara tidak terduga.

Brand trust bersandar pada penilaian konsumen yang subjektif didasarkan pada beberapa persepsi yaitu:

(15)

1. Persepsi konsumen terhadap manfaat yang dapat diberikan produk/merek

2. Persepsi konsumen akan reputasi merek, persepsi konsumen akan kesamaan kepentingan dirinya dengan penjual dan persepsi mereka pada sejauh mana konsumen dapat mengendalikan penjual

3. Persepsi Walzuch, Teltzrow et.al (dalam Ferinnadewi, 2008:149). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pengaruh faktor pengetahuan, faktor pengalaman, dan faktor persepsi akan menentukan kepercayaan konsumen.

Sumber:Walzuch et. al (dalam Ferinnadewi, 2008:149) (Diolah)

Gambar 2.1 Kepercayaan Konsumen pada Elektronik Retailing Walzuch Menurut Shaw (dalam Ferinnadewi, 2008:152) terdapat tiga aktivitas yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menumbuhkan brand trust yang dapat dirumuskan sebagai berikut ini:

Perception based factors

Reputation(+) Information resources: - Information from friends and relatives - Word of mouth Similarity (+) Control (+) Familiarity (+) Knowledge-based factors Information practices (+) Experience-based factors Duration of experience (+) Communication of intention (+) TRUST e-retailing

(16)

Sumber : Shaw (dalam Ferinnadewi, 2008:152)

Gambar 2.2 Mendapatkan dan Mempertahankan Kepercayaan

1. Achieving result, harapan konsumen tidak lain adalah janji konsumen yang harus dipenuhi bila ingin mendapat kepercayaan konsumen. Dalam rangka memenuhi janjinya kepada konsumen, maka setiap karyawan dalam perusahaan harus bekerjasama dengan memenuhi tanggung jawabnya masing-masing.

2. Acting with integrity, Bertindak dengan integritas berarti adanya konsistensi antara ucapan dan tindakan dalam setiap situasi yang dilakukan oleh perusahaan . Adanya integritas merupakan faktor kunci bagi konsumen untuk percaya akan ketulusan dan kejujuran suatu perusahaan.

3. Demonstrate concern, kemampuan perusahaan untuk menunjukkan perhatiannya kepada konsumen dalam bentuk menunjukkan sukap pengertian ketika konsumen menghadapi masalah dengan produk, akan menumbuhkan kepercayaan konsumen kepada merek.

2.1.5 Customer Satisfaction

2.1.5.1 Pengertian Customer Satisfaction

Customer satisfaction menurut Kotler (dalam Tjiptono, 2005:351) adalah rasa senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapannya. Jika kinerja memenuhi harapan maka pelanggan akan puas, sebaliknya jika kinerja tidak memenuhi harapan maka pelanggan akan kecewa. Sementara jika kinerja melebihi harapan

(17)

Menurut West brook & Reily (dalam Tjiptono2005:349) customer satisfaction merupakan respon emosional terhadap pengalaman-pengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli ,gerai ritel, atau bahkan pola perilaku (seperti perilaku berbelanja dan perilaku membeli), serta pasar secara keseluruhan.

Hunt (dalam Tjiptono, 2005:350) berpendapat, pada prinsipnya, defenisi customer satisfaction dapat diklasifikaiskan ke dalam lima kategori pokok, yakni perspektif defenisi normatif, ekuitas/keadilan, standar normatif, keadilan prosedural, dan atribusional.

Tabel 2.1

Defenisi Customer Satisfaction

Perspektif Defenisi Customer Satissfaction Normatif deficit

defenition

Perbandingan antara hasil (outcome) aktual dengan hasil yang secara kultural dapat diterima Equity defenition Perbandingan perolehan/keuntungan yang

didapatkan dari pertukaran sosial. Bila perolehan tersebut tidak sama, maka pihak yang dirugikan tidak akan puas.

Procedural fairnes defenition

Kepuasan merupakan fungsi dari keyakinan / persepsi konsumen bahwa ia telah diperlakukan secara adil.

Attributional defenition Kepuasan tidak hanya ditentukan oleh ada tidaknya harapan, namun juga oleh sumber penyebabnya diskonfirmasi.

(18)

2.1.5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Customer Satisfaction

Menurut Hasan (2009:66) faktor-faktor yang mempengaruhi harapan pelanggan yang nantinya juga akan memepengaruhi persepsi pelanggan tersebut terhadap suatu produk yaitu :

1. Personal Needs

Bahwa pada dasarnya setiap orang pasti mempunyai kebutuhan yang spesifik yang tergantung pada karakteristik individu, situasi dan kondisi dari pelanggan tersebut.

2. Past Experience

Bahwa pengalaman masa lalu dalam mengkonsumsi barang dan jasa yang sama. Pengalaman yang dialami oleh seorang konsumen akan mempengaruhi persepsi konsumen tesebut terhadap kinerja perusahaan yang bersangkutan.

3. Word Of Mouth

Bahwa preferensi konsumen terhadap suatu layanan akan dipengaruhi perkataan orang lain, yang membentuk harapan konsumen.

4. External Communication

Bahwa komunikasi eksternal dari penyedia barang atau jasa memainkan peranan yang penting dalam membentuk harapan konsumen seperti promosi dan iklan.

(19)

2.1.5.3 Manfaat Program Customer Satisfaction

Perencanaan, implementasi, dan pengendalian program customer satisfaction memberikan manfaat sebagai berikut (Hasan, 2009:67):

1.Reaksi terhadap produsen berbiaya rendah

Perang harga dianggap oleh banyak perusahaan dianggap oleh banyak perusahaan menjadi senjata ampuh untuk meraih pangsa pasar. Cukup banyak fakta bahwa pelanggan yang bersedia membayar harga yang lebih mahal untuk pelayanan dan kualitas yang lebih lebih baik. Strategi fokus pada customer satisfaction merupakan alternatif dalam upaya mempertahankan pelanggan untuk menghadapi para produsen berbiaya rendah.

2.Manfaat Ekonomis

Mempertahankan dan memuaskan pelanggan saat ini jauh lebih mudah dibandingkan terus menerus berupaya menarik pelanggan baru. Biaya mempertahankan dan memuaskan pelanggan jauh lebih murah empat sampai enam kali lipat dibandingkan biaya mencari pelanggan baru.

3.Reduksi sensitivitas harga

Pelanggan yang puas terhadap perusahaan cenderung lebih jarang menawar harga untuk tiap pembelian individualnya. Dalam banyak kasus, kepuasan pelanggan mengalihkan pada fokus harga pelayanan dan kualitas.

(20)

4. Key sukses bisnis masa depan

a Kepuasan pelanggan merupakan indikator kesuksesan bisnis di masa depan yang mengukur kecenderungan reaksi pelanggan terhadap perusahaan di masa yang akan datang.

5. Word of mouth relationship

Pelanggan yang puas dapat membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan.

2.1.5.4 Konsep Customer Satisfaction

Konsep teoritis dari customer satissfaction dapat dikaji dari teori experientally affective feelings, dan expectancy disconfirmation theory (Hasan, 2009:59).

1. Experientally Affective Feelings

Pendekatan experience affective (pengalaman perasaan afektif) berpandangan bahwa tingkat customer satisfaction dipengaruhi perasaan positif dan negatif yang diasosiasikan pelanggan dengan barang atau jasa tertentu setelah pembeliannya. Dengan kata lain, selain pemahaman kognitif mengenai diskonfirmasi harapan, perasaan yang timbul dalam proses purnabeli mempengaruhi perasaan puas atau tidak puas terhadap produk yang dibeli.

2. Expentancy Disconfirmation Theory

Model ini mendefenisikan customer satisfaction yang menunjukkan evaluasi pengalaman yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan. Pemakaian merek tertentu atau merek lainnya dalam kelas produk yang

(21)

sama, pelanggan membentuk harapan atas kinerja seharusnya dari merek bersangkutan. Harapan atas kinerja dibandingkan dengan kinerja aktual produk ada 3 kemungkinan yang terjadi:

1.Apabila kualitas lebih rendah dari harapa. yang terjadi adalah ketidakpuasan emosinal (negative disconfirmation),

2.Apabila kinerja lebih besar dibandingkan harapan, terjadi kepuasan emosional (positive disconfirmation).

3.Apabila kinerja sama dengan harapan, terjadi konfirmasi harapan (simple disconfimation atau non satisfaction).

Sumber: Hasan (2009:61)

Gambar 2.3 Pembentukan Kepuasan - Ketidakpuasan Pelanggan Pengalaman Produk Merek

Sebelumnya

Harapan Terhadap Kinerja Seharusnya Tertentu

Evaluasi Kesesuaian-Ketidaksesuaian Harapan

d Ki j

Evaluasi Terhadap Kinerja Aktual Merek Bersangkutan

Konfirmasi Harapan Ketidakpuasan

Emosional

Kepuasan Emosional

(22)

2.1.5.5 Mengukur Customer Satisfaction

Menurut Kotler ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur customer satisfaction sebagai berikut (dalam Hasan, 2009:69)

1. Sistem Keluhan dan Saran

Dalam sistem ini media yang dapat digunakan adalah kotak saran yang diletakan di tempat-tempat strategis, fasilitas kartu komentar yang bisa diisi langsung atau dikirimkan lewat pos, saluran telepon khusus (hotline) dan lain-lain. Metode ini cenderung bersifat pasif sehingga sulit untuk mendapat gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan, karena tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya.

2. Customer Satisfaction Survey

Melalui survey perusahaan akan memperoleh umpan balik secara langsung dari pelanggan sekaligus memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggannya

3. Ghost Shopping

Dilakukan dengan menggunakan beberapa orang yang berpura-pura menjadi pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan atau pesaing. Mereka kemudian akan menyampaikan temuan-temuan tentang kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Disamping itu

(23)

pesaing menjawab pertanyaan-pertanyaan pelanggan termasuk cara yang dilakukan dalam mengangani setiap keluhan.

4.Lost Customer Analysis

Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau beralih. Dengan demikian mereka dapat memperoleh informasi mengapa hal tersebut terjadi.

2.1.5.6 Dimensi Customer Satisfaction

Berbagai faktor yang mempengaruhi customer satissfaction sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, diantaranya:

Tabel 2.2

Dimensi Kepuasan Pelanggan Pada Produk Tangible Produk (Produk barang)

Form Ukuran dan bentuk fisik

Feature Keistimewaan fungsi dasar produk

Perfomance quality Kualitas dan karakteristik dasar produk beroperasi

Conformance Kesesuaian spesifikasi produk dengan yang diharapkan

Reliability

Ukuran produk tidak akan rusak atau gagal dalam periode tertentu

Style Penampilan produk

Sumber : (Hasan 2008:71)

2.2

Penelitian Terdahulu

Penelitian Dewi (2010) yang berjudul Pengaruh Kepercayaan Terhadap Merek (trust in a brand) Terhadap Loyalitas Merek (brand loyalty) produk air minum Aqua pada mahasiswa fakultas ekonomi UMSU Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepercayaan terhadap

(24)

merek (trust in a brand) terhadap loyalitas merek (brand loyalty) produk air minum Aqua pada mahasiswa fakultas ekonomi UMSU Medan.

Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat variabel mana yang paling dominan mempengaruhi variabel intervening kepuasan pelanggan dan seberapa besar kepuasan pelanggan mempengaruhi variabel terikat loyalitas merek (brand loyalty). Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, metode analisis linear berganda dan metode analisis linear sederhana. Juga dilakukan analisis uji validitas dan reliabilitas serta uji koefisienn determinasi dengan menggunakan bantuan software SPSS 16.00. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel 92 responden.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa secara serentak brand reliability dan brand intentions berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan kepuasan pelanggan dengan Fhitung (70,121) > F tabel (3,09). Secara parsial variabel brand intention merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi kepuasan pelanggan produk air air minum Aqua yaitu sebesar 0,191. Sedangkan variabel brand reliability tidak berpengaruh secara sinifikan terhadap kepuasan pelanggan.

Berdasarkan koefisien determinasi (R²) maka variabel brand reliability dan brand intention mampu menjelaskan pengaruh kepuasan pelanggan sebesar 0,603 atau 60,3%. Dan kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalty dengan t hitung (8,786) > t tabel (1,96). Koefisien determinasi (R²) hubungan antara kepuasan pelanggan terhadap brand loyalty sebesar 0,68 atau 68 % artinya hubungannya erat.

(25)

Persamaan yang dimiliki oleh peneliti terdahulu dengan peneliti \adalah, sama-sama menganalisis pegaruh variabel Brand trust. Perbedaan peneliti terdahulu dengan peneliti\ adalah, peneliti terdahulu hanya menganalisis bagaimana pengaruh brand trust terhadap brand loyalty, sementara peneliti menambahkan pengaruh dari variabel brand experience terhadap brand trust dan customer satisfaction. Dimana dalam penelitian ini peneliti ingin menganalisis bagaimana pengaruh antara brand experience terhadap brand trust, dan bagaimana pengaruh antara brand trust terhadap customer satisfaction.

2.3 Kerangka Konseptual

Brand experience adalah pengalaman konsumen dengan brand yang bersangkutan. Berdasarkan penelitian Brakus, Schmitt dan Zarantonello (2009) brand experience didefenisikan sebagai sensasi, perasaan,kognisi dan tanggapan konsumen yang ditimbulkan oleh merek, terkait rangsangan yang ditimbulkan oleh desain merek, identitas merek, komunikasi pemasaran, dan lingkungan merek tersebut dipasarkan. Brand experience merupakan proses belajar bagi konsumen, karena dari pengalaman konsumen memperoleh banyak informasi. Brand experience dibangun berdasarkan asumsi bahwa diatas kebutuhan pokok (needs) konsumen mempunyai keinginan (wants) dan hasrat (desires). Jadi selain peduli dengan bagaimana suatu brand dapat melaksanakan fungsinya, konsumen menikmati saat-saat atau pengalaman berinteraksi dengan brand tersebut (Dewi, 2005:24).

(26)

Brand trust adalah kemampuan brand menciptakan brand experience yang berkelanjutan jangka panjang berdasarkan integritas, kejujuran dan kesantunan brand tersebut (Murthy dalam Kertajaya, 2009:156). Perusahaan tidak boleh melupakan kenyataan bahwa brand trust bersumber dari harapan konsumen akan terpenuhinya janji merek. Ketika harapan mereka tidak terpenuhi maka kepercayaan akan berkurang bahkan hilang maka akan sulit bagi perusahaan untuk menumbuhkannya kembali (Ferinnadewi, 2008:153).

Customer satisfaction telah menjadi konsep yang sentral dalam praktik pemasaran serta merupakan salah satu tujuan esensial bagi aktivitas bisnis. Kotler (dalam Tjiptono, 2005:350) menyatakan bahwa ” Kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibanding dengan harapannya”. Konsep dasar kualitas dari suatu produk dapat didefinisikan sebagai pemenuhan yang dapat melebihi dari keinginan atau harapan dari pelanggan.

Westbrook dan Reilly (dalam Tjiptono, 2005: 349) berpendapat bahwa customer satisfaction merupakan respon emosional terhadap pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli atau bahkan pola perilaku berbelanja dan membeli suatu produk. Pelanggan yang merasa puas akan memberikan suatu pencitraan bahwa merek tersebut merupakan produk yang diterima luas, berhasil, beredar di pasaran dan sanggup mengusahakan dukungan layanan dan peningkatan mutu produk (Aaker, 1997:71).

(27)

Brand experience akan menjadi sumber konsumen bagi terciptanya brand trust dan pengalaman ini akan mempengaruhi evaluasi konsumen dalam mengkonsumsi, dan merasakan customer satisfaction terhadap suatu brand. Berdasarkan riset Costabile (dalam Ferinnadewi, 2008:147) Brand trust didefenisikan sebagai persepsi akan kehandalan merek dari sudut pandang konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urutan-urutan transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh customer satisfaction.

Suatu brand dapat menciptakan brand trust apabila brand tersebut dapat menjamin konsistensi nilai yang disampaikan kepada konsumen. Nilai ini bisa merupakan integritas, kejujuran merek yang dirasakan konsumen dalam brand experience. Karena nilai tambah yang dimiliki suatu brand inilah konsumen bersedia membayar lebih untuk suatu brand yang dipersepsikan akan menciptakan customer satisfaction (Dewi, 2005: 29).

Berdasarkan pemikiran di atas, maka kerangka konseptual dapat dibuat secara skematis sebagai berikut :

Gambar 2.4 : Model Kerangka Konseptual

Brand Experience (X1) Brand Trust (Y1) Customer Satisfaction(Y2)

(28)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah yang ditetapkan maka hipotesis yang diberikan peneliti adalah :

1. Brand experience berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand trust produk celana jeans Levi’s® pada pengunjung Sun Plaza Medan.

2. Brand trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap customer satisfaction produk celana jeans Levi’s® pada pengunjung Sun Plaza Medan.

Gambar

Gambar 2.1 Kepercayaan Konsumen pada Elektronik Retailing Walzuch  Menurut Shaw (dalam Ferinnadewi, 2008:152) terdapat tiga aktivitas  yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menumbuhkan brand trust  yang  dapat dirumuskan sebagai berikut ini:
Gambar 2.3 Pembentukan Kepuasan - Ketidakpuasan Pelanggan Pengalaman Produk Merek
Gambar 2.4 : Model Kerangka Konseptual Brand Experience  (X1) Brand Trust          (Y1)  Customer  Satisfaction(Y 2 )

Referensi

Dokumen terkait

Koagulan asam ditambahkan setelah bubur kedelai dipanaskan dan disaring, tujuannya adalah untuk menggumpalkan protein yang terdapat dalam bubur kedelai saring sehingga

Massindo Sinar Pratama di Manado, diperoleh hasil bahwa variabel kualitas produk, harga, promosi dan kualitas pelayanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan

Hal ini sesuai pada uraian tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit pada PMK nomor 1691 tahun 2011, yaitu rumah sakit harus menggunakan informasi yang diperoleh

Dengan kata lain sistem akuntansi harus dengan cepat dan tepat dalam memberikan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan intern yaitu unsur yang

Dari berbagai pengertian pelayanan publik di atas dapat disimpulkan definisi pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) yang dilaksanakan oleh

Pembelajaran merupakan kumpulan dari kegiatan guru dan siswa yang disengaja atau dimaksudkan guna terwujudnya tujuan pembelajaran. Pembelajaran bertujuan agar siswa

Jolianis (2014) menyatakan bahwa Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia berpengaruh terhadap pendapatan daerah. Hal tersebut terjadi pada Taman Tebing Breksi. Taman

Surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo ) Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo ) LAPORAN KEUANGAN NERACA BANK POS