• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNIK REWARD AND PUNISHMENT UNTUK MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS IV MI BINA BANGSA KREMBANGAN JAYA SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN TEKNIK REWARD AND PUNISHMENT UNTUK MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS IV MI BINA BANGSA KREMBANGAN JAYA SURABAYA."

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Muhammad Syifa’ussurur (B53213060), Penerapan Teknik Reward And Punishment Untuk Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa Kelas IV MI Bina Bangsa Krembangan Jaya Surabaya

Fokus permasalahan yang diteliti dalam penelitian skripsi ini ada dua, yaitu bagaimana proses penerapan teknikreward and punishmentuntuk menumbuhkan motivasi belajar siswa kelas IV MI Bina Bangsa Krembangan Jaya Surabaya Serta bagaimana hasil penerapan teknik reward and punishment untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa kelas IV MI Bina Bangsa Krembangan Jaya Surabaya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan konseling behavioral dengan teknik pemberian reward dan punishment dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa kelas IV MI Bina Bangsa Krembangan Surabaya. Untuk menjawab permasalahan proses dan hasil tersebut, peneliti menggunakan tahapan bimbingan dan konseling secara umum. Motivasi belajar merupakan motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan keseluruhan penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dalam mencapai satu tujuan.

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Instrumen pengumpul data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Sehingga hasil data dianalisis dengan menggunakan observasi secara langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data yang diperoleh melalui observasi menunjukkan bahwa sebelum diterapkan teknikrewarddanpunishment, kondisi motivasi belajar siswa kelas IV MI Bina Bangsa berada dalam tingkat yang rendah karena faktor tidak adanya dorongan semangat dari orangtua dan minimnya motivasi dari diri siswa sendiri. Dampaknya siswa menjadi kurang perhatian terhadap mata pelajaran, tidak pernah mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, suka mencontek pekerjaan temannya, suka berbicara sendiri di kelas saat pelajaran dan juga malas dalam belajar.

Hasil dari teknik reward dan punishment, para siswa yang mempunyai motivasi rendah perlahan mulai berubah sedikit demi sedikit. Para siswa mulai memerhatikan guru dan tanggap ketika guru melontarkan pertanyaan. Para siswa sudah dapat mengerjakan tugas meskipun masih terdapat beberapa siswa yang membutuhkan pendampingan. Para siswa juga dapat mengerjakan PR, menskipun masih menyisakan dua sampai tiga anak yang terkadang tidak mengerjakan PR. Berkurang kebiasaan mencontek, bermain sendiri dan malas meskipun masih menggunakan teguran untuk mengingatkan.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN SKRIPSI... viii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

BAB I:PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Konsep ... 10

F. Metode Penelitian ... 16

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 17

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 18

3. Tahapan Penelitian... 18

4. Jenis dan Sumber Data... 19

5. Teknik Pengumpulan Data ... 21

6. Teknik Analisis Data ... 23

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data... 24

G. Sistematika Pembahasan... 27

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 29

1. TeknikRewarddanPunishment... 29

a. Reward... 30

b. Punishment... 38

c. Hukuman dan Ganjaran ... 51

2. Motivasi Belajar... 52

a. Pengertian Motivasi ... 52

b. Pengertian Belajar ... 55

c. Motivasi Belajar ... 56

d. Ciri-Ciri Siswa Dengan Motivasi Belajar Tinggi dan Ciri-ciri Siswa Dengan Motivasi Rendah ... 57

e. Fungsi Motivasi Belajar ... 59

f. Jenis-Jenis Motivasi ... 60

g. Bentuk-Bentuk Motivasi di Sekolah ... 62

(8)

Bab III: PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Umum MI Bina Bangsa ... 69

1. Latar Belakang Sejarah... 69

2. Letak Geografis ... 71

3. Identitas dan Data MI ... 72

4. Visi Misi dan Tujuan Pendirian MI Bina Bangsa ... 74

5. Kondisi Tenaga Pengajar dan Karyawan... 76

6. Kondisi Siswa ... 77

7. Kegiatan MI Bina Bangsa... 78

8. Sarana Prasarana ... 82

9. Pola Struktur Organisasi MI Bina Bangsa... 84

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 85

1. Keadaan Motivasi Belajar Siswa Kelas IV MI Bina Bangsa Krembangan Jaya Surabaya... 85

2. Teknik Reward danPunishment Pada Siswa Kelas IV MI Bina Bangsa Krembangan Surabaya ... 91

3. Penerapan Teknik Reward dan Punishment Untuk Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa Kelas IV MI Bina Bangsa Krembangan Surabaya ... 94

BAB IV: ANALISIS DATA A. Analisis Proses Penerapan Teknik Reward dan Punishment Untuk Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa Kelas IV MI Bina Bangsa Krembangan Jaya Surabaya ... 108

B. Analisis Hasil Penerapan Teknik Reward dan Punishment Untuk Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa Kelas IV MI Bina Bangsa Krembangan Jaya Surabaya ... 113

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 118

B. Saran ... 120

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Abu Thalib Al-Makki berkata, “karakter asli kemanusiaan terbentuk melalui belajar”. Sebelum melakukan intereksi dengan

lingkungannya melalui proses belajar, manusia hanya sebongkah daging,

tulang, dan komponen tubuh yang masih kosong. Al-Ghazali menyebut

manusia ibarat secarik kertas yang belum bertuliskan. Sementara

Al-Muhasibi menyebutnya seperti air putih yang belum dicampur bahan lain.

Manusia tidak akan mengetahui apa-apa, kecuali hanya haus, lapar, sedih

dan gembira. Setelah ia bersentuhan dengan proses belajar, secara perlahan

tapi pasti, terbentuklah kepribadian pendidikan.2

Belajar adalah berubah. Cronbach memberikan definisi, “learning

is shown by a change in behavior as a result of experience”.3Dalam artian

belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa

suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tersebut

tidak hanya berkaitan dengan ilmu pengetahuan saja, melainkan juga

berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,

watak, penyesuaian diri dan semua aspek organisme dan tingkah laku

seseorang.

Belajar adalah suatu proses dari perkembangan hidup manusia.

Dengan belajar, manusia dapat melakukan perubahan-perubahan secara

2

Dr. H. Mahmud, M.Si,Psikologi Pendidikan,(Bandung: CV Pustaka Setia, 2012) hal. 24

3

(10)

2

kualitatif individu sehingga tingkah lakunya dapat berkembang. Belajar

bukan hanya merupakan sekedar pengalaman biasa akan tetapi suatu

proses yang sangat luar biasa.3 Salah satu karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluq lainnya adalah kapasitas belajar. Belajar berarti

antara lain berusaha mengetahui hal-hal baru, tehnik baru, metode baru,

cara berfikir baru, dan bahkan berperilaku baru.4

Belajar tentu saja bukan sekedar penyerapan informasi saja. Lebih

dari itu, belajar adalah proses pengaktifan informasi. Ia melibatkan upaya

pengaksesan informasi dan menyimpannya didalam emori terdalam.

Belajar, perkembangan dan pendidikan merupakan hal yang sangat

menarik untuk dipelajari. Ketiganya sangat berkaitan dengan

pembelajaran. Belajar dilakukan oleh siswa secara individu.

Perkembangan dialami dan dihayati pula oleh individu siswa. Sedangkan

pendidikan merupakan merupakan kegiatan interaksi. Dalam interaksi

tersebut, pendidik atau guru mendidik peserta didik. Tindak mendidik

tersebut tertuju pada perkembangan siswa menjadi mandiri. Untuk menjadi

mandiri maka peserta didik harus belajar.5 Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya

3

Abu Ahmadi & Widodo Supriyono,Psikologi Belajar,(Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004), hal. 127

4

Sondang P. Siagian,Teori Motivasi dan Aplikasiannya,(Jakarta : PT Rineka Cipta, 1995), hal. 106

5

(11)

3

menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya

menurun.6

Dewasa ini, sudah tak dapat dielakkan lagi bahwa minat untuk

belajar seseorang akan mudah sekali naik turun. Agar minat untuk belajar

ini senantiasa tetap naik dalam waktu ke waktu, maka setiap siswa harus

memiliki keinginan untuk tetap terus belajar. Agar keinginan untuk tetap

terus belajar itu ada dan semakin meningkat frekuensinya, maka setiap

siswa tentu saja harus memiliki motif-motif tertentu yang menyebabkan ia

harus tetap semangat belajar.

Keseluruhan motif-motif yang menjadikan seseorang menjadi

semangat belajar ini, secara umum dapat dikatakan sebagai motivasi.

Maksud dari motivasi disini adalah keadaan dalam diri seseorang yang

mendorongnya untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling

mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relative

permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktek atau

penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi

maksud dari motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak yang

menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan belajar dan

memberikan arah kegiatan belajar, sehingga tujuan dapat tercapai.

Dalam perkembangan selanjutnya, Motivasi belajar dapat timbul

karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan

6

(12)

4

kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsik nya

adalah adanya penghargaan, lingkungan yang kondusif, dan kegiatan

belajar yang menarik. Motivasi terbentuk oleh tenaga-tenaga yang

bersumber dari dalam dan dari luar individu. Para ahli memberikan istilah

yang berbeda terhadap tenaga-tenaga tersebut seperti desakan atau drive,

motiv ataumotive,kebutuhan atauneed,dan keinginan atauwish.

Desakan atau drive diartikan sebagai dorongan yang diarahkan

kepada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani. Motiv atau motive

adalah dorongan yang terarah kepada pemenuhan psikis atau rohaniah.

Kebutuhan atau need adalah suatu keadaan dimana individu merasakan

adanya kekurangan atau ketiadaan sesuatu yang diperlukannya. Sedangkan

keinginan atau wish adalah harapan untuk mendapatkan atau memiliki

sesuatu yang dibutuhkan. Kondisi-kondisi yang mendorong individu diatas

adalah motivasi.7

Dalam proses belajar mengajar, guru sebaiknya melakukan

tindakan mendidik seperti memberi hadiah, memuji, menegur,

menghukum, atau atau memberi nasihat. Tindakan guru tersebut berarti

menguatkan motivasi ekstrinsik dalam artian tindakan guru tersebut juga

berarti mendorong siswa belajar. Dengan motivasi ekstrinsik, siswa

tertarik belajar karena ingin memperoleh hadiah (Reward) atau

menghindari hukuman (Punishment). Dan siswa semakin bertambah

semangat untuk belajar.

7

(13)

5

Al Ghazali dalam kitabnya Tahdzib Al Akhlak wa Mualajat

Amradh al Qulub mengemukakan bahwa setiap kali seorang anak

menunjukkan perilaku yang baik seyogyanya ia memperoleh pujian dan

jika perlu ia bisa diberi hadiah atau intensif dengan sesuatu yang

menggembirakannya, atau ditujukan pujian-pujian kepadanya didepan

orang-orang disekitarnya. Kemudian jika suatu saat ia bersikap berlawanan

dengan itu, sebaiknya orang tua atau guru berpura-pura tidak tahu agar

tidak membuka rahasianya. Apalagi jika anak itu merahasiakannya sendiri.

Setelah itu apabila ia mengulangi perbuatannya, sebaiknya ia ditegur

secara rahasia (tidak didepan orang lain) dan memberitahu akibat buruk

dari apa yang ia lakukan dan katakan padanya untuk tidak

mengulanginya.8

Ganjaran dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap

seorang peserta didik untuk melakukan hal positif dan bersifat progresif.

Disamping juga dapat menjadi pendorong bagi perseta didik lainnya untuk

mengikuti anak yang telah memperoleh reward dari gurunya. Punishment

juga dapat digunakan sebagai alat pendorong untuk mempergiat belajarnya

peserta didik. Peserta didik yang pernah mendapatkan hukuman, maka ia

akan berusaha agar terhindar dari bahaya punishment. Hal ini mendorong

peserta didik untuk selalu belajar.

Ganjaran dan hukuman bukanlah faktor utama dalam belajar, tetapi

keduanya merupakan faktor penting dalam suatu tindakan. Bila suatu

8

(14)

6

kreativitas seorang anak didik selalu diapresiasi, dihargai, diganjar dengan

hadiah, maka ia akan selalu melakukannya. Sebaliknya, bila kreativitas

anak didik selalu dicela, ia akan menahan diri dari kreativitas tersebut,

walaupun ia mempunyai kemampuan untuk melakukannya.9

Motivasi yang rendah mengalihkan perhatian siswa. Siswa yang

mempunyai motivasi rendah akan sangat gampang terbagi perhatian dan

konsentrasinya. Siswa akan sulit mengikuti kegiatan pembelajaran lantaran

konsentrasi mereka tidak terfokus pada pembelajaran yang diberikan.

Motivasi yang menurun akan memunculkan kebosanan di kelas yang dapat

mengarah pada masalah kedisiplinan. Siswa yang tidak tertarik pada apa

yang dipelajari atau tidak melihat relevansi di dalamnya bisa menjadi

gangguan di kelas karena adanya perbedaan nilai dan tujuan antara siswa

dan sistem (guru).10

Faktanya kebanyakan para siswa dalam mengikuti proses belajar di

berbagai daerah tidak sepenuhnya bersemangat untuk menimba ilmu,

kurang dan bahkan cenderung tidak adanya motivasi belajar. Oleh karena

itu, pemberian motivasi pada siswa sangat penting dilakukan karena

kebutuhan siswa akan keinginannya dalam meraih prestasi.

Begitu juga dengan keadaan anak didik di MI Bina Bangsa

Krembangan Surabaya. Para siswa disana mempunyai motivasi belajar

yang rendah. Hal ini terlihat dari kebiasaan para siswa yang lebih suka

meninggalkan kelas untuk disuruh guru baik itu melakukan kegiatan yang

9

Dr. H. Mahmud, M.Si,Psikologi Pendidikan,hal. 32

10

(15)

7

baik seperti membantu guru, membersihkan halaman, dan lain-lain

ataupun ketika dihukum untuk keluar kelas.

Para siswa juga terlihat malas ketika pembelajaran berlangsung di

kelas. Terlihat banyak sekali yang tidak fokus terhadap penjelasan guru,

bermain sendiri, melamun, mengganggu teman sebangku bahkan lebih dari

itu para siswa juga mengganggu berjalannya proses pembelajaran di kelas.

Sehingga tidak jarang guru memberikan hukuman cubit hingga berdiri di

depan kelas untuk siswa-siswa yang kedapatan mengganggu pembelajaran

kelas.

Para siswa juga terlihat malas dalam pengerjaan tugas yang

diberikan oleh guru. Para siswa cenderung menunggu teman yang

dianggap pintar selesai mengerjakan tugasnya untuk menyalin jawaban

temannya ke dalam pekerjaan miliknya. Kebiasaan mencontek seperti itu

hampir setiap hari dilakukan oleh para siswa yang mempunyai motivasi

belajar rendah. Bahkan ada yang lebih memilih tetap tidak mengerjakan

tugas.

Penelitian ini dianggap penting dilihat dari berbagai alasan yang

telah disebutkan diatas. Pertama, peneliti beranggapan bahwa fenomena

motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa-siswi MI Bina Bangsa

cenderung rendah. Hal ini diperkuat dengan pengakuan seorang guru

ketika dilakukan observasi dengan wawancara pertama kali oleh peneliti

dan juga observasi yang dilakukan oleh peneliti secara langsung. Kedua,

(16)

8

melakukan bimbingan. Dengan melakukan bimbingan tersebut diharapkan

dapat menimbulkan penumbuhan motivasi belajar para siswa. Oleh karena

itu, berdasarkan latar belakang di atas dalam rangka membantu para siswa

untuk berkembang dengan baik dalam aspek motivasi belajar, peneliti

merasa perlu melakukan penelitian dengan judul, “Penerapan Teknik

Reward and Punishment Untuk Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa Kelas IVMI Bina Bangsa Krembangan Jaya Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang penelitian di atas, maka peneliti rumuskan beberapa

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penerapan teknik reward and punishment untuk

menumbuhkan motivasi belajar siswa kelas IV MI Bina Bangsa

Krembangan Jaya Surabaya?

2. Bagaimana hasil proses penerapan teknik reward and punishment untuk

menumbuhkan motivasi belajar siswa kelas IV MI Bina Bangsa

Krembangan Jaya Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang tertera di atas, penelitian ini

memiliki beberapa tujuan yang krusial untuk diketahui, yaitu:

1. Untuk mengetahui proses penerapan teknik reward and punishment

untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa kelas IV MI Bina Bangsa

(17)

9

2. Untuk mengetahui hasil proses penerapan teknik reward and punishment

untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa kelas IV MI Bina Bangsa

Krembangan Jaya Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan bisa membantu memperkaya

khazanah keilmuan baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu di

antaranya sebagai berikut:

- Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan

sumbangan penelitian (referensi) terhadap ilmu pengetahuan terkait

penggunaan teknik “Reward and Punishment” sebagai media untuk

menumbuhkan motivasi belajar siswa.

- Manfaat Praktis

 Bagi pendidik : Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai salah satu

media untuk menumbuhkan motivasi belajar, sehingga para siswa

tidak malas saat mengikuti kegiatan belajar mengajar.

 Bagi subyek penelitian: Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai

instrument untuk menumbuhkan motivasi belajar mereka pada saat

mengikuti kegiatan belajar mengajar.

 Bagi mahasiswa umum: Penelitian ini bisa dijadikan sebagai

referensi pengembangan ataupun masukan terhadap penelitian

(18)

10

E. Definisi Konsep

1. TeknikReward and Punishment

a. Reward

Metode Reward and Punishment merupakan suatu bentuk

penguatan positif yang bersumber dari teori behavioristik.11 Reward dapat diartikan sebagai penguat (reinforcement) terhadap perilaku

peserta didik. Reinforcement merupakan penggunaan konsekuensi

untuk memperkuat perilaku.12 Hadiah (Reward) merupakan alat pendidikan yang bersifat positif dan fungsinya sebagai alat pendidik

represif positif. Hadiah (Reward) juga merupakan alat pendorong

untuk belajar lebih aktif.13

Ganjaran dapat memberikan pengaruh yang cukup besar

terhadap seorang peserta didik untuk melakukan hal positif dan

bersifat progresif. Disamping juga dapat menjadi pendorong bagi

peserta didik lainnya untuk mengikuti anak yang telah memperoleh

rewarddari gurunya. Namun, tidak dapat dipungkiri jika metode ini

juga mempunyai kelemahan diantaranya menimbulkan dampak

negative apabila guru melakukannya tidak dengan professional,

sehingga mungkin bisa mengakibatkan peserta didik merasa dirinya

lebih tinggi dari teman-temannya.14

11

Asri Ningsih,Belajar dan Pembelajaran,(Jakarta : Rineka Cipta, 2005) hal. 20

12

Anita Woolfolk,Educational Psycology Active Learning Education,terj : Helly Prajitno S & Sri Mulyantini S, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009) hal. 309

13

Abdul Majid,Strategi Pembelajaran,hal. 313

14

(19)

11

b. Punishment

Menurut Ahmadi dan Uhbiyati dalam bukunya menyebutkan

bahwa :

punishment (hukuman) adalah suatu perbuatan, dimana kita

secara sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa kepada orang lain, yang baik dari segi kejasmanian maupun dari segi kerohanian orang lain itu yang mempunyai kelemahan bila dengan diri kita, dan oleh karena itu maka kita mempunyai

tanggung jawab untuk membimbingnya dan melindunginya.”15

Punishment merupakan alat pendidikan yang tidak

menyenangkan, bersifat negatif, namun demikian dapat juga menjadi

motivasi, alat pendorong untuk mempergiat belajarnya peserta didik.

Peserta didik yang pernah mendapatkan hukuman, maka ia akan

berusaha agar terhindar dari bahaya punishment. Hal ini mendorong

peserta didik untuk selalu belajar. Sebelum hukuman diberikan,

hendaknya pendidikan (guru) atau orang tua mengetahui

tahapan-tahapan antara lain: pemberitahuan, teguran, peringatan dan

hukuman.16 2. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi

Umumnya, banyak orang menyebut “motif” sebagai penunjuk mengapa seseorang melakukan sesuatu. Kata “motif”

diartikan sebagai daya upaya seseorang untuk melakukan suatu

perbuatan tertentu. Motif dapat dikatakan sebagai pokok daya

15

Abu Ahmadi dan Abu Uhbiyati,Ilmu Pendidikan,(Jakarta : Rineka Cipta, 1991) hal. 150

16

(20)

12

penggerak yang berasal dari dalam subjek untuk melakukan

aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Berawal

dari kata “motif” inilah kata motivasi didapat dan bisa diartikan

sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif akan

menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk

mencapai tujuan sangat dibutuhkan.17 Dilihat dari garis besarnya motivasi dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu motivasi

eksternal (motivasi yang berasal dari luar diri) dan motivasi internal

(dari dalam diri).18

Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi

dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan

didahului dengan tanggapan terhadap adanya suatu tujuan.

Pengertian ini mengandung tiga elemen penting.

1) Motivasi itu awal terjadinya perubahan energi pada setiap

individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa

beberapa perubahan di dalam sistem “neurophysiological” yang

terdapat pada organisme manusia. Penampakannya akan

menyangkut kegiatan fisik manusia.

2) Motivasi ditandai dengan munculnya “feeling” afeksi seseorang.

Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan

kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku

manusia.

17

Sardiman,Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, hal. 73

18

(21)

13

3) Motivasi akan dirangsang karena ada tujuan. Jadi, motivasi

sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan.

Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, akan tetapi

kemunculan motivasi terjadi akibat rangsangan unsur lain yang

dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut

tentang kebutuhan.

Dengan adanya elemen motivasi di atas, maka dapat

dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks.

Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang

ada pada manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala

kejiwaan, afeksi dan emosi untuk kemudian bertindak atau

melakukan sesuatu. Semua didasari karena adanya dorongan untuk

mencapai tujuan, kebutuhan dan keinginan.19

Teori motivasi yang sangat terkenal kegunaanya adalah teori

yang dikembangkan oleh Maslow. Maslow percaya bahwa tingkah

laku manusia dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan-kebutuhan

tertentu. Kebutuhan-kebutuhan ini dibagi oleh Maslow dalam 7

kategori.

1) Fisiologis, merupakan kebutuhan yang paling dasar, meliputi

kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang penting untuk

mempertahankan hidup.

19

(22)

14

2) Rasa Aman, merupakan kebutuhan kepastian keadaan dan

lingkungan yang dapat diramalkan, ketidakpastian,

ketidakadilan, keterancaman, akan menimbulkan kecemasan dan

ketakutan dalam diri individu.

3) Rasa Cinta, merupakan kebutuhan afeksi dan pertalian dengan

orang lain.

4) Penghargaan, merupakan kebutuhan rasa berguna, penting,

dihargai, dikagumi, dihormati oleh orang lain. Secara tidak

langsung merupakan kebutuhan perhatian, ketenaran, status,

martabat.

5) Aktualisasi Diri, merupakan kebutuhan manusia untuk

mengembangkan diri sepenuhnya serta merealisasikan

potensi-potensi yang dimiliki.

6) Mengetahui dan Mengerti, merupakan kebutuhan manusia untuk

memuaskan rasa keingintahuannya, untuk mendapatkan

pengetahuan, untuk mendapatkan keterangan-keterangan dan

untuk mengetahui sesuatu.

7) Estetik, merupakan manifestasi kebutuhan akan keteraturan,

keseimbangan dan kelengkapan suatu tindakan.20 b. Pengertian Belajar

Belajar adalah berubah. Cronbach memberikan definisi,

learning is shown by a change in behavior as a result of

20

(23)

15

experience”. Dalam artian belajar berarti usaha mengubah tingkah

laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada

individu-individu yang belajar. Perubahan tersebut tidak hanya berkaitan

dengan ilmu pengetahuan saja, melainkan juga berbentuk kecakapan,

keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak,

penyesuaian diri dan semua aspek organisme dan tingkah laku

seseorang.21

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam

perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau

latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi

antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu

jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori

ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus

dan output yang berupa respon.

Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar,

sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap

stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi

antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena

tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati

adalah stimulus dan respons, oleh karena itu apa yang diberikan oleh

21

(24)

16

guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respon) harus

dapat diamati dan diukur.22

Menurut Skinner, “belajar adalah perubahan dalam perilaku

yang dapat diamati dalam kondisi yang dikontrol secara baik”.23

c. Motivasi Belajar

Motivasi belajar menurut Albert Einstein adalah hal-hal yang

dianggap menyenangkan dalam belajar.24Para pakar meyakini bahwa setiap anak memiliki sifat ingin tahu untuk mengeksplorasi

lingkungannya.

Dari beberapa pengertian di atas, peneliti mencoba

menyimpulkan bahwa motivasi belajar adalah perubahan energi

dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling”

sehingga mengubah tingkah laku atau perilaku yang dapat diamati

dari dalam kondisi yang buruk menjadi kondisi baik demi mencapai

sebuah tujuan.

F. METODE PENELITIAN

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang optimal, sistematis dan

metodis. Peneliti memiliki alur rencana kerja dalam mengadakan penelitian

lapangan yang akan diuraikan sebagai berikut:

22

https://id.wikipedia.org/wiki/Belajar. Diakses tanggal 09 oktober 2016, pukul 01.37

23

Nana Sudjana,Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran,(Jakarta : PT. Lembaga Penerbit FEUI, 1990) hal. 85

24

(25)

17

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan oleh peneliti dalam hal ini

adalah pendekatan penelitian kualitatif. Di mana penelitian kualitatif

sendiri adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang

tidak dapat dicapai dengan prosedur statistik atau dengan cara-cara

kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada

quality atau hal yang terpenting suatu barang atau jasa. Hal yang

terpenting suatu barang bisa berupa kejadian, fenomena dan gejala

sosial.25

Adapun jenis penelitiannya, peneliti akan menggunakan

penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif dapat

didefinisikan sebagai penelitian yang diarahkan untuk mengeksplorasi

dan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh,

luas dan mendalam.26 Penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik

mengenai populasi atau bidang tertentu. Penelitian ini berusaha

menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan

semata-mata bersifat deskriptif.27 Hal ini diambil karena peneliti ingin mengembangkan metode kerja yang dianggap paling efisien.

25

M. Djunaidi Ghoni & Fauzan Almanshur,Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hal. 25

26

Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: CVAlfabeta, 2012), hal. 209

27

(26)

18

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Sumber data adalah subjek atau objek penelitian dimana darinya

akan diperoleh data.28 Subjek penelitian menurut S. Nasution adalah sumber dimana data diperoleh.29 Dalam hal ini subjek penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah siswa kelas IV MI Bina Bangsa yang

berjumlah 27 siswa, Satu orang guru wali kelas dan Kepala Madrasah.

Lokasi penelitian dilakukan di MI Bina Bangsa Krembangan Jaya

Surabaya.

3. Tahap-Tahap Penelitian

Menurut Lexy J. Moleong, tahap-tahap penelitian terdiri dari

tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan dan tahap analisis data.30 a. Tahap Pra Lapangan meliputi menyusun rancangan penelitian,

memilih lokasi penelitian, mengurus perizinan penelitian, menjajaki

dan menilai lokasi penelitian, memilih dan memanfaatkan informan,

menyiapkan perlengkapan penelitian, dan persoalan etika penelitian.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan meliputi memahami latar penelitian dan

persiapan diri, penampilan peneliti, pengenalan hubungan peneliti,

dan jumlah waktu penelitian.31

c. Analisis data atau Pengkajian data meliputi pengarahan batas waktu

penelitian, mencatat data, mengingat data, penyajian latar belakang

28

Drs Johni Dimyati,Metodologi Penelitian Pendidikan & aplikasinya Pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013), hal. 39

29

S. Nasution,Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif,(Bandung : Tarsito, 1996) hal. 1

30

Lexy J. Meleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung : Rosdakarya, 2008) hal. 85

31

(27)

19

penelitian, permasalahan, tujuan penelitian, metode atau prosedur

analisis dan pengumpulan data. Analisis dan laporan hal ini

merupakan tugas terpenting dalam suatu proses penelitian.

Pada tahap pengkajian secara teliti, peneliti menggunakan metode

pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

4. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang

sifatnya adalah terhadap suatu masalah penelitian, maka jenis data

yang digunakan adalah data yang bersifat non statistik dimana data

yang akan diperoleh nantinya dalam bentuk verbal bukan angka.

Jenis data pada penelitian ini adalah:

1) Kata-kata dan Tindakan

Kata-kata dan tindakan orang yang diwawancarai

merupakan data utama. Peneliti melakukan pencatatan sumber

data utama melalui pengamatan, wawancara dengan setiap

individu yang berperan dalam penelitian, seperti siswa kelas IV,

guru dan kepala sekolah sebagai informan dalam penelitian ini.

Peneliti menulis semua kata-kata dan tindakan subjek

maupun objek penelitian yang dirasa sangat penting dari para

informan yang kemudian di proses sehingga menjadi data yang

(28)

20

2) Sumber Tertulis

Sumber tertulis merupakan sumber kedua yang tidak

dapat diabaikan bila dilihat dari segi sumber data. Bahkan

tambahan data dari sumber tertulis bisa berupa dokumentasi

maupun wawancara.

b. Sumber Data

Suharsimi Arikunto32, menjelaskan bahwa secara garis besar sumber data dibedakan menjadi dua macam yakni sumber

data primer (pokok) dan sumber data sekunder (pelengkap).

1) Sumber Data Primer/Pokok

Sumber data primer ialah sumber data yang pertama.

Dari subjek atau objek penelitianlah dapat diambil. Sumber

data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek

penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat

pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber

informasi yang dicari.33

2) Sumber Data Sekunder/Pelengkap

Sumber data sekunder bisa diambil dari pihak mana

saja yang dapat memberikan tambahan data guna melengkapi

kekurangan data yang telah diperoleh melalui sumber data

32

Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,(Jakarta : Rineka Cipta, 2006) hal. 102

33

(29)

21

primer.34 Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif teknik pengumpulan data sangat

penting guna mendapatkan data. Adapun beberapa teknik pengumpulan

data yang akan dilakukan oleh peneliti dalam penelitian mendatang

adalah sebagai berikut:

a. Interview (Wawancara)

Wawancara kualititatif merupakan salah satu teknik untuk

mengumpulkan data dan informasi. Penggunaan metode ini didasari

pada dua alasan. Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat

menggali tidak hanya apa saja yang diketahui dan dialami oleh

subjek informan yang diteliti, tetapi juga bisa mengetahui apa yang

tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian. Kedua, apa yang

ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat

lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang

dan masa yang akan datang.

Pada teknik ini peneliti akan menggunakan wawancara

kualitatif dalam artian peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan

dengan bebas dan leluasa tanpa terikat oleh suatu susunan

pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Peneliti bisa

mengetahui dengan pasti tentang informasi yang akan diperoleh.

34

(30)

22

Para responden akan diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul

data mencatatnya.35 b. Observasi

Teknik observasi adalah serangkaian pengumpulan data yang

dilakukan secara langsung terhadap obyek penelitian melalui mata,

telinga, dan perasaan. Observasi mengharuskan peneliti turun

langsung ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan

ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa,

tujuan, dan perasaan.36 Dengan melihat fakta-fakta fisik dari obyek yang akan diteliti dan mendapat masukan dari pihak-pihak terkait

didalam penelitian ini akan memperkuat kualitas sebuah penelitian.

Fakta-fakta dan informasi yang diperoleh secara langsung di

lapangan, kesemuanya dicatat dan dirangkum untuk dijadikan data

sekunder sebagai pendukung data primer.

Sementara model observasi yang akan digunakan oleh

peneliti dilihat berdasarkan instrumentasinya adalah observasi

berperan serta (participant observation) dan sekaligus terstuktur.37 c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data

yang digunakan untuk menelusuri data secara sistematis. Bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

35

M. Djunaidi Ghoni & Fauzan Almanshur,Metodologi Penelitian Kualitatif, hal. 176

36

M. Djunaidi Ghoni & Fauzan Almanshur,Metodologi Penelitian Kualitatif, hal. 165

37

(31)

23

seseorang. Dokumen merupakan setiap bahan tertulis atau film yang

tidak dapat dipersiapkan karena adanya permintaan dari seorang

peneliti. Dokumen dapat dipahami sebagai setiap catatan yang

tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa masa lalu, baik

yang dipersiapkan maupun tidak dipersiapkan untuk sebuah

penelitian.38 dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life stories), biografi, peraturan,

kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, gambar

hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya

misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, dan

lain-lain.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan langkah yang sangat

penting dalam penelitian. Sebab dari hasil itu dapat digunakan untuk

menjawab rumusan masalah yang telah diajukan peneliti.

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun

ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan

38

(32)

24

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun

orang lain.39

Proses analisis data kualitatif40adalah sebagai berikut :

a. Dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dan tersedia

dari berbagai sumber.

b. Mereduksi data dengan melakukan abstraksi.

c. Menyusun dalam satuan-satuan (pemrosesan satuan /unityzing).

d. Pengkategorian sambilcoding.

e. Mengadakan pemeriksahan keabsahan data.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik

pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah

kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat

kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan

(dependability) dan kepastian (confirmability).41 Adapun teknik

keabsahan data yang dipakai peneliti hanya uji kepercayaan (credibility).

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,

peningkatan ketekunan dalam penelitian, dan triangulasi.

39

Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: CVAlfabeta, 2012), hal. 244

40

Lexy J. Meleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,hal. 90

41

(33)

25

a. Perpanjang Pengamatan

Tahap awal adalah peneliti memasuki lapangan, peneliti

masih dianggap orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi

yang diberikan belum lengkap, tidak mendalam, dan mungkin masih

banyak yang dirahasiakan. Dengan perpanjangan pengamatan ini,

peneliti mengecek kembali apakah data yang telah diberikan selama

ini merupakan data yang sudah benar atau tidak. Bila data yang

diperoleh selama ini setelah dicek kembali pada sumber data asli

atau sumber data lain ternyata tidak benar, maka peneliti melakukan

pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh

data yang pasti kebenarannya. Perpanjangan pengamatan juga

menuntut peneliti agar terjun langsung ke lokasi penelitian dalam

waktu yang cukup panjang dan lama guna mendeteksi dan

memperhitungkan distorsi yang mungkin mengotori data.42 b. Peningkatan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan

secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut

maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara

pasti dan sistematis.43 Peneliti berusaha untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku

maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait

dengan temuan yang diteliti. Dengan membaca ini maka wawasan

42

M. Djunaidi Ghoni & Fauzan Almanshur,Metodologi Penelitian Kualitatif, hal. 320

43

(34)

26

peneliti akan semakin luas dan tajam, sehingga dapat digunakan

untuk memeriksa data yang ditemukan.

c. Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan

berbagai waktu. Dengan triangulasi, peneliti dapat me-recheck atau

mengecek ulang temuannya dengan jalan membandingkannya

dengan sumber, metode dan teori.44 1) Triangulasi Sumber

Membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan

alat yang berbeda.45 Dengan maksud menguji kredibilitas data dengan melakukan mengecek data yang diperoleh melalui

beberapa sumber. Dari beberapa sumber tersebut, tidak bisa

dirata-ratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi

dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama,

yang berbeda, dan mana yang spesifik dari beberapa sumber

data tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga

menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan

kesepakatan (member check) dengan beberapa sumber data

tersebut.

44

Dr. Tohirin,Metode Penelitin Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling, hal. 74

45

(35)

27

2) Triangulasi Metode

Triangulasi metode untuk menguji kredibilitas data

dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang

sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh

dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi,

atau kuesioner. Bila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas

data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka

peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang

bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang

dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar, karena sudut

pandangnya berbeda-beda.46

G. Sistematika Pembahasan

Tujuan Sistematika Pembahasan turut serta ditulis dalam proposal ini

adalah semata-mata untuk mempermudah pembaca agar lebih cepat

mengetahui tentang gambaran penulisan proposal penelitian ini.

Adapun sistematika pembahasan penelitian mendatang adalah sebagai

berikut:

Bab I : Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Operasional,

Metode Penelitian yang meliputi; Pendekatan dan Jenis

Penelitian, Subjek Penelitian, Tahap-Tahap Penelitian, Jenis

46

(36)

28

dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis

Data, Teknik Keabsahan Data, serta dalam bab satu ini berisi

tentang Sistematika Pembahasan.

Bab II : Berisi Tinjauan Pustaka yang meliputi: Kerangka Teoritik, tentang pengertian Teknik Reward and Punishment,

pengertian Motivasi Belajar, dan juga penelitian terdahulu

yang relevan.

Bab III : Penyajian data terdiri dari deskriptif umum objek penelitian. Deskriptif umum objek penelitian membahas tentang:

gambaran lokasi penelitian, deskripsi subjek penelitian,

deskripsi masalah dan deskripsi konselor. Sedangkan

deskripsi proses penelitian membahas tentang data hasil

observasi, hasil dari wawancara terhadap klien, dan hasil dari

dokumentasi.

Bab IV : Analisis data yang mana analisis data yaitu analisis data mengenai proses penerapan teknikreward and punishment

untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa MI Bina Bangsa

Krembangan Jaya Surabaya dan hasil penerapan teknik

reward and punishmentuntuk menumbuhkan motivasi belajar

siswa MI Bina Bangsa Krembangan Jaya Surabaya

Bab V : Bab ini merupakan akhir dari pembahasan yang berisi Kesimpulan dan Saran yang akan diberikan sesuai dengan

(37)

(38)

29 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik

1. TeknikReward and Punishment

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal adanya “hadiah”.

Orang bekerja untuk orang lain hadiahnya adalah gaji. Orang yang

menyelesaikan suatu program di sekolah, hadiahnya adalah ijazah.

Menghasilkan suatu prestasi di bidang olahraga akan mendapatkan

medali. Tepuk tangan, memberi salam pada dasarnya juga merupakan

suatu hadiah juga. Pemberian hadiah secara psikologis akan berpengaruh

terhadap tingkah laku seseorang yang menerimanya.

Demikian juga halnya dengan hukuman yang diberikan seseorang

karena mencuri, menyontek, tidak mngerjakan tugas, datang terlambat,

menipu dan lain-lainnya, yang pada dasarnya akan berpengaruh terhadap

tingkah laku orang yang mendapatkan hukuman. Baik pemberian hadiah

maupun hukuman merupakan respon seseorang kepada orang lain karena

perbuatannya. Hanya saja pemberian hadiah merupakan respon yang

positif, sedangkan hukuman adalah pemberian respon yang negatif.

Namun, kedua respon tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu ingin

mengubah tingkah laku seseorang. Respon positif bertujuan agar tingkah

laku yang sudah baik (bekerja, belajar, berprestasi dan memberi)

frekuensinya akan berulang atau bertambah. Sedang respon negatif

(39)

30

frekuensinyaberkurang atau hilang. Pemberian respon yang demikian

dalam proses interaksi edukatif disebut “pemberian penguatan /

(reinforcement)”, karena hal ini sangat membantu sekali dalam

meningkatkan hasil belajar siswa.47

a. Reward

1) Pengertian

Metode Reward and Punishment merupakan suatu

bentuk penguatan positif yang bersumber dari teori

behavioristik. Pendekatan behavioral menekankan arti penting

dari bagaimana anak membuat hubungan antara pengalaman dan

perilaku. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan

tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus

dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk

perubahan yang dialami oleh siswa dalam hal kemampuannya

untuk bertingkah laku dengan cara baru sebagai hasil interaksi

antara stimulus dan respon.48

Penguatan (reinforcemant) merupakan satu tindakan atau

perlakuan yang diberikan oleh guru atau para pendidik terkait

dengan sikap, pemikiran, atau perilaku para peserta didik. Bagi

peserta didik yang melakukan suatu kesalahan atau berperilaku

negatif bahkan menyimpang akan diberikan hukuman

47

Syaiful Bahri Djamarah,Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,(Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2005) hal. 117-118

48

(40)

31

(punishment) dan bagi peserta didik yang berperilaku positif

akan diberi hadiah (reward).49

Reward dapat diartikan sebagai penguat (reinforcement)

terhadap perilaku peserta didik. Reinforcement merupakan

penggunaan konsekuensi untuk memperkuat perilaku.50 Artinya bahwa sebuah perilaku yang dilakukan oleh peserta didik dan

dianggap sesuai kemudian diikuti oleh penguat (reinforcement),

maka hal itu akan meningkatkan peluang bahwa perilaku

tersebut akan dilakukan lagi oleh anak tersebut.

Reinforcementumumnya terbagi menjadi dua jenis, yaitu

reinforcement positif dan reinforcement negatif. Reinforcement

positif sangat identik dengan hadiah (reward) dan reinforcement

negatif identik dengan hukuman (punishment).51 Hadiah

(Reward) merupakan alat pendidikan yang bersifat positif dan

fungsinya sebagai alat pendidik represif positif. Hadiah

(Reward) juga merupakan alat pendorong untuk belajar lebih

aktif.52

Dalam proses pembelajaran, guru atau para pendidik

menjadikanreinforcement ini sebagai sarana untuk membangun

motivasi atau semangat belajar para peserta didik. Melalui

49

Dedi Mulyasana,Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing,(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2011) hal. 64

50

Anita Woolfolk,Educational Psycology Active Learning Education,terj : Helly Prajitno S & Sri Mulyantini S, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009) hal. 309

51

Dedi Mulyasana,Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing,hal. 64

52

(41)

32

penguatan positif yang diberikan melalui pemberian hadiah,

siswa diharapkan dapat meningkatkan semangat, motivasi,

kepercayaan diri, disiplin, tanggung jawab, dan nilai-nilai positif

lainnya. Sedangkan penguatan negatif yang diberikan melalui

pemberian hukuman diharapkan dapat menumbuhkan

kesadaran, tanggung jawab, dan penyesalan bagi peserta didik

sehingga mereka tidak berbuat menyimpang atau tidak

melanggar aturan, etika, atau norma lainnya.

Tujuan ditetapkannya penguatan (reinforcement) positif

adalah untuk memacu tumbuhnya nilai-nilai positif dengan cara

meningkatkan motivasi, semangat, kepercayaan diri sehingga

mereka menjadi manusia yang bermanfaat, produktif, dan

bermental unggul serta memiliki budaya mutu yang baik.

Sedangkan penguatan (reinforcement) negatif yang diterapkan

melalui hukuman bertujuan agar para peserta didik memiliki

disiplin, tanggung jawab, dan bersikap serta berperilaku positif.

Tindakan yang diberikan tidak dirasakan sebagai siksaan dan

penderitaan oleh para peserta didik, akan tetapi dirasakan

sebagai kecintaan dan kasih sayang orang tua yang

mengharapkan anaknya menjadi orang yang baik, berguna,

produktif, dan memiliki masa depan yang lebih baik.53

53

(42)

33

Langkah strategis dalam pengembangan pembelajaran

antara lain yakni guru menguasai dan menanamkan daya

pengaruh dengan menciptakan suasana yang menyenangkan

melalui pendekatan kecintaan, perhatian dan kasih sayang.

Karena itu, guru tidak menguasai peserta didik dengan

hukuman, ancaman, dan kekerasan, akan tetapi lebih

menekankan pada ganjaran hadiah (reward) dan penguatan

positif.54

Ganjaran dapat memberikan pengaruh yang cukup besar

terhadap seorang peserta didik untuk melakukan hal positif dan

bersifat progresif. Disamping juga dapat menjadi pendorong

bagi perseta didik lainnya untuk mengikuti anak yang telah

memperoleh reward dari gurunya. Namun, tidak dapat

dipungkiri jika metode ini juga mempunyai kelemahan

diantaranya menimbulkan dampak negatif apabila guru

melakukannya tidak dengan professional, sehingga mungkin

bisa mengakibatkan peserta didik merasa dirinya lebih tinggi

dari teman-temannya.55

Ganjaran juga tidak boleh menjadi bersifat sebagai upah.

Ganjaran merupakan alat mendidik, sedangkan upah merupakan

alat atau sesuatu yang mempunyai nilai sebagai “ganti rugi” dari

sebuah pekerjaan atau jasa. Upah adalah sebagai pembayar suatu

54

Dedi Mulyasana,Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing,hal. 55

55

(43)

34

tenaga, pikiran, atau pekerjaan yang dilakukan seseorang.

Besar-kecilnya upah memiliki perbandingan yang tertentu dengan

berat-ringannya pekerjaan atau banyak-sedikitnya hasil yang

telah dicapai.

Sedangkan, ganjaran sebagai alat pendidikan tidak

demikian halnya. Belum tentu anak yang terpandai atau terbaik

pekerjaannya di sekolah mendapat ganjaran dari gurunya.

Seorang anak yang memang pandai dan selalu menunjukkan

hasil pekerjaan yang baik, tidak perlu selalu mendapatkan

ganjaran. Sebab, jika demikian halnya, ganjaran akan berubah

sifatnya menjadi upah. Jika ganjaran sudah berubah menjadi

upah, maka ganjaran tersebut tidak lagi bernilai mendidik. Anak

mau bekerja giat dan berlaku baik karena mengharapkan upah.

Jika tidak ada upah atau sesuatu yang diharapkannya, mungkin

anak tersebut akan berbuat seenaknya sendiri.

Oleh karenanya pendidik dalam hal ini haruslah

bijaksana, jangan sampai ganjaran tersebut menimbulkan iri hati

pada anak lain yang merasa dirinya lebih baik atau lebih pandai,

tetapi tidak mendapatkan ganjaran. Adakalanya guru perlu

memberikan ganjaran kepada seluruh anggota kelas.56

56

(44)

35

2) Beberapa Pendapat Tentang Ganjaran (Reward)

Pendapat para ahli mengenai ganjaran sebagai alat

pendidikan berbeda-beda. Sebagian ahli menyetujui dan

menganggap penting suatu ganjaran dipakai sebagai alat untuk

membentuk kata hati anak-anak. Kaum philantropijn

umpamanya, sangat menyetujui dan banyak memakai ganjaran

sebagai satu-satunya alat yang baik di sekolahnya.

Sebaliknya, ada pula ahli-ahli didik yang tidak suka

sama sekali menggunakan ganjaran tersebut. Mereka

berpendapat bahwa ganjaran dapat menimbulkan persaingan

tidak sehat pada murid-murid. Menurut pendapat mereka,

seorang pendidik hendaklah mendidik anak-anak supaya

mengerjakan dan berbuat baik dengan tidak mengharapkan

pujian atau ganjaran, tetapi semata-mata karena pekerjaan atau

perbuatan tersebut memang kewajibannya.

Pendapat yang ketiga dan yang terbaik terletak diantara

kedua pendapat yang saling bertentangan diatas, yakni seorang

pendidik hendaklah menginsyafi bahwa yang dididik adalah

anak, yang masih lemah kemauannya dan belum mempunyai

kata hati seperti orang dewasa. Mereka belumlah dapat dituntut

supaya dapat mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang

buruk atas kemauannya dan keinsafan sendiri. Perasaan

(45)

36

anak-anak yang masih kecil boleh dikatakan belum ada. Untuk

itu, maka pujian atau ganjaran sangat diperlukan pula dan

berguna bagi pembentukan kata hati dan kemauan anak.57 3) Macam-Macam Ganjaran (Reward)

Penentuan ganjaran kepada anak merupakan hal yang

sangat sulit. Ganjaran sebagai alat pendidikan banyak sekali

macamnya. Berikut beberapa macam perbuatan atau sikap

pendidik yang dapat merupakan ganjaran bagi anak didiknya :

a) Guru mengangguk-ngangguk tanda senang dan

membenarkan suatu jawaban yang diberikan oleh seorang

anak.

b) Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian)

seperti, “Rupanya sudah baik pula tulisanmu. Kalau kamu terus berlatih tentu akan lebih baik lagi.”

c) Pekerjaan juga dapat menjadi sebuah ganjaran. Contoh,

“Engkau akan segera saya beri soal yang lebih sukar

sedikit, ali, karena yang nomer 3 ini rupa-rupanya agak

terlalu baik engkau kerjakan.”

d) Ganjaran yang diberikan kepada seluruh anggota kelas

sering sangat perlu. Misal, “Karena saya lihat kalian telah

bekerja dengan baik dan lekas selesai, sekarang saya

(bapak guru) akan mengisahkan sebuah cerita yang sangat

57

(46)

37

bagus sekali.” Ganjaran untuk seluruh kelas juga bisa

berupa bernyanyi atau berdarmawisata.

e) Ganjaran dapat berupa benda-benda yang menyenangkan

dan berguna untuk anak didik. Misalnya, pensil, buku

tulis, gula-gula, atau makanan yang lain. Tetapi, dalam hal

ini guru harus sangat hati-hati dan bijaksana sebab dengan

benda-benda itu, mudah benar ganjaran berubah menjadi

“upah” bagi murid.58

4) Syarat-Syarat Ganjaran

Memberi ganjaran bukanlah perkara mudah. Ada

beberapa syarat yang perlu diperhatikan oleh pendidik :

a) Untuk memberikan ganjaran paedagogis perlu kiranya

guru mengenal betul-betul murid-muridnya dan tahu

menghargai dengan tepat. Ganjaran dan penghargaan yang

salah dan tidak tepat dapat membawa akibat yang tidak

diinginkan.

b) Ganjaran yang diberikan janganlah sampai menimbulkan

iri hati atau rasa cemburu bagi anak lain yang merasa

dirinya lebih baik tetapi tidak mendapatkan ganjaran.

c) Memberi ganjaran hendaklah hemat. Terlalu sering

memberikan ganjaran akan menghilangkan arti ganjaran

sebagai alat pendidikan.

58

(47)

38

d) Jangan memberikan ganjaran dengan menjanjikan terlebih

dahulu sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya

apalagi bagi ganjaran yang diberikan kepada seluruh

anggota kelas. Ganjaran yang dijanjikan terlebih dahulu

akan membuat anak-anak berburu-buru dalam pekerjaan

dan menimbulkan kesukaran-kesukaran terhadap anak

yang kurang pandai.

e) Pendidik harus berhati-hati dalam memberikan ganjaran.

Jangan sampai ganjaran yang diberikan berubah menjadi

upah atas jerih payah yang telah dilakukannya.59

b. Punishment

1) Pengertian

Menurut Ahmadi dan Uhbiyati dalam bukunya

menyebutkan bahwa :

punishment (hukuman) adalah suatu perbuatan, dimana

kita secara sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa kepada orang lain, yang baik dari segi kejasmanian maupun dari segi kerohanian orang lain itu yang mempunyai kelemahan bila dengan diri kita, dan oleh karena itu maka kita mempunyai tanggung jawab untuk membimbingnya

dan melindunginya.”60

Punishment merupakan alat pendidikan yang tidak

menyenangkan, bersifat negatif, namun demikian dapat juga

menjadi motivasi, alat pendorong untuk mempergiat belajarnya

peserta didik. Peserta didik yang pernah mendapatkan hukuman,

59

Syaiful Bahri Djamarah,Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,hal. 195-196

60

(48)

39

maka ia akan berusaha agar terhindar dari bahaya punishment.

Hal ini mendorong peserta didik untuk selalu belajar. Sebelum

hukuman diberikan, hendaknya pendidikan (guru) atau orang tua

mengetahui tahapan-tahapan antara lain: pemberitahuan,

teguran, peringatan dan hukuman.61

penguatan (reinforcement) negatif yang diterapkan

melalui hukuman bertujuan agar para peserta didik memiliki

disiplin, tanggung jawab, dan bersikap serta berperilaku positif.

Tindakan yang diberikan tidak dirasakan sebagai siksaan dan

penderitaan oleh para peserta didik, akan tetapi dirasakan

sebagai kecintaan dan kasih sayang orang tua yang

mengharapkan anaknya menjadi orang yang baik, berguna,

produktif, dan memiliki masa depan yang lebih baik.

2) Hukuman Sebagai Alat Pendidikan

Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak

secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa itu anak

menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji didalam hatinya

untuk tidak mengulanginya.62

Sejak dahulu, hukuman berfungsi sebagai alat pendidikan

yang istimewa kedudukannya, sehingga hukuman itu diterapkan

tidak hanya pada sidang pengadilan saja, akan tetapi diterapkan

pada semua bidang, termasuk bidang pendidikan.

61

Abdul Majid,Strategi Pembelajaran,hal. 313

62

(49)

40

Sebagai alat pendidikan, hukuman hendaklah :

a) Senantiasa merupakan jawaban atas suatu pelanggaran.

b) Sedikit-banyaknya selalu bersifat tidak menyenangkan.

c) Selalu bertujuan ke arah perbaikan. Hukuman hendaklah

diberikan untuk kepentingan anak itu sendiri.63

Di bidang pendidikan, hukuman berfungsi sebagai alat

pendidikan dan oleh karenanya :

a) Hukuman diadakan karena ada pelanggaran atau adanya

kesalahan yang diperbuat.

b) Hukuman diadakan dengan tujuan agar tidak terjadi

pelanggaran.64

Dua hal ini merupakan jawaban atas alasan mengapa suatu

hukuman pantas dijatuhkan. Pertanyaan diatas tidak berlaku

terhadap apa yang disebut “Teori Hukuman Alam” yang

membiarkan alam sendiri menghukum seorang pelaku. Seperti

contoh ketika anak kecil yang suka memanjat pohon, karena ia

sudah dinasehati dan tetap membandel maka dibiarkanlah anak itu

terus memanjat hingga akhirnya alam menghukumnya berupa

jatuh dari pohon.

Di bidang pendidikan, kita tidak bisa menerima teori

hukuman alam, meskipun teori tersebut dikemukakan oleh

63

Drs. M. Ngalim Purwanto, MP.,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,hal. 186

64

(50)

41

pendidik yang terkenal yakni J.J. Rousseau. Kita cenderung untuk

mencegah perbuatan anak yang membahayakan terhadap diri si

anak dan menimbulkan kesusahan bagi dirinya dan bagi

keluarganya serta merepotkan bagi pendidiknya.65

3) Teori Hukuman

a) Teori Menjerakan

Teori menjerakan ini diterapkan dengan tujuan agar si

pelanggar sesudah menjalani hukuman akan merasakan jera

(kapok) tidak mau lagi dikenai hukuman semacam itu lagi.

Maka, ia tidak akan mau melakukan sebuah kesalahan lagi.

Sifat dari hukuman ini adalah preventif dan represif,

yaitu mencegah agar tidak terulang lagi dan menindas

kebiasaan buruk.

b) Teori Menakut-nakuti

Teori ini diterapkan dengan tujuan agar si pelanggar

merasa takut mengulangi pelanggaran. Bentuk

menakut-nakuti biasanya dengan ancaman dan adakalanya ancaman

tersebut dibarengi dengan tindakan. Ancaman termasuk

hukuman karena dengan ancaman itu anak sudah merasa

menderita. Sifat dari pada hukuman ini juga preventif dan

represif.

65

(51)

42

c) Teori Pembalasan (Balas Dendam)

Teori ini biasanya diterapkan karena si anak pernah

berperilaku mengecewakan. Seperti si anak pernah mengejek

atau menjatuhkan harga diri guru di sekolah sehingga guru

akan memberi hukuman dalam rangka membalas perilaku

anak yang mengecewakan tersebut. Teori balas dendam ini

tidaklah bersifat paedagogis.

d) Teori Ganti Rugi

Teori ini diterapkan karena si pelanggar bertindak

merugikan, seperti ketika bermain anak memecahkan jendela,

atau si anak merobekkan buku temannya maka si anak

dikenakan sangsi untuk mengganti barang yang telah

dirusakkannya dengan barang semacam itu atau membayar

dengan uang.

e) Teori Perbaikan

Teori ini diterapkan agar si anak mau memperbaiki

kesalahannya, dimulai dari panggilan, diberi pengertian,

dinasehati sehingga timbul kesadaran untuk tidak mengulangi

lagi perbuatan yang salah itu, baik pada saat ada si pendidik

maupun diluar sepengetahuan pendidik. Sifat dari teori

hukuman ini adalah korektif.66

66

(52)

43

Apabila diperhatikan teori-teori tersebut, maka teori

hukuman yang paling baik di bidang pendidikan adalah teori

perbaikan, dan teori yang tidak bisa diterima menurut pendidikan

adalah teori balas dendam. Sedang untuk teori ganti rugi

diragukan mengandung nilai pendidikan didalamnya. Adapun

teori menjerakan dan teori menakut-nakuti juga mengandung nilai

pendidikan yang positif, akan tetapi dalam penggunaannya tidak

sebaik teori perbaikan.

Hukuman di bidang pendidikan harus mendasar pada teori

hukuman yang bersifat paedagogis, yang tidak menjurus kepada

tindakan yang sewenang-wenang. Hukuman yang dijatuhkan di

bidang pendidikan bermaksud agar yang berbuat salah atau si

pelanggar menjadi sadar dan tidak mengulangi lagi kesalahan

yang sama, serupa, ataupun yang berbeda.

4) Jenis-Jenis Hukuman

a) Ada pendapat yang membedakan hukuman menjadi dua

macam, yaitu :

i. Hukuman preventif

Yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud

untuk mencegah jangan sampai terjadi suatu

pelanggaran sehingga hal ini dilakukan sebelum

(53)

44

ii. Hukuman represif

Yaitu hukuman yang dilakukan oleh karena

adanya pelanggaran, oleh adanya dosa yang telah

diperbuat. Jadi, hukuman ini dilakukan setelah terjadi

pelanggaran atau kesalahan.67

b) Wiliam Stern membedakan tiga macam hukuman yang

disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak-anak yang

menerima hukuman.

i. Hukuman asosiatif

Umumnya, orang mengasosiasikan antara

hukuman dan kejahatan atau pelanggaran, antara

penderitaan yang diakibatkan oleh hukuman dengan

perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk

menyingkirkan perasaan yang tidak enak tersebut

(dihukum), biasanya orang atau anak menjauhi

perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang.

ii. Hukuman logis

Hukuman ini dipergunakan terhadap anak-anak

yang telah agak besar. Dengan hukuman ini, anak

mengerti bahwa hukuman adalah akibat logis dari

pekerjaan atau perbuatan yang tidak baik. Anak

67

(54)

45

mengerti bahwa ia mendapat hukuman adalah akibat

dari kesalahan yang diperbuatnya.

iii. Hukuman normatif

Hukuman normatif adalah hukuman yang

bermaksud memperbaiki moral anak-anak. Hukuman

ini dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran

mengenai norma-norma etika, seperti berdusta, menipu

dan mencuri. Jadi, hukuman normatif sangat erat

hubungannya dengan pembentukan watak anak.

Dengan hukuman ini, pendidik berusaha mempengaruhi

kata hati anak, menghindarkan anak tersebut dari

perbuatan salah, dan memperkuat kemauannya untuk

selalu berbuat baik dan menghindari kejahatan.68

c) Disamping pembagian seperti diatas, hukuman dapat pula

dibedakan menjadi seperti berikut :

i. Hukuman Balas Dendam

Orang yang merasa tidak senang karena anak

berbuat salah kemudian anak langsung dihukum. Orang

merasa puas/senang, karena berhasil menyakiti anak.

Hukuman yang demikian memuaskan orang yang

menghukum. Untuk kepentingan anak yang terhukum

sama sekali tidak ada. Yang terpenting orang yang

68

(55)

46

menghukum senang, telah melampiaskan amarahnya.

Hukuman semacam ini tidak boleh diterapkan, karena

dampaknya tidak baik.

ii. Hukuman Jasmani/Badan

Hukuman ini memberi akibat yang merugikan

anak, karena bahkan dapat menimbulkan gangguan

kesehatan pada anak. Misalnya : guru menangkap basah

anak didiknya sedang merokok, maka kepada si anak

dihukum dengan keharusan merokok terus-menerus

selama waktu sekolah, hal ini mengakibatkan anak

terserang penyakit batuk, pusing dan sakit yang parah.

iii. Hukuman Jeruk Manis (sinaas appel)

Menurut tokoh yang mengemukakan teori

hukuman ini, Jan Ligthart, anak yang nakal tidak perlu

dihukum, tetapi didekati dan diambil hatinya. Misalnya :

di suatu kampung ada

Gambar

Tabel 3.1
  Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
+6

Referensi

Dokumen terkait

Ketersediaan bahan baku dalam pembuatan Butil Asetat adalah penting dan mutlak yang harus diperhatikan pada penentuan kapasitas produksi suatu pabrik.. Diharapkan

Atribut-atribut yang harus dipertahankan oleh Ardan Group dalam pemenuhan harapan advertisers , adalah penampilan karyawan, karyawan memiliki dan menyediakan pengetahuan yang

Gerakan keagamaan di kampus UNLAM sangat dipengaruhi oleh gerakan masjid kampus yang sebelumnya sangat massif melakukan kajian-kajian keagamaan di kalangan mahasiswa. Berikut

Sasaran tulisan ini adalah untuk mendapatkan karakterisasi proses gasifikasi biomassa tongkol jagung menggunakan reaktor downdraft dengan dua tingkat laluan udara

Perbedaan itu tidak menimbulkan perbedaan dalam melaksanakan kewajiban sebagai penganut Islam terutama dari segi pelaksanaan solat, sehingga saat ini di Lombok,

Bangunan Trans Studio merupakan wahana terbesar dan terlengkap di kota bandung sehingga kegiatan ekonomi di wilayah ini sangat pesat perkembangannya sehingga akan

Benang merah yang dapat ditarik dari keseluruhan penghargaan yang diberikan seperti gaji pokok dan insentif cenderung mengabaikan internal equity yang mempunyai beban kerja yang

Dari hasil analisis yang dilakukan, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu: secara garis besar manajemen risiko pada PTNL sudah berjalan dengan baik,