42 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian
Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan "apa" (what), analisis wacana lebih melihat pada "bagaimana" (how) dari pesan atau teks komunikasi. Melalui analisis wacana tidak hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks (Sobur, Alex. 2006 : 68).
Analisis wacana berbeda dengan apa yang dilakukan oleh analisis isi kuantitatif, antara lain ; (1). Dalam analisisnya analisis wacana lebih bersifat kualitatif dibandingkan dengan analisis isi yang umumnya kuantitatif. Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks ketimbang penjumlahan unit kategori seperti dalam isi. Dasar dari analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpratif yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti, (2). Analisis isi kuantitatif pada umumnya hanya dapat digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru berpretensi memfokuskan pada pesan
latent (tersembunyi). Begitu banyak teks komunikasi disajikan secara
43 Dalam analisis wacana kritis, wacana disini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa. Pada akhirnya, analisis wacana memang menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk didalamnya praktik kekuasaan. Analisis wacana kritis melihat wacana (pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan) sebagai bentuk dari praktik sosial.
Penulis dalam melakukan penelitian ini akan menggunakan metode analisis wacana kritis, karena analisis wacana kritis dapat menjawab rumusan masalah yang dilontarkan oleh penulis, selain itu mengurangi subyektifitas dari penulis, dimana hasil yang didapat tidak hanya dari interpretasi melainkan melakukan analisis secara teks dan meneliti konteks dari penyampai pesan maupun konteks yang berkembang di masyarakat mengenai etnis Tionghoa.
GAMBAR 3.1. Pendekatan Peneli tian
TEKS SIM BOLISASI KONTEKS
INTERPRETASI
PERSEPSI
SUBYEK Tionghoa)
PREDISPOSISI
PENANDA PETANDA
EKSPRESI
LINGUISTIK
KK
EKSPRESI
44 Teks sebagai penanda disimbolisasikan untuk dapat melihat suatu konteks yang mempengaruhinya, sebagai suatu petanda. Analisis wacana menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama yang membentuk suatu wacana yang dimaknai dan pemaknaan (interpretasi) yang ditawarkan akan mempengaruhi cara berpikir mengenai subyek yakni etnis Tionghoa. Wacana mengenai subyek dibangun dengan predisposisi ekspresi linguistik yang mengacu pada teks secara linguistik, dan ekspresi perilaku sebagai suatu praktik sosial yang mengacu pada konteks seperti konteks historis, konteks kondisi sosial, konteks kekuasaan serta konteks ideologi pada suatu wacana yang dibuat.
3.2. Unit Analisa
Yang menjadi unit analisa adalah teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.
3.3. Unit Amatan
Konstruksi pemberitaan metro xin wen dalam membangun citra etnis tionghoa sebagai bagian dari bangsa Indonesia
3.4. Teknik Analisa Data
Teknik analisis yang digunakan adalah model Van dijk dengan menggabungkan ketiga dimensi wacana kedalam satu kesatuan analisis. Model dari analisis Van Dijk ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.4 Dimensi Wacana Model Van dijk Kont eks
Kognisi sosial
45 Teks Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari teks. Van Dijk memanfaatkan dan mengambil analisis linguistik untuk memaknai teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Kalau digambarkan maka struktur teks adalah sebagi berikut :
Gambar 3.4.1 Al ur Analisis Dimensi Teks
Kognisi Sosial. Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks kita membutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut. Meskipun terlihat bersifat individual, bukan berarti pendekatan Van Dijk bersifat personal dan STRUKTUR
TEKS
STRUKTUR M AKRO
TOPIK Pandangan Kom unikat or t erhadap et nis Tionghoa
SUPER STRUKTUR
ALUR (TEKS)
Kom unikat or m empengaruhi benak khalayak
STRUKTUR
M IKRO Sem ant ik
(Paragraf)
Sint aksis (Kalim at )
St ilistik (Kat a)
Retoris (Kalim at &
Gambar)
Kom unikat or m em akai
bahasa
Srategi W acana & Strat egi
Tekst ual
Ideologi Kom unikat or/
46 mengabaikan faktor sosial. Hal ini karena individu pada dasarnya tidak hidup dalam ruang hampa yang tersendiri, tetapi pemikiran dan penafsirannya banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai atau kepercayaan yang diterimanya sebagai bagian dari anggota suatu komunitas masyarakat, yang dalam hal ini komunitas lingkungan sosialnya bisa diartikan pada lingkungan media yang banyak dipengaruhi oleh ideologi dari media itu sendiri.
Namun dimensi kognisi sosial pandangan Van Dijk dilengkapi oleh dimensi dari Norman Flairclough dengan dimensi discourse practise atau praktik diskursus yang memiliki pandangan bahwa produksi teks juga berhubungan dengan struktur organisasi media secara keseluruhan. Produksi teks berhubungan dengan bagaimana pola dan rutinitas pembentukan berita di meja redaksi. Proses ini melibatkan banyak orang dan banyak tahapan dari wartawan di lapangan, redaktur, editor bahasa sampai bagian pemasaran. Hal ini penting karena dimungkinkan pada satu media dimana posisi wartawan tidak menentukan, ia hanya menjalankan apa yang ditentukan oleh redaktur walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa pola pikir wartawan tersebut sudah banyak dipengaruhi oleh ideologi dari media itu sendiri.
47 sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi, menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini ada dua hal, yaitu praktik kekuasaan, kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok. Analisis wacana memberikan perhatian yang besar pada apa yang disebut sebagai dominasi. Dominasi direproduksi oleh pemberian reproduksi oleh pemeberian akses yang khusus pada satu kelompok dibandingkan kelompok lain (diskriminasi). Ia juga memberi perhatian atas proses produksi lewat legitimasi melalui bentuk kontrol pikiran. Kemudian akses mempengaruhi wacana ,bagaimana akses pada kelompok yang berkuasa dalam menguasai media dan mempengaruhi khalayak.
Gambar 3.4.2 Alur Analisis Media dan Kekuasaan
Kerangka analisis. Baik struktur teks, kognisi sosial, maupun konteks sosial adalah bagian yang integral dalam kerangka Van Dijk. Jika suatu teks mempunyai ideologi tertentu atau kecenderungan pemberitaan tertentu maka itu berarti menandakan dua hal. Pertama, teks tersebut merekfleksikan cara pikir atau ideologi dari media ketika memandang suatu peristiwa atau persoalan. Kedua, teks tersebut merefleksikan pandangan sosial secara umum, skema kognisi masyarakatatas suatu persoalan. Untuk itu diperlukan analisis yang yang luas bukan hanya pada teks tetapi juga kognisi komunikator pesan dan masyarakat. Kalau digambarkan maka skema penelitian dan metode yang bisa dilakukan sebagai berikut :
Penget ahuan M asyarakat Indonesia t erhadap Et nis
Tionghoa Penget ahuan Et nis
Tionghoa t erhadap m asyarakat Indonesia
M edia & Kekuasaan Ideologi M edia
Penget ahuan M asyarakat Kognisi
Sosial
Konteks Baru
48
STRUKTUR METODE
Teks Critical linguistik
Kognisi sosial/praktik diskursus Wawancara mendalam dan news room Analisis sosial Studi pustaka, penelusuran sejarah
Tabel 3.4 Skema Penel it an dan Met ode Van Dijk
3.5. Jenis Data 1. Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian (Kartono, 1991 :25).
49 2. Data Sekunder