ALIH FUNGSI TROTOAR OLEH PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI JALAN PANGLIMA SUDIRMAN GRESIK DALAM PERSPEKTIF AL-H{UQŪQ
SKRIPSI
Oleh
Beta Aprilia F.T.
NIM. C32212080
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah) Surabaya
ALIH FUNGSI TROTOAR OLEH PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI JALAN PANGLIMA SUDIRMAN GRESIK DALAM PERSPEKTIF AL-H{UQŪQ
SKRIPSI Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Syariah dan Hukum
Oleh:
Beta Aprilia Fitrianing Tias NIM. C32212080
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum
ABSTRAK
Skripsi dengan judul Alih Fungsi Trotoar Oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Jalan Panglima Sudirman Gresik Dalam Perspektif AL-H{UQŪQ ini merupakan penelitian yang akan menjawab permasalahan, 1) Bagaimana alih fungsi trotoar yang dilakukan oleh pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Panglima Sudirman Gresik? dan 2) Bagaimana tinjauan konsep Al- H{uqu<q terhadap alih fungsi trotoar di Jalan Panglima Sudirman Gresik?
Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan analisis teknik kualitatif, yaitu menggambarkan kondisi, situasi, atau fenomena yang tertuang dalam data yang diperoleh tentang praktek alih fungsi trotoar oleh pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Panglima Sudirman Gresik dalam perspektif Al- H{uqu<q. Kemudian dianalisis menggunakan pola pikir induktif dengan menjelaskan teori yang berkaitan dengan Al- H{uqu<q. Setelah menjelaskan teori-teori yang akan dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan.
Praktek alih fungsi trotoar yang terjadi di Jalan Panglima Sudirman ini dilakukan oleh para pedagang yang tidak memiliki lapak untuk berjualan dan modal yang dimiliki juga tidak terlalu banyak. Sehingga pedagang memilih menggunakan trotoar sebagai lapak mereka untuk berjualan. Ada di beberapa titik trotoar yang masih menyediakan sedikit ruang untuk pejalan kaki, namun ada juga yang menggunakan seluruh bagan trotoar sehingga pejalan kaki yang melintas harus turun ke bahu jalan saat melintasi jalan tersebut. Namun adanya pedagang kaki lima ini juga mengutungkan bagi beberapa pejalan kaki yang melintas, dimana mereka dimudahkan untuk mencari keperluan yang dibutuhkan. Maka hukum alih fungsi trotoar tersebut mubah boleh diambil manfaatnya asalkan tidak sampai merugikan orang lain.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional ... 13
H. Metodelogi Penelitian ... 14
I. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II : TEORI AL-H{UQŪQ A.Pengertian Al- H{uqu<q ... 22
B.Dasar Hukum Al- H{uqu<q ... 25
C.Rukun Hak ... 29
D.Macam-macam dan Jenis Al- H{uqu<q ... 29
E. Konsep Kepemilikan Dalam Islam ... 32
2.1 Pengertian Kepemilikan ... 32
2.2 Dasar Hukum Kepemilikan ... 33
2.4 Peralihan Kepemilikan Umum ke Individu ... 43 BAB III : ALIH FUNGSI TROTOAR OLEH PEDAGANG KAKI
LIMA DI JALAN PANGLIMA SUDIRMAN GRESIK
A. Gambaran Umum Jalan Panglima Sudirman Gresik ... 45 B. Profil Pedagang Kaki Lima Di Jalan Panglima
Sudirman Gresik ... 50 C. Alih Fungsi Trotoar Oleh Pedagang Kaki Lima ... 55 BAB IV : ANALISIS ALIH FUNGSI TROTOAR DI JALAN
PANGLIMA SUDIRMAN GRESIK DALAM
PERSPEKTIF AL-H{UQŪQ
A. Analisis Pemanfaatan Trotoar Oleh Pedagang Kaki
Lima ... 59 B. Analisis Praktek Alih Fungsi Trotoar Dalam
Perspektif Al- H{uqu<q ... 61 BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 66 B. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Setiap manusia hidup bermasyarakat, saling tolong-menolong dalam
menghadapi berbagai macam persoalan untuk menutupi kebutuhan antara
yang satu dengan yang lain. Ketergantungan seseorang kepada yang lain
dirasakan ada ketika manusia itu lahir. Setelah dewasa, manusia tidak ada
yang serba bisa. Seseorang hanya ahli dalam bidang tertentu saja, seperti
seorang petani mampu (dapat) menanam ketela pohon dan padi dengan baik,
tetapi dia tidak mampu membuat cangkul. Jadi, petani mempunyai
ketergantungan kepada seorang ahli pandai besi yang pandai membuat
cangkul, juga sebaliknya, orang yang ahli dalam pandai besi tidak sempat
menanam padi, padahal makanan pokoknya adalah beras. Jadi seorang yang
ahli dalam pandai besi memiliki ketergantungan kepada petani.1 Hak milik
diberi gambaran nyata oleh hakikat dan sifat syariat Islam sebagai berikut:
a. Tabiat dan syariat Islam ialah merdeka (bebas). Dengan tabiat dan sifat ini
umat Islam dapat membentuk dirinya, suatu kepribadian yang bebas dari
pengaruh negara-negara Barat dan Timur dan mempertahankan diri dari
pengaruh-pengaruh Komunis (sosialis) dan Kapitalis (individual).
2
b. Syariat Islam dalam menghadapi berbagai kemusykilan senantiasa
bersandar kepada maslahat (kepentingan umum) sebagai salah satu sumber
dari sumber-sumber pembentukan hukum Islam.
c. corak ekonomi Islam bedasarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaitu suatu
corak yang mengakui adanya hak pribadi dan hak umum. Bentuk ini dapat
memelihara kehormatan diri yang menunjukkan jati diri. Individual adalah
corak kapitalis seperti negara Amerika Serikat, sedangkan sosialis adalah ciri
khas komunis seperti negara Rusia pada tahun 1980an, sementara itu,
ekonomi yang dianut dalam Islam ialah sesuatu yang menjadi kepentingan
umum dijadikan milik bersama, seperti rumput, api, dan air, sedangkan
sesuatu yang tidak menjadi kepentingan umum dijadikan milik pribadi.2
Dalam penggunaan sehari-hari, istilah Shari<’ah Isla<miyah dan Fikih
Islam dimaksudkan untuk menunjuk kepada ajaran Islam yang menyangkut
aspek hukum. Kedua istilah tersebut tidak dibedakan pengertiannya, padahal
jika diperhatikan dari segi bahasanya, antara shari<’ah dan fikih terdapat
perbedaan isi. Oleh karena itu perlu, ditegaskan lebih dulu mana yang tepat
diantara kedua istilah tersebut untuk menunjuk arti hukum Islam. Istilah
tersebut antara lain : shari<’ah, fikih dan terjemahan lainnya. Syariah
mencakup seluruh ajaran Islam meliputi aspek akidah, ibadah, akhlak, dan
muamalat (kemasyarakatan). Syariah disebut juga shara’, millah dan di<n.3
Fiqih pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh
ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah (ibadah), yakni
2 Ibid,32.
3
3
sama dengan arti Shari<’ah Islamiyah. Namun, pada perkembangan
selanjutnya, fiqih diartikan bagian dari shari<’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan
tentang hukum shari<’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia
yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang
terinci.4
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang berkodrat hidup
dalam masyarakat. Sebagai makhluk sosial, dalam hidupnya manusia
memerlukan adanya manusia-manusia lain yang bersama-sama hidup dalam
masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu
sama lain, disadari atau tidak, untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan
hidupnya. Pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam
hubungannya dengan orang-orang lain disebut muamalat.5 Ulama fiqih
mengemukakan peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati dalam
hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.6
Secara etimologi, kata hak berasal dari bahasa Arab “haq” yang
mempunyai berbagai pengetian dan makna yang berbeda. Pengertian hak
antara lain bermakna ‘kepastian’ atau ‘ketetapan’ atau ‘kebenaran’, hal ini
bisa dipahami dalam surat Yâsîn ayat 7 Allah berfirman :
ۡ دَقَل
ۡ
ۡ َقَح
ٱ
ۡ ل َق ل
ۡ
َۡن نِم ؤ يۡ
َۡ م َفۡ مِهِ
َ
ََ كَأۡٓ َ َل
ۡ
ۡ
4
Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 13.
5
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta: UII Press, 2000), 11.
6
4
“sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman”. (QS. Ya>si>n {{[36]: 7)7
Adapun definisi hak dijelaskan Allah dalam surat Al-Anfa>l ayat 8 Allah
berfirman:
َۡقِح ِِ
ۡٱ
َۡقَ
ۡ
ۡ
ۡ َلِط ب يَو
ٱ
َۡلِطٰ َب ل
ۡ
َۡهِر
َكۡ َ َو
ٱ
َۡن ِر ج م
ۡ
ۡ
ۡ
“agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukai”. (QS. Al-Anfa>l ayat [8]: 8)8
Pengertian hak, secara terminologi atau syariah, diungkapkan oleh
Zuhaily dengan mengemukakan pendapat para ulama. Pendapat lain
dikemukakan oleh Suhendi bahwa secara umum, hak ialah sesuatu ketentuan
yang digunakan oleh syariah untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu
beban hukum. Hak milik, menurut Majid, didefinisikan sebagai kekhususan bagi
pemilik suatu barang menurut syara’untuk bertindak secara bebas yang bertujuan
untuk mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i. Berdasarkan
definisi milik tersebut, kiranya dapat dibedakan antara hak dan milik. Dengan
kata lain, dapat dikatakan tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan
tidak semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki.9
7 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (tp. 2007), 37. 8 Ibid,37.
9 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,
5
Milik dalam buku Pokok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan
dalam Islam,10 didefinisikan sebagai berikut: “kekhususan terdapat pemilik suatu
barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil
manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i”. Apabila eseorang telah
memiliki suatu benda yang sah menurut syara’, orang tersebut bebas bertindak
terhadap benda tersebut. Sebagai contoh: seorang pengampu berhak
menggunakan harta orang yang berada di bawah ampuannya, pengampu punya
hak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada di
bawah ampuannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan “tidak semua yang memiki
berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan dapat
memilikinya.
Hak terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Hak guna (h}aq al-intifa>) ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan
diusahakan hasilnya, yaitu hak menggunakan harta benda orang lain melalui
sebab-sebab yang dibenarkan oleh syariah.11
b. Hak memiliki manfaat (h}aq al-irtifaq) ialah hak manfaat yang mengikuti
kepada benda, bukan kepada orang. Hak tersebut merupakan hak yang
langgeng. Selama bendanya masih ada meskipun orangnya sudah
berganti-ganti, hak tersebut akan tetap eksis.12
Abdullah al-Arabi menyatakan dalam makalahnya bahwa kepedulian
sosial dalam Ekonomi Islam, sangat berbeda dengan sistem kapitalis yang
10
Abdul Madjid, Pokok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam, (Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati,1986), 36.
11 Ibid, 47.
6
egoistik. Islam mengakui dan mengabsahkan kepemilikan pribadi, menghalalkan
manusia untuk menabung, menyarankan manusia untuk berkreasi dan
mengembangkan bakat dan bekerja, tapi Islam memberi pula berbagai aturan dan
tekanan peduli sosial pada individu pemilik jangan sampai dalam investasi tidak
memperhatikan dampak postif-negatif terhadap pihak lain. Sebab dengan peduli
sosial, terciptalah masyarakat yang ideal dan sejahtera. Dari pemaparan tersebut
dapat disimpulkan bahwa peran kepemilikan individu yang berdasar pada
ekonomi Islam adalah memberikan motivasi kepada manusia.
Dalam kajian kontemporer pemkiran arab, Al Khailani menyebutkan
bahwa jenis kepemilikan ini dapat disamakan dengan kepemilikan negara,
sehiangga ia mendefinisikan kepemilikan umum atau kepemilikan negara sebagai
kepemilikan yang nilai gunanya berkaitan dengan semua kewajiban negara
terhadap rakyatnya, termasuk bagi kelompok non-muslim. Yang tercakup dalam
jenis kepemilikan ini ialah semua kekayaan yang tersebar diatas dan perut bumi
diwilayah negara tersebut. Pengakaitan kepemilikan negara dengan kepemilikan
umum tidak lepas dari nilai guna terhadap benda-benda yang ada bagi
kepentingan semua orang tanpa diskriminatif dan memang ditujukan untuk
menciptakan kesejahteraan sosial.
Alih fungsi trotoar ini terjadi di Jalan Panglima Sudirman Gresik, dimana
trotoar yang merupakan fasilitas umum dari pemerintah yang harusnya
digunakan untuk masyarakat umum sebagai alternatif bagi para pejalan kaki.
Namun trotoar tersebut ditempati oleh para pedagang kaki lima (PKL) untuk
7
lapak khusus untuk para Pedagang Kaki Lima (PKL), dimana para pedagang bisa
leluasa berjualan di lapak yang telah disediakan tersebut. Dapat tetap berjualan
meskipun ada penilaian kota.
Namun dikarenakan biaya sewa yang tidak sesuai dengan penghasilan
yang mereka dapatkan maka para pedagang tersebut lebih memilih untuk
berjualan di trotoar sepanjang jalan tersebut. Tetapi ketika ada penilaian kota
para pedagang di sepanjang jalan ini tidak berjualan. Memang para pedagang
kaki lima (PKL) tersebut bebas menggunakan haknya. Dimana para pedagang
kaki lima (PKL) tersebut hanya boleh mempergunakan dan mengusahakan
hasilnya tetapi tidak sampai memiliki tempat tersebut. Akan tetapi apabila
seseorang dalam menggunakan haknya bebas melanggar hak orang lain atau
masyarakat umum, maka perlindungan hak menjadi tidak seimbang. Penggunaan
hak secara berlebihan yang menimbulkan pelanggaran hak dan kerugian terhadap
kepentingan orang lain atau masyarakat umum.
Tetapi trotoar yang semestinya digunakan oleh para pejalan kaki sekarang
menjadi lapak berjualan oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) sehingga para pejalan
kaki turun ke jalan raya karena ruang yang ada d trotoar untuk pejalan kaki
terlalu sempit sehingga para pejalan kaki turun ke jalan raya. Trotoar yang
digunakann untuk tempat parkir para pembeli yang membeli makanan dan
minuman di sepanjang trotoar tersebut juga memakan tempat para pejalan kaki.
Para pejalan kaki pun harus berhati-hati ketika melintas sepanjang jalan tersebut
dikarenakan para pejalan kaki tersebut berjalan di bahu jalan raya. Para pejalan
8
Keselamatan para pejalan kakipun juga menjadi terancam karena ketika
berjalan di bahu jalan raya pejalan kaki bisa saja terserempet kendaraan yang
melintas di sepanjang jalan tersebut. Terlebih lagi ketika jalan sedang dalam
keadaan macet pejalan kaki harus lebih waspada. Tetapi di sepanjang jalan ini
tidak sampai ada kejadian kecelakaan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai kasus tersebut dapat disimpulkan
bahwa para Pedagang Kaki Lima (PKL) hanya bisa memiliki hak pemanfaatan
atas trotoar tersebut tetapi tidak sampai memlikinya dikarenakan trotoar tersebut
merupakan fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah untuk para pejalan
kaki.
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan
kemungkinan-kemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan
masalah-masalah sebagai berikut :
1. Praktik alih fungsi trotoar oleh pedagang kaki lima (PKL) di Jalan
Panglima Sudirman Gresik.
2. Pedagang yang terlibat dalam praktik alih fungsi trotoar di Jalan Panglima
Sudirman Gresik.
3. Para pembeli yang menggunakan tepi trotoar untuk tempat parkir terhadap
9
4. Para pejalan kaki yang terkena dampak dari alih fungsi trotoar di sepanjang
jalan Panglima Sudirman Gresik.
5. Para pengguna jalan raya yang terhambat perjalanannya dari alih fungsi
trotoar di sepanjang jalan Panglima Sudirman Gresik.
6. Konsep perspektif al- h}uqu<q terhadap alih fungsi trotoar di jalan Panglima
Sudirman Gresik.
Batasan masalah ini bertujuan memberikan batasan yang paling jelas
dari permasalahan yang ada untuk memudahkan pembahasan. Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka peneliti memeberikan batasan yaitu :
1. Permasalahan alih fungsi trotoar oleh pedagang kaki lima (PKL) di Jalan
Panglima Sudirman Gresik.
2. Perspektif al- h}uqu<q terhadap alif fungsi trotoar di Jalan Panglima
Sudirman Gresik.
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diurikan di atas, maka dapat
ditarik rumusan masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana alih fungsi trotoar yang dilakukan oleh pedagang kaki lima
(PKL) di Jalan Panglima Sudirman Gresik?
2. Bagaimana tinjauan konsep al- h}uqu<q terhadap alih fungsi trotoar di Jalan
10
D.Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah upaya untuk mengetahui penelitian mana yang
sudah pernah dilakukan dan mana yang belum dan dimana posisi penelitian
yang akan dilakukan diantara peneltian-penelitian yang sudah ada itu.13
Tujuannya adalah agar tidak ada duplikasi/plagiat dalam penelitian yang akan
dilakukan.
Pembahasan mengenai sewa menyewa lapak telah banyak ditulis oleh
para penulis lain sebelumnya, diantara penelitian-penelitian yang sudah ada
itu adalah :
Pertama penelitian yang dilakukan oleh saudara Moh. Ibnu Sabilil Huda,
Muamalah 2014. Yang menuliskan penelitiannya dengan judul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Akad Sewa Lapak Pedagang Kaki Lima di Jalan
Dukuh Menaggal I Gayungan Surabaya” dalam kajian penelitian ini
membahas tentang ketentuan sewa lapak pedagang kaki lima di Jalan Dukuh
Menaggal I Gayungan Surabaya yang merupakan jalan umum yang disewakan
untuk beerdagang atas izin pejabat yang berwenang yaitu perangkat
kelurahan. Dengan ketentuan harga sewa sebesar Rp 1.000.000,- dengan luas
lapak 2x2 m persegi dengan pembayaran di muka. Perjanjiannya diawasi oleh
pihak berwenang, pemanfaatan lapak juga tidak diberi jangka waktu karena
pada awal akad tidak disebutkan.14
13
Umar Husein, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), 347.
14
Moh. Ibnu Sabilil Huda, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Sewa Lapak Pedagang Kaki
Lima Di Jalan Dukuh Menaggal I Gayungan Surabaya” (Skripsi -- UIN Sunan Ampel, Surabaya,
11
Kedua penelitian yang dilakukan oleh saudara Ilmiyaul Faizah,
Muamalah 2012. Yang menuliskan penelitiannya dengan judul “Jual Beli Kios
(Milik Umum) di Pasar Tanjung Kabupaten Jember dalam Perspektif Hukum
Islam dan Perda Kabupaten Jember No. 6 Tahun 2008 Tahun 2008 Tentang
Pedagang Kaki Lima” dalam kajian penelitian ini membahas tentang seorang
pedagang yang merupakan seorang penyewa kios pasar telah
memeperjualbelikan kios pasar dan semua semua barang dagangannya tersebut
kepada seorang pembeli yang ingin melakukan kegiatan usaha di pasar. Yang
mana kios tersebut barang sewa yang bukan milik sepurna pedagang tersebut,
akan tetapi milik pemerintah. Dan itu menurut tinjauan hukum Islam
dihukumi batal karena status kios tersebut adalah barang sewa yang milik
pemerintah. Dan menurut Perda Kota Jember No. 06 Tahun 2008 itu dianggap
melanggar, karena dalam peraturannya tidak boleh memindah tangankan kios
kepada orang lain karena itu milik pemerintah.15
Ketiga penelitian yang dilakukan oleh saudara Imro’atul Hasanah yang
menulis skripsinya dengan judul “Aktivitas Dakwah Terhadap Pedagang Kaki
Lima di Desa Sepanda Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Studi Diskriptif
Tentang Dakwah Melalui Pendekatan Pekerjaan Sosial”. Penelitian ini
memuat tentang bagaimana proses dakwah pekerjaan sosial pada pedagang
kaki lima dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga.16
15
Ilmiyaul Faizah, “Jual Beli Kios (Milik Umum) di Pasar Tanjung Kabupaten Jember dalam Perspektif Hukum Islam dan Perda Kabupaten Jember No. 6 Tahun 2008 Tahun 2008 Tentang
Pedagang Kaki Lima” (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012).
16Imro’atul Hasanah, “Aktivitas Dakwah Terhadap Pedagang Kaki Lima di Desa Sepanda
Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Studi Diskriptif Tentang Dakwah Melalui Pendekatan
12
E. Tujuan Penelitian
Peneliti dalam meneliti permaslahan ini, dengan tujuan untuk
mengetahui:
1. Mendeskripsikan alih fungsi trotoar di Jalan Panglima Sudirman Gresik.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis al- h}uqu<q terhadap alih fungsi trotoar di
Jalan Panglima Sudirman Gresik.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini dapat berguna bagi pembacanya, baik yang bersifat
teoritis maupun praktis, kegunaan tersebut antara lain :
1. Kegunaan secara teoritis
a. Memberikan masukan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum
islam, pada masalah perspektif hukum islam terhadap alih fungsi trotoar
oleh pedagang kaki lima (PKL) dalam perspektif al-h}uqu<q dan
menambah kepustakaan.
b. Memberikan informasi penerapan alih fungsi trotoar oleh pedagang kaki
lima (PKL) dalam perspektif al-h}uqu<q di Jalan Panglima Sudirman
Gresik.
c. Memberikan gambaran tentang alih fungsi trotoar oleh pedagang kaki
lima (PKL) dalam perspektif al-h}uqu<q di Jalan Pangliam Sudirman
13
2. Manfaat secara praktisi
a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir, dan mengetahui
kemampuan penelitian dalam menerapkan ilmu yang telah diperolehnya.
b. Mencari kesesuaian antara teori yang telah didapatkan dengan praktek
yang diterapkan di lapangan.
c. Hasil dari penelitian dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkaitan
dengan penelitian ini, yaitu mengenai penerapan alih fungsi trotoar oleh
pedagang kaki lima (PKL) dalam perspektif al-h}uqu<q di Jalan Panglima
Sudirman Gresik.
G.Definisi Operasional
Definisi operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini, sebagai
kata kuncinya antara lain sebagai berikut :
1. Alih fungsi trotoar
Dalam hal ini trotoar merupakan fasilitas umum yang disediakn oleh
pemerintah untu para pejalan kaki. Namun dalam masalah ini sepanjang
trotoar di Jalan Panglima Sudirman Gresik digunakan oleh pedagang kaki
lima (PKL) untuk berjualan.
2. Pedagang Kaki Lima (PKL)
Dalam hal ini Pedagang Kaki Lima (PKL) menggunakan fasilitas
umum yang harusnya digunakan untuk kepentingan bersama melainkan
14
3. Al-H{uqu<q
Dalam kasus ini pedagang kaki lima (PKL) hanya menggunakan
trotoar tersebut untuk mendapatkan hasil. Jadi pedagang kaki lima (PKL)
tersebut hanya mengambil manfaat dari trotoar tersebut. Dimana al-h}uqu<q
juga terdapat berabagai macam hak salah satunya yang sesuai dengan kasus
ini adalah h}aq al-intifa> dimana pedagang kaki lima (PKL) hanya
memanfaatkan hak gunanya tapi tidak sampai memiliki.
H.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah metode penelitian kualitatif. Adapun dalam metode penelitian yang
digunakan yaitu:
1. Data yang dikumpulkan
Data adalah bahan keterangan tentang seuatu objek uraian-uraian,
bahkan dapat berupa cerita pendek.17 Data yang dapat dikumpulkan oleh
peneliti dalam penelitian ini, diantaranya adalah:
a. Data primer
1) Alih fungsi trotoar.
2) Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam memanfaatkan trotoar .
3) Asal-usul keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL).
4) Pendapat masyarakat tentang keberadaan Pedagang Kaki Lima
(PKL).
17
15
5) Motif Pedagang Kaki Lima (PKL) memanfaatkan trotoar.
b. Data sekunder
1) Teori hak-hak kebendaan dalam Islam.
2) Konsep hak-hak kepemilikan dalam Islam.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, antara
lain sebagai berikut:
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber data yang dibutuhkan untuk
memperoleh data-data yang berkaitan langsung dengan objek penelitian,
data primer disini diambil dari beberapa informan kunci, sedangkan
yang dimaksud informan kunci adalah partisipan yang karena
kedudukannya dalam komunitas memiliki pengetahuan khusus mengenai
orang lain, poses, maupun peristiwa secara lebih luas dan terinci
dibandingkan orang lain.18 Ada tiga pihak yang terlibat dalam penelitian
ini antara lain:
1) Pedagang Kakil Lima (PKL) selaku pihak yang menggunakan
fasilitas umum untuk berjualan.
2) Tukang parkir selaku pihak yang menerima uang dari pedagang untuk
biaya keamanan.
3) Kelurahan Sidomoro selaku pihak yang berwenang atas wilayah di
Jalan Panglima Sudirman Gresik.
16
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk
maksud selain menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini
dapat ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi
sumber data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal, serta situs di
internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.19 Buku yang
digunakan, antara lain:
1) Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
2) Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, Yogyakarta: UII
Press, 2000.
3) Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001.
4) Abdul Majid, Pokok-Pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan
dalam Islam, Bandung: IAIN SGD, 1986.
5) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 13, Bandung: PT.Al Ma’arif, 1987.
6) Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers,
2013.
7) Umar Husein, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2005.
8) Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia, 2012.
19 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009 Cet.
17
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan bagian yang penting dalam sebuah
penelitian. Subjek dipilih oleh peneliti dan dianggap memiliki kredibilitas
untuk menjawab dan memberikan informasi dan data kepada peneliti yang
sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun
subjek penelitian ini adalah para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan
di sepanjang trotoar di jalan tersebut.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Metode observasi data pengamatan ini merupakan strategi
pengumpulan data mengenai apa yang mereka lakukan dan benda-benda
apa saja yang mereka buat dan gunakan dalam kehidupan mereka.20
b. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan agar mendapatkan
informasi dan data lapangan secara langsung dari responden yang
dianggap valid atau tidak dari dokumentasi. Wawancara merupakan
sebuah percakapan antara dua orang atau lebih, yang pertanyaanya
diajukan oleh peneliti kepada subjek penelitian untuk dijawab.21
Wawancara akan dilakukan dengan narasumber para pedagang
kaki lima.
20
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), 58.
21
18
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan proses melihat kembali data-data dari
dokumentasi berupa segala macam bentuk informasi yang berhubungan
dengan penelitian yang dimaksud dalam bentuk tertulis atau rekaman
suara. Pengumpulan data dokumen merupakan metode yang digunakan
peneliti untuk menelusuri data historis yang berisi sejumlah fakta yang
berbetuk dokumen, hal ini sebagai pelengkap data penelitian, data
sebagai penunjang dari hasil wawancara dan observasi.
Dalam teknik ini, peneliti mendapatkan data-data yang berupa
dokumentasi seperti foto, video, rekaman hasil wawancara dan
dokumen-dokumen yang ada sebagai kelengkapan penelitian ini.
5. Teknik Pengolahan Data
Adapun untuk menganalisa data-data dalam penelitian ini, penulis
melakukan hal-hal berikut:
a. Editing, merupakan salah satu upaya untuk memeriksa kelengkapan
data yang dikumpulkan. Teknik ini digunakan untuk meneliti
kembalai data-data yang diperoleh.22 Hal tersebut dilakukan untuk
memeriksa kembali data-data tentang teknik sewa tanpa penerapan
tarif harga sewa di Jalan Panglima Sudirman Gresik.
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber sedemikian
rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan
22
19
rumusan masalah, serta mengelompokan data yang diperoleh.23 Serta
yaitu menyusun sistematika data proses awal hingga akhir tentang
proses akad sewa lahan sampai pendapatan sewa lahan yang tanpa
penetapan tarif harga sewa di Jalan Panglima Sudirman Gresik.
c. Analizing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil
editing dan organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber
penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya sehingga
diperoleh kesimpulan.24 Analisis dimulai dari pihak pedagang
mendapatkan lapak untuk berjualan hingga membayar harga sewa
tempat sesuai pendapatan yang didapat oleh pedagang yang dilakukan
oleh tukang parkir Panglima Sudirman Gresik dan diseusaikan dengan
perspektif hukum Islam terhadap praktik alih fungsi tanah di Jalan
Panglima Sudirman Gresik.
6. Teknik Analisis Data
Penulis dalam menganalisis data yang telah diperoleh menggunakan
metode deskriptif analisis dengan alur induktif dimana penulis akan
mendeskripsikan praktek alih fugsi trotoar oleh Pedagang Kaki Lima (PKL)
dalam perspektif al- h}uqu<q. Metode yang mengungkapkan teori-teori diawal
dan selanjutnya mengungkapkan kenyataan yang bersifat khusus dari hasil
pengamatan serta penelitian. Penulis akan menjelaskan terlebih dahulu
berbagai hal mengenai konsep alih fungsi tanah. Setelah menjelaskan
20
konsep-konsep akan dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi
di lapangan.
I. Sistematika Pembahasan
Karya tulis ilmiah ini terdiri dari lima bab, sistematika
masing-masing bab sesuai dengan urutan sebagai berikut:
Bab pertama, penulis membahas latar belakang, identifikasi dan
batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, definisi operasional, serta metode penelitian yang
digunakan dalam memeperoleh data yang diperlukan dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua, berisi pengertian-pengertian teoritis, antara lain:
pengertian perspektif hukum islam, pengertian al- h}uqu<q, dasar hukum al-
h}uqu<q, rukun dan syarat al- h}uqu<q, macam-macam al- h}uqu<q. Selain
pengertian-pengertian teoritis bab ini juga membahas penerapan al- h}uqu<q
secara teoritis.
Bab ketiga, akan membahas hasil penemuan tentang pedagang di
sepanjang Jalan Panglima Sudirman Gresik yang berisi tentang gambaran
umum pedagang di sepanjang Jalan Panglima Sudirman Gresik, mekanisme
alih fungsi trotoar, dan penyelesaian masalah.
Bab keempat, penulis akan membahas mengenai prosedur al- h}uqu<q,
21
dengan sewa alih fungsi trotoar yang dilakukan di Jalan Panglima Sudirman
Gresik.
Bab kelima, merupakan akhir dari penelitian yang berisikan tentang
BAB II
TEORI AL-H{UQU<Q
A.Pengertian Al- H{uqu<q
Secara etimologi, kata hak berasal dari bahasa Arab “h}aq” yang
mempunyai berbagai pengetian dan makna yang berbeda. Pengertian hak
antara lain bermakna ‘kepastian’ atau ‘ketetapan’ atau ‘kebenaran. Pengertian
hak, secara terminologi atau syariah, diungkapkan oleh Zuhaily dengan
mengemukakan pendapat para ulama. Pendapat lain dikemukakan oleh
Suhendi bahwa secara umum, hak ialah sesuatu ketentuan yang digunakan
oleh syariah untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum. Hak
milik, menurut Majid, didefinisikan sebagai kekhususan bagi pemilik suatu
barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas yang bertujuan untuk
mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i. 25
Menurut bahasa artinya sesuatu yang berada dalam kekuasaannya,
sedang milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau barang yang secara
hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan
untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain. Menjaga dan
mempertahankan hak milik hukumnya wajib, sebagaimana sabda Rasulullah
SAW :
َنوُد َلِتُق ْنَم
ٌديِهَش َوُهَ ف ِهِلاَم
25Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,
23
Artinya:
Siapa yang terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid. (HR.
Bukhari)26
Dalam terminologi fiqh terdapat beberapa pengertian al-haqq yang
dikemukakan oleh para ulama fiqh, diantaranya menurut:
1. Wahbah al-Zuhaily:27
ُمْكَُْْأ
ِباَثلا
اًعْرَش ُت
Artinya: “Suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara”.
2. Menurut Syeikh Ali al-Kalif:28
اًعْرَش ٌةقِحَتْسُم ٌةَحَلْصَم
Artinya :“Kemaslahatan yang diperoleh secara syara”.
3. Mustafa Ahmad al-Zarqa’29 mendefinisikannya dengan:
ْخِا
ُعْرشلا ِهِبُرِرَقُ ي ٌصاَصِت
ًةَطْلُس
Artinya : “Kekhususan yang ditetapkan syara’atas suatu kekuasaan”.
4. Ibnu Nujaim30 mendefinisikannya lebih singkat dengan:
ٌزِئاَح ٌصاَصِتْخِا
“Suatu kekhususan yang terlindung”.
Artinya, benda yang dikhususkan kepada seseorang itu sepenuhnya
berada dalam penguasaanya, sehingga orang lain tidak boleh bertindak dan
memanfaatkannya. Pemilik harta bebas untuk bertindak hukum terhadap
26Imam Buhkari, Kitab Perbuatan-perbuatan Dhalim dan Merampok, Hadist No. 2300, (Lidwah
Pustaka i-Software-Kitab Sembilan Imam).
27 Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), juz 4, 8. 28 Syeikh Ali al-Khalif, Al-Haqq wa al-Zimmah, (Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi, 1976), 36. 29 Mustafa Ahmad al-Zarqa’, Al-Madkhal al-Fiqh al-‘Am>, jilid III, 10.
24
hartanya, seperti jual beli, hibah, wakaf dan meminjamkannya kepada orang
lain, selama tidak ada halangan dari syara’. Contoh halangan syara’ antara lain
orang itu belum cakap bertindak hukum, misalnya anak kecil, orang gila, atau
kecakapan hukumnya hilang, seperti orang yang jatuh pailit, sehingga dalam
hal-hal tertentu mereka tidak dapat bertindak hukum terhadap miliknya
sendiri.31
Para fukaha berpendapat bahwa hak merupakan imbangan dari benda
(a’yan ), sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa hak bukanlah
harta.32
Pendapat lain dikemukakan oleh Suhendi bahwa secara umum, hak ialah
sesuatu ketentuan yang digunakan oleh syariah untuk menetapkan suatu
kekuasaan atau beban hukum. Ada juga hak didefinisikan sebagai kekuasaan
mengenai sesuatu atau sesuatu yang wajib dari sesorang kepada yang
lainnya.33
Istilah milik berasal dari bahasa Arab yaitu milk. Dalam Kamus
Almunjid dikemukakan bahwa kata-kata yang bersamaan artinya dengan milk
(yang dikemukakan berakar dari kata kerja malaka) adalah malkan, milkan,
malakatan, mamlakatan, mamlikatan, dan manlukatan. Menurut Hasbi Ash
Shiddieqy milik dalam lughah (arti bahasa) dapat diartikan memiliki sesuatu
dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya. Menurut istilah, milik dapat
didefinisikan, “Suatu ikhtisas yang menghalangi yang lain, menurut syariat,
31 Mustafa Ahmad al-Zarqa’, Al-Madkhal al-Fiqh..., jilid I, 241.
25
yang membenarkan pemilik ikthisas itu bertindak terhadap barang miliknya
sekehandaknya, kecuali ada penghalang.”
Kata menghalangi dalam definisi di atas maksudnya adaah sesuatu yang
mencegah orang yang bukan pemilik sesuatu barang atau
mempergunakan/memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujuan terlebih
dahulu dari pemiliknya. Sebaiknya, pengertian penghalang adalah sesuatu
ketentuan yang mencegah pemilik untuk bertindak terhadap harta miliknya.
Hak milik, menurut Madjid didefinisikan sebagai kekhususan bagi
pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas yang
bertujuan untuk mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syari’.34
Berdasarkan definisi milik tersebut, kiranya dapat dibedakan antara hak
dan milik, untuk lebih jelas dicontohkan sebagai berikut; seorang pengampu
berhak menggunakan harta orang yang berada di bawah ampuannya,
pengampu punya hak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah
orang yang berada di bawah ampuannya. Dengan kata lain dapat dikatakan
“tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan tidak semua yang
punya hak penggunaan dapat memiliki”.35
B.Dasar Hukum Al- H{uqu<q
Pemilikan pribadi dalam pandangan Islam tidaklah bersifat
mutlak/absolute (bebas tanpa kendali dan batas). Sebab di dalam Islam
34 Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqh Mumalah dan Hukum Kebendaan Dalam Islam, (Bandung;
IAIN Sunan Gunung Jati, 1986), 36.
26
ketentuan hukum dijumpai beberapa batasan dan kendali yang tidak boleh
dikesampingkan oleh seorang muslim dalam pengelolaan dan pemanfaatan
harta benda miliknya. Untuk itu dapat disebutkan prinsip dasarnya, yaitu:36
1. Pada hakikatnya individu hanya wakil masyarakat : prinsip ini menekankan
bahwa sesungguhnya individu hanya wakil masyarakat yang diserahi
amanah. Pemilikan atas harta benda tersebut hanyalah bersifat sebagai
“uang belanja”. Dalam hal ini ia mempunyai sifat hak kepemilikan yang
lebih besar dibanding anggota masyarakat lainnya. Sesungguhnya
keseluruhan harta benda tersebut, secara umum adalah milik masyarakat.
Masyarakat diserahi tugas oleh Allah untuk mengurus harta tersebut.
Sedangkan yang memiliki harta secara mutlak tersebut ialah Allah firman
Allah :
ٓ ا ه ِ اَء
ِٓٓبٱ
ِّٓ
ٓ
ِِٓل هسَرَو
ۦٓ
َٓفِٓۖ يِ ٓ َيِف
َ ۡ َتۡس ٓ هكَ َعَجٓا ِ ٓ ا هقِفَأَو
ٱ
َٓ يِِ
ٓ
َٓرِب
َكَٓ ۡجَأٓۡ ه َلٓ ا هقَفَأَوٓۡ هك ِ ٓ ا ه َ اَء
ٓ
ٓ
Artinya: berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar (QS. Al-Hadiid: 7).37
2. Harta benda tidak boleh hanya berada di tangan pribadi (sekelompok)
anggota msyarakat : prinsip ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan
dan kestabilan dalam masyarakat. Ketidakbolehan penumpukan harta ini
didasarkan pada ketentuan :
36 K. Lubis Suharwadi, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 5.
37Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud, Al-Qur’an dan Terjemah, ( Arab Saudi: Khadim
27
ٓكآ
َٓءكاَف
َ
أ
ٱ
ٓهّ
ٓ
ِِٓل هسَرٓ ٰ
َ َل
ۦٓ
ٓ ِ ۡ
َ
أٓ ۡ ِ
ٱ
ٰٓىَ هقۡ
ٓ
ٓيِ َِِوٓ ِل هس ِلَوِٓ ِ َف
ٱ
َٰٓبۡ هقۡ
ٓ
َٓوٱ
ٰٓ َمٰ َتَ
ۡ
ۡ
َٓٓو
ٱ
ِٓيِ ٰ َسَ
ۡ
ل
َٓٓو
ٱ
ِٓ ۡب
ٓٱ
ِٓ يِبسل
ٓ
ٓ َ ۡيَبَٓۢ وهدٓ َن هكَيٓ
َٓۡ
َ
َ
َ
ٱ
ِٓۡغ
َ ۡ
ۡ
ِٓءكاَي
ٓ
ٓ ه هكٰىَتاَءٓكاَ َوٓۚۡ هك ِ
ٱ
ٓهل هس ل
ٓ
ٓههوه ه َف
اَ َو
ٓ
َٓفٓه ۡ َعٓ ۡ هكٰىَ َن
ٱ
ٓۚ ا ه َت
َٓٓو
ٱ
ٓ ا هقت
ٓ
ٱ
ٓهَّ
ٓ
ٓنِإ
ٱ
َّٓ
ٓ
ٓه يِ َش
ٱ
ِٓباَقِع
ۡ
ٓ
ٓ
ٓ
Artinya: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang-orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr: 7).38
Pengaturan kepemilikan dalam Islam bertujuan untuk memberikan
perlindungan agar tidak terjadi persoalan yang mendasar, yaitu penguasaan
harta oleh seseorang secara berlebihan dan menjadikannya tak terbatas
sebagaimana firman Allah:
ٓ
ٓنِإٓك َل
ٱ
َٓ ٰ َسنِ
ۡ
ۡ
ٓ
ٓٓ ََ ۡطَ َۡ
ٓ
ن
َ
أ
ٓ
ٓههاَءر
ٱ
ٓٓ َنۡغَتۡس
ٓ
ٓ
ٓ
Artinya: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,karena Dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-‘Alaq: 6-7).39
Kepemilikan dalam Islam dibagi menjadi dua macam, yaitu
kepemilikan umum dan kepemilikan khusus.40 Kepemilikan umum atau
kepemilikan negara sebagai kepemilikan yang nilai gunanya berkaitan
dengan semua kewajiban negara terhadap rakyatnya, termasuk bagi
38 Ibid, 916.
39 Ibid, 1079.
40 Abdullah Abdul Husein at-Tariqi, Ekonomi Islam, Prinsip, Dasar, dan Tujuan, (Yogyakarta:
28
kelompok non-muslim. Kepemilikan umum tidak terlepas dari nilai guna
terhadap benda-benda yang ada bagi kepentingan semua orang tanpa
diskriminatif dan memang ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan
sosial. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
pasal 1 ayat (1) jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu
lintas, dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta
pengelolaannya. Sarana umum yang tergolong dalam jenis kepemilikan
umum merupakan kebutuhan pokok masyarakat, apabila hal tersebut
tidak terpenuhi maka akan menimbulkan perpecahan dan persengketaan.
Dijelaskan juga dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 03
Tahun 200341 tentang ijin penempatan dan pembinaan pedagang lima
pada bab IV pasal 5 ayat (2) dikecualikan sebagai objek retribusi adalah
Pedagang keliling, asongan, dan pedagang di pinggir jalan dan pasal 5
ayat (4) hal yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dapat dikenakan retribusi apabila tidak mengganggu lalu lintas dan
keamaan lingkungan. Diantara hal penting yang berkaitan dengan tujuan
itu adalah pelayanan yang mempunyai fungsi sosial harus dimiliki secara
kolektif oleh semua manusia, baik yang tergolong kebutuhan primer
maupun jenis kebutuhan lain, Rasullullah bersabda :
ِرانلاَو َََِكْلاَو ِءاَمْلا ٍث َََث ِف ُءاَكَرُش َنوُمِلْسُمْلا
41 www.storage/emulted/0/Download/KAB_GRESIK_3_2003.pdf, diakses pada tanggal 01 juni
29
Artinya: “Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal, yaitu air, rumput dan api” (HR. Ahmad dan Abu Daud).42
C.Rukun Hak
Para ulama fikih mengemukakan bahwa rukun hak itu ada dua yaitu,
pemilik hak (orang yang berhak) dan objek hak, baik seuatu yang bersifat
materi maupun utang. Yang menjadi pemilik hak, dalam pandangan syariat
Islam adalah Allah swt, baik yang menyangkut hak-hak keagamaan, hak-hak
pribadi, atau hak-hak secara hukum, seperti perserikatan, yayasan, yang dalam
istilah fikih disebut dengan asy-syaqshiyyah al-i’tibariyyah. Seorang manusia,
menurut ketetapan syara’, telah memiliki hak-hak pribadi sejak ia masih janin
dan hak-hak itu dapat dimanfaatkannya dengan penuh apabila janin lahir ke
dunia dengan selamat. Hak-hak pribadi yang diberikan Allah ini akan habis
dengan wafatnya pemilik hak.43
D.Macam-Macam dan Jenis Al- H{uqu<q
Dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
ma>l dan ghair ma>l. H}aq ma>l ialah sesuatu yang berpautan dengan harta,
seperti pemilikan benda-benda atau utang-utang. H}aq ghair ma>l terbagi
kepada dua bagian, yaitu h}aq syakhshi, dan h}aq ‘aini. Sesuatu tuntutan yang
ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap orang lain. H}aq‘aini ialah hak orang
42Imam Ahmad, Kitab
Hadits-hadits Beberapa Orang Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, Hadist No. 22004, (Lidwah Pustaka i-Software-Kitab Sembilan Imam).
30
dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua. H}aq ‘aini ada dua
macam; ashli dan thab’i. H}aq‘aini ashli ialah adanya wujud benda tertentu dan
adanya shahub al-haq seperti h}aq milkiyah dan h}aq irtifaq.44 Macam-macam
h}aq ‘aini ialah sebagai berikut:
1. H{aq al-milkiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah.
Boleh dia memiliki,menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya,
merusakkannya, dan membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan
kesulitan bagi orang lain.
2. H{aq al-intifa’ ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan
hasilnya. Haq al-Isti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al Istighal
(mencari hasil), misalnya rumah yang diwakafkan untuk didiami. Si
mauquf ‘alaih hanya boleh mendiami, ia tidak boleh mencari keuntungan
dari rumah itu.
3. H{aq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu
kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun
pertama. Misalnya saudara Ibrahim memiliki sawah di sebelahnya sawah
saudara Ahmad. Air dari selokan dialirkan ke sawah saudara Ibrahim.
Sawah Tuan Ahmad pun membutuhkan air. Air dari sawah saudara Ibrahim
dialirkan ke sawah Tuan Ahmad dan air tersebut bukan milik saudara
Ibrahim.
4. H{aq al-istihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn
menimbulkan hak ‘aini bagi murtahin, hak itu berkaitan dengan harga
31
barang yang digadaikan, tidak berkaitan dengan zakat benda, karena rahn
hanya jaminan belaka.
5. H{aq al-ihtibas ialah hak menahan sesuatu benda. Hak menahan barang
(benda) seperti hak multaqith (yang menemukan barang) menahan benda
luqathah.
6. H{aq qarar (menetap) atas tanah wakaf, yang termasuk hak menetap atas
tanah wakaf.
7. H{aq al-muru>r ialah hak seseorang untuk sampai kerumahnya dengan
melewati lahan orang lain, baik lahan itu milik umum atau milik pribadi.
8. H{aq ta’alli ialah hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas
bangunan orang lain.
9. H{aq al-jiwar ialah hak hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya
batas-batas tempat tinggal, yaitu hak hak untuk mencegah pemilik uqar
dari menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.
10. H{aq syafah atau h{aq syurb ialah kebutuhan manusia terhadap air untuk
diminum sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan
rumah tangganya.45
Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang jenis-jenis hak milik dalam
pandangan Islam, perlu dikemukakan, “Islam menetapkan kepemilikan hanya
bisa ada dengan wewenang dari pembuat syariat, yang diserahi mengurus
urusan-urusan masyarakat. Pada hakikatnya, pembuat syariat itulah yang
32
memberikan harta milik kepada manusia dengan pengaturannya melalui
syariat.”
Untuk itu, Muhammad Abu Zahrah dalam Sayyid Qutbh
mengemukakan, “Dalam artian, yakni bahwa pemilikan hanya bisa ada dengan
ketetapan dari pembuat syariat (pembuat undang-undang) adalah sesuatu yang
telah disepakati oleh para ulama fikih. Sebab semua hak, termasuk hak
pemilikan, tidak bisa ada kecuali dengan adanya pengukuhan atasnya dari
pembuat syariat, dan ketetapannya atas sebab-sebab pemilikan tersebut. Oleh
sebab itu, hak tersebut tidaklah timbul dari sifat-sifat benda-benda itu sendiri,
tetapi dari izin pembuat syariat yang menjadikannya memerlukan dasar-dasar
syariat.”
E. Konsep Kepemilikan Dalam Islam
1. Pengertian Kepemilikan
Secara etimologis, kepemilikan dalam bahasa Arab adalah
milkun yang berarti milik atau kepemilikan. Menurut Zuhaily,46
kepemilikan bermakna pemilikan manusia atas suatu harta atau
kewenangan untuk bertransaksi secara bebas terhadapnya. Menurut ulama
fikih, kepemilikan adalah keistimewaan atas suatu benda yang
menghalangi pihak lain bertindak atasnya dan memungkinkan
kepemilikannya untuk bertransaksi secara langsung di atasnya selama
tidak ada halangan syariah.
33
Menurut Majid, kepemilikan didefinisikan sebagai kekhususan
terdapat pemilik suatu barang menurut syariah untuk bertindak secara
bebas yang bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada
penghalang syar’i. Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah
menurut syariah, orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut,
baik akan dijual maupun akan digadaikan, baik dia sendiri maupu
perantara orang lain.47
Namun, ada barang yang tidak dapat dimiliki kecuali dibenarkan
oleh syariah, seperti harta yang telah diwakafkan dan aset-aset baitull
ma>l. Harta yang diwakafkan tidak boleh dijualbelikan atau dihibahkan,
kecuali sudah rusak atau biaya perawatannya lebih mahal daripada
penghasilannya. Dalam hal ini, pengadilan atau pemerintah boleh
memberikan izin untuk mentransaksikan harta tersebut.
2. Dasar Hukum Kepemilikan
Kalau ditinjau bahwa semua harta adalah milik Allah maka
tangan manusia adalah tangan suruhan untuk jadi khalifah dalam
mempergunakan dan mengatur harta itu. Hak menjadi khalifah Allah
dalam harta disimpulkan dari pengertian hak khalifah umum yang
diperuntukkan bagi manusia, sesuai dengan firman-Nya di bawah ini:
47 Abdul Majid, Pokok-Pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam, (Bandung:
34
ٓ ا ه ِ اَء
ِٓٓبٱ
ِّٓ
ٓ
ِِٓل هسَرَو
ۦٓ
ٓهقِف
َ
أَو
ِٓۖ يِ ٓ َيِف
َ ۡ َتۡس ٓ هكَ َعَجٓا ِ ٓ ا
َٓفٱ
َٓ يِِ
ٓ
َٓرِب
َكَٓ ۡجَأٓۡ ه َلٓ ا هقَفَأَوٓۡ هك ِ ٓ ا ه َ اَء
ٓ
ٓ
a) “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid: [57]: 7)48
ٓۡ هت
َ ٓ َه
ٓ
ِٓ يِبَسٓ ِِٓ
ا هقِف هَِِٓنۡ َعۡ هتِٓءك ََه ٓ َه
ٱ
ِّٓ
ٓ
ٓهك ِ َف
ٓه ه َ ۡبَ ٓ ٓ
ِٓ ِسۡفنٓ َعٓ ه َ ۡبَ ٓاَ نِ َفٓ
ۡ َ ۡبَ ٓ َ َو
ٓۚۦٓ
َٓوٱ
ٓهّ
ٓٱ
ٓ ِنَغ
ۡ
ٓ
ٓ ه هت
َ
أَو
ٱ
ٓۚهء
كاَ َقهفۡ
ٓ
ٓهكَيٓ
َٓ ه ٓۡ هكَ ۡرَ ٓاً ۡ َقٓ
َ
لِ ۡبَت ۡسَيٓ
ۡ
اۡ َ َتَتٓنِ
ٓ اك هٓ
ٓ هكَ ٰ َ ۡ
َ
أ
٨
ٓ
ٓ
b) “Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri dan Allahlah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.” (QS. Muhammad [47]: 38).49
3. Klasifikasi Kepemilikan
a) Kepemilikan Individu (private property/milkiyyah al-fardiyyah)
Tentang akuisisi hak milik secara individual. Ibnu Taimiyah secara
sederhana menjelaskan dengan rinci untuk kepentingan yang dibenarkan
oleh syariat. Setiap individu memiliki hak untuk menikmati hak
miliknya. Menggunakan secara produktif, memindahkannya dan
melindungi dari pemubadziran. Akan tetapi hak tersebut dibatasi oleh
35
sejumlah limitasi diantaranya: ia tak boleh menggunakannya dengan
tabdzhir, tidak boleh menggunakannya dengan semena-mena dan tidak
boleh bermewah-mewahan. Dalam transaksi, ia tidak boleh
menggunakan pemalsuan, penipuan dan curang dalam timbangan. Juga
dilarang mengeksploitasi orang-orang yang membutuhkan dengan cara
menimbun barang, dan lain sebagainya.50
Doktrin Ibnu Tamiyah menunjukkan bahwa ia cenderung
menghargai hak milik atas kekayaan yang berfungsi sosial . Ketika
seseorang individu tidak melakukan kewajiban sosial atas hak miliknya,
maka negara berhak melakukan intervensi atas hak milik pribadi
individu tersebut.51
Bahwa dalam al-Milk at-Tamm seseorang bertindak terhadap
miliknya tanpa harus minta izin kepada siapapun. Ciri-ciri al-Milk
at-Tamm sebagai berikut:52
1) Sejak awal pemilikan terhadap materi dan terhadap manfaat harta itu
bersifat sempurna.
2) Pemilikannya tidak didahului oleh sesuatu yang dimiliki sebelmunya,
artinya materidan manfaatnya sudah ada sejak pemilikan benda itu.
3) Pemilik tidak dibatasi waktu.
4) Pemilikannya tidak boleh digugurkan.
50 A. A. Islahi, Konsep Ekonomi..., 137. 51 Ibid, 138.
36
5) Apabila hak milik itu kepunyaan bersama maka masing-masing orang
dilarang bebas menggunakan miliknya itu.
Adanya wewenang kepada manusia untuk membelanjakan,
menafkahkan, dan melakukan berbagai bentuk transaksi atas harta yang
dimiliki seperti, menjual, menggadaikan, menyewakan, menghibahkan,
mewasiatkan, dan lain-lain juga merupakan bukti diakuinya kepemilikan
individu.53
Berkaitan dengan kepemilikan individu ini, Allah SWT telah
memberikan izin kepada tiap-tiap individu untuk memiliki beberapa
jenis harta, semisal rumah, sawah, atau sapi, sekaligus melarang
memiliki beberapa jenis harta lainnya, seperti minuman keras atau babi.
Allah SWT juga memberikan izin terhadap beberapa transaksi berkaitan
dengan harta, seperti perdagangan atau sewa-menyewa dan melarang
beberapa bentuk transaksi lainnya seperti riba atau perjudian.54
Islam menegaskan bahwa tidak ada kontradiksi antara individu
dan masyarakat. Oleh sebab itu, antara kemaslahatan individu dan
kemaslahatan masyarakat tidak perlu saling dibenturkan. Sebaliknya,
Islam memandang bahwa indvidu dan masyarakat saling menopang
antara satu sama lain, karena manusia pada dasarnya selalu hidup
sebagai individu sekaligus masyarakat; ia membutuhkan kedua dimensi
37
tersebut.55 Hak milik individu adalah hak syara’ untuk seseorang
sehingga orang tersebut boleh memiliki kekayaan yang bergerak maupun
kekayaan yang tidak bergerak. Hak milik individu ini, di samping
masalah kegunaanya yang tentu memiliki nilai finansial sebagaimana
telah ditentukan oleh syara’, juga merupakan otoritas yang diberikan
kepada seseorang yang mengelola kekayaan yang menjadi hak miliknya.
Oleh sebab itu, wajar kalau pemabatasan hak milik tersebut mengikuti
ketentuan perintah dan larangan Allah swt.
Islam telah meletakkan hukum-hukum yang mengatur perilaku dan
sikap pemilik harta individu dalam harta benda dan kekayaanya, dan
dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan harta benda,
penjagaannya, dan pemeliharaannya dari kehilangan dan kemusanahan,
kepemilikan dan kekayaan harus terus beredar secara adil dan luas
kepada seluruh manusia sehingga Islam mengharamkan atas orang kaya
meminta dan mengambil harta benda dari pengumpulan, melainkan
hanya dalam kondisi-kondisi pengecualian. Walaupun syariah
membolehkannya mengambil sumbangan-sumbangan lain yang
dihadiahkan kepadanya, tetapi sebaiknya dia bersikap ‘iffah dan
menahan diri untuk mengutamakan orang lain yang lebih
membutuhkannya.
Meskipun Islam mengakui hak kepemilikan individu, namun pada
saat bersamaan Islam juga mengakui hak kepemilikan kolektif. Hak
38
kepemilikan kolektif dimaksud adalah harta kekayaan yang secara
khusus digunakan untuk kemaslahatan umum. Ia berbeda dengan
kepemilikan individu yang pemanfaatannya hanya diarahkan pada
kepentingan pribadi tertentu.56 Kepemilikan kolektif terkait dengan
kepentingan umum dan hajat orang banyak dalam hal sumber kekayaan
utama yang ada dalam suatu negara.57 Oleh sebab itu, ia tidak dapat
dimiliki oleh individu tertentu,namun setiap anggota masyarakat berhak
memanfaatkan sumber-sember kekayaan negara tersebut sesuai dengan
kebutuhan masing-masing.58
b) Kepemilikan Umum (collective property/milkiyyah al-’a@
mmah)
Kepemilikan umum adalah izin syariat kepada suatu komunitas
untuk bersama-sama memanfaatkan benda atau barang, sedangkan
benda yang termasuk kategori kepemilikan umum adalah
benda-benda yang telah dinyatakan oleh syara’ sebagai benda-benda yang
dimiliki komunitas secara bersama-sama dan tidak dikuasai oleh hanya
seorang saja, karena milik umum, maka setiap individu dapat
memanfaatkannya, namun dilarang memilikinya.59
56 Abdul al-Hayy al-Najjar, al-Niza>m al-Ma>li> wa al-iqtisa>di> fi al-Isla>m, 170. 57 Al- Salus, al-Iqtisa>d al-Isla>mi> wa al-Qada>ya al-Fiqhiyyah al-Mu’a>sirah, 42. 58 Shalih Humaid al-Ali,‘Ana>sir al-Inta>j fî al-Iqtisa>d al-Isa>mi>, 78.
39
Dari pengertian diatas maka benda-benda yang termasuk dalam
kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga:60
1) Fasilitas Umum
Fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai
kepentingan manusia secara umum. Jika, barang tersebut tidak ada di
tengah masyarakat akan menyebabkan kesulitan dan dapat
menimbulkan persengketaan dalam mendapatkannya.
Bentuk kepemilikan umum, tidak hanya terbatas pada tiga
macam, benda tersebut saja melainkan juga mencakup segala sesuatu
yang diperlukan oleh masyarakat dan jika tidak terpenuhi, dapat
menyebabkan perpecahan dan persengketaan. Hal ini disebabkan
karena adanya indikasial-shari’ yang terkait dengan masalah ini
memandang bahwa benda-benda tersebut dikategorikan sebagai
kepemilikan umum karena sifat tertentu yang terdapat didalamnya
sehingga dikategorikan sebagai kepemilikan umum. Sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 25 ayat (1) setiap jalan yang digunakan untuk
lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa:
fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat.61
Tiga macam benda tersebut yaitu, air yang masih belum
diambil baik yang keluar dari mata air, sumur maupun yang mengalir
di sungai atau danau bukan air yang dimiliki oleh perorangan di
60Taqiyuddin an-Nabhani, Sistem Ekonomi..., 66.
61www.fikihkontemporer.com/2013/02/hukum-berjualan-dipinggir-jalan-dan.html?m=1, diakses
40
rumahnya. Adapun al-kala’ adalah padang rumput, baik rumput basah
atau hijau maupun rumput kering yang tumbuh di tanah, gunung, atau
aliran sungai yang tidak ada pemiliknya. Sedangkan yang dimaksud
dengan an-nar adalah bahan bakar dan segala sesuatu yang terkait
dengannya, termasuk di dalamnya adalah kayu bakar. Seperti hadits
berikut ini:
اَنَ ثدَح ٍديِعَس ُنْب ِهللا ُدْبَع اَنَ ثدَح
ِماوَعْلا ْنَع ِِاَبْيشلا ٍبَشْوَح ِنْب ِشاَرِخ ُنْب ِهللا ُدْبَع
َملَسَو ِهْيَلَع ُهللا ىلَص ِهللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ٍسابَع ِنْبا ْنَع ٍدِاَُُ ْنَع ٍبَشْوَح ِنْب
نلاَو َََِكْلاَو ِءاَمْلا ِف ٍث َََث ِف ُءاَكَرُش َنوُمِلْسُمْلا
ِِْعَ ي ٍديِعَس وُبَأ َلاَق ٌماَرَح ُهُنََََو ِرا
َيِراَْْا َءاَمْلا
Artinya : telah meneceritakan kepada kami Abdullah bin Sa’id berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Khirasy bin Hausyab Asy Syaibani dari Al-Awwam bin Hausyab dari Mujahid dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput dan api. Dan harganya adalah haram.” Abu Sa’id berkata, “Yang dimksud adalah air yang mengalir.”(HR. Ibnu Majjah)62
Demikian pula jalan umum, manusia berhak melakukan
aktivitas dan berlalu-lalang di atasnya sehingga pemilikan jalan oleh
individu yang dapat merugikan orang lain yang membutuhkannya
tidak boleh diizinkan oleh penguasa.63 Seperti hadits berikut ini :
62 Ibnu Majjah, KitabHadits-hadits Beberapa Orang Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam,
Hadist No. 2463, (Lidwah Pustaka i-Software-Kitab Sembilan Imam).
41
نَأ ٌدِحاَو ََْعَمْلا ِِ َََقْسَعْلا ِلِكَوَ تُمْلا ُنْب ُدمََُُو يِفَق ثلا ٍديِعَس ُنْب ُةَبْيَ تُ ق اَنَ ثدَح
ْمُهَ ثدَح ِِِرْأَمْلا ٍسْيَ ق ِنْب ََََْ َنْب َدمَُُ
ِنْب ِيَُُ ْنَع َليِحاَرَش ِنْب َةَماََُ ْنَع َِِأ َِِرَ بْخَأ
ََِإ َدَفَو ُهنَأ ٍلاََ ِنْب َضَيْ بَأ ْنَع ِناَدَمْلا ِدْبَع ِنْبا ِلِكَوَ تُمْلا ُنْبا َلاَق ٍَُُْْ ْنَع ٍسْيَ ق
ا ُهَعَطْقَ تْساَف َملَسَو ِهْيَلَع ُهللا ىلَص ِهللا ِلوُسَر
َبِرْأَِِ يِذلا ِلِكَوَ تُمْلا ُنْبا َلاَق َحْلِمْل
ُهَل َتْعَطَق اََِإ ُهَل َتْعَطَق اَم يِرْدَتَأ ِسِلْجَمْلا ْنِم ٌلُجَر َلاَق ََو ْنَأ امَلَ ف ُهَل ُهَعَطَقَ ف
َْلا ْنِم ىَمَُْ امَع ُهَلَأَسَو َلاَق ُهْنِم َعَزَ تْ ناَف َلاَق دِعْلا َءاَمْلا
ٌ اَفِخ ُهْلَ نَ ت َْْ اَم َلاَق ِ اَر
ِنَسَْْا ُنْب ُدمَُُ َلاَق َلاَق ِهللا ِدْبَع ُنْب ُنوُراَ َِِثدَح ِلِبِْْا ُ اَفْخَأ ِلِكَوَ تُمْلا ُنْبا َلاَقَو
ْنُم ُلُكْأَت َلِبِْْا نَأ ِِْعَ ي ِلِبِْْا ُ اَفْخَأ ُهْلَ نَ ت َْْ اَم يِموُزْخَمْلا
اَم ىَمََُْو اَهِسوُءُر ىَهَ ت
ُهَقْوَ ف
42
dapat dicapai kepalanya dan yang di atasnya terlindungi.64 (HR. Abu Daud).
2) Bahan Tambang yang Tidak terbatas
Bahan tambang dapat diklasifikasikan menjadi dua. Pertama:
yang terbatas jumlahnya. Kedua: yang tidak terbatas jumlahnya.
Bahan tambang yang terbatas jumlahnya dapat dimiliki oleh individu.
Adapun bahan tambang yang tidak terbatas jumlahnya termasuk
milik umum dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. Berdasarkan
hukum tersebut setiap tambang yang tidak terbatas jumlahnya adalah
milik umum baik tambang y