• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Program Studi Ilmu Keperawatan Skripsi, Maret 2015 Sri Wahyuningsih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Program Studi Ilmu Keperawatan Skripsi, Maret 2015 Sri Wahyuningsih"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

Program Studi Ilmu Keperawatan Skripsi, Maret 2015

Sri Wahyuningsih

Perubahan perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis sebelum dan sesudah di berikan konseling di Desa Mulyorejo Kecamatan Demak Kabupaten Demak .

XVI+85 halaman+10 tabel+ 3 gambar +14 lampiran

ABSTRAK

Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, khususnya di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis serta memiliki curah hujan yang tinggi. Masyarakat berperan dalam pengendalian leptospirosis dalam perilaku sehari-harinya. Upaya pencegahan dan penularan leptospirosis pada manusia erat kaitannya dengan pengetahuan, sikap, perilaku dan sanitasi rumah. Salah satu pencegahan leptospirosis adalah dengan meningkatkan perilaku masyarakat terhadap pencegahan leptospirosis melalui penyuluhan dan pemberian pendidikan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap perubahan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit leptospirosis di Desa Mulyorejo Kecamatan Demak Kabupaten Demak. Jenis penelitian ini pre eksperimen design dengan menggunakan pendekatan one group pre-post test design dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita leptospirosis di Desa Mulyorejo, Kecamatan Demak sejumlah 18. Tehnik sampling yang digunakan adalah total sampling. Data univariat dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi serta bivariat menggunakan uji wilcoxson.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar perilaku masyarakat tentang pencegahan penyakit leptospirosis sebelum diberikan konseling di Desa Mulyorejo dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 15 responden (83,3 %) dan sebagian kecil perilaku masyarakat tentang pencegahan penyakit leptospirosis sebelum

diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kecamatan Karang Tengah Kab. Demak dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 14 responden (77,8 %). Berdasarkan uji statistik menggunakan uji wilcoxson diketahui bahwa ada pengaruh konseling terhadap perubahan perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis di Desa Mulyorejo, Kecamatan Demak Kabupaten Demak dengan p value = 0,004

Diharapkan dapat memberikan informasi bagi keluarga tentang penyakit leptospirosis sehingga keluarga mampu memberikan penanganan dan pencegahan leptospirosis kepada anggota keluarga juga masyarakat.

Kata kunci : konseling, perilaku keluarga, pencegahan penyakit leptospirosis

Kepustakaan literatur : 23 kepustakaan (2001 -2012)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, khususnya di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis serta memiliki curah hujan yang tinggi. World Health Organization (WHO) menyebutkan kejadian Leptospirosis untuk negara subtropis adalah berkisar antara 0,1-1 kejadian tiap 100.000 penduduk per tahun, sedangkan di negara tropis berkisar antara 10-100 kejadian tiap 100.000 penduduk per tahun (WHO, 2012). Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis. Indonesia sebagai negara tropis merupakan negara dengan kejadian Leptospirosis yang tinggi serta menduduki peringkat ketiga di dunia dibawah China dan India untuk mortalitas.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan data bahwa jumlah kasus kejadian leptospirosis di Pusksemas Demak pada tahun 2014 sebanyak 39 orang dengan jumlah kematian sebanyak 4 orang. Berdasarkan

(2)

hasil studi pendahuluan dengan cara wawancara terhadap 2 orang penderita leptospirosis didapatkan hasil wawancara yaitu seorang yang pernah menderita leptospirosis menyatakan masih sering merasakan nyeri sendi dan masih melakukan pemeriksaan secara rutin ke puskesmas. Sedangkan seorang lagi menyatakan bahwa sekarang sudah sembuh dari penyakit leptospirosis dan sudah bisa bekerja kembali sebagai petani. Berdasarkan hasil wawancara terhadap seorang penderita yang sudah sembuh dan bekerja sebagai petani menyatakan bahwa dalam melakukan aktivitas bertani ia tetap tidak memakai alas kaki seperti sepatu bot karena akan terasa berat dan tidak bebas beraktivitas saat bertani. Selain itu saat dilakukan wawancara dirumah responden, peneliti melihat bahwa kondisi lingkungan rumah responden juga kurang bersih dan beberapa selokan terdapat sumbatan dan banyak sampah. Selain itu berdasarkan pengamatan peneliti di Desa Karangsari diketahui bahwa sebagian besar penduduka melakukan aktivitas mandi dan mencuci di sungai serta lingkungan tempat tinggal penduduk terdapat banyak genangan-genangan air akibat rob dan sisa air hujan apabila turun hujan. Berdasarkan pengamatan peneliti juga diketahui bahwa sebagian besar penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani tidak pernah menggunakan alas kaki atau sepatu boot saat beraktivitas di ladang atau sawah. Beberapa perilaku tersebut merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit leptospirosis.

Berdasarkan kenyataan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Perubahan perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis sebelum dan sesudah diberikan konseling”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah penelitiannya adalah adakah pengaruh konseling terhadap perubahan perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis sebelum dan sesudah di berikan konseling ?

C. Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap perubahan perilaku keluarga pada

pencegahan penyakit leptospirosis di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak

D. Manfaat

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi keluarga tentang penyakit leptospirosis sehingga keluarga mampu memberikan penanganan dan pencegahan leptospirosis kepada keluarga maupun masyarakat.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan rancangan Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan one group pre-post test design. Rancangan one group pre-post test design adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2008). Pengamatan tingkat pengetahuan sebelum dan setelah diberikan konseling terhadap perubahan perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis.

Pre test Post test

Gambar 4. 1. Bagan alur penelitian Keterangan:

A : Tingkat perilaku keluarga sebelum diberikan konseling

B : Tingkat perilaku keluarga setelah diberikan konseling .

Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 18 responden dan jumlah sampel pada penelitian ini adalah 18 responden dengan mengguanakan tekhnik total sampling.

(3)

BAB 1V

HASIL PENELITIAN A. Hasil penelitian

1. Analisa Univariat

a. Perubahan perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis sebelum dan sesudah diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak.

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis sebelum diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak.

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik 3 16.7

Tidak baik 15 83.3

Total 18 100.0

Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis sebelum diberikan konseling dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 15 responden (83,3 %) dan sebagian kecil responden mempunyai perilaku dalam kategori baik tentang pencegahan penyakit lepotospirosis sebelum diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak.

b. Perubahan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit leptospirosis setelah diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak Tabel 4.5 Distribusi frekuensi perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis setelah diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik 14 77.8

Tidak baik 4 22.2

Total 18 100.0

Dari Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis setelah diberikan konseling dalam kategori baik yaitu sebanyak 14 responden (77,8 %) dan hanya sebagian kecil responden yang mempunyai perilaku tentang pencegahan penyakit lepotospirosis dalam kategori yang tidak baik yaitu sebanyak 4 responden setelah diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak

2. Analisa Bivariat

Perubahan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit leptospirosis di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak

Tabel 4.6. Perubahan perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis di Desa Mulyorejo Kec Demak Kab. Demak

Variabel Perlakuan N Median Z P value Perilaku keluarga Pre test -Post test Negative 0 5.00 - 3.3 17 0.001 Positif Ties 11 7 9.86

Dari hasil hasil penelitian didapatkan 7 responden yang tidak mengalami perubahan perilaku sebelum dan sesudah diberikan konseling dan 14 responden mengalami perubahan perilaku dari perilaku tidak baik menjadi perilaku baik setelah diberikan konseling pada perilaku pencegahan penyakit leptospirosis di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak.

Dari hasil uji statistik menggunakan wilcoxon dengan taraf signifikansi 5 % (0,05) didapatkan p value sebesar 0,001. (Apabila p value/ signifikansi di bawah 0,05 maka hipotesis Ho diterima dan Ha ditolak). Nilai p tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh

(4)

konseling terhadap perubahan perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit leptospirosis di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak.’

B. Pembahasan

1. Analisa Univariat

a. Perubahan perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis sebelum diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kecamatan Demak Kabupaten Demak.

Berdasarkan hasil penelitian diketehaui bahwa sebagian besar perilaku masyarakat tentang pencegahan penyakit leptospirosis sebelum diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 15 responden (83,3 %). Perilaku tidak baik pada sebagian besar responden tersebut dapat dilihat dari hasil jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan peneliti tentang pencegahan penyakit leptospirosis yang tercermin dalam perilaku keseharian responden selama ini. Berdasarkan hasil jawaban responden terhadap perilaku pencegahan penyakit leptospirosis diketahui bahwa sebagian besar responden atau salah anggota keluarga sering mandi dan melakukan kegiatan disungai (38,9 %) dan 27,8 % responden juga menyatakan bahwa mereka seringnya mencuci pakaian atau alat-alat rumah tangga disungai. Seringnya melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kebersihan diri responden dan kegiatan mencuci pada sebagian responden disebabkan karena kondisi geografis desa Mulyorejo yang dilalui oleh aliran sungai sehingga banyak masyarakat sekitar yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk melakukan kegiatan di sungai. Hal tersebut juga didukung oleh hasil wawancara terhadap responden saat memberikan dan membagikan kuesioner kepada responden yang menyatakan bahwa mereka jarang menggunakan sumur

karena sumur yang mereka buat sering kering dan airnya sedikit serta berwarna sehingga mereka sering menggunakan sungai untuk melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kebersihan diri responden dan keluarga serta mencuci pakaian dan peralatan rumah tangga mereka. Penggunaan sungai sebagai sarana mandi dan mencuci peralatan dapur dan pakaian pada sebagian responden tersebut menunjukkan perilaku tidak baik responden untuk menghindari kontak langsung dengan urin atau jaringan hewan yang sudah terinfeksi dan lingkungan yang sudah tercemar dengan melakukan kegiatan disungai.

Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan diketahui bahwa sebagian besar perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis sebelum diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 14 responden (77,8 %). Perilaku tidak baik dalam pencegahan leptospirosis pada sebagian besar responden tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari individu responden sendiri maupun dari faktor luar seperti kondisi lingkungan geografis tempat tinggal responden yang merupakan daerah dataran rendah yang dekat dengan pantai dan sungai besar maupun faktor pekerjaan responden sehingga menjadikan perilaku mereka kurang baik.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor penyebab yang paling berpengaruh terhadap perilaku kurang baik dalam pencegahan penyakit leptospirosis pada

(5)

sebagian besar responden sebelum diberikan konseling adalah rendahnya tingkat pendidikan responden dan faktor pekerjaan responden. Berdasarakan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden adalah berpendidikan setingkat SMP yaitu sebanyak 10 responden (55,6 %). b. Perubahan perilaku keluarga pencegahan penyakit leptospirosis sebelum diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis setelah diberikan konseling dalam kategori baik yaitu sebanyak 14 responden (77,8 %). Perilaku responden dalam kategori baik setelah diberikan konseling tersebut dapat dilihat dari hasil jawaban responden terhadap kuesioner yang diberikan peneliti setelah beberapa hari mendapatkan konseling tentang perilaku pencegahan penyakit leptospirosis. Berdasarkan hasil jawaban responden tersebut diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan kadang-kadang salah anggota keluarga mandi dan melakukan kegiatan disungai (55,6 %) dan kadang-kadang mencuci pakaian atau alat-alat rumah tangga disungai (38,9 %). Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan status dari sering mandi dan melakukan kegiatan di sungai menjadi jarang/kadang-kadang mandi dan melakukan aktivitas di sungai. Selain itu peningkatan status dari sering menjadi kadang-kadang juga terjadi pada responden yang melakukan kebiasaan mencuci pakaian atau alat rumah tangga di sungai. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian konseling kepada responden dapat merubah perilaku responden kearah yang lebih baik walaupun belum berubah sepenuhnya karena waktu dan jarak antara pemberian konseling dengan pemberian kuesioner yang terlalu pendek sehingga

perubahan yang terjadi belum maksimal.

Perubahan kearah yang lebih baik setelah pemberian konseling juga dapat dilihat dari hasil jawaban responden tentang penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja yaitu sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka sekarang sering menggunakan sarung tangan dan alat pelindung diri (77,8 %) dan apabila sedang huja sering (44,4%) menggunakan sepatu boot saat keluar rumah. Selain itu sebagian besar responden juga menyatakan bahwa mereka sekarang tidak pernah (72,2%) membiarkan luka atau lecet terbuka dan diberi obat-obatan lainnya selain antibiotik. Sebagian besar responden juga menyatakan bahwa mereka sekarang selalu (88,9 %) melakukan disinfektan terhadap tempat-tempat yang tercemar oleh tikus dan sering (50,0 %) menghalau binatang pengerat dengan cara membersihkan atau menjauhkan sampah dan makanan dari perumahan. Selain itu sebagian besar responden juga menyatakan akan sering (83,3 %) mendatangi atau mendapatkan informasi yang berhubungan dengan leptospirosis di tempat penyuluhan didesanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi perubahan perilaku mengarah ke arah yang lebih baik setelah diberikan konseling kepada sebagian besar responden.

Upaya pencegahan dan penularan leptospirosis pada manusia erat kaitannya dengan pengetahuan, sikap, perilaku dan sanitasi rumah. Salah satu pencegahan leptospirosis adalah dengan meningkatkan perilaku masyarakat terhadap pencegahan leptospirosis melalui penyuluhan

(6)

dan pemberian pendidikan kesehatan (Puspadewi, 2014). Salah satu bentuk penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku sehat sebagai upaya pencegahan penyakit leptospirosis adalah dengan melakukan konseling kesehatan khususnya tentang penyakit leptospirosis.

Konseling merupakan salah satu cara yang tepat untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan-permasalahan dalam hidup. Konseling membantu kita untuk mengidentifikasi masalah, mencari solusi atau alternatif yang tepat dan menyadarkan akan adanya potensi dari setiap manusia untuk dapat mengatasi berbagai permasalahannya sendiri. Konseling dapat mengarahkan kita kepada perubahan perilaku yang lebih baik lagi (Gunarsa, 2007). Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa setelah diberikan konseling tentangt perilaku pencegahan leptospirosis maka terjadi peningkatan perilaku responden ke arah yang lebih baik walaupun peningkatan tersebut belum maksimal semuanya akan tetapi pemberian konseling tersebut dapat merubah perilaku responden ke arah yang lebih baik.

Menurut Fitriasari (2006), tujuan konseling adalah membantu klien melihat permasalahannya supaya lebih jelas sehingga klien dapat memilih sendiri jalan keluarnya. Sedangkan menurut Prayitno (2006), secara khusus tujuan konseling berkaitan langsung dengan individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya. Oleh karena itu, tujuan khusus konseling untuk masing-masing individu bersifat unik pula.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian kecil responden yang mempunyai perilaku tentang pencegahan penyakit lepotospirosis dalam kategori yang tidak baik yaitu sebanyak 4 responden walaupun telah diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak. Hal tersebut menunjukkan bahwa konseling yang diberikan kepada responden tersebut ternyata belum dapat merubah perilaku kearah yang lebih baik kepada sebagian responden tersebut. Tidak adanya perubahan perilaku pada ke empat responden tersebut disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan ke empat responden tersebut karena berpendidikan SD dan SMP. Pendidikan yang tergolong rendah pada ke empat responden tersebut menyebabkan mereka kurang memahami berbagai informasi baru yang diberikan peneliti saar melakukan konseling. Selain karena waktu dalam memberikan konseling juga terlalu singkat sehingga responden juga tidak dapat menggali semua informasi yang diberikan oleh konselor. Kurangnya waktu dalam memberikan konseling dan jarak yang digunakan saat konseling dengan waktu pemberian kuesioner setelah pemberian konseling menjadikan responden belum mampu mencerna dan mempraktekkan semua materi dan saran yang diberikan konselor kepada responden. Hal tersebut menjadikan responden mempunyai perilaku yang kurang baik walaupun telah diberikan konseling tentang pencegahan penyakit leptospirosis.

Untuk itu perlu dilakukan konseling dan pemberian informasi secara berkala dan

(7)

berkesinambungan guna merubah pola pikir dan kebiasaan/perilaku responden dalam kehidupannya sehari-hari khususnya yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit leptospirosis.

2. Analisa Bivariat

Perubahan perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak

Dari hasil uji statistik menggunakan uji wilxocon dengan taraf signifikansi 5 % (0,05) didapatkan p value sebesar 0,001. (Apabila p value/ signifikansi di bawah 0,05 maka hipotesis Ho diterima dan Ha ditolak). Nilai p tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh konseling terhadap perubahan perilaku masyarakat tentang pencegahan penyakit leptospirosis di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak.

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan

1. Sebagian besar perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis sebelum diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec.Demak Kab. Demak dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 15 responden (83,3 %).

2. Sebagian besar perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis setelah diberikan konseling di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak dalam kategori tidak baik yaitu sebanyak 14 responden (77,8 %).

3. Ada pengaruh konseling terhadap perubahan perilaku keluarga pada pencegahan penyakit leptospirosis di Desa Mulyorejo Kec. Demak Kab. Demak dengan p value = 0,001.

B. Saran

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi keluarga dan masyarakat tentang penyakit leptospirosis sehingga keluarga dan masyarakat mampu memberikan penanganan dan pencegahan leptospirosis baik pada anggota keluarga maupun masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anies. (2005). Mewaspadai Leptospirosis Setelah Banjir dalam Mewaspadai Penyakit Lingkungan. PT Elex Media Komputindo, Jakarta Arikunto, (2010). Prosedur penelitian.

Jakarta, Rineka Cipta.

Azwar.S, 2009. Sikap Manusia Teori dan Penularannya, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.

Chin, J. (2006). Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17 Editor penterjemah : I Nyoman Kandun. David A, Kaiser RM, Siegel RA (2005).

Asymptomatic infection and risk factors for leptospirosis in

Nicaragua. Am. J. Trop. Med. Hyg., 63 (5,6); 2005. p.249-25

Depkes RI, (2005). Pedoman

Penanggulangan Leptospirosis Di Indonesia, Jakarta: Depkes RI Ditjen P2P danPLP

Dinkes, 2011, Buku Saku Kesehatan Provinsi Jateng 2011, Semarang: DKP Jateng

Fitriani, S. (2011). Promosi kesehatan. Yogyakarta, Graha Ilmu

Hadisaputro S. (2002). Faktor-faktor risiko leptospirosis. Kumpulan makalah symposium leptospirosis. Badan penerbit Universitas Diponegoro. McLeod, John. 2008. Pengantar Konseling:

Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Prenada Media Group.

Notoatmodjo, (2007). Promosi kesehatan & ilmu perilaku. Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, (2007). Kesehatan

masyarakat. Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, (2010). Ilmu perilaku

kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmojo, (2010). Metodologi peneitian

kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Nursalam, (2008). Konsep dan penerapan

metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta, Salemba Medika.

Prayitno, Amti Erman.(2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta; Rineka Cipta

(8)

Ristiyanto. (2009). Modul Pelatihan Teknis Tingkat Dasar Survei Reservoir Penyakit Bidang Minat Rodensia. B2P2VRP, Salatiga

Ristiyanto (2009). Tikus, ektoparasit dan penyakitnya: Penyakit Bersumber Rodensia, Salatiga, B2P2VRP.

Ristiyanto, (2008). Pencegahan Leptospirosis Melalui Pengendalian TIkus. Modul Kuliah Promosi dan Proyeksi Kesehatan Tropis. Balai Penelitian Vektor dan

Reservoir Penyakit Salatiga. Jawa Tengah. Sarkar, U., Nascimeto, S.F., Barbosa, R.,

Martins,R., Nuevo, H, Kalafanos, I. (2002). Population-Based Case-Control Investigation of Risk Factors for

Leptospirosis During an Urban Epidemic. America Journal Tropical Medicine and Hygiene, 605-610

Sugiyono, (2009). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung, Alfabeta. Suratman. (2008). Analisis Faktor Risiko

Lingkungan dan Perilaku Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Leptospirosis Berat di Kota Semarang (Studi Kasus Leptospirosis yang Dirawat di Rumah Sakit Dr. Kariadi, Semarang). Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. WHO ILS. (2012). Human Leptospirosis:

Guidance for Diagnosis, surveillance and control. WHO Library Catalouing-in-Publication Data, Malta.

http://whqlibdoc.who.int/hq/2003/WHO_C DS_CSR_EPH.pdf

Widarso HS dan Wilfried P. (2002).

Kebijaksanaan departemen kesehatan dalam penanggulangan leptospirosis di Indonesia. Kumpulan makalah symposium leptospirosis. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Walgito, B., (2010). Bimbingan Konseling (Studi & Karier), ANDI, Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Adanya hal tersebut pihak kepolisian sebagai penerbit SIM berkewajiban untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap perolehan SIM bagi pemohon sesuai dengan

Modul training yang ada saat ini sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada di lantai produksi sehingga perlu dilakukan beberapa perbaikan, salah satunya adalah

[r]

• FTP (File Transfer Protocol) protocol yang memfasilitasi transfer text atau file binary (encode format standar) antara FTP server dan client • Software misal: Microsoft

Analisis : Fungsi ilokusi ini yakni penutur menyampaikan ujarannya dengan maksud meminta petutur untuk meyakini apa yang diujarkan karena menurut penutur desas

Tidak hanya meningkatkan penyangatan kontras media pada arteri saja tapi dengan flowrate yang tinggi juga akan memberikan informasi/gambar yang menampilkan vase arteri dan vase

Bahwa sanksi harta buang termasuk dalam norma larangan dan norma gabungan versi Coleman, maka sanksi harta buang ini tidak sekedar berupaya membatasi dan melarang perceraian dalam

Hasil tersebut jika dibandingkan dengan hambatan yang diberikan oleh klorokuin dengan dosis 5 mg/kg BB hampir sama bahkan lebih baik Seperti hasil penelitian sebelumnya