Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 7
HUBUNGAN PERAN ORANG TUA TERHADAP KEPATUHAN TERAPI DIET GLUTEN FREE CASEIN FREE (GFCF) PADA ANAK AUTISME
DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) KHUSUS AUTIS AL-IKHLAS BUKITTINGGI TAHUN 2014
1,*
Yade Kurnia Sari, 2Fauzi ashra, 3Dian Sari 1,2,3
STIKes Prima Nusantara Bukittinggi *e-mail : [email protected]
ABSTRACT
Autisme merupakan gangguan pervasive yang mencakup gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, dan emosi. Data UNESCO pada tahun 2011 mencatat, sekitar 35 juta orang penyandang autisme di dunia. Diperkirakan jumlah penyandang autisme di Indonesia sekitar 2,4 juta orang, dan bertambah sekitar 500 orang penyandang baru tiap tahunnya. Diet GFCF adalah diet yang dilakukan dengan menghilangkan sumber bahan makanan/minuman yang mengandung kasein dan gluten. Penerapan diet GFCF akan memberikan hasil yang maksimal apabila dilakukan sesuai dengan aturannya, secara konsisten, serta dibarengi oleh pengawasan yang ketat serta peran orang tua yang optimal dalam mengurangi gejala yang dialami oleh anak autisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran orang tua terhadap kepatuhan terapi dalam menerapkan diet GFCF. Desain penelitian adalah Deskriptif Korelasional yang dilakukan mulai bulan Maret sampai September 2014 melalui pengisian kuesioner, jumlah sampel 55 orang tua di Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus Autisme Al-Ikhlas Bukittinggi dengan tekhnik pengambilan sampel Cross Sectional. Hasil penelitian didapatkan hanya sebagian besar 30 orang tua (54,5%) yang berperan optimal, sedangkan 38 orang tua (69,1%) yang tidak patuh dalam menerapkan terapi diet GFCF. Dari hasil penelitian didapatkan hubungan bermakna yang diperoleh p value=0,013, maka p value < 0,05 jadi terdapat hubungan bermakna antara peran orang tua dengan kepatuhan terapi diet GFCF. Saran pada penelitian ini adalah perlu dikembangkannya penelitian mengenai pengaruh dari peran orang tua terhadap kepatuhan terapi diet GFCF pada perkembangan anak autisme sebagai salah satu intervensi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Kata kunci : Autisme, peran orang tua, Kepatuhan Orang tua, Diet GFCF
ABSTRACT
Autism is a pervasive disorder that includes a breakdown in communication, social interaction, and emotion. UNESCO data recorded in 2011, about 35 million people with autism in the world. Estimated number of people with autism in Indonesia about 2.4 million people, and gained about 500 people each year with new. GFCF Diet is a diet that is done by removing a source of food / beverages containing casein and gluten. Application of GFCF diet will provide maximum results if done in accordance with the rules, consistently, and accompanied by close supervision and the role of parents is optimal in reducing the symptoms experienced by children with autism. This study aimed to identify the role of parents of adherence therapy in implementing GFCF diet. Descriptive Correlational research design was conducted from March to September 2014 through questionnaires, sample number 55 parents at School (SLB) Al-Ikhlas Special Autism Bukittinggi with a cross-sectional sampling technique. The results showed only a majority of 30 parents (54.5%) who play optimally, while 38 parents (69,1%) were non-compliant in implementing the GFCF diet therapy. From the results, a significant correlation was obtained p value = 0.013, the p value <0.05 so there is a significant relationship between the parent's role with the GFCF diet therapy adherence. Suggestions on this research is a necessary development of research on the influence of parental role adherence GFCF diet therapy on the development of children with autism as one of the interventions provided by the health personnel.
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 8
PENDAHULUAN
Kehadiran anak merupakan saat yang
ditunggu-tunggu dan sangat
meng-gembirakan bagi pasangan suami istri. Kehadirannya bukan saja mempererat tali cinta pasangan suami istri, tetapi juga sebagai penerus generasi yang sangat diharapkan oleh
keluarga tersebut. Setiap orangtua
menginginkan anaknya ber-kembang
sempurna. Namun demikian sering terjadi
keadaan dimana anak mem-perlihatkan
masalah dalam perkembangan sejak usia dini. Salah satu contoh masalah yang dapat terjadi adalah autisme (Rachmayanti, 2007).
Autisme adalah gangguan
perkembangan kompleks pada fungsi otak yang disertai dengan defisit intelektual dan perilaku dalam rentang dan keparahan yang luas. Autisme dimanifestasikan selama masa bayi dan awal masa kanak-kanak terutama sejak usia 18 sampai 30 bulan. Autisme terjadi pada 1:2500 anak, sekitar empat kali lebih sering pada anak lelaki dibanding perempuan dan tidak berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi, rasa atau gaya hidup orang tua (Wong, 2008).
Autisme juga merupakan sebuah gejala yang kompleks, karena kelainan pada anak autisme seringkali tidak hanya terjadi pada satu bagian, namun banyak faktor yaitu, kelainan anatomi otak, pemicu tertentu saat kehamilan, zat aditif yang mencemari otak
anak, gangguan sistem pencernaan,
kekacauan interpretasi dari sensori, jamur dan jamur yang muncul di usus anak (Sunu.2012).
Data UNESCO pada 2011 mencatat, sekitar 35 juta orang penyandang autisme di dunia. Itu berarti rata-rata 6 dari 1000 orang
di dunia mengidap autisme
(www.jpnn.com.2013).
Sebuah organisasi yang bergerak di bidang penanganan Autis di Amerika bahkan membuat pernyataan yang mengagetkan mengenai peningkatan jumlah penderita
autisme. Pada tahun 1987, prevalensi
penyandang autisme diperkirakan satu (1) berbanding 5.000 kelahiran. Sepuluh (10)
tahun kemudian, angka itu berubah menjadi satu (1) anak penyandang autisme per 500 kelahiran. Pada tahun 2000, naik menjadi satu (1) anak penyandang autisme per 250 kelahiran. Pada tahun 2004, penyandang autisme naik lagi menjadi satu (1) banding 150 kelahiran, bahkan pada tahun 2006 penyandang autisme diperkirakan satu (1) banding 100 kelahiran. Pada tahun 2012 di Amerika angka ini melonjak menjadi satu (1) banding 88 kelahiran, dan dalam jurnal Rifmie Arfiriana Pratiwi (2013) di Amerika Serikat pada bulan Maret 2013 melaporkan, bahwa prevalensi autis meningkat menjadi satu (1) banding 50 kelahiran dalam kurun
waktu setahun terakhir (
http://e-journal.uajy.ac.id).
Insidens dan prevalens ASD (Autistic
Spectrum Disorder) adalah 2 kasus baru per 1.000 penduduk per tahun, dan 10 kasus per 1.000 penduduk (BMJ, 1997). Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 237,5 juta jiwa (BPS, 2010) dengan laju pertumbuhan
penduduk sebesar 1,14%. Diperkirakan
jumlah penyandang autisme di Indonesia sekitar 2,4 juta orang, dan bertambah sekitar 500 orang penyandang baru tiap ta-hunnya.(Harian Haluan.2013). Jumlah anak autis di Indonesia menunjukkan adanya
peningkatan. Melly Budiman (2001)
memperlihatkan hasil penelitiannya bahwa pada tahun 1987 penderita autisme 1/500 anak dan tahun 2001 menjadi 1/150 anak. Pernyataan ini diperkuat oleh mantan Menteri
Kesehatan Siti Fadillah Supari dalam
pembukaan rangkaian Expo Peduli Autisme
2008 lalu yang mengatakan bahwa jumlah penderita autis di Indonesia di tahun 2004 tercatat sebanyak 475 ribu penderita (Rahayu, 2011). Tahun 2012 di Indonesia angka penyandang autisme juga melonjak tajam, di-perkirakan 1:125 anak (Harian Haluan, 2013).
Menurut penelitian Metha Kemala Rahayu (2011). Data dari Dinas Pendidikan Sumatera Barat tahun 2009 tercatat sebanyak 472 orang anak penderita autisme, dan untuk Kota Padang jumlah anak autisme sebanyak 227 orang yang tersebar diberbagai sekolah
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 9
autis seperti SLB Autisma YPPA, SLB Autis BIMA, SLB Autis Buah Hati Ibu, SLB Autis Harapan Bunda, SLB Autis Yayasan Mitra Ananda, dan SLB Autisma Mitra Kasih Karunia.
Di Bukittinggi terdapat beberapa sekolah SLB yang menampung anak autisme, namun sekolah yang menagani masalah autisme secara khusus yaitu sekolah Yayasan Azzamul Ikhlas, Sekolah Luar Biasa Khusus Autis Al-Ikhlas. Didapatkan data jumlah penderita Sekolah Luar Biasa Khusus Autis
Al-Ikhlas tahun ajaran 2011/2012
menampung siswa sebanyak 62 orang anak autisme. Tahun ajaran 2012/2013 menampung sebanyak 80 orang dan pada tahun ajaran 2013/2014 menampung 95 orang anak autisme.
Menurut Danuatmaja (2003) Makanan merupakan suatu hal yang juga harus diperhatikan pada anak dengan autisme. Pemberian serta pemilihan makanan secara benar merupakan suatu cara meringankan gejala autisme. Salah satu jenis terapi untuk anak autisme adalah melalui makanan atau yang disebut dengan terapi diet. Dari beberapa jenis diet untuk anak autisme, diet
yang umum dilakukan adalah Diet Gluten
Free Casein Free (GFCF). Setelah mengikuti dan menjalani diet GFCF banyak anak autisme mengalami perkembangan pesat
dalam kemampuan bersosialisasi dan
mengejar ketinggalan dari anak-anak lain (Sofia, 2012).
Pola kebiasaan makan diringi dengan
kepatuhan. Kepatuhan mencerminkan
perilaku penderita autism dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor pendorong
(keyakinan, geografi, individu) faktor
pendukung (dukungan petugas dan dukungan
keluarga atau orang tua) dan faktor
pemungkin (http://digilib.unimus.ac.id).
Orang tua merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terhadap penerapan diet GFCF pada anak. Patuh tidak patuhnya tergantung orangtua dalam menjalani terapi diet mampu atau tidak dalam menghadapi
masalah atau hambatan dalam menrapkan diet GFCF (Sofia, 2012).
Menurut Washnieski (2009), ada beberapa rintangan atau hambatan dalam upaya menerapkan diet GFCF diantaranya adanya perlawanan dari anak, pembatasan diet yang membuat anak sulit untuk makan, masalah lingkungan sekolah, orang tua tidak tahu bagaimana menyiapkan makanan yang bebas kasein dan gluten, tidak tahu dimana harus menemukan sumber yang dapat membantu untuk mengimplementasikan diet dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang tidak mendukung orang tua dalam menerapkan diet GFCF (Sofia, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Amalia Destiani Sofia (2012) tentang Kepatuhan Orang Tua Dalam Menerapkan Terapi Diet
Gluten Free Casein Free Pada Anak Autism Di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi
Bandung dengan responden 40 orang
didapatkan sebanyak 6 orang (15 %) yang patuh terhadap terapi diet GFCF sesuai aturan, sedangkan 34 orang (85%) tidak patuh terhadap terapi diet GFCF. Ada hubungan yang signifikan anatara peran orang tua dengan kepatuhan terapi diet GFCF pada anak autisme. Apabila orang tua mampu mengikuti terapi dengan patuh maka mampu mengurangi gejala pada anak autism bahkan anak mampu sembuh dan kembali normal dan jika orang tua tidak patuh dalam menerapkan terapi diet GFCF pada anak autism maka akan mempengaruhi fungsi otak yang akhirnya
mempengaruhi emosi anak, sehingga
munculah perilaku tantrum yang akan semakin menyulitkan orang tua dalam menerapkan diet GFCF (Sofia, 2012).
Dilakukan survey awal penelitian Di Sekolah Luar Biasa Khusus Autis Al-Ikhlas
Bukittinggi dengan diberikan berupa
kuesioner kepada 10 orang tua dari 95 anak autis pada bulan april 2014. Didapatkan hasil dari 7 orang tua (70 %) yang tidak patuh dalam menerapkan terapi diet GFCF sesuai aturan dan 3 orangtua (30%) yang mampu mengikuti terapi diet pada anak autisme.
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 10
Berbagai macam alasan yang menjadi
hambatan ataupun keluhan orang tua
diantaranya karena tidak mau repot, kesulitan menghadapi anaknya ketika menolak atau mengamuk, anak hanya mau makan makanan yang itu-itu saja, semakin besar anak semakin susah dilarang, dan pengaruh lingkungan yaitu ketika anak sedang berada bersama orang lain baik dirumah maupun diluar rumah. Akibatnya berpengaruh pada perilaku anak yang setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung kasein atau gluten, emosinya menjadi meningkat.
Dari uraian diatas sesuai hasil survey awal banyaknya orang tua yang tahu tentang terapi diet pada anak autisme namun mereka
tidak mengikuti secara konsistenyang
diterapkan sesuai dietnya, jadi peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul hubungan peran orang tua terhadap kepatuhan terapi diet Gluten Free Casein Free (GFCF) Di Sekolah Luar Biasa Khusus Autis Al-Ikhlas Bukittinggi tahun 2014.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian Deskriptif Korelasional yaitu
mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada (Nursalam, 2011), dengan jenis
pendekatan Cross Sectional dimana data
variabel independen dan variabel dependen dilakukan secara bersamaan (Notoatmodjo,
2010). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF di SLB Khusus Autis Al-Ikhlas Bukittinggi.
Penelitian ini telah dilakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus Autisme Al-Ikhlas Bukittinggi pada bulan Maret sampai bulan September 2014.
Pada penelitian ini yang menjadi populasi target adalah seluruh orang tua dari anak autisme yang sedang menjalani terapi dan pendidikan di SLB Khusus Autis Al-Ikhlas
Bukitinggi. Populasi orang tua yang
mengikuti terapi di SLB Khusus Autisme
Al-Ikhlas Bukittinggi pada tahun 2013/2014 sebanyak 85 siswa.
Dalam penelitian ini untuk memperoleh
data yang diperlukan menggunakan
instrumen. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sistem ceklis yang mana peneliti melakukan penelitian dengan
memberikan lembar pertanyaan berupa
kuesioner dengan memberikan jawaban
dengan pilihan jawaban Ya, Kadang dan Tidak dengan interprestasi penilaian, apabila skor Positif nilainya 3, Kadang nilainya 2 dan apabila Negatif nilainya 1, penelitian ini dirancang secara khusus untuk mengetahui peran orang tua terhadap kepatuhan terapi diet anak autisme. Peran orang tua dan kepatuhan terapi diet autisme disusun berdasarkan dimensi dari sub variabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian
1. Analisa Univariat
a. Peran Orang Tua Table 4.1
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Peran Orang Tua Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus Autisme Al-Ikhlas Bukittinggi Tahun 2014
No Peran Orang Tua Jumlah Persentase 1 Optimal 30 54,5 2 Tidak Optimal 25 45,5 Total 55 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa lebih dari separoh yaitu sebanyak 30 (54,5%) orang tua yang memiliki peran optimal dalam menjalankan terapi diet GFCF pada anak autisme.
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 11
b. Kepatuhan Terapi Diet GFCF Table 4.2
Distribusi Frekuensi Responden
Kepatuhan Terapi Diet GFCF Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus Autisme Al-Ikhlas Bukittinggi Tahun 2014
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa lebih dari separoh yaitu sebanyak 38 (69,1%) orang tua yang tidak patuh dalam menjalankan terapi diet GFCF pada anak autisme.
2. Analisa Bivariat Table 4.3
Distribusi Hubungan Responden
Berdasarkan Peran Orang Tua terhadap kepatuhan terapi diet Gluten Free Casein Free (GFCF) Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus Autisme Al-Ikhlas Bukittinggi Tahun 2014
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa proporsi orang tua yang tidak patuh terhadap terapi diet GFCF lebih tinggi yaitu sebanyak 22 (88,0%) pada peran orang tua yang tidak optimal dibandingkan dengan orang tua yang berperan optimal yaitu 16 (53,3%) orang, dan orang tua yang patuh terhadap terapi diet GFCF lebih tinggi yaitu
sebanyak 14 (46,7%) pada orang tua yang optimal dibandingkan dengan orang tua yang berperan tidak optimal yaitu 3 (12,0%) orang.
Hasil analisa statistik menggunakan
chi-square menghasilkan nilai p value 0,013. Sehingga didapatkan bahwa p ≤ 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan
yang bermakna antara peran orang tua dengan
kepatuhan terapi diet Guten Free Casein Free
(GFCF) di Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus Autisme Al-ikhlas Bukittinggi tahun 2014,
dan didapatkan nilai OR (Odds Ratio) 6,417
yang artinya orang tua berperan tidak optimal mempunyai peluang 6,417 kali beresiko untuk tidak patuh dalam mengikuti terapi diet GFCF pada anak autisme disbanding orang tua yang berperan optimal.
B. Pembahasan
1. Analisa Univariat a. Peran Orang Tua
Berdasarkan hasil analisis penelitian dapat diketahui dari 55 orang tua Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus Autisme Al-ikhlas Bukittinggi Tahun 2014 didapatkan 30 (54,5%) orang tua yang memiliki peran yang optimal dan 25 (45,5%) orang tua yang memeiliki peran tidak optimal.
Menurut Tamrin Nasution (1989), Peranan orang tua merupakan Tugas, fungsi dan tanggung jawab yang dijalani dalam kehidupan sehari-hari oleh seseorang yang disebut ibu dan bapak (Munir, 2010).
Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan karena orangtua
No Kepatuhan Jumlah Persentase
1 Patuh 17 30,9 2 Tidak Patuh 38 69,1 Total 55 100 Peran orang tua Kepatuhan terapi diet GFCF Total p value OR CI 95% Patuh Tidak patuh f % f % N % 0,0 01 6,41 7 (26,1 10-1,57 7) Optimal 1 4 46, 7 1 6 53, 3 3 0 100 Tidak optimal 3 12, 0 2 2 88, 0 2 5 100 Total 1 7 30, 9 3 8 69, 1 5 5 100
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 12
merupakan orang yang paling dapat mengerti dan dimengerti anak penyandang autisme, untuk itu orangtua tetap dituntut untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kesembuhan anaknya (Ratnadewi, 2008).
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amilia (2012) Orang tua merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penerapan diet GFCF pada anak autisme, karena pola makan pada anak autisme tidak terlepas dari peran seorang ibu dalam menyediakan makanan yang baik serta bergizi dan sesuai dengan kebutuhannya.
Hasil dari penelitian Koka (2011),
menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pemberian makan pada anak autisme berada dalam kategori cukup yaitu 68,8% untuk pengetahuan, 59,4% untuk sikap, dan 43,8% untuk tindakan.
Hasil penelitian Ratnadewi (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Peran Orangtua Pada Terapi Biomedis Untuk Anak Autisme, penelitian dilakukan dengan cara membandingkan 2 orang tua dalam berperan mengatasi anak autisme didapatkan hasil
Berdasarkan hasil observasi, dapat
disimpulkan subjek A dan B memiliki potensi untuk melaksanakan terapi biomedis secara optimal, karena secara umum peran subjek A dan B sebagai orangtua tergolong orangtua yang menerima keadaan anaknya yaitu orangtua yang hangat, kemudian komunikasi orangtua dan anak yang lancar, hangat dan terbuka, dan menghargai anak. Namun setiap orang tua berbeda mengalami masalah atau hambatan yang dialaminya seperti, kurangnya inisiatif orang tua dalam mencari informasi
tentang terapi anak autisme hanya
mengandalkan terapis dan dokter selain itu orang tua merasa kasihan pada anak dan kurangnya kolaborasi tanggung jawab antar keluarga dengan kata lain melimpahkan tanggung jawab pada satu orang tua saja.
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil pengolahan data tingginya peran orang
tua yang tidak optimal disebabkan karena adanya orang tua yang tidak tahu tentang terapi diet anak autisme, adanya orang tua yang tahu namun tidak mengikuti terapi diet sesuai dengan anjuran karena berbagai faktor
yang menghalangi orang tua dalam
menjalankan terapi, faktornya seperti, tidak mau repot, inisiatif untuk memperoleh informasi tentang autisme yang kurang, kerja sama antar keluarga dan tenaga medis yang kurang, kesulitan dalam memilih makanan, sifat kasihan, dan pengaruh lingkungan, dan rendahnya angka peran orang tua yang optimal ini disebabkan karena adanya dukungan dari keluarga mempunyai motivasi yang tinggi untuk mencari informasi dalam menangani masalah pada anaknya dan orang tua yang mendapatkan informasi yang jelas dan tepat dari tenaga terapis maupun tenaga kesehatan lainnya.
b. Kepatuhan terapi diet GFCF
Berdasarkan hasil analisis penelitian dapat diketahui dari 55 orang tua Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus Autisme Al-Ikhlas Bukittinggi tahun 2014 didapatkan 17 (26,1%) orang tua yang patuh dan 38 (73,9%) orang tua yang tidak patuh terhadap terapi diet GFCF pada anak autisme.
Menurut Dergeest et al, (1998) Kepatuhan adalah perilaku positif yang dilihatkan klien mengarah ketujuan terapiutik yang ditentukan bersama (Carpenito, 2010).
Berdasarkan penelitian Amalia (2012) dengan judul penelitian Kepatuhan Orang Tua
Dalam Menerapkan Terapi Diet Gluten Free
Casein Free (GFCF) Pada Anak Penyandang Autisme Di Yayasan Pelita Hafizh dan SLB Cileunyi Bandung diperoleh data dari sebanyak 40 orang responden terdapat 6 orang (15 %) yang patuh dan 34 orang (85%) yang tidak patuh pada terapi diet GFCF.
Menurut asumsi peneliti berdasarkan hasil penelitian diperoleh angka yang tinggi pada orang tua yang tidak patuh terhadap
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 13
terapi diet GFCF, hal ini menunjukkan masih banyaknya orang tua yang belum atau tidak menerapkan diet GFCF sesuai dengan
aturannya, karena mereka tidak
menghilangkan seluruh sumber
makanan/minuman yang mengandung Gluten
dan Casein pada menu makanan anakanya. Hal ini disebabkan karena faktor yang mempegaruhi kepatuhan orang tua seperti disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan diet yang tidak dilakukan terus menerus selain itu juga disebabkan oleh sikap anak yang suka milih-milih makanan. Adanya orang tua patuh dalam menerapkan terapi disebabkan karena faktor orang tua yang mempunyai keinginan yang besar untuk kesembuhan anak mereka dengan cara mengikuti aturan serta saran yang dianjurkan oleh terapis secara teratur, konsisten dan pengawasan yang ketat.
2. Analisa Bivariat
a. Hubungan peran orang tua
terhadap kepatuhan terapi diet Gluten Free Casein Free (GFCF) pada anak autisme
Berdasarkan hasil analisis penelitian didapatkan bahwa proporsi orang tua yang tidak patuh terhadap terapi diet GFCF lebih tinggi yaitu sebanyak 22 (88,0%) pada peran orang tua yang tidak optimal dibandingkan dengan orang tua yang berperan optimal yaitu 16 (53,3%) orang dan orang tua yang patuh terhadap terapi diet GFCF lebih tinggi yaitu sebanyak 14 (46,7%) pada orang tua yang optimal dibandingkan dengan orang tua yang berperan tidak optimal yaitu 3 (12,0%) orang.
Hasil analisa statistik menggunakan
chi-square menghasilkan nilai p value 0,013. Sehingga didapatkan bahwa p ≤ 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan yang bermakna antara peran orang tua dengan
kepatuhan terapi diet Guten Free Casein Free
(GFCF) di Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus Autisme Al-ikhlas Bukittinggi tahun 2014,
dan didapatkan nilai OR (Odds Ratio) 6,417
yang artinya orang tua berperan tidak optimal
mempunyai peluang 6,417 kali beresiko untuk tidak patuh dalam mengikuti terapi diet GFCF pada anak autisme disbanding orang tua yang berperan optimal.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa adanya pengaruh antara peran orang
tua terhadap kepatuhan terapi diet Gluten
Free Casein Free (GFCF), ini berarti semakin optimal peran orang tua dalam menjalankan terapi diet pada anaknya maka semakin patuh orang tua, namun sebaliknya semakin rendah peran orang tua atau tidak optimal maka tingkat kepatuhan akan semakin rendah sehingga mempengaruhi proses terapi dalam
meningkatkan kesembuhan pada anak
autisme.
Orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap penerapan diet GFCF, Karen pola maka pada anak autisme tidak terlepas dari kepatuhan orang tua dan peran orang tua dalam menyediakan makanan yang sesuai dengan diet autisme.
Menurut Washnieski (2009) dalam penelitian Amalia (2012) dengan judul penelitian Kepatuhan Orang Tua Dalam
Menerapkan Terapi Diet Gluten Free Casein
Free (GFCF) Pada Anak Penyandang
Autisme Di Yayasan Pelita Hafizh dan SLB Cileunyi Bandung. Beberapa peran diperlukan agar orang tua dapat menerapkan diet GFCF dengan tepat pada anaknya. Informasi yang terpercaya, tepat, dan mudah diperoleh sangat dibutuhkan orang tua yang berharap untuk mengikuti diet ini, karena keterbatasan sifat dari diet dan pentingnya kepatuhan yang tepat pada diet. Membantu orang tua mengerti
tentang mekanisme fisiologi dibalik
penerapan diet mungkin dapat membantu
mereka merasa lebih nyaman dalam
menerapkan diet. Kemudahan untuk
mendapatkan informasi yang tepat dan mengetahui dasar ilmu dibalik diet mungkin
dapat membantu orang tua mengerti
prosesnya lebih baik karena tanpa 100% kepatuhan terhadap diet, kekuatan dari diet tersebut tidak akan terlihat.
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 14
Menurut asumsi peneliti didapatkan dalis penelitian 14 (46,7%) orang tua yang berperan optimal dengan kategori patuh disebabkan karena orang tua mempunyai peran yang optimal disertai dengan kepatuhan yang tinggi dihubungkan karena orang tua yang mempunyai
usaha yang besar mencari informasi
tentang terapi anak autisme untuk
kesembuhannya dengan mengikuti terapi secara teratur, konsisten, dan pengawasan yang ketat, dan hasil penelitian 16 (53,3%) orang tua yang perannya optimal dengan kategori tidak patuh disebabkan karena orang tua yang mempunyai peran yang optimal dengan mendapatkan informasi dari terapi atau tenaga kesehatan tentang terapi diet dan mengetahui hal-hal yang mesti dilakukan dan tidak dilakukan oleh orang tua terhadap anak autisme namun ketidakpatuhan disebabkan karena oarng tua yang tidak konsisten, tidak tegas dan memiliki sikap yang iba pada anak dalam menjalankan terapi diet GFCF tersebut. Dari hasil analisis penelitian peran orang tua yang tidak optimal didapatkan jumlah 25 orang, diantaranya peran orang tua yang tidak optimal dengan ketegori patuh 3 (12,0%) rendahnya angka ini dikarenakan sedikitnya informasi yang diperoleh namun orang tua mampu menerapkan terapi dengan kategori patuh walaupun dengan alasan kadang-kadang yang lebih sering muncul diucapkan, dan tingginya angka peran orang tua yang tidak optimal dengan kategori tidak patuh disebabkan karena faktor individu tidak ada motivasi untuk berperan optimal sehingga minat serta pelaksanaan untuk terapi juga tidak akan patuh dan akhirnya hasil yang diharapkan juga tidak maksimal atau tidak berhasil.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hubungan Peran Orang Tua Terhadap
Kepatuhan Terapi Diet Gluten Free Casein
Free (GFCF) Pada Anak Autisme Di
Sekolah Luar Biasa (SLB) Khusus
Autisme Al-Ikhlas Bukittinggi Tahun 2014 dengan sampel 55 orang dapat dilihat sebagai berikut,
1. Peran orang tua dalam menerapkan
terapi diet Gluten Free Casein Free
(GFCF) pada anak autisme ditemukan bahwa lebih dari separoh yaitu 30 (54,5 %) orang tua yang mempunyai peran optimal.
2. Pelaksanaan terapi diet Gluten Free
Casein Free (GFCF) pada anak autisme
ditemukan bahwa lebih dari separoh 38 (69,1%) orang tua yang tidak patuh
dalam menerapkan terapi diet Gluten
Free Casein Free (GFCF).
3. Terdapat hubungan yang bermakna
antara peran orang tua dengan
kepatuhan terapi diet Gluten Free
Casein Free (GFCF) pada anak autisme
Di Sekolah Luar Biasa Khusus Autisme Al-Ikhlas Bukittinggi Tahun 2014.
Dimana p value = 0,013 (p value <
0,005).
B. Saran
1. Bagi peneliti
Diharapkan agar menerapkan
pengetahuan yang diperoleh dibangku perkuliahan serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan, tentang Hubungan Peran Orang Tua Terhadap
Kepatuhan Terapi Diet Gluten Free
Casein Free (GFCF) Pada Anak
Autisme Di Sekolah Luar Biasa Khusus Autisme Al-Ikhlas Bukittinggi Tahun 2014.
2. Bagi Insitusi Pendidikan
Diharapkan data penelitian agar
digunakan dalam memberikan
informasi tentang penelitian
Hubungan Peran Orang Tua Terhadap
Kepatuhan Terapi Diet Gluten Free
Casein Free (GFCF) Pada Anak
Autisme yang digunakan sebagai salah satu panduan dalam memberikan informasi kesehatan.
3. Bagi Lahan Penelitian
Diharapkan agar menjadi bahan acuan untuk dapat menjelaskan dan dapat
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 15
memotivasi orang tua dalam berperan optimal dan patuh dalam menerapkan terapi diet pada anak.
4. Bagi Masyarakat
Diharapkan bagi masyarakat
khususnya bagi orang tua yang mempunyai anak autisme, untuk dapat menambah wawasan terapi diet serta dapat menerapkan bagaimana peran orang tua terhadap terapi diet anak autisme.
5. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan bagi tenaga perawat sebagai tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan keperawatan anak dapat merencanakan intervensi dalam bentuk penyuluhan untuk menurunkan ankga penderita autisme serta dapat menambah teori tentang terapi diet anak autisme.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Alifiyah. (2012). Peran Orang Tua Dalam
Membetuk Karakter Anak.
http://alfiyah90.wordpress.com/. Dikses pada 27 juni 2014 pukul 23.00 WIB
Anwar, liza. (2013). Autism Dan
Penanganannya.
http://www.harianhaluan.com/. Diakses pada 07 Mei 2014, pukul 08.34 WIB
Atmarita & Sandjaja. (2009). Kamus Gizi
Pelengkap Kesehatan Keluarga.
Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Hadis, Abdul. (2006). Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus Autistik.
Bandung: Alfabeta.
Hastono, Sutanto Priyo & Sabri, Luknis.
(2010). Statistik Kesehatan ed.1.
Jakarta: Rajawali Pers.
HR, Hasdianah. (2013). Autis Pada Anak
Pencegahan, Perawatan, Dan
Pengobatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Lynda Juall, Carpenito. (2009). Diagnose
Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis ed.9. Jakarta: EGC.
Muhammadis. (2012). Kepatuhan
Terapi.http://digilib.unimus.ac.id/.
diakses pada 23 juni 2014 pukul 11.00 WIB.
Munir, Zaldy. (2010). Peran Dan Fungsi
Orang Tua Dalam Pengembangan
Kecerdasan Emosional Anak.
http://zaldym.wordpress.com/. Diakses pada 24 juni 2014 pukul 20.45 WIB.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi
Kesehatan Dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam,2011. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Oktaviani, Wieke. (2008). Riwayat Autisme,
Stimulasi Psikososial Dan
Hubungannya Dengan
Perkembangan Social Anak Dengan
Gangguan Autism Spectrum disorder
(ASD). http://repository.ipb.ac.id/.
Diakses pada 19 Mei 2014 pukul 22.58 WIB.
Pratiwi, Rifmie Arfiriana. (2013). Hubungan
Skor Frekuensi Diet Bebas Gluten Bebas Casein Dengan Skor Perilaku Autis. http://eprints.undip.ac.id/. Diakses pada 26 juni 2014 pukul 23.56 WIB.
Rachmayanti,Sri & Zulkaida Anita. (2007).
Penerimaan Diri Orang Tua
Terhadap Anak Autis Dan
Peranannya Dalam Terapi.
http://dosen.narotama.ac.id/. Diakses pada 28 Mei 2014 pukul 10.00 WIB.
Rahayu, Metha Kemala. (2011). Pengalaman
Hidup Orangtua Anak Penyandang Autis Setelah Berhasil Diterapi Disekolah Autis Dikota Padang
Tahun 2010.
http://repository.unand.ac.id/ diakses pada 23 juni 2014 pukul 12.23 WIB.
Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 16
Ramadayanti, Sri. (2012). Perilaku Pemilihan
Mkanan Dan Diet Bebas Gluten Bebas Kasein Pada Anak Autisme.
http://eprints.undip.ac.id/. diakses
pada 21 april 2014, pukul 10.15 WIB.
Ratnadewi, (2008). Peran Orangtua Pada
Terapi Biomedis Untuk Anak Autis.
http://www.gunadarma.ac.id/.
Diakses pada 23 mei 2014 pukul 08.58 WIB.
Sintowati, Dr. Retno. (2009). Autism. Jakarta:
Sunda Kelapa Pustaka.
Smart, aqila. (2010). Anak Cacat Bukan
Kiamat:metode Pembelajaran Dan Terapi Untuk Anak Berkebutuhan
Khusus . Yogyakarta: Katahati
Winarno. 2013. Autism Dan Peran
Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sofia, Amilia Destiani dkk. (2012).
Kepatuhan Orang Tua Dalam
Menerapkan Terapi Diet Gluten Free Casein Free Pada Anak Penyandang Autisme Di Yayasan Pelita Hafizh Dan Slbn Cileunyi Bandung. http://jurnal.unpad.ac.id/. Diakses pada 26 juni 2014, pukul 23.50 WIB.
Sunu, Christopher. (2012). Panduan
Memecahkan Masalah Autism
(Unclocking Autism). Yogyakarta: Lintang Terbit.
Winarno. (2013). Autism Dan Peran Pangan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wong’s. (2008). Buku Ajar Keperawatan
Pediatric Wong, Ed.6, Vol,1. Jakarta: EGC.