PENGARUH KONSENTRASI KOH TERHADAP KARAKTERISTIK KARAGENAN DARI KAPPAPHYCUS ALVAREZII
(Effect of KOH Concentration on Carrageenan Characteristics of Kappaphycus alvarezii)
NASRUDDIN1), ANDI NOOR ASIKIN2) dan INDRATI KUSUMANINGRUM2) 1)
Mahasiswa Jurusan BDP-FPIK, Unmul
2)
Staf Pengajar Jurusan BDP-FPIK, Unmul
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Jl. Gunung Tabur No. 1 Kampus Gunung Kelua Samarinda
E-mail: nasaerudin12@yahoo.co.id
ABSTRACT
The aimed of this research were to know the influence of KOH concentration variation on carrageenan characteristics and to determine the best treatment based on the highest viscosity of carrageenan obtained. The designappiled acompletely randomized design(CRD) with four treatments (KOH concentration 1%, 3%, 5% and 7%), and three replicates. The parameters observedconsist of: viscosity, gellingpoint, melting point, moisture content, ash content andyield. The results showed that the KOH concentration gave a significant effect of carrageenan viscosity, but had no effect on moisture content, ash content, gelling point, melting point, and yield.The best carrageenan characteristics based on highest viscosity found in 7 % KOH with quality of carrageenan were 43.33 cps of viscosity, 34.33°C of gel point,42.67°C of the melting point, 15.66% of moisture content, 23.33% of ash content and 18% yield.
Keywords: Kappaphycus alvarezii, KOH, carrageenan, viscosity
PENDAHULUAN
Provinsi Kalimantan Timur mempunyai potensi rumput laut yang melimpah, hal ini didukung oleh wilayah pesisirnya yang luas. Jenis umput laut yang banyak dibudidayakan adalah Kappaphycus alvarezii
karena jenis rumput laut ini mempunyai nilai ekonomis penting sebagai penghasil karagenan. Produksi rumput laut di Kabupaten Kutai Timur secara umum mengalami peningkatan setiap tahunnya. Seperti yang dilaporkan Dinas Kelautan dan Perikananan Kabupaten Kutai Timur melaporkan bahwa produksi rumput laut mengalami peningkatan terutama untuk tahun 2010 sebanyak 136,8 ton, tahun 2011 sebanyak 1.612,7 ton, dan pada tahun 2012 mencapai hingga 1.699,2 ton, tetapi pada tahun 2013 produksi ruput laut mengalami penurunan menjadi 1.568,2 ton (DKP Kutai Timur, 2014).
Selama ini rumput laut hasil budidaya umumnya masih dijual dalam bentuk kering sehingga harga jualnya relatif rendah, hanya sedikit yang dijual dalam bentuk olahan seperti dodol dan manisan. Untuk meningkatkan harga jual dan nilai tambah rumput laut kering perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut sebelum dipasarkan, seperti diolah menjadi tepung karagenan.
Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. Vol. 21. No. 2, April 2016: 055–063 Diterima 16 November 2015.
Semua hak pada materi terbitan ini dilindungi. Tanpa izin penerbit dilarang untuk mereproduksi atau memindahkan isi terbitan ini untuk diterbitkan kembali secara elektronik atau mekanik.
Tepung karagenan dapatdimanfaatkan dalam berbagai industri non pangan maupun pangan, seperti pada industri makanan, farmasi, kosmetik dan bioteknologi. Dalam industri pangan, karagenan digunakan sebagai stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengental), pembentuk gel, dan pengemulsi yang mempunyai nilai jual yang tinggi dalam dunia perdagangan (Sadhori, 1995).
Pengolahan tepung karagenan dapat dilakukan dengan beberapa metode ekstraksi, salah satunya adalah ekstraksi menggunakan alkali. Ekstraksi menggunakan larutan alkali akan meningkatkan sifat gel karagenan yang dihasilkan, sedangkan ekstraksi menggunakan air akan memberikan sifat gel karagenan yang kurang baik, hal ini tampak pada penampakan filtrat hasil ekstraksi yang tidak homogen, sedangkan filtrat hasil ekstraksi menggunakan alkali bersifat homogen, disamping itu alkali berfungsi untuk mencegah terjadinya hidrolisis karagenan (Guiseley et a.l, 1980).KOH dipilih karena efek kation terhadap kappa karagenan menghasilkan gel lebih kuat dibandingkan dengan alkali lain seperti NaOH dan Ca(OH)2.Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektifitas dan
pengaruh ekstraksi menggunakan KOH pada berbagai konsentrasi terhadap tepung karagenan yang dihasilkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan variasikonsentrasi KOH terhadap karakteristik tepung karagenan yang dihasilkan dan menentukan perlakuan terbaik berdasarkan viskositas tertinggi.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah kepada mahasiswa dan masyarakat tentang efektifitas KOH untuk proses ekstraksi rumput laut Kappaphycus alvarezii dalam pembuatan tepung karagenan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini di laksanakan pada bulan Juni 2014-Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Samarinda.
Bahan dan Alat
Bahan
yangdigunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut kering jenis
Kappaphycus
alvarezii yang diperoleh dari Desa Teluk Kaba Sangatta Selatan Kabupaten Kutai Timur.Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk proses ekstraksi adalah Potassium Hydroxide (KOH), Potassium Chlorid (KCl), Isopropanol (IPA) dan akuades.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain labu ukur 1000 ml, hot plate, kain saring, beker glass, mesin vacum, thermometer, timbangan, petridish, oven, panci kaca 2000 ml, aliminium foil, blender, dan palstik.
Prosedur Penelitian
a. Proses Pengolahan Tepung Karagenan
1.
Penimbangan dan PencucianRumput laut
kering
di timbang sebanyak 80 gram/perlakuan dan dimasukkan ke dalam baskom untuk dicuci sampai bersih. Rumput laut dikatakana bersih apabila garam yang melekat pada rumput laut telah hilang. Pencucian rumput laut dilakukan dengan menggunakan air mengalir sambil di gosok-gosok supaya garam terlepas dari rumput laut.2.
Pembuatan larutan Alkali(KOH) dan KCLLarutan KOH dibuat dengan konsentrasi. 1%, 3%, 5% dan 7 % larutan KOH sebagai bahan untuk ekstraksi dibuat (sesuai perlakuan) . Untuk pembuatan larutan KOH dengan konsentrasi 1% dilakukan dengan cara menimbangKOH sebanyak 10 gram dan ditambahkan akuades sebanyak 1000 ml. Sedangkan dalam penelitian ini dibutuhkan larutan KOH sebanyak 2000 ml untuk ekstraksi. Selanjutnya untuk pembuatan larutan KOH konsentrasi 3%, 5%, dan 7% dilakuakan dengan cara yang sama dengan konsentrasi 1% teteapi dengan menambahkan KOH 30 gram, 50 gram dan 70 gram. Untuk permbuatan larutan KCL 2% dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 2 gram KCL kemudian larutkan dengan air akuades sebanyak1000 ml.
3.
Proses Perebusan PertamaLarutan KOHdengan konsentrasi 1%, 3%, 5%, dan 7% masing-masing dituang ke dalam panci kaca dan dididihkan sampai suhu mencapai 70˚C. Rumput laut dimasukkan dandirebus selama 30 menit sambil diaduk-aduk agar tidak hangus, setelah itu rumput laut diangkat.
4.
PencucianRumput laut kemudian dituang kedalam saringan, selanjutnya rumput laut dicuci dengan air mengalirsambil di remas-remas. Pencucian dilakukansebanyak 4 kalisehingga KOH yang tercampur pada rumput laut hilang. Hal ini ditandai dengan rumput laut tidak licin lagi jika dipegang.
5.
Proses Perebusan KeduaAkuades diukur sebanyak 2000 ml dan dimasukkan ke dalam panci kaca dan didihkan sampai suhu mencapai 70˚C, kemudian rumput laut dimasukkan dan direbus selama 2 jam atau sampai rumput laut hancur.Selama perebusan, rumput laut diaduk–aduk agar tidak hangus.
6.
Proses penyaringan PertamaRumput laut selanjutnya diangkat kemudian disaring dengan menggunakan pompa vakuum.Untuk penyaringan pertama rumput laut yang tinggal dikain saring merupakan subtrat dan di buang, ,sedangkan yang larut masukkedalam penampungan (beker glass) yang di ambil (filtrat).
7.
PencampuranFiltrat dituangkedalam wadah(baskom) danditambahkan KCL sebanyak 400 ml, aduk adukhingga homogen. Setelah homogen ditambahkan alkhol (IPA) sebanyak 250 ml untuk mendapatkan karagenan. Kegunaan KCL adalah untuk melepas karagenan dari air dan minyak, sedangkang alkohol (IPA) untuk mengikat karagenan.
8.
Proses penyaringan KeduaKaragenan yang sudah diperoleh disaring kembali untuk memisahkan antara air dan minyak yang terdapat pada karagenan tersebut. Karagenan yang tinggal dikertas saring merupakan (subtrat) yang diambil,sedangkan yang larut dan masuk ke dalam penampungan (beker glass)merupakan (filtrat) dan dibuang karena berupa campuran air dan minyak.
9.
Penuangan Ke PetridishSubtrat yang terdapat pada kain saring kemudian dituang ke dalam petridish untuk dikeringkan.
10.
Pengeringan dan PenepunganPetridish yang berisi karagenan dimasukkan kedalam oven untuk dikeringkan dengan suhu 65˚C selama 24 jam atau sampai karagenan benar-benar kering.Karagenan yang sudah kering kemudian dihaluskan menggunakan blenderuntuk memperoleh tepung karagenan.
b. Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisik yang meliputi viskositas (FAO, 1990), titik gel,(FAO, 1990) titik leleh (FAO, 1990 ), sifat kimia terdiri dari kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (AOAC,1995), rendemen (Chapman dan Chapman, 1980).
c. Analisis Statistik
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan konsentrasi KOH yaitu (1) KOH 1%, (2) KOH 3%, (3) KOH 5%, (4) KOH 7%, Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan uji F pada taraf 5% (Analisis keragaman/ANOVA). jika analisis keragaman menunjukkan adanya beda nyata, maka dilanjutkan uji
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Viskositas
Viskositas merupakan salah satu sifat fisik tepung karagenan yang cukup penting.Pengujian viskositas dilakukan untuk megetahui tingkat kekentalan karagenan sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karagenan biasanya diukur pada suhu 75oC dengan konsentrasi 1,5%(FAO, 1990). Hasil analisis viskositas pada tepung karagenan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pengaruh perlakuan konsentrasi KOHterhadap viskositas tepung karagenan.
Berdasarkanhasil penelitian menunjukkan bahwa viskositas tertinggi pada tepung karagenan diperoleh dari perlakuan konsentrsi KOH 1% dengan nilai viskositas sebesar 66,67 CPs, sedangkan viskositas terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi KOH 7% dengan nilai viskositas sebesar 43,33 CPs.Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi KOH memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap viskositas tepung karagenan yang diperoleh. Dari hasil uji lanjut (Duncan) terhadap viskositas karagenan, perlakuan konsentrasi KOH 1% menunjukkan hasil berbeda nyata dan perlakuan konsentrasi KOH 3%, 5%, dan 7% menunjukkan hasil tidak berbeda nyata dengan perlakuan 1%. Penambahan KOH mempengaruhi viskositas karaginan yang dihasilkan. Berdasarkan data tersebut maka viskositas yang diperoleh dari penelitian ini sudah memenuhi syarat tepung karagenan berdasarkan standar FAO, yaitu dengan nilai viskositas berkisar antara 5 – 800 cP (FAO, 1990).Viskositas pada tepung karaginan dipengaruhi oleh adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini
[VALUE] a
[VALUE] b [VALUE] c [VALUE] d
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 1% 3% 5% 7% Viskositas (CPs) Konsentrasi KOH
akanmenurun seiring dengan peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karagenan (Towle, 1973).
b.
Titik Gel
Hasil penelitian menunjukkan bahwa titik gel tertinggi pada tepung karagenan diperoleh dari perlakuan konsentrasi KOH 7% dengan nilai sebesar 34,33°C, sedangkan titik gel terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi KOH 3% dengan nilai sebesar 32,10°C. Hasil analisis titik gel tepung karagenan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh perlakuan konsentrasi KOH terhadap titik gel tepung karagenan.
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) titik gel tepung karagenan pada perlakuan konsentrasi KOH menunjukkan hasil tidak beda nyata (P>0,05). Berdasarkan penelitian ini ternyata variasi konsentrasi KOH tidak memberikan pengaruh terhadap titik gel tepung karagenan. Berdasarkan data tersebut maka ttitk gel yang diperoleh dari penelitaian ini sudah memenuhi standar komersial tepung karagenan yang dikeluarkan oleh FAO yaitu 34,10±1,86 °C (FAO, 1990).
c. Titik Leleh
Hasil penelitian menunjukkan bahwa titik leleh yang diperoleh dari penelitian tersebut berkisar antara 42,67-45,27. Titik leleh tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi KOH 5% dengan nilai titik leleh sebesar 45,27°C, sedangkang titik leleh terendah terdapat pada perlakuan kosentrasi KOH 7% dengan nilai titik leleh sebesar 42,67°C. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) titik leleh tepung karagenan pada perlakuan konsentrasi KOH menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini titik leleh sudah memenuhi standar komersial tepung karagenan yang di keluarkan oleh FAO yaitu 50,21±1,05°C. Hasil analisis titik leleh tepung karagenan dapat dilihat pada Gambar 3.
32.47 32.10 33.87 34.33 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 1% 3% 5% 7% Titik Ge l ( °C) Konsentrasi KOH
Gambar 3. Pengaruh konsentrasi KOH terhadap titik leleh tepung karagenan.
d. Kadar Air
Kadar air bahan pangan merupakan jumlah air yang dikandung bahan pangan dan sangat berpengaruh pada mutu dan keawetan pangan (Martinez et al, 2007). Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa bahan pangan, ketahanan bahan pangan sangat erat hubungannya dengan kadar air, karena air merupakan media yang sangat cocok bagi pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikrorganisme lainnya (Afrianto dan Liviawati, 1989). Hasil analisis kadar air tepung karagenan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi KOH terhadap kadar air tepung karagenan.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwakadar air tertinggi pada tepung karagenan yang dihasilkan diperoleh dari perlakuan konsentrasi KOH1% dengan nilai sebesar15,75%.Sedangkan kadar air terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi KOH 3%dengan nilai sebesar 15,01. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka kadar air yang diperoleh belum memenuhi syarat tepung karagenan berdasarkan standar FAO yaitu sebesar 12%. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) kadar air pada tepung karagenan perlakuan konsentrasi KOH menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) pada taraf 5 % sehingga tidak dilakukan uji lanjutan.
e. Kadar Abu
Abu merupakan bahan tersisa hasil pembakaran yang merupakan zat-zat anorganik berupa mineral. Hal tersebut terjadi karena proses pembakaran pada pengukuran kadar abu menyebabkan zat-zat organik pada bahan akan terbakar dan menyisakan abu. Rumput laut merupakan bahan yang kaya akan mineral seperti Na, K, Ca, dan Mg. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan
43.50 44.80 45.27 42.67 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 1% 3% 5% 7% Titi k Lele h(°C) konsentrasi KOH 15.75 15.30 15.01 15.56 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 1% 3% 5% 7% k a dar air(% ) Konsentrasi KOH
Gambar 5. Pengaruh konsentrasi KOH terhadap kadar abu tepung karagenan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwakadar abu tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrsi KOH 3% dengan nilai kadar abu sebesar23,99%.Sedangkan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan konsentrasi KOH 7% sebesar 23,33%. Kadar abu yang dihasilkan pada tepung karagenan sesuai dengan standar mutu tepung karagenan berdasarkan FAO (1990) yaitu 18-40%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi KOH terhadap kadar abu yang diperoleh tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil penelitian yang dilakuakan menunjukkan bahwa penambahan KOH mempengaruhi persentase kadar abu padatepung karagenan yang dihasilkan. Semakin rendahkonsentrasi KOH yang ditambahkan semakin tinggi kadar abu tepung karagenan yang dihasilkan. Besarnya kadar abu dalam suatu bahan pangan menunjukkan tingginya kandungan mineral dalam bahan pangan tersebut namun kadar abu juga ditunjukkan dengan adanya unsur logam yang tidak larut dalam air terutama Ca yang menempel pada bahan rumput laut (Sudarmadji, 1984). Selanjutnya penulis yang sama mengemukakan bahwa kandungan mineral total dalam bahan pangan dapat diperkirakan sebagai kandungan abu yang merupakan residu an-organik yang tersisa setelah bahan-bahan organik terbakar habis, semakin banyak kandungan mineralnya maka kadar abu menjadi tinggi.
f. Rendemen
Rendemen merupakan perbandingan berat produk yang diperoleh terhadap berat bahan baku yang digunakan. Perhitungan rendemen dilakakukan berdasarkan berat kering bahan. Rendemen tepung menyatakan nilai efisiensi dariproses pengolahan sehingga dapat diketahui jumlah tepung yang dihasilkan dari bahan dasar awalnya. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui persentase karagenan yang dihasilkan dari rumput lautkering yang digunakan berdasarkan konsentrasi KOH (Chapman dan Chapman, 1980). Hasil analisis tepung karagenan dapat dilihat pada Gambar 6.
.
Gambar 6. Pengaruh konsentrasi KOH terhadap rendemen tepung karagenan.
23.84 23.99 23.54 23.33 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 1% 3% 5% 7% k a dar abu(% ) Konsentrasi KOH 13.33 15.00 15.67 18.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 1% 3% 5% 7% Re ne de me n(%) konsentarsi KOH
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi KOH maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan. Rendemen tertinggidiperolehdari perlakuan konsentrasi KOH 7% dengannilai sebesar18,00%. Sedangkan rendementerendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi KOH 1% sebesar 13,33%. Hasil analisis sidik ragam faktor konsentrasi KOH terhadap rendemen menunjukkan hasil yang tidak beda nyata (P>0,05) terhadap rendemen yang diperoleh. Penambahan konsentrasi KOH hingga 7% menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah rendemen tepung karagenan yang dihasilkan, hal ini di dukung oleh pendapat (Glicksman, 1983), penambahan alkali menyebabkan kemampuan untuk mengekstrak semakin tinggi, dimana perlakuan alkali membantu ekstraksi polisakarida menjadi sempurna dan mempercepat terbentuknya 3,6-anhidrogalaktosa selama proses ekstraksi berlangsung. Selanjutnya penulis yang sama menyatakan bahwa kappa karagenan mempunyai jenis yang sensitif terhadap ion kalium dan ion kalsium.Konsentrasi dari 1% solven (pelarut) terlalu rendah sehingga menyebabkan pelarut dan bahan yang akan diekstrak tidak seimbang, sehingga menyebabkan proses ekstraksi tidak optimal, hal ini menyebabkan penggunaan KOH 1% tidak menghasilkan rendemen yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Dian dan Intan, 2009) bahwa dalam proses pembuatan karagenan menggunakan metode ekstraksi dimana dilakukan pemisahan komponen solute (cair) dan campurannya menggunakan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah. Proses ekstraksi ini terdiri dari tiga langkah besar yaitu proses pencampuran, proses pembuatan fasa setimbang, dan proses pemisahan fasa setimbang. Solven merupakan faktor terpenting dalam proses ekstraksi, sehingga pemilihan solven merupakan faktor penting.
KESIMPULAN
a.
KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlakuan konsentrasi KOH berpengaruh terhadap viskositas tepung karagenan yang dihasilkan,
tetapi tidak berpengaruh pada titik gel, titik leleh, kadar air, kadar abu dan rendemen.
2. Karakteristik tepung karagenan yang terbaik di dapat pada perlakuan konsentrasi KOH 7% dengan nilai viskositas 43,33 CPs, titik gel 34,33°C, titik leleh 42,67°C,kadar air 15,66%, kadar abu 23,33% dan rendemen 18%.
b.
SaranPerlu adanya penelitian tentang bahan pengendap lainnya seperti alkohol, metanol dan lain-lain untuk mendapatkan karakteristik tepung karagenan yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto E, Liviawati E. 1989. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara
Chapman, V.J. and D.J. Chapman. 1980. Seawed and Their Uses. Third Edition Capman and Hall.Metheun Co. Ltd. London. P. 194-271.
Dian dan Intan Dewi. 2009. Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii Untuk Mencapai Foodgrade. Jurnal Teknik Kimia Universias Diponegoro.
FAO. 1990. Training Manual on Glacilaria Culture and seawed Processing in China. Rome.
Guiseley, KB., Stanley NF, Whitchouse PA. 1980. Carrageenan. Di dalam Whistler RL (ed). Handbook of Water Soluble Gums and Resins. New york : McGraw Hill Book Co.
Glicksman, 1983. Seaweed extracts. Di dalam Glicksman M (ed). Food Hydrocolloids Vol II.CRC Press, Boca Raton, Florida.
Martinez O, Salmer J, Guilden MD, Casas C. 2007. Textural and physicochemical changes in salmon (Salmo salar) treated with commercial liquid smoke flavourings. Food Chemistry. 100:498-503. Sadhori, S. Naryo. 1995. Budi Daya rumput Laut. Balai Pustaka. Jakarta.
Sudarmadji. S, H., Bambang dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta.
Towle GA. 1973. Carrageenan.di dalam: Whistler RL (editor). Industrial Gums. Second Edition. New York: Academik Press. hlm 83 – 114.