• Tidak ada hasil yang ditemukan

farchan bulkin negara masyarakat dan ekonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "farchan bulkin negara masyarakat dan ekonomi"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Negara, Masyarakat dan

Ekonomi

*

Farchan Bulkin

Pengantar

Pe m ah am an t e r h ad ap f e n om e n n e gar a d an m asy ar ak at kont emporer Indonesia mungkin lebih baik kalau didasarkan pada pem aham an ar us, kekuat an dan l i ngkungan sej ar ah yang t erungkapkan dalam kekuat an-kekuat an masyarakat , polit ik dan ekonomi masa kini yang pert umbuhan dan perkembangannya t idak t erlepas dari kondisi-kondisi pada berbagai periode sebelumnya. Pemahaman ahi st or i s dan ber dasar kan asumsi -asumsi kel i r u mengenai masyarakat moderen–sepert i yang dilakukan st udist udi d al am k er angk a f ungsi onal i sm e- st r uk t ur al –j ust er u t el ah mengaburkan, dan bukannya memperj elas f enomen negara dan m asyar akat . Tul i san i ni m encoba m el i hat secar a si ngkat perkembangan t eori negara dan masyarakat sert a makna yang bisa kit a t arik daripadanya, kemudian akan menawarkan suat u car a unt uk mel i hat negar a dan masyar akat dal am ker angka pendekat an hist oris dan st rukt ural.

Teori Klasik dan Beamtenstaat

Mungkin hanya ada sat u hal yang past i dan bisa diset uj ui bersama dalam usaha memahami f enomen negara–yait u bahwa ia muncul dalam sej arah sebagai j awaban at as krisis mendalam dan luas yang menimpa beberapa ent it as sosial, polit ik dan ekonomi di beberapa kawasan Eropa pada penggal t erakhir Abad-Tengah, yang kemudian-berlanj ut sampai abad keenambelas, yang oleh Fernand Braudel disebut sebagai abad “ panj ang” dalam sej arah Eropa. Kompleksit as dan mist eri yang menyelubungi f enomen negara

(2)

dengan j elas dicerminkan dalam pikiran-pikiran yang t erkandung dal am beberapa konst ruksi t eori dan argument asi pada abad kesembilan belas. Beberapa t eorit isi klasik sepert i Marx, Weber dan Durkheim, t elah berusaha mencari j awaban pada hampir seluruh kecenderungan sosial, ekonomi dan polit ik yang kuat yang berkembang sej ak abad keenambelas di Eropa. Marx misalnya, t elah mencari j awab pada st rukt ur ekonomi, arah dan lingkungan sej ar ah, l at ar b el ak ang f eod al i sm e, k et er hub ungan d an kebebasannya dengan masyarakat sipil, birokrasi, pembagian kerj a dan evolusi masyarakat secara keseluruhan. Durkheim mencarinya pada pembagian kerj a sosial, sent ralisasi, hukum administ rasi, organ masyarakat dan rasionalit as, kebebasan individu, ot orit as dan hirarki dan pada perkembangan pat ologis. Sedangkan Weber mencarinya pada kekuasaan, dominasi dan penaklukan, birokrasi, hukum, rasionalit as, ot orit as, penggunaan kekerasan secara syah dan j enis-j enis perekonomian.1

Ilmu sosial yang berkembang di abad keduapuluh, t elah gagal unt uk mengembangkan perspekt if yang dit awarkan ol eh para t eorit isi klasik. Tradisi liberal-pluralis yang unt uk sekian lama t elah mendominasi ilmu sosial Amerika malah mengabaikan f enomen negara. Tokoh-t okoh aliran ini, dari Art hur Bent ly sampai David Truman, t elah memusat kan analisa mereka pada individu, yang di asumsi kan akan sel al u mengej ar kepent i ngan-kepent i ngan ek onom i d an p ol i t i k m er ek a d an k em ud i an m em b ent uk masyarakat . Dal am t eori-t eori kel ompok (gr oup-t heor y) yang mereka kembangkan, negara hanyalah dipandang sebagai salah sat u kelompok pelaku polit ik di ant ara kelompok-kelompok lain sehingga t idak memiliki keist imewaan dan sej arah t ert ent u yang harus diperhat ikan. Lebih pokok dalam pandangan mereka adalah masyarakat yang t erdiri dari individu-individu yang memil iki kemampuan mengat ur dirinya sendiri. Masyarakat , kebudayaan

1 Tinjauan singkat terhadap pandangan klasik diberikan dalam Bertrand Badic and

(3)

dan kepribadian dinilai sebagai subyek yang pat ut diberi t ingkat analisa yang relat if ot onom. Perlakuan t erhadap f enomen negara yang demikian j uga dit unj ukkan dalam t eori sit em dan pendekat an sibernat ika (cyber net ics) yang dikemukakan oleh David East on dan Karl Deut sch–keduanya t idak menilai negara dan kekuasaan sebagai f enomen yang menunt ut perhat ian serius.2

Luasnya pengaruh f ungsionalisme-st rukt ural dalam pernikiran-pernikiran ilmu sosial mendesak f enomen negara, lebih j auh ke belakang. Negara dalam perspekt if ini dipandang hanya sebagai konsekuensi t ak t erelakkan, at au set idak-t idaknya merupakan bagi an dar i empat pr oses sent r al moder ni sasi : di f f er ensi asi , ot onomisasi, universalisasi dan inst it usionalisasi. Unt uk menyebut beber apa cont oh, Shm uel Ei senst adt m enekankan pr oses dif erensiasi dan menempat kan negara sebagai lembaga f ungsional dan ot onom sif at nya dalam proses dif erensiasi dan pembagian kerj a yang menimbulkan konf lik dan pert ent angan. Negara dengan begit u dilihat sebagai lembaga yang t uj uan eksist ensinya adalah mengurangi ket egangan-ket egangan sosial dan melembagakan k onsensus yang b er k em b ang d an b er ub ah- ub ah.3 Pr oses

ot onomisasi dit ekankan oleh Reinhard Bendix unt uk memahami per t umbuhan negar a moder en. Di kemukakan bahw a negar a t umbuh bersamaan dengan administ rasi publik yang dit unj ukkan sebagai lembaga yang bebas dari persaingan-persaingan dan konf lik p ol i t i k se r t a k e p e n t i n gan - k e p e n t i n gan p r i b ad i .4 Pr oses

uni ver sal i sasi di pakai ol eh Rober t Ni sbet unt uk menj el askan di si nt egr asi kel uar ga- kel uar ga Rom aw i yang di anggapnya bersumber pada pert umbuhan kekuat an milit er yang kemudian mengikis habis hak-hak ist imewa t radisional kepunyaan

keluarga-2 Bertrand Badic and Pierre Birnbaum, The Sociology of the State, hal. 25.

3 Lihat Shmuel Eisenstadt, Modernization: Protest and Change (Englewood Cliffs, NH:

Prentice-Hall, 1966); The Political System of Empires (New York: Free Press, 1963); “Social Change, Differentiation, and Evolution”, American Sociological Review 29, no. 3, halaman 375- 386.

4 Lihat misalnya Reinhard Bendix, Nation Building and Citizenship (New York: W iley,

(4)

keluarga Romawi. Nisbet menegaskan bahwa ini adalah suat u proses universal di mana pusat imperium dan individu mencipt akan suat u hubungan polit ik secara langsung. Negara dengan demikian dilihat sebagai t umbuhnya kolekt ivit as baru dalam masyarakat yang akhirnya mendominasi kolekt ivit as-kolekt ivit as lain dengan menekankan ci r i -ci r i uni ver sal dan menci pt akan hubungan-h u b u n gan i n d i v i d u al .5 Negar a sebagai cer m i nan pr oses

universalisasi ini berubah menj adi et nosent risme dalam analisa Edward Shils, Gabriel Almond dan Lucien Pye. Shils dan Almond dengan t eori pembangunan at au modernisasi polit ik, menegaskan bahwa suat u sist em polit ik yang “ maj u” (developed) adalah sepert i yang di t am pi l kan ol eh si st em pol i t i k m oder en Bar at . Pye mengemukakan l ebih t egas l agi bahwa negara moderen yang berkernbang di Eropa dan kini t ersebar diikut i oleh seluruh bagian duni a m er upakan sat u- sat unya pem ecahan at as m asal ah pembangunan. Dalam pandangan Pye, krisis-krisis polit ik yang t erj adi di negara-negara t erkebelakang adalah langkah-langkah yang harus dilalui oleh negara-negara it u unt uk mencapai t ingkat negara dan sist ern polit ik moderen.6 Tak lepas dari “ paradigma”

f ungsionalisme-st rukt ural adalah analisa-analisa Hunt ingt on yang memusat kan perhat iannya pada masalah pernbangunan inst it usi. Hi pot esanya adal ah bahw a sem aki n t er def er ensi asi suat u masyarakat , maka ia akan lebih t ergant ung pada berf ungsinya i nst i t usi - i nst i t usi dal am m asyar akat i t u, kar ena t ak sat u kekuat anpun dalam masyarakat it u yang mampu memaksakan kehendaknya t erhadap kekuat an lain.7

Perlu dikemukakan bahwa para pengemuka t eori negara dalam

5 Robert Nisbet, “Sate and Family”, dalam Amitai Etzioni and Eva Etzioni, eds., Social

Change (New York: Basic Books, 1973), hal. 190-210.

6 Lihat Edward Shils, Political Development in the New State (The Hague: Mouton,

1960); Center and Periphery (Chicago: University of Chicago Press, 1975); Gabriel Almond and Bingham Powell, Comparative Politics (Boston: Little, Brown, 1966); Lucien Pye, Aspects of PoliticalDevelopment (Boston: Little, Brown, 1967).

7 Samuel P. Huntington, Political Order in Changing Societies (New Haven: Yale

(5)

t radisi f ungsionalisme-st rukt ural ini di sana-sini t elah mengacu pada but ir-but ir yang dikemukakan ol eh para t eorit isi kl asik, t erut ama Max Weber. Pengacuan pada t eori klasik ini dilakukan j uga oleh Ralph Miliband dan Nicos Poulant zas, yang berusaha mengembangkan perspekt if yang dit awarkan oleh Marx. Mereka j uga menyadari bet apa f enomen negara kurang memperol eh perhat ian serius t erut ama dalam hubungannya dengan realit as kongkrit sosial-ekonomi, polit ik dan kebudayaan dalam masyarakat kapit alis kont emporer.8 Dengan j elas nampak bahwa

pengacuan-pengacuan pada t eori klasik ini t idaklah menyeluruh, t et api hanya parsial.

Mungkin sebagai reaksi t erhadap ket idak lengkapan dan t idak memadainya ilmuwan sosial menangani f enomen negara, t imbul suat u gerakan st udi yang menggunakan met odel makro sosiologi dan sej arah unt uk memahami saat -saat krit is peralihan di Eropa, yang dal am periode dan sej ak saat it u t el ah muncul negara moderen. St udi-st udi Charles Tilly, Barringt on Moore, Richard Brener, Immanuel Wallerst ein, Perry Anderson dan Theda Skocpol, adalah cont oh gerakan st udi ini. Dengan penekanan dan st udi wilayah yang berbeda-beda, mereka pada umumnya menunj ukkan bet apa t umbuhnya negara moderen sangat erat hubungannya dengan st r ukt ur masyar akat , per t umbuhan kapi t al i sme, dan lingkungan int ernasional. Moore menekankan st rukt ur sosial dalam negeri unt uk memahami j alan menuj u indust rialisasi dan peranan negara.9 Wallerst ein menekankan pent ingnya let ak wilayah dalam

st rukt ur ekonomi-dunia kapit al is Eropa dal am mencari j awab mengenai kuat at au l emahnya negar a-negar a di Er opa abad keenambel as.10 Perry Anderson berargument asi bahwa dal am

8 Ralph Miliband, The State in Capitalist Societies (New York: Basic Books, 1969); Nicos

Poulantzas, Political Power and Social Classes (London: New Left Books and Sheed and W ard, 1973); “The Problem of the Capitalist State”, New Left Review, November-December 1969.

9 Barrington Moore, The Social Origins of Dictatorship and Democracy (Boston: Beacon

Press, 1966).

(6)

memahami munculnya negara moderen di Eropa, st rukt ur dan kekuat an f eodalisme pada masa sebelumnya harus t erlebih dahulu dipahami.11

Usaha unt uk memahami negara dan masyarakat di kawasan dunia ket iga set idak-t idaknya t elah melahirkan t iga perspekt if t eorit is yang pokok: t eori negara dalam masyarakat perif eral, konsep dan model rezim birokrat ik dan ot orit er, dan st at isme-organik seb agai suat u m od el p er ner i nt ahan. Per sp ek t i f p er t am a melet akkan st rukt ur sosial sebagai landasan permulaan dalam memahami negara di kawasan dunia ket iga. St rukt ur masyarakat yang t umbuh sebagai akibat kolonisasi dalam wakt u yang umumnya panj ang, dan t elah bert ahan pada masa pasca kolonial dengan kecenderungan dan implikasi yang t idak j auh berbeda dari masa kolonial t elah dij adikan subst ansi analisa dalam perspekt if ini. St udi-st udi yang dikemukakan oleh Hamza Alavi, John S. Paul dan Colin Leys, mengenai kawasan Pakist an, India dan Af rika yang menggunakan perspekt if ini.12 Kesulit an ideologis yang dihadapi

dunia ket iga dalam menempuh j alan pembangunan adalah t it ik t olak model organic st at isme. Hampir seluruh negara dunia ket iga dihadapkan pada pilihan: j alan kapit alis yang berart i pemaksimalan kepent ingan pribadi, kebebasan dan persaingan unt uk mencapai ef isiensi ekonomi dan keseimbangan polit ik yang maksimal; at au

Origins of the, European World-Economy in the Sixteenth Century (New York: Academic Press, 1974); “The Rise and Future Demise of the W orld Capitalist System: Concept for Comparative Analysis”, dalam Politics and Society, 5,3 (1975); The Capitalist W orld Economy (New York: Cambridge University Press, 1979); lihat juga Theda Skocpol, “W allerstein’s W orld Capitalist System: A Theoretical and Historical Critique,” dalam American Journal of Sociology 82, no. 5 (1977).

11 Perry Anderson, Passages from Antiquity to Feudalism (London: New Left Books,

1974); Lineages of the Absolutist State (London: New Left Books, 1974).

12 Lihat Hamza Alavi, “The State in Post-Colonial Societies: Pakistan and Bangladesh,”

(7)

j al an sosi al i s–komando yang ber ar t i memaksi mal kan kont r ol ekonomi dengan perencanaan negara unt uk mencapai masyarakat polit ik monist ik dan t erint egrasi dengan menghilangkan ot onomi kelompok-kelompok yang ada dan pembangunan st rukt ur dan nilai kolekt if . Beberapa negara dunia ket iga dengan t egas menolak kedua pilihan ini dan menempuh pemecahan korporat isme. Negara ber t i ndak sebagai “ kepal a kel uar ga” yang ber usaha unt uk mengat ur dan mengharmoniskan seluruh kepent ingan ekonomi dan pr of esi . Pemecahan i ni di t andai ol eh negar a yang kuat dan kecenderungan campur t angan yang kuat di hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat .13

Tekanan kepada negara dunia ket iga unt uk segera melaksanakan indust rialisasi adalah t it ik t olak bagi perspekt if -t eorit is negara-birokrat is-ot orit er. Proses dan t ahap indust rialisasi yang dit empuh negara dunia ket iga past i akan menimbulkan perubahan-perubahan baik dalam aliansi polit ik t ingkat elit dan masyarakat , maupun kondisi dan kecenderungan kelompok polit ik dan ekonomi dalam m asyar ak at . O’ Donnel l m i sal nya m engem uk ak an b et ap a peningkat an dan deepeni ng (pendal aman) indust rial isasi akan menimbulkan ket egangan yang t idak bisa dihinkan ant ara negara dan masyarakat . Dalam perspekt if O’ Donnell sit uasi ini t imbul karena kerunt uhan yang t ak bisa dielakkan dalam mediasi ant ara negara dan masyarakat , yang akhirnya menuj u kepada krisis l egit imasi suat u negara.14 Peranan negara yang besar dengan

kecenderungan birokrat ik dan ot orit er yang dihubungkan dengan indust rialisasi yang t erlambat sudah dikemukakan oleh Moore dan Al exander Ger schenkr on. Moor e m enggam bar kan t ekanan indust rialisasi sebagai sumber bagi t erj adinya milit erisasi dan birokrat isasi elit polit ik yang kemudian melancarkan revolusi dari

13 Lihat Phillipe Schmitter, “Still the Century of Corporatism?”, dalam Frederick B. Pike

and Thomas Stritch, eds., The New Corporatism: Social-Political Structure in the Iberian W orld (Notre Dame-London: University of Notre-Dame Press, 1970).

14 Guillermo O’Donnell, “Tensions in the Bureaucratic-Authoritarian State and the

(8)

at as. Sedangkan Gerschenkron menekankan ket idakmungkinan negara-negara yang t erlambat melaksanakan indust rialisasi unt uk melakukan akumulasi modal secara primit if sepert i indust rialisasi di Inggeris. Unt uk negara-negara ini maka t ekanan bagi akumulasi modal t elah mengubah negara menj adi agen pembangunan yang berakibat luasnya pengaruh negara dalam semua aspek kegiat an ekonomi.15

Di Indonesia, st udi mengenai negara dan hubungan dinamikanya dengan masyarakat bel uml ah berkembang. Tet api t ampaknya kesadaran akan perlunya melakukan ini sudah ada. Misalnya ini d i c er m i nk an ol eh t ul i san- t ul i san p end ek yang m enc ob a memberikan spekulasi-spekulasi t eorit is pada perkembangan dan esensi rezim yang muncul set elah 1966, sepert i diaj ukan oleh Rex Mor t i mer, Wi l l i am Li ddl e, Her ber t Fei t h, Har ol d Cr ouch dan Dwight King. Spekulasi-spekulasi t eorit is ini masih merupakan suat u reaksi cepat t erhadap perkembangan polit ik set elah 1966, dan bukan merupakan suat u usaha unt uk memahami f enomen negara dalam kait annya dengan kecenderungan polit ik, ekonomi dan sosial yang kuat dan mendal am yang berkembang dal am masyarakat pasca kolonial Indonesia. Bent uk spekulasi-spekulasi t eorit is ini dengan begit u masih merupakan suat u pot ret seket ika (snap-shot) dari rezim dan polit ik Orde Baru. Sekalipun demikian det eksi-det eksi yang mereka lakukan cukup menarik dan memiliki p ot e n si u n t u k d i k e m b an gk an l e b i h j au h . Bi r ok r at i sasi , kompl ikasikompl ikasi pol it ik yang dit imbul kan ol eh t ekanan-t ekanan pembangunan, kapiekanan-t al isme, repaekanan-t rimonial isme, ekanan-t el ah disinggung sebagai peralat an analisa unt uk memahami rezim Orde Baru.

Usaha yang secara sadar memusat kan perhat ian pada f enomen negara di Indonesia dit unj ukkan oleh analisa Richard Robison. Kegagal an t eori dependensia sebagai peral at an anal isa unt uk memahami ekonomi dan masyarakat dunia ket iga dan

gerakan-15 Alexander Gerschenkron, Economic Backwardness in HistoricalPerspective

(9)

ger akan m enuj u pendekat an yang m endasar kan di r i pada konsepkonsep cara produksi dan f ormasi sosial, t elah membawa Robison unt uk melihat masyarakat dunia ket iga bukan sebagai p r oses t unggal yang ser i ng d i k em uk ak an seb agai p r oses ket erbelakangan, t et api sebagai bermacam-macam variasi dari bent uk-bent uk ekonomi dan sosial yang berkembang sesuai dengan berbagai konf igurasi dari pembent ukan kelas dan pert ent angan-pert ent angannya dalam masyarakat . Pikiran-pikiran Robison, yang j el as diil hami ol eh t eori negara dal am masyarakat perif eral , memandang negara sebagai kornponen int egral kasus-kasus khusus dari f ormasi kelas sosial dan kemungkinan-kemungkinan konf lik di dalamnya. Dengan keyakinan ini Robison kemudian menunj ukkan bagaimana negara kapit alis yang t erbent uk di Indonesia–dengan ci r i - ci r i m em ber i kan kondi si - kondi si bagi ber l angsungnya akumul asi kapi t al dan member i kan j ami nan keamanan bagi dominasi sosial kelompok borj uis–t elah melewat i t ahap-t ahap yang berbeda-beda sesuai dengan t ransf ormasi dalam st rukt ur kelas, t ingkat -t ingkat produksi kapit alis dan konf lik-konf lik polit ik sej ak t ahun 1870 sampai 1981.16

Usaha unt uk memahami negara dengan menggunakan met ode sej arah konvensional art inya t idak sepert i yang dilakukan oleh Moore, Perry Anderson, Wallerst ein at au Skocpol–j uga muncul. Harry J. Benda memperkenalkan pengert ian Beamt enst aat–negara sebagai mesin birokrasi yang ef isien, dengan penekanan kuat pada administ rasi, keahlian t eknis dan pembangunan ekonomi; dan apolit ik sif at nya–unt uk menggambarkan negara-kolonial Belanda pada periode akhir kekuasaannya di Indonesia.17 Dalam suat u

art ikel yang lebih merupakan pert anyaan daripada suat u st rukt ur argument asi, Rut h T. McVey mempersoalkan munculnya kembali

beamt enst aat di masa Or de Bar u. Di per soal kan apakah ada hubungan yang nyat a ant ara Orde Baru dan masa akhir kekuasaan

16 Richard Robison, “The Transformation of the State in Indonesia,” Bulletin of Concerned

Asian Scholars, 14, 1 (January-Maret 1982).

17 Harry J. Benda, “The Pattern of Reforms in the Closing Years of Dutch Rule in

(10)

kolonial at au hanya kebet ulan yang superf isial dalam gaya. Kalau memang ada hubungan yang berart i, apakah it u t erlet ak pada masalah ekonomi dan masyarakat abad keduapuluh, at aukah it u t er l et ak pada t unt ut an- t unt ut an i deol ogi s dan or gani sasi masyarakat yang lebih besar di mana keduanya berada. Kalau keduanya menekankan hal-hal yang sama sepert i ef isiensi dan keahlian, apakah it u suat u komit men yang sungguh-sungguh at au hanya sebagai t openg–kalau sebagai t openg, dimaksudkan unt uk menut upi apa. Kedua-duanya menekankan legalit as dan demokrasi konst i t usi onal , sehi ngga per soal annya sampai sej auh mana

beamt enst aat Indonesia bisa dipandang sebagai t ahap menuj u suat u sist em kekuasaan yang t erbuka.18

Konsep beamt enst aat ini dikembangkan dalam suat u argument asi oleh Benedict R. O’ G. Anderson. Dengan menggunakan dikot omi ant ara di sat u pihak komunit as-bangsa yang dibayangkan (t he i magi ned communi t y of nat i on) yang hak dan keabsyahannya unt uk mandiri t elah dit erima sebagai norma dalam kehidupan moderen, t elah menemukan keamanan kemandiriannya dalam suat u negara-unt uk-negara-sendiri (a st at e “ of it s own”). Tet api di pihak l ain, negara yang t idak bisa menemukan pengesyahan unt uk t unt ut an pada wakt u, kerj a dan kekayaan masyarakat hanya dengan eksi st ensi nya, m enem ukan l egi t i m asi m oder ennya dal am k eb angsaan. And er son b er ar gum ent asi b ahw a hasi l - hasi l kebij aksanaan Orde Baru paling baik dimengert i sebagai ekspresi maksimal kepent ingan negara-unt uk-negara-sendiri. Dikemukakan bet apa kepent ingan negara-unt uk-negara-sendiri t elah berkembang sej ak kehadiran VOC, kernudian memanif est asikan diri dalam

beamt enst aat di zarnan kol onial dan akhirnya di masa pasca kolonial dalam negara Orde Baru. Pemimpin-pemimpin nasionalis yang m ew aki l i kom uni t as bangsa yang di bayangkan at au k ep ent i ngan r ep r esent at i f d an p ar t i si p at or i t el ah gagal menggabungkan peranan mereka dengan kepemimpinan

negara-18 Ruth T. M cVey, “The Beamstenstaat in Indonesia,” dalam Benedict Anderson and

(11)

unt uk-negara-sendiri.19

Pelaj aran yang mungkin paling pent ing yang bisa kit a t arik dari t eorit isi-t eorit isi klasik adalah bahwa f enomen negara hanya bisa kit a pahami kalau f enomen ini kit a hubungkan dengan arus dan kekuat an sej arah yang mendal am, yang t erungkapkan dal arn dinarnika polit ik, ekonomi dan sosial dalam suat u periode, arah d an l i ngk ungan sej ar ah t er t ent u m asyar ak at yang t el ah memuncul kan negara. Kegagal an f at al t radisi f ungsional isme-st rukt ural unt uk menangkap makna pelaj aran ini t elah menyebabkan bahwa t r adi si i ni j ust er u t el ah mengabur kan dan membawa f enomen negara ini ke lat ar-belakang yang t idak t erang. Lebih-l ebih et nosent risme kuat t eLebih-l ah menghaLebih-l angi t radisi ini unt uk memahami negar a, bukan hanya yang t umbuh di Er opa dan Amerika, t et api j uga yang t umbuh di kawasan Dunia Ket iga. Met ode sej arah dan makro sosiologi sekali lagi t elah memperkuat but ir-but ir yang t elah dit awarkan oleh para t eorit isi klasik. St udi-st udi negara di kawasan Dunia Ket iga, t erut ama konsep negara-birokrat ik-ot orit er dan t eori negara di masyarakat perif eral, j uga menunj ukkan bet apa kit a perlu memahami arus dan kekuat an sej arah yang t elah mencekam masyarakat di kawasan Dunia Ket iga. Ini t idak lain berart i kit a perlu memahami makna int egrasi kawasan ini dengan perekonomian dunia dalam wakt u yang cukup panj ang, yang dengan sendirinya t elah menumbuhkan st rukt ur ekonomi dan so si al t e r t e n t u y an g m e m b e r i k an c o r ak , b at asan d an mengkondisikan t umbuhnya negara di kawasan ini.

Jika perspekt if ini dihubungkan dengan st udi mengenai negara di Indonesi a yang secar a spor adi s t el ah t umbuh, maka konsep

beamt enst aat yang t el ah di per kenal kan ol eh Benda dan dikedepankan kernbali oleh McVey mungkin akan lebih berart i lagi kalau dihubungkan dengan st rukt ur perekonornian dan sosial yang t umbuh sej ak zaman kolonial. Pert anyaan McVey: apakah

19 Benedict R.O’G. Anderson, “Old State, New Society: Indonesia’s New Order in

(12)

daya t ahan beamt enst aat t erlet ak pada masalah ekonomi dan masyarakat abad keduapuluh, at aukah pada t unt ut an-t unt ut an ideologis dan organisasi masyarakat yang lebih besar di mana keduanya berada, nampak sangat relevan sekali. j ika dihubungkan dengan skema pendekat an Anderson, maka masalah yang perlu dipersoalkan t ent unya adalah: kepent ingan negara-unt uk-negara-se n d i r i t e n t u n y a m e m i l i k i l ogi k a y an g b i sa m e m ah am i ket ergant ungannya pada suat u pengat uran ekonomi, memahami bahaya dan kemungkinan yang t erkandung dalam suat u sist em perekonomian, at au dengan kat a lain kepent ingan negara-negara-unt uk-negara it u j uga berart i kepent ingan negara-negara-unt uk memilih j enis at au sist em perekonomian. Dikembangkan lebih j auh, maka soalnya adalah bahwa ada j enis-j enis perekonomian dan sosial t ert ent u yang memungkinkan bisa dikej arnya kepent ingan negaraunt uk-negar a-i t u-sendi r i . Di si si l ai n dar i skema Ander son, yai t u kepent i ngan kebangsaan- yang- di bayangkan, t ent unya bi sa dipersoalkan bahwa kekalahan kepent ingan ini t idak bisa hanya dilihat dalam t ingkat manuver polit ik saj a, t et api harus didudukkan dalam kerangka yang lebih luas: kekuat an sosial dan ekonomi m asy ar ak at y an g m e n d u k u n g k e p e n t i n gan k e b an gsaan -yangdi bayangkan, yang dal am anal i sa l ebi h j auh t ent unya merupakan akibat dan hasil proses perekonomian dan sosial yang mendalam dan berj angka panj ang.

Dari VOC sampai Beamtenstaat

Jika kit a menerima argument asi bahwa VOC secara inst it usional– yait u lembaga yang membangun dan memelihara t ent ara, membuat perj anj ian, menarik paj ak, menghukum pelanggar hukum dan sebagainya merupakan cikal-bakal negara moderen di Indonesia, m aka m enar i kl ah unt uk m enyadar i bahw a ci kal - bakal i ni merupakan suat u compagnie (company; perusahaan).20 Jika kit a

melihat perubahan kebij aksanaan dan kelembagaan yang silih

20 M engenai sumber dan tinjauan yang agak terperinci mengenai periode kolonial

(13)

bergant i dari “ negara” yang dipimpin ol eh J. P. Coen sampai “ negara” Hindia Belanda yang dit aklukkan oleh t ent ara “ negara” Jepang pada 1942, maka nampaklah bahwa ciri dan wat ak negara-negar a i t u t et ap l ah m enam p i l kan d i r i ad a m ul a seb agai

compagnie.VOC lahir pada mulanya dan dasamya adalah unt uk kepent ingan ekonomi. Hukum ekonomi VOC mengat akan bahwa dengan modal t erbat as, unt uk memperoleh keunt ungan sebesar-besarnya adalah dengan menggunakan sist em penyerahan-paksa (f or ced del iver y) dan monopoli kekuasaan dalam perdagangan l uar neger i . Penakl ukan kekuasaan, per l uasan daer ah dan pemeliharaan t ent ara, bukanlah demi perluasan negara qua negara, t et api unt uk memenuhi l ogika VOC, at au l ebih umum l ogika ekonomi kolonialisme pada permulaan abad ket uj uhbelas. Pent ing unt uk dicat at , bahwa VOC bangkrut dah hancur bukanlah karena perang unt uk perluasan kekuasaan at au penaklukan, t et api karena korupsi dan ket eledoran. Ini bisa digunakan unt uk menunj ukkan bahwa “ st af -negara” VOC t elah memiliki kepent ingan-kepent ingan ekonomi yang dikej ar melalui korupsi dan pembukuan yang kacau

di dal am “ negara” VOC.

(14)

Berdasarkan perkiraan j ika negara menggunakan model yang diperkenalkan Raf f les, maka pendapat an negara akan t erus t urun; pert imbangan akan t imbulnya ancaman persaingan dengan Inggeris t erut ama dal am perdagangan dan pengangkut an kapal , sert a kenyat aan masih lemahnya modal swast a di negeri Belanda, maka t r adi si l ama st aat bedr i j f di bangki t kan kembal i . Tr adi si yang memperl akukan daerah kol oni sebagai perusahaan negara ini diwuj udkan, dengan pernbent ukan NHM (Neder l andsche Handel Maat schappi j) pada 1825, Javasche Bank pada 1825 dan dilaksanakannya sist em t anam paksa (cul t uur-st el sel ) pada t ahun 1830. NHM bert indak sebagai agen t unggal negara dalam impor dan ekspor; Javasche Bank unt uk menangani masalah-masalah f i nansi al ; sedangkan si st em t anam paksa unt uk member i kan kerangka inst it usional, organisasi dan polit ik. Perubahan mendalam pelaksanaan st aat bedr ij f t erhadap hubungan ant ara negara dan sekt or non-negara, kapit alisme dan t erhadap negara it u sendiri, menunj ukkan bahwa dalam wakt u lebih dari empat puluh t ahun, “ negara” Hindia Belanda t elah berkembang berkait -berkelindan dengan pert umbuhan modal, kapit alisme di Jawa dan t idak kalah pent ingnya pasar yang luas di Eropa unt uk barang-barang ekspor dari Jawa.

(15)

Hindia Belanda t elah memungkinkan perusahaan swast a unt uk m engi m por m esi n- m esi n dan dengan dem i ki an m enam bah pr oduksi secar a subst ansi al i ni t ent unya di per kuat dengan gelombang kemaj uan perbankan pada t ahun 1850-an dan 1880-an.

Pada saat inilah “ negara” Hindia Belanda bisa mengonsent rasikan diri unt uk mengembangkan elemen-elemen pent ing dari sosok kehadirannya: birokrasi dan administ rasi hukum. Dalam periode i ni negar a Hi ndi a Bel anda mengal ami suat u modi f i kasi yang ekst ensi f secar a ver t i kal maupun hor i zont al dal am apar at bi r okr asi nya. Hukum dan per undang- undangan pun m ul ai dikeluarkan sebagai akibat pengaruh liberalisme yang menekankan hukum dan orde, persamaan di depan hukum, pendidikan dan kesej aht eraan umum. Perangkat perundang-undangan dan hukum ini bukan saj a unt uk memberikan perlindungan kepada pegawai-pegawai Eropa dan pribumi, t et api unt uk kaum pribumi di t ingkat desa.

Krisis ekonomi Hindia Belanda pada pert engahan 1880-an–suat u krisis yang bersebab di pasaran Eropa–t elah mengundang kembali peranan negara dalam perekonomian. Pada periode it u negara ber t anggung j awab bukan hanya pada masal ah administ r at if mempert ahankan hukum dan ket erat uran, memberikan f asilit as dan kesej aht er aan um um - t et api j uga m engam bi l kem bal i pcranannya yang pent ing dalam ekonomi. Ini diwuj udkan dalam part isipasi langsung usaha perkebunan melalui perusahaan negara NHM, eksplorasi dan penanaman modal dalam usaha yang prospek keunt ungannya t idak cukup unt uk menarik modal swast a sepert i pert ambangan, kehut anan dan pembangunan prasarana sepert i pengangkut an keret a api, j alan dan sist em irigasi. Nampaklah di sini bet apa peranan “ negara” Hindia Belanda berurusan langsung dengan penyelamat an dan pengembangan perekonomian Hindia Belanda.

(16)
(17)

Nasionalisme dan Masyarakat

Dalam periode sej ak sekit ar t ahun 1910 sampai 1965 masyarakat at au sekt or nonnegara di Jawa, kemudian j uga di luar Jawa dan akhirnya seluruh Indonesia, mengalami polit isasi dan ideologisasi yang mendalam. Gerakan polit isasi dan ideologisasi ini berasal dari kelompok at as golongan pribumi yang merupakan campuran dari kaum bangsawan, int elekt ual pendidikan Barat , pemimpin agama dan anggot a kelompok pedagang dan komersial yang t elah mewakili kelahiran borj uis pribumi. Mereka kemudian menemukan d i r i m e r e k a se b agai p e m i m p i n so si al d an p o l i t i k y an g m em per kenal kan m et ode bar u dal am m engor gani sasi kan penget ahuan dan pemikiran dalam hubungannya dengan dunia moderen, t erlepas dari kerangka “ negara” Hindia Belanda. Hal pent ing yang t erj adi dal am proses pol it isasi dan ideol ogisasi pr i bumi i ni adal ah bahwa kepada masyar akat pr i bumi t el ah diperkenalkan art i prakt ek diskriminasi dan eksploit asi dalam pendidikan, kesempat an ekonomi, prof esi, administ rasi hukum dan perundangundangan, dalam perspekt if luas, yait u kolonialisme.

(18)

pol it ik.

Konsekuensi penolakan pada legit imasi negara dan orde sosial ekonomi kolonial adalah bahwa kelompok-kelompok yang akt if dal am ger akan- ger akan kemasyar akat an i ni di t ekan unt uk memberikan suat u alt ernat if kehidupan kemasyarakat an t anpa negara Hindia Belanda at au t at a susunan kemasyarakat an t anpa kolonialisme. Pada saat inilah pemikiran-pemikiran Islam moderen, demokrasi liberal dan sosialisme mulai mengakar dalam masyarakat sebagai prospek masa depan kemerdekaan polit ik dan ekonomi. Inilah peranan pent ing yang dilakukan kelompok int elekt ual didikan Barat dan prof esi, yait u memberikan wawasan spekt rum ideologi dan polit ik yang luas.

Ket egangan ant ara masyarakat pribumi dan negara Hindia Belanda t erj adi ket ika keduanya mengerahkan kekuat an mereka masing-masing. pemimpin-pemimpin sosial dan polit ik t elah memperkuat diri dengan pembent ukan part ai polit ik dan organisasi sosial unt uk memobilisasi massa dalam berbagai sekt or masyarakat kot a dan pedesaan. Inilah pula yang mewarnai gerakan nasionalisme pada periode dasawarsa kedua sampai keempat abad keduapul uh: munculnya bermacam-macam organisasi sosial dan polit ik dengan orient asi polit ik dan ideologi yang kuat . Ket iadaan kebij aksanaan yang menyeluruh dan dalam usahanya unt uk mempert ahankan diri, keamanan dan ket erat uran orde kolonial, negara Hindia Belanda mendasarkan diri pada kebij aksanaan-kebij aksanaan individual,

(19)

keamanan dan ket erat uran (r ust en or de).

Negara Hindia Belanda yang secara st rukt ural t elah t erasing dari masyarakat pribumi kini dipersoalkan legit imasinya dan menj adi def ensif dan dengan t erpaksa memperkembangkan dan akhirnya mendasarkan diri pada birokrasi dan aparat polit ik. Kegagalan

Vol ksr aad unt uk ber f ungsi secar a ef ekt i f sebenar nya adal ah kegagalan negara dalam mencipt akan mediasi dengan masyarakat pribumi dan dengan begit u mengat asi ket erasingannya. Sement ara it u masyarakat yang t erasing dari peranan-peranan yang berart i dal am ekonomi t erus memperkuat dirinya dengan pol it ik dan ideologi. Nampaklah di sini bet apa birokrasi dan aparat polit ik negara t elah berkembang bukan sebagai akibat rangsangan int ernal negara di ruang kosong; t et api dari polit isasi dan ideologisasi unsur-unsur masyarakat .

Unsur-unsur kemasyarakat an ini t erus bergerak dan berkembang dal am r uang l i ngkup pol i t i k dan i deol ogi . Dal am pr oses i ni pemi mpi n-pemi mpi n mer eka yang muncul t el ah menghadapi penahanan, pengadil an dan pengasingan yang dil akukan ol eh negara Hindia Belanda. Depresi t ahun 1921 t elah memaksa negara– demi kel angsungan perekonomian kol onial , dan bukan unt uk kepent ingan masyarakat pribumi–unt uk memberikan kesempat an k e p ad a p r i b u m i b e r p e r an an d al am e k o n o m i , d e n gan kebij aksanaan-kebij aksanaan yang berorient asi ke dal am dan kem andi r i an ekonom i . Nam un t i dak l am a set el ah i t u dan kebij aksanaan baru negara ini belum secara nyat a memberikan hasil, negara it u sendiri t elah dihancurkan oleh kekuat an negara Jepang t ahun 1942. Sej ak saat ini sampai t ahun 1965 masyarakat t elah mengalami proses polit isasi dan ideologisasi maksimal. Ini t e l ah d i t u n j u k k an ol e h k e b e r h asi l an m asy ar ak at u n t u k menempat kan wakil mereka dal am l embaga-l embaga negara pribumi yang, secara f ormal memperoleh kedaulat annya pada t ahun 1949.

(20)

kol onial yang bel um berubah, mal ahan l ebih j el ek. Dist ribusi kekuat an ekonomi, pola pemilikan aset -aset produkt if , alokasi f akt or-f akt or produksi dan kesent ralan peranan impor dan ekspor t elah menunj ukkan bet apa st rukt ur kapit alisme perif eral yang t el ah ber kembang sej ak abad kesembi l anbel as masi h t et ap bert ahan dan t ent unya dalam keadaan rusak. Kerusakan ini pert ama disebabkan oleh dislokasi dan st agnasi yang diderit a oleh pasaran dunia akibat Perang Dunia Kedua; dan pada t ingkat domest ik, disebabkan oleh kehancuran prasarana, organisasi perekonomian dan keuangan akibat gej olak polit ik dari 1942 sampai 1949.

Landasan perekonomian yang sama t ent unya menimbulkan akibat yang sama bagi unsur-unsur masyarakat : ket erasingan mereka dari peranan-peranan yang berart i dalam perekonomian, t erlepas dari kenyat aan bahwa secara polit ik dan ideologi mereka t elah menang. Dalam periode t ahun 1950-1965 ket erasingan ini t elah dicoba unt uk diat asi dengan dua cara: pert ama, dengan t et ap mempert ahankan berlangsungnya kapit alisme perif eral, t et api dengan pengusahaan– melalui kebij aksanan negara, bant uan kredit dan f asilit as–agar unsur-unsur masyarakat pribumi berperanan di dal amnya dan dengan begit u mengubah dist ribusi kekuat an ekonmi dan pola pemil ikan aset -aset produkt if ke t angan masyarakat pribumi.

Kedua, dengan cara menghancurkan kapit alisme perif eral, melalui pemut usan hubungan dengan pasar int ernasional, dan secara polit ik mengubah pemilikan aset -aset produkt if dan dist ribusi kekuat an ekonomi , ser t a menggant i kan pasar dengan si st em ekonomi komando. Namun kekukuhan dan ket egaran st rukt ur kapit alisme perif eral t elah menghalangi kedua usaha t ersebut .

(21)

pert ama bukan hanya t elah gagal, t et api malahan t elah mengikis habis dasardasar dan kekuat an unsur-uhsur masyarakat unt uk m em per t ahankan supr em asi pol i t i k dan i deol ogi m er eka. Sedangkan cara kedua yang mulai dilancarkan pada akhir t ahun 1957 pada nyat anya bukan memperkuat unsur-unsur masyarakat dalam peranan-peranan ekonomi, t et api t elah membuka j alan bagi peranan luas sekt or negara.

Negara dan Ekonomi

Ket ika akhirnya pada bulan Agust us 1950 Negara Kesat uan Republik Indonesia lahir secara de f act o “ negara” boleh dikat akan belumlah lahir, at au set idak-t idaknya masih t eramat lemah: birokrasi sipil yang koheren belum t egak, sement ar it u t ent ara masih t erpecah-pecah dal am ber macam-macam kel ompok yang ser i ng t el ah mel et us dal am keker asan. Sosok “ negar a” masi h kabur dan t enggel am dal am kegaduhan “ masyar akat ” yang bar u saj a mengalami revolusi, polit isasi dan ideologisasi yang maksimal. Dalam wakt u kurang lebih delapan t ahun menj elang t ahun 1950 di Indonesia, khususnya di Jawa, t elah bert arung t iga “ negara” : Hindia Belanda, Jepang dan t ent unya “ negara” Republik Indonesia. Negara yang t erakhir ini t ent unya sangat lah lemah mengingat kekuat an dirinya lebih t ergant ung pada unsur-unsur masyarakat yang t erwakili dalam diri pemimpin-pemimpin nasionalis daripada kepada unsur-unsur negara moderen. Dalam revolusi sej ak 1945 sampai 1950 malahan j ust eru unsur-unsur masyarakat yang t elah mempert ahankan “ negara” Republik melalui organisasi perj uangan non-negar a.21 Suasana seper t i i ni masi h nampak j el as ket i ka

Indonesia memasuki t ahun pert ama masa pasca-kolonial. Hanya set elah periode dari 1952 sampai 1959, dalam periode mana unsur-unsur negara, t erpent ing di ant aranya adal ah t ent ara, t el ah mengalami suat u proses krist alisasi polit ik, sosial dan ekonomi, suasana “ negara” di bawah “ masyarakat ” it u berubah secara dramat is.

21 Lihat Benedict R.O’G. Anderson, “Old State, New Society: Indonesia’s New Order in

(22)

Negara moderen pasca-kolonial Indonesia pert ama-t ama mulai mengenal sosok kehadiran dirinya secara l ebih t erang dal am Angkat an Darat yang bersat u. Proses penyat uan Angkat an Darat dimulai secara nyat a kurang lebih pada pert engahan 1958, secara se t e l ah Nasu t i o n b e r h asi l m e n gat asi p e m b e r o n t ak an -pemberont akan daerah secara milit er. Perkembangan negara yang menyandarkan diri pada Angkat an Darat yang bersat u ini kemudian berlanj ut lebih j auh lagi ket ika t ernyat a Angkat an Darat yang ber sat u i ni j uga ber keyaki nan bahw a i a har us m el akukan peranannya sendiri dalam bidang polit ik, sosial, ekonomi sert a bidang-bidang non-milit er lainnya. Pelaksana keyakinan ini dimulai mendasarkan diri pada Undang-undang Darurat Perang pada bulan Maret 1957. Periode dari Maret 1957 sampai j uli 1959 adalah periode yang amat pent ing yang menj elaskan bagaimana negara pasca-kolonial Indonesia t elah membent uk dan mengembangkan di r i .

(23)

unt uk mengident if ikasikan diri dengan kepent ingan masyarakat set empat . Dengan undang-undang ini pula kini Angkat an Darat bisa mengawasi dan mengont rol unsur-unsur masyarakat yang t erwakili dalam part ai polit ik, organisasi-organisasi sosial dan t ent unya pers.

Kehadiran negara yang mulai dirasakan di mana-mana ini kemudian diikut i oleh suat u perist iwa pent ing yang secara st rat egis membuka peluang bagi perluasan negara dalam bidang ekonomi. Pada bulan Desember 1957 t erj adi nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing dan segera set elah it u Nasut ion menginst ruksikan agar perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi berada di bawah pengawasan dan penguasaan Angkat an Darat . Pada bul an Agust us 1958 ket ika perusahaan-perusahaan asing akan diint egrasikan ke depart emen-depart emen pemerint ah Nasut ion memint a persyarat an agar para perwira senior at au yang t idak memiliki t ugas supaya disalurkan ke dalam kedudukan manaj emen perusahaan-perusahaan it u. Dalam wakt u yang hampir bersamaan Nasut ion j uga menginst ruksikan agar perwira-perwira yang secara administ rat if bert anggung j awab pada pelaksanaan Undang-undang Darurat Perang dimasukkan ke dal am dewan manaj emen per usahaan-per usahaan asi ng i t u. Penguasaan dan pengawasan perusahaan-perusahaan asing yang dinasionalisasi di t angan Angkat an Darat t elah menandai suat u loncat an pent ing bagi perkembangan negara pasca-kolonial bahwa negar a ki ni secar a pol i t i k t el ah menguasai sekt or ekonomi moder en. Per usahaan-per usahaan asi ng i ni kemudi an di ubah bent uknya menj adi perusahaan-perusahaan negara. Menarik unt uk diingat di sini bet apa negara Hindia Belanda pada t ahap permulaan pert umbuhannya, j uga t elah membangkit kan t radisi perusahaan negara (st aat bedr ij f t) yang t erwuj ud dalam pembent ukan NHM pada 1825 unt uk memonopoli perdagangan di sekt or moderen.

(24)

Angkat an Darat ini, segera dibent uklah Panit ia Dokt r in Angkat an Dar at, suat u l embaga yang dimaksudkan unt uk memecahkan masalah-masalah konsept ual peranan Angkat an Darat yang semakin mendalam dan luas. Panit ia ini t elah memperkenalkan suat u konsep pert ahanan yang j uga mendasarkan diri pada kekuat an-kekuat an populer masyarakat . Konsep ini kemudian dit ingkat kan menj adi Dokt rin Perang Wilayah. Pada bulan Agust us 1958, suat u konf erensi komando w i l ayah t el ah mengel uar kan suat u r esol usi yang menyat akan bahwa Angkat an Darat akan memusat kan kekuat annya unt uk menegakkan hukum, di si pl i n dan ket er at ur an, ser t a membersihkan organisasi kenegaraan baik sipil maupun milit er. Puncak pernecahan konsept ual diberikan oleh Nasut ion pada bulan November dengan pemecahan “ j alan t engah” yang pada dasarnya merupakan suat u pengesahan bagi peranan Angkat an Darat di luar bidang milit er. Dalam sidang Dewan Nasional yang berlangsung dar i bul an Jul i sam pai Novem ber, Nasut i on dengan gi gi h mengusulkan suat u penyederhanaan dan kont rol at as part ai-part ai polit ik, menggant ikan sist em Pemilihan Umum perwakilan menj adi sist em dist rik, depolit isasi birokrasi sebagai cara unt uk mengurangi ket egangan dan ket idakst abilan dan pengusulan agar Angkat an Darat di w aki l i dal am l embaga kenegar aan dan par l emen sebagai Golongan Karya. Dalam sidang di akhir November, Dewan Nasional akhimya menyet uj ui daft ar Golongan Karya di mana Angkat an Darat t ermasuk di dalamnya. Keberhasilan secara de f act o Angkat an Darat ini kemudian lebih dikukuhkan dengan diberlakukannya k em b al i UUD 1945–su at u p em ec ah an p ol i t i k yan g t el ah diperj uangkan dengan gigih oleh Nasut ion.22

De m i k i an l ah d al am w ak t u y an g r e l at i f p e n d e k , n e gar a pascakol oni al Indonesi a m el al ui penyat uan, pol i t i sasi dan ideologisasi sert a perluasan peranan dari salah sat u unsurnya yang

22 Transformasi angkatan darat setelah kemerdekaan diulas secara bagus dalam Ruth T.

(25)

t erpent ing t elah mengubah kekaburan dirinya di awal 1950-an menj adi suat u kehadiran yang past i dan menonj ol. Dalam periode set elah 1959 lembaga-lembaga kenegaraan, polit ik dan birokrasi t elah berada dalam pengaruh kuat unsur-unsur negara it u sendiri. Sukarno sebagai represent asi unsur “ masyarakat ” yang selamat dal am kr i si s t r ansi si onal 1957- 1959 t el ah t er paksa, dem i keselamat an polit ik dan sekaligus memperkuat posisinya vis-a-vis

“ negar a, ” memobi l i sasi dan mengonsol i dasi kan unsur -unsur “ masyarakat ” yang selamat dari krisis it u yang t erwakili dalam diri part ai-part ai polit ik, t erut ama PKI, PM dan NU, sert a t okoh-t okoh sipil nonparokoh-t ai. Ruangan kosong yang okoh-t elah diokoh-t inggalkan oleh unsur-unsur “ masyarakat ” yang t idak berhasil unt uk selamat dalam krisis t ransisional 1957-1959 hendak dicoba unt uk diisi oleh kekuat an-kekuat an polit ik di bawah Sukamo ini.

Keperl uan akan l egit imasi pol it ik dan mempert ahankan suat u t i ngkat mobi l i sasi yang t i nggi t el ah memaksa Sukar no unt uk meradikalkan dan merevolusionerkan masyarakat dengan polit ik dan ekonomi revolusi dan berdikari; pilihan lain berupa perubahan gradual sepert i yang t elah dikej ar pada masa sebelumnya t idaklah mungkin. Angkat an Darat yang mewakili unsur “ negara” t erpaksa menj adi def ensif dan konservat if –suat u sikap yang dit erj emahkan ke dalam bent uk menyelamat kan dan mempert ahankan aparat ur, birokrasi dan lembaga-lembaga negara lainnya. Pert emuan dua arus-pemecahan dan kepent ingan polit ik Sukarno di sat u pihak, dan di pihak lain, Angkat an Darat yang t elah mengalami polit isasi, i deol ogi sasi dan per l uasan per anan dan menyadar i per l unya m enyel am at kan “ negar a” –t el ah m el ahi r kan et at i sm e dan perekonomian komando.

(26)

hampir mendekat i t it ik kelumpuhan dan def isit negara yang amat besar. Et at isme dan perekonomian komando yang bert emu dengan kapit alisme perif eral yang rusak dengan begit u t elah menghasilkan inf lasi pada t ingkat f ant ast is dan pendapat an per-kapit a yang menurun. Negara, dengan perusahaan-perusahaan negara yang didirikan secara cepat dan t ergesa-gesa, yang pada 1959-1960 t elah meloncat masuk dan menguasai hampir seluruh kegiat an ekspor, impor, dist ribusi dan perdagangan pada akhirnya t elah t erj erat dalam perekonomian yang t erlalu penuh perat uran dan birokrat isasi yang t idak ef ekt if dan t idak menent u, di mana pasar t elah t ak kuasa mengat ur mekanismenya. Bet apapun kuat dan luas j angkauan Negara, namun–set idak-t idaknya dalam periode it u–sat u kenyat aan keras t idak bisa dilawannya: bahwa pendapat an t erbesarnya t ergant ung pada kegiat an-kegiat an ekonomi yang m enghubungkan per ekonom i an dom est i k dengan pasar an int ernasional. Dalam t ulisan lain penulis kemukakan ini sebagai ci r i kapi t al i sme per i f er al . Per l uasan kekuasaan negar a dan birokrat isasi perekonomian pada periode ini t epat bersamaan dengan saat di m ana hubungan ekonom i dengan pasar an i nt er nasi onal bol eh di kat akan ham pi r put us sam a sekal i . Pem ecahan yang m enekankan st abi l i sasi dan nor m al i sasi perekonomian, dan dengan begit u hubungan ekonomi luar negeri diharapkan bisa dipulihkan kembali sepert i yang diusahakan oleh Dj uanda pada bulan Mei 1963 t elah t erdepak ke luar arus oleh unsur-unsur masyarakat yang t elah t ermobilisasi dan t erradikalisasi.

(27)
(28)

sumber ket idakst abilan dan disint egrasi; dan t idak kalah pent ingnya adalah dipersat ukannya seluruh kekuat an angkat an bersenj at a– suat u kekuat an yang ber keyaki nan bahwa per anannya t i dak t erbat as pada masalah keamanan, t et api j uga pada masalah-masalah non-milit er. Dengan bekal sepert i inilah maka pada awal 1970-an t elah t ercipt a beamt enst aat pascakolonial Indonesia yang lebih kuat dibandingkan negaranegara sebelumnya dengan akibat -akibat yang t idak j auh berbeda dengan beamt enst aat t erdahulu. Ini nampak j elas dalam kenyat aan bahwa masyarakat belumlah mampu mengat asi ket erasingannya dari part isipasi yang berart i dalarn polit ik dan ekonomi-suat u persoalan yang t erus saj a muncul sej ak zaman kolonial Dalam periode pendek 1945 sampai 1960-an kit a menyaksikan bet apa masyarakat dengan penuh harapan t elah mengisi “ kekosongan” yang dit inggalkan oleh negara-negara lama– Hindia Bel anda dan Jepang–sement ara negara pasca-kol onial Indonesia belum menemukan sosok kehadirannya secara t egas. Kit a menyaksikan pula bet apa perekonomian yang int egrasinya dengan perekonomian int ernasional melemah t elah menimbulkan pr oses- pr oses sosi al dan pol i t i k yang akhi r nya m em baw a masyarakat dalam kedudukan yang t idak mengunt ungkan.

Catatan Penutup

Di bagian akhir dari t inj auan perkembangan t eori f enomen negara dan hubungannya dengan masyarakat sudah dikemukakan bet apa pent ingnya kit a menghubungkan fenomen ini dengan arus, kekuat an dan lingkungan sej arah yang t erungkapkan dalam dinamik polit ik, ekonomi dan sosial dalam suat u periode masyarakat yang t elah memunculkan negara it u. Dalam uraian mengenai pert umbuhan n e gar a d i zam an k o l o n i al , d ar i “ n e gar a” VOC sam p ai

beamt enst aat , dit unj ukkan bet apa negara t el ah t umbuh dan berkembang secara berkait -berkel indan dengan pert umbuhan k ap i t al i sm e p e r i f e r al d i In d on e si a. Dal am t ah ap - t ah ap pert umbuhan ini nampaklah bet apa negara t elah mengart ikulasikan diri sesuai dengan pert umbuhan kapit alisme perif eral.

(29)

proses polit isasi dan ideologisasi masyarakat pribumi. St rukt ur yang t emyat a t et ap bert ahan ini t elah mengalami t ahap-t ahap kemunduran ket ika depresi melanda dunia yang kemudian diikut i oleh kerunt uhan negara Hindia Belanda, dan diperburuk lagi oleh dat angnya “ negara” Jepang dan revolusi. Ket ika “ masyarakat menang dan memegang t ampuk kepemimpinan polit ik pada penggal pert ama dekade 1950-an, st rukt ur yang t el ah mapan, namun mengalami kerusakan ini, t elah merupakan halangan st rukt ural bagi usaha-usaha masyarakat unt uk mengat asi ket erasingannya dari peranan-peranan pent ing dalam ekonomi.

Kegagalan usaha ini t elah menimbulkan pergeseran-pergeseran polit ik yang pada akhirnya membawa “ negara” pasca-kolonial Indonesia mempert egas diri dan memperluas peranannya. Namun ket egasan diri dan perluasan peranan negara dalam Demokrasi Terpimpin ini j ust eru t elah meruwet kan dan lebih memperburuk p e r e k o n o m i an . Lo m p at an n e gar a k e se k t o r m o d e r e n perekonomian malah t elah lebih melemahkan hubungan ant ara ekonomi Indonesia dan perekonomian int ernasional . Keadaan obyekt if t ahun 1966 t elah memaksa unt uk digabungkannya kembali per ekonomi an Indonesi a dengan per ekonomi an i nt er nasi onal dengan pemenuhan-pemenuhan persyarat an dalam negeri di bawah pimpinan negara secara ket at . Hanya set elah diint egrasikannya perekonomian Indonesia ke dalam perekonomian int ernasional, negara pasca-kolonial mengalami kemaj uan pesat . Ket erpaksaan i nt egr asi per ekonomi an Indonesi a ke dal am per ekonomi an int ernasional inilah mungkin, yang merupakan arus, kekuat an dan l i ngkungan sej ar ah yang har us ki t a si mak dan amat i unt uk memahami negara dan masyarakat Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sehubungan dengan sedang dilakukannya Evaluasi Dokumen Kualifikasi dan Pembuktian Kualifikasi dan akan dilaksanakannya pembuktian klarifikasi, maka dengan ini kami

Berdasarkan hasil evaluasi dokumen kualifikasi, dengan ini kami beritahukan bahwa perusahaan Saudara telah lulus kualifikasi untuk paket Penyusunan Data Base Pengendalian

Pokja Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pekerjaan Pembangunan Gedung Kantor Satpas dan Sarpras Polres Lumajang, akan melaksanakan Pelelangan umum dengan

Sehubungan dengan keikutsertaan perusahaan Saudara dalam pelaksanaan paket pekerjaan Pembangunan Gedung PAUD Langkuru Utara pada Kelompok Kerja Jasa Konstruksi 1 Unit Layanan

[r]

Sehubungan dengan pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa dilingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pesawaran Tahun Anggaran 2016 Pada Kegiatan Pembangunan Sarana Dan Prasarana

“Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Masyarakat kecamatan Medan Helvetia dalam Memilih Lembaga Keuangan sebagai Sumber