B
ABII
P
ROSES
P
EMULIHAN
E
KONOMI
T
AHUN
2003
Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 2003 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga; serta meningkatnya cadangan devisa. Namun perkembangan sektor riil belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Dalam tahun 2003 perekonomian diperkirakan tumbuh sekitar 3,9%; sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2002. Dengan jumlah penduduk yang diperkirakan sekitar 215,1 juta, pendapatan riil per kapita masyarakat pada tahun 2003 (dengan harga konstan tahun 1998) diperkirakan sekitar Rp 5,2 juta atau masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun 1996 yaitu sebesar Rp 5,4 juta. Perkembangan pendapatan per kapita dari tahun 1996 – 2003 dapat dilihat pada Grafik II.1. 0 1700 3400 5100 6800 8500 Nominal, Riil (Rp. R i 200 440 680 920 1160 1400 Nominal (US$) 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 (Est)
Rp. Rb (Nominal) US$ (Nominal) Rp Rb (Konstan 1
Grafik II.1. PENDAPATAN PER KAPITA
A. PEREKONOMIAN DUNIA
Dalam semester I/2003, proses pemulihan ekonomi dunia masih berjalan lambat. Konsumsi dan investasi menurun seiring dengan memanasnya konflik antara AS – Irak, tingginya harga minyak dunia, dan merebaknya virus sindrom pernafasan akut (SARS) terutama di kawasan Asia.
Dalam usaha mendorong perekonomian dalam negerinya, AS beberapa kali menurunkan suku bunga the Fed hingga yang terakhir menjadi 1% pada bulan Juni 2003 yang merupakan suku bunga terendah selama lebih dari 40 tahun terakhir. Penurunan
suku bunga ini merupakan upaya untuk menggerakkan ekonomi AS yang dibayangi oleh deflasi. Upaya ini diikuti oleh penurunan suku bunga diskonto di beberapa negara industri maju seperti di Jepang, Inggris, Jerman serta negara-negara di kawasan Asia lainnya.
Kebijakan moneter yang longgar serta perang AS – Irak yang berlangsung singkat membantu meningkatkan kinerja perekonomian dunia terutama AS sebagai salah satu penggerak perekonomian dunia. Pada triwulan III/2003 pertumbuhan ekonomi AS mencapai 7,2% (y-o-y) atau tertinggi sejak tahun 1984. Sejalan dengan itu indeks saham di bursa New York juga menguat hingga mencapai 9.801,1 pada akhir bulan Oktober 2003 atau naik sekitar 18,0% dibandingkan akhir tahun 2002.
Penguatan perekonomian AS diikuti pula oleh perbaikan kinerja perekonomian negara-negara industri maju lainnya, ditandai dengan membaiknya kinerja bursa-bursa saham terkemuka dunia serta menguatnya mata uang regional terhadap dolar AS. Indeks Nikkei di Jepang dan Indeks Strait Times di Singapura mencapai 10.559 dan 1.723 pada akhir bulan Oktober 2003 atau meningkat masing-masing sekitar 21,2% dan 28,4% dibandingkan akhir tahun sebelumnya. Sementara itu nilai tukar Yen menguat 10,8% terhadap dolar AS dibandingkan akhir tahun 2002. Perkembangan indeks harga saham di beberapa bursa dunia dapat dilihat pada Grafik II.2.
Dalam keseluruhan tahun 2003, perekonomian dunia diperkirakan tumbuh 3,2%, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya (sekitar 3,0%), dengan perekonomian AS dan Jepang yang diperkirakan tumbuh masing-masing 2,6% dan 2,0% (World Economic Outlook, IMF, September 2003).
New York Tokyo Hongkong
6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000 New York 7000 9250 11500 13750 16000 18250 20500 Tokyo, Hongkong
Jan' 00JulJan' 01JulJan' 02JulJan'03Jul
Grafik II.2.
INDEKS HARGA SAHAM INTERNASIONAL
B. MONETER DAN PERBANKAN
Selama 11 bulan pertama tahun 2003, nilai tukar rupiah cenderung menguat. Pada bulan November 2003 nilai tukar rupiah mencapai Rp 8.537,-/US$ menguat sekitar 4,5% dibandingkan dengan akhir tahun 2002. Kecenderungan menguatnya nilai tukar rupiah juga terlihat dari membaiknya indikator resiko jangka pendek, yaitu menurunnya tingkat premi swap 3 dan 6 bulan hingga masing-masing menjadi 7,05% dan 7,10% pada bulan Oktober 2003 dibandingkan dengan akhir tahun 2002 yang masing-masing mencapai 12,55% dan 12,45%.
Sejalan dengan menguatnya nilai tukar rupiah, kinerja pasar modal juga meningkat. Pada bulan November 2003, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) meningkat menjadi 617,1 atau naik sekitar 45,8% dibandingkan akhir tahun 2002. Dalam periode yang sama, nilai kapitalisasi pasar juga meningkat menjadi Rp 411,7 triliun atau naik 53,9% dibandingkan akhir tahun 2002. Meningkatnya kinerja pasar saham dalam negeri didorong oleh berbagai sentimen positif seperti membaiknya kinerja pasar saham internasional, divestasi Bank Danamon, divestasi Bank Niaga, rencana divestasi Bank Lippo dan BII, IPO Bank Mandiri, serta rencana IPO Bank BRI. Perkembangan kurs harian dan IHSG-BEJ sejak awal tahun 2003 dapat dilihat pada Grafik II.3. II-3 0 5 10 15 20 25 % perub thd bln yg sama thn se
Jan' 00 Jul Jan' 01 Jul Jan' 02 Jul Jan'03 Jul
Grafik II.4. PERTUMBUHAN UANG PRIMER
Pada akhir bulan Oktober 2003, posisi uang primer mencapai Rp 140,1 triliun atau naik 12,3% dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Sampai akhir Oktober 2003, pertumbuhan uang primer relatif terkendali dengan rata-rata tertimbang sekitar 9,6%. Perkembangan laju pertumbuhan uang primer dapat dilihat pada Grafik II.4.
Kurs IHSG-BEJ 8000 8200 8400 8600 8800 9000 9200 Kurs (Rp/US$) 340 395 450 505 560 615 670 IHSG-BEJ 02-Jan-0304-Mar-0330-Apr-0326-Jun-0322-Aug-0321-Oct-03 Grafik II.3. KURS HARIAN DAN IHSG-BEJ
Dengan menguatnya nilai tukar rupiah dan terkendalinya pertumbuhan uang primer, selama 11 bulan pertama tahun 2003 laju inflasi menurun menjadi 4,08%, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,72%. Sedangkan laju inflasi setahun (akhir November 2003 terhadap akhir November 2002) menurun menjadi 5,33%, lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 10,48%. Perkembangan laju inflasi dapat dilihat pada Grafik II.5.
Kecenderungan menurunnya laju inflasi selama 11 bulan pertama tahun 2003 memberikan ruang yang lebih luas bagi penurunan tingkat bunga. Secara bertahap suku bunga rata-rata tertimbang SBI 1 bulan menurun dari 13,02% pada akhir tahun 2002 menjadi 8,48% pada akhir bulan Oktober 2003.
Bulanan Y-O-Y -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 Bulanan (%) -10 -5 0 5 10 15 20 25 Tahunan (y-o-y, %)
Jan '99JulJan' 00JulJan' 01JulJan' 02Jul
Grafik II.5. LAJU INFLASI
Penurunan suku bunga ini kemudian diikuti oleh penurunan suku bunga kredit perbankan. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit modal kerja menurun dari 18,25% pada akhir tahun 2002 menjadi 16,07% pada bulan September 2003; sedangkan suku bunga kredit investasi menurun dari 17,82% menjadi 16,53% pada periode yang sama.
Menurunnya suku bunga kredit ini mendorong penyaluran kredit kepada masyarakat. Pada akhir September 2003 jumlah kredit yang disalurkan meningkat menjadi Rp 411,7 triliun atau naik 20,7% dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya.
Walaupun meningkat, penyaluran kredit relatif lebih banyak dalam bentuk kredit konsumsi. Apabila pada akhir tahun 1996, peranan kredit konsumsi hanya sekitar 10,3% dari total kredit, pada akhir September 2003 meningkat menjadi 23,9%. Sedangkan peranan kredit investasi menurun dari 24,0% menjadi 22,0% dari total kredit pada kurun waktu yang sama. Perkembangan kredit konsumsi, modal kerja, dan investasi sejak awal tahun 2000 (y-o-y) dapat dilihat pada Grafik II.6.
0 70 140 210 280 350
Kedit Modal Kerja [Rp T
0 40 80 120 160 200
Kredit Inv, Konsumsi [R
p
Jan '99Jan' 00Jan' 01Jan' 02 Jan'03
Kredit InvestasiKredit Modal KerjaKredit Konsumsi
Grafik II.6. PENYALURAN KREDIT PERBANKAN
Lebih lanjut rasio penyaluran dana masyarakat terhadap penghimpunan dana pihak ketiga (loan to deposit ratio – LDR) masih relatif rendah. Pada bulan Agustus 2003, LDR mencapai 41,1%; jauh lebih rendah dibandingkan pencapaian sebelum krisis (sekitar 70 – 80%). Disamping itu, spread antara suku bunga pinjaman dan simpanan masih tetap tinggi. Selisih antara suku bunga kredit modal kerja dengan suku bunga deposito 3 bulan pada bulan September 2003 mencapai sekitar 7,5%; lebih tinggi dari bulan Desember tahun 2002 (sekitar 4,6%). Perkembangan suku bunga dapat dilihat pada Grafik II.7.
6 8 10 12 14 16 18 20 22 [%]
Jan' 00 Jul Jan' 01 Jul Jan' 02 Jul Jan'03 Jul SBI (1 bulan) Deposito 1 BulanKrdt Mdl Krj
Grafik II.7. SUKU BUNGA
Hingga akhir bulan Agustus 2003 rasio kecukupan modal (CAR) perbankan nasional mencapai 22,7%; relatif sama dibandingkan dengan akhir tahun 2002. Rasio kredit macet yang ditunjukkan dengan tingkat NPL terhadap total kredit membaik dan mencapai 6,6% pada akhir bulan September 2003 dibandingkan dengan bulan yang sama tahun 2002 yaitu sekitar 10,1%.
C. NERACA PEMBAYARAN
Seiring dengan membaiknya perekonomian dunia, kinerja sektor eksternal meningkat. Selama 10 bulan pertama (Januari – Oktober) tahun 2003 nilai ekspor mencapai US$ 50,7 miliar atau naik sekitar 6,0% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2002. Kenaikan terutama didorong oleh ekspor migas yang meningkat 16,0%; sedangkan ekspor non-migas hanya meningkat 3,4%. Kenaikan ekspor migas didorong oleh meningkatnya ekspor minyak mentah; hasil minyak; dan gas masing - masing sebesar 8,9%; 30,7%; dan 19,4%.
Peningkatan nilai ekspor minyak mentah disebabkan oleh relatif tingginya harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia. Harga ekspor minyak mentah Indonesia di pasar dunia pada bulan Oktober mencapai US$ 29,1/barel sehingga secara keseluruhan selama 10 bulan pertama tahun 2003, rata-rata harga ekspor minyak mentah mencapai US$ 28,5/barel; lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sekitar US$ 24,1/barel.
Sedangkan berdasarkan golongan barang HS 2 digit, peningkatan ekspor non-migas didorong oleh kenaikan hampir seluruh komoditas kecuali mesin/peralatan listrik; kayu dan barang dari kayu; mesin-mesin/pesawat mekanik; serta kertas/karton.
AS dan Jepang masih menjadi negara-negara tujuan ekspor terbesar. Sampai dengan 10 bulan pertama tahun 2003, ekspor ke negara-negara tersebut mencapai US$ 6,0 miliar dan US$ 5,5 miliar atau masing-masing lebih rendah 3,0% dan lebih tinggi 4,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dalam periode yang sama, ekspor ke RRC mencapai US$ 2,1 miliar atau naik 17,1%.
Sejalan dengan itu, total nilai impor hingga 10 bulan pertama tahun 2003 naik sebesar 5,8% menjadi US$ 26,9 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya; didorong oleh kenaikan impor migas dan non-migas masing-masing sebesar 18,4% dan 2,5%. Sedangkan berdasarkan penggolongan komoditi, nilai impor barang konsumsi dan bahan baku/penolong naik berturut-turut sekitar 11,9% dan 8,9%, sedangkan barang modal turun 14,3% dalam periode yang sama. Perkembangan ekspor dan impor dapat dilihat pada Grafik II.8 dan II.9.
0 1 2 3 4 5 6 US$ miliar
Jan '97 Jan '98 Jan '99 Jan' 00 Jan' 01 Jan' 02 Jan'03
Nonmigas Total Ekspor
Grafik II.8. PERKEMBANGAN EKSPOR 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 US$ miliar
Jan '97 Jan '98 Jan '99 Jan' 00 Jan' 01 Jan' 02 Jan'03
Bh Bk/PenolongTotal Impor
Grafik II.9. PERKEMBANGAN IMPOR
Pada tahun 2003, penerimaan devisa dari sektor pariwisata diperkirakan menurun. Dalam 10 bulan pertama tahun 2003 total jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia melalui 13 pintu masuk mencapai 3,0 juta orang atau turun sekitar 15,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh belum pulihnya iklim pariwisata di Indonesia pasca tragedi Bali serta meningkatnya ketidakamanan internasional berkaitan dengan merebaknya aksi terorisme di beberapa belahan dunia. Pada triwulan III/2003 terdapat tanda-tanda pemulihan arus wisatawan asing. Perkembangan arus wisatawan asing sejak triwulan I/2001 – III/2003 dapat dilihat pada Grafik II.10.
II-7 150 200 250 300 350 400 450 500
Ngurah Rai (Ribu Orang) 500
600 700 800 900 1000 1100 1200
13 Pintu Masuk (Ribu Ora
n
2001:1 2002:1 2003:1
Bandara Ngurah Rai13 Pintu Masuk
Grafik II.10. ARUS WISATAWAN ASING
Surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2002 mencapai US$ 8,0 miliar dan pada semester I/2003 mencapai sekitar US$ 3,9 miliar. Adapun defisit neraca modal pada tahun 2002 menurun menjadi US$ 2,1 miliar dan surplus sekitar US$ 0,8 miliar pada semester I/2003. Sampai akhir bulan Oktober 2003 jumlah cadangan devisa mencapai US$ 34,7 miliar atau US$ 2,9 miliar lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 2002. Dalam keseluruhan tahun 2003, meskipun surplus transaksi berjalan diperkirakan menurun, namun defisit neraca modal diperkirakan menurun sehingga kondisi neraca pembayaran diperkirakan tetap aman. Perkembangan neraca pembayaran sampai dengan triwulan II/2003 dapat dilihat pada Tabel II.1.
Tabel II.1. NERACA PEMBAYARAN (US$ miliar) 2003 2002 2001 2000 1999 Twl. Twln. Twln Twln I Twl. Twl. 2,6 1,3 1,9 2,5 2,0 1,7 6,9 8,0 5,8 Transaksi Berjalan 1,2 -0,4 -0,8 0,3 -0,2 -1,3 -9,0 -6,8 -4,6 Neraca Modal -0,4 -0,1 -0,0 0,0 0,0 -0,2 -0,7 3,2 5,4 Modal Pemerinta 1,6 -0,3 -0,8 0,2 -0,2 -1,1 -8,3 -10, -9,9 Modal Swasta 3,8 0,9 1,1 2,7 1,7 0,4 -2,1 1,2 1,2 Total -2,9 0,1 1,2 -1,4 -0,5 -0,2 0,7 3,8 -4,5 Selisih Perhitunga 0,9 0,9 2,2 1,4 1,2 0,2 -1,4 5,0 -3,3 Lalu Lintas Monete Memorandum Item 34,1 32,6 31,6 30,2 29,3 28,0 28,0 29,4 27,1 Cadangan Devisa
Sumber: Bank Indon D. KEUANGAN NEGARA
Konsolidasi fiskal pada tahun 2003 dilanjutkan untuk mewujudkan ketahanan fiskal dengan tetap berupaya memberikan stimulus fiskal. Sebagai pelaksanaan dari arah kebijakan tersebut pendapatan negara pada tahun 2003 diperkirakan mencapai 18,9% PDB atau lebih besar dibandingkan APBN 2003 yaitu sekitar 17,3% PDB. Faktor dominan yang mempengaruhi meningkatnya penerimaan negara adalah lebih tingginya harga ekspor minyak mentah dari yang diperkirakan dalam APBN 2003.
Sedangkan di sisi belanja negara, pengeluaran negara diperkirakan meningkat hingga mencapai 20,8% PDB; lebih tinggi dari APBN 2003 yaitu sekitar 19,1% PDB didorong oleh kenaikan belanja pemerintah pusat terutama untuk subsidi BBM dan belanja daerah yang masing-masing lebih tinggi sekitar 0,8% PDB dan 0,6% PDB dari APBN 2003. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan rasio defisit APBN terhadap PDB pada tahun 2003 diperkirakan menjadi 2,0% PDB; sedikit lebih tinggi dibandingkan APBN 2003 sekitar 1,8% PDB. Defisit anggaran tersebut dibiayai dari sumber dalam negeri mencakup perbankan dan non-perbankan terdiri dari penjualan aset perbankan, privatisasi, dan penerbitan obligasi.
Membaiknya kondisi moneter, fiskal, neraca pembayaran, dan cadangan devisa meningkatkan kepercayaan masyarakat luar negeri tercermin dengan naiknya peringkat utang jangka panjang pemerintah dalam valuta asing dari CCC+ menjadi B− dan peringkat utang jangka panjang dalam mata uang lokal dari B− menjadi B pada bulan Mei 2003. Kenaikan peringkat utang oleh lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s ini didasarkan pada rencana pemerintah untuk tidak mengupayakan penjadwalan utang.
Pada akhir bulan September 2003, Moody’s Investor Service menaikkan peringkat utang dalam mata uang asing pemerintah dan swasta dari B3 menjadi B2 (stabil) didasarkan pada kemampuan keuangan pemerintah dan swasta yang meningkat. Sedangkan peringkat deposito perbankan dalam mata uang asing meningkat dari Caa1 (mengandung resiko) menjadi B3 serta peringkat utang dalam negeri pemerintah naik dari B3 menjadi B2.
E. PERTUMBUHAN EKONOMI
Secara kumulatif hingga triwulan III/2003 perekonomian tumbuh sekitar 3,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, didorong oleh pengeluaran konsumsi rumahtangga dan pemerintah yang naik masing-masing sebesar 4,4% dan 9,0%. Sementara itu pembentukan modal tetap bruto (PMTB) serta ekspor barang dan jasa yang pada tahun 2002 menurun, mulai meningkat dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 2,3% dan 0,5%.1
1 Setelah tumbuh cukup kuat dan mencapai 14,2% dalam tahun 2000, pertumbuhan PMTB
pada tahun-tahun berikutnya mengalami perlambatan bahkan turun sekitar 0,2% pada tahun 2002. Hingga triwulan III/2003, investasi hanya tumbuh 2,3% dibandingkan dengan tiga
Meningkatnya konsumsi rumah tangga antara lain tercermin meningkatnya kepercayaan konsumen. Dalam bulan Oktober 2003, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), yang dikumpulkan oleh Danareksa Research Institute, mencapai 92,3; meningkat dari 82,3 pada bulan Februari 2003; didorong oleh kenaikan Indeks Situasi Sekarang (ISS) dan Indeks Ekspektasi (IE) yang masing-masing mencapai 74,2 dan 105,9. Perkembangan IKK dapat dilihat pada Grafik II.11.
II-10 0 10 20 30 40 50
Mobil (ribu unit)
0 50 100 150 200
Sepeda motor (ribu unit
)
Grafik II.12. PENJUALAN MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
Meningkatnya konsumsi rumah tangga juga tercermin dari naiknya penjualan mobil dan motor yang dalam sembilan bulan pertama tahun 2003 masing-masing mencapai sekitar 269 ribu dan 2,1 juta unit atau naik sebesar 11,8% dan 21,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan penjualan mobil dan motor dapat dilihat pada Grafik II.12.
50 70 90 110 130 150
Okt-99 Jul-00 Apr-01 Jan-02 Okt-02 Jul-03
IKK ISS IE Grafik II.11.
INDEKS KEPERCAYAAN KONSUMEN
Lambatnya pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto tercermin dari minat investasi, terutama investasi dalam negeri, yang masih lemah. Sampai dengan 10 bulan pertama (Januari – Oktober) 2003 nilai proyek yang disetujui dalam rangka PMDN turun sekitar 14,5% dibandingkan periode yang sama tahun 2002. Sedangkan nilai proyek yang disetujui dalam rangka PMA naik 36,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2002. Disamping itu lambatnya investasi juga tercermin dari penjualan semen di dalam negeri yang dalam sembilan bulan pertama tahun 2003 hanya mencapai 20,6 juta ton atau naik 1,2% dibandingkan periode yang sama tahun 2002. Nilai persetujuan PMDN dan PMA tahun 1987 – 2002 serta penjualan semen dapat dilihat pada Grafik II.13 dan Grafik II.14.
triwulan pertama tahun 2002. Pertumbuhan PMTB terutama didukung oleh unsur bangunan; sedangkan mesin perlengkapan masih menurun.
0 7 14 21 28 35 42
PMA (US$ miliar)
0 20 40 60 80 100 120 PMDN (Rp Triliun) 1987 1990 1993 1996 1999 2002 PMA PMDN Grafik II.13. NILAI PERSETUJUAN PMDN DAN PMA
Masih rendahnya minat investasi juga tercermin dari rendahnya sentimen bisnis. Indeks Sentimen Bisnis (ISB), yang dikumpulkan oleh Danareksa Research Institute, menunjukkan perkembangan yang relatif stagnan. Pada bulan September 2003, ISB tercatat 110,6; sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Januari 2003 yaitu 110,4; didorong oleh kenaikan ISS dan IE yang masing-masing mencapai 103,1 dan 118,2. Perkembangan ISB dapat dilihat pada Grafik II.15.
0,5 1 1,5 2 2,5 3
Semen (juta ton)
Jan '97Jan '98Jan '99Jan' 00Jan' 01Jan' 02 Grafik II.14.
PENJUALAN SEMEN
80 90 100 110 120 130 140
Nov 99 Sep 00 Jul 01 Mei 02 Mar 03
ISB ISS IE Grafik II.15.
INDEKS SENTIMEN BISNIS
Dari sisi produksi, PDB sampai dengan triwulan III/2003 terutama didorong oleh membaiknya pertumbuhan di sektor pertanian dengan pertumbuhan sekitar 2,5%; sedangkan sektor industri hanya tumbuh sekitar 2,3%. Sektor-sektor lainnya tumbuh sekitar 4,7%. Pertumbuhan ekonomi hingga triwulan III/2003 dapat dilihat pada Tabel II.2.
Rendahnya pertumbuhan sektor industri tercermin dari penjualan listrik untuk industri. Selama sembilan bulan pertama tahun 2003, konsumsi listrik oleh industri turun sekitar 5,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan konsumsi listrik oleh industri dapat dilihat pada Grafik II.16.
Berdasarkan kemajuan yang sudah dicapai sampai dengan bulan November 2003 dan berdasarkan faktor musiman yang terjadi dalam triwulan IV, dalam keseluruhan tahun 2003, nilai tukar rupiah diperkirakan sekitar Rp 8.500,- per dolar AS, laju inflasi diperkirakan sekitar 5,1%, suku bunga SBI 3 bulan sekitar 10%, dan laju pertumbuhan ekonomi sekitar 3,9%.
II-12
Tabel II.2. RINGKASAN PERTUMBUHAN EKONOMI
SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2003
Trwln I-2002 2001 2003 3,7 3,7 3,4 PDB -4,8 0,8 -4,4 PDB Migas 4,4 3,9 4,2 PDB Non-migas
Menurut Sektor Usaha
2,5 1,7
1,0 Pertanian, Peternakan, Kehutanan
3,7 2,2
-0,0 Pertambangan dan Penggalian
2,3 4,0 4,1 Industri Pengolahan -8,5 2,1 -3,5 Industri Migas 3,5 4,2 5,0 Industri Non-Migas 6,1 6,2 7,7 Listrik, Gas, dan Air Bersih
5,8 4,1 4,2 Bangunan 3,9 3,6 5,3 Perdagangan, Hotel, dan Restoran
8,4 7,8
7,3 Pengangkutan dan Komunikasi
5,4 5,5
3,4 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Pe
2,3 2,0 2,0 Jasa-jasa Menurut Pengeluaran 4,4 4,7 4,4 Konsumsi Rumah Tangga
9,0 12,8 9,0 Konsumsi Pemerintah 2,3 -0,2 7,7 Pembentukan Modal Tetap Bruto
0,5 -1,2
1,9 Ekspor Barang dan Jasa
1,8 2 2,2 2,4 2,6 2,8 3 3,2 3,4 Miliar KWH
Jan '97Jan '98Jan '99Jan' 00Jan' 01Jan' 02 Grafik II.16.
PENJUALAN LISTRIK KEPADA INDUSTRI