• Tidak ada hasil yang ditemukan

Index of /enm/images/dokumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Index of /enm/images/dokumen"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

17 Okt. 2008

1/3

JURUS EMITEN MENAGGULANGI KRISIS GLOBAL

Mas Achmad Daniri

Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance

Langkah pemerintah meminta BUMN untuk membeli kembali (buy back) saham

mereka demi menyelamatkan bursa saham merupakan langkah berbahaya.

Demikian disampaikan pengamat ekonomi Revrison Baswir dalam diskusi bertajuk

“Krisis Finansial di AS dan Eropa berikut dampaknya bagi Indonesia”. Sebagian

pengamat lain meng-amini kebijakan pemerintah mendorong buy back saham BUMN.

Mereka berdalih bahwa kebijakan ini bukan menyelamatkan bursa, namun lebih

kepada kesempatan beli saham murah di saat harga tidak wajar, karena sentimen

pasar dan aksi jual investor asing dan investor margin. Pemerintah bakal untung

karena bisa membeli saham dengan harga sangat murah. Argumen yang juga tak

kalah canggih, buy back penting untuk megirim sinyal positif ke pasar bahwa

pemerintah mampu mengendalikan krisis. Krisis di pasar modal punya dampak yang

mengerikan kalau tidak ditangani secara baik.

Secara hitungan sederhana, kita tahu bahwa transaksi saham di Bursa Efek

Indonesia didominasi oleh investor asing. Bayangkan andaikan semua saham yang

dimiliki investor asing dijual sekaligus ke pasar, maka apa jadinya dengan nilai rupiah

kita jika secara tiba-tiba ada tambahan permintaan US dolar yang demikian sangat

besar. Penurunan nilai rupiah akan berdampak pada inflasi yang tentu saja akan

mempengaruhi kinerja sektor riil. Jadi dengan kata lain kita sudah terlanjur memiliki

pasar modal yang memang masih perlu menggalang dominasi investor lokal yang

rasional dan perlu menambah emiten “blue chip” baik dari sudut kinerja maupun

penerapan GCG. Oleh karena itu, kita mau tak mau harus juga menjaga pasar modal

kita dari gonjang-ganjing krisis ekonomi global. Tidak benar bahwa kita tidak perlu

memperhatikan pasar modal, atau dengan bahasa lain kita harus dapat

mengendalikan dampak negatif pasar modal terdahap sektor riil.

Lalu bagaimana seharusnya jurus emiten termasuk BUMN dalam berpartisipasi

menangkis krisis global. Penulis berpandangan ada dua resep manjur. Pertama,

(2)

17 Okt. 2008

2/3

efisiensi disegala bidang dan mengoptimalkan investasi guna meningkatkan

keuntungan perusahaan. Jika masih ada dana kas yang tersisa secara jangka

panjang, barulah perusahaan dapat membeli kembali sahamnya yang lagi anjlok di

bursa. Kemudian, pada saat harga saham itu naik, BUMN bisa menjualnya kembali

dan mendapatkan keuntungan dari selisih harga. Namun bagaimanapun emiten

harus berhati-hati karena buy back tidak berdampak langsung pada perbaikan

kinerja emiten yang bersangkutan. Selama krisis global berlangsung, selalu ada saja

ancaman kepanikan seperti aksi jual saham secara besar-besaran. Yang pertama

menjadi sasaran empuk tentu saja saham-saham yang harganya naik akibat

kebijakan buy back perusahaan. Jika hal itu yang terjadi maka akan membuat emiten

atau BUMN yang melakukan buy back tadi mengalami kerugian. Dari sudut

corporate governance, kebijakan buy back harus merupakan kebijakan korporasi

bukan karena intervensi pihak luar. Jadi kebijakan buy back memang karena

perusahaan memiliki kelebihan dana secara jangka panjang yang tidak lagi mungkin

dioptimalkan penggunaannya dalam koridor bisnis inti perusahaan.

Resep yang kedua adalah hendaknya emiten menyediakan informasi yang

selengkap-lengkapnya mengenai kinerja bisnis perusahaan dan memudahkan publik

untuk mengakses informasi tersebut. Dalam hal ini bisa saja bursa dan atau

Bapepam memerintahkan emiten untuk melakukan public expose khususnya bagi

emiten-emiten yang harga sahamnya sedemikian anjlok di pasar. Hal ini paling tidak

akan mengerem kepanikan pasar sekaligus memberikan sinyal positif bahwa secara

fundamental kinerja perusahaan sesungguhnya masih baik atau mengalami

peningkatan.

Jika kita simak semua peraturan pasar modal, baik yang dikeluarkan Bapepam

maupun lembaga-lembaga Self Regulatory Organization (Bursa Efek, Kliring

Pemjamin Efek, Kustodion Sentral Efek), sesungguhnya semuanya berpijak pada

penerapan prinsip-prinsip governance yang baik dari korporasi (Transparansi,

Akuntabilitas, Responsibilitas, Fairness). Belajar dari krisis di tahun 1998 maupun

ditahun 2008, semuanya dipicu oleh sifat serakah, menghalalkan segala cara, tidak

jujur, mengabaikan risiko yang mungkin muncul terutama pada pihak lain

(masyarakat), bahkan membohongi publik. Di pasar modal lebih diperparah lagi

(3)

17 Okt. 2008

3/3

disebut sebagai transaksi “naked short sell”. Secara akuntansi pada kedua krisis

tersebut, mempunyai kemiripan yakni kewajiban hutang yang muncul tidak dapat

tertutupi secara signifikan oleh aset yang tersedia.

Jika sebuah negara tidak memiliki reputasi penerapan GCG yang baik, maka

investasi akan pergi ke tempat lain. Jika investor tidak yakin dengan tingkat

keterbukaan, maka investasi akan pergi ke tempat lain. Jika sebuah negara memilih

untuk menerapkan standar akuntansi dan pelaporan yang seadanya saja, maka

investasi juga akan pergi ke tempat lain. Setiap perusahaan yang ada dalam sebuah

negara, walaupun perusahaan tertentu menunjukkan komitmen dan penerapan GCG

yang tinggi, tetap terkena imbas dari praktik dan kondisi governance yang kurang

baik dari negara tersebut.

Jadi jurus emiten didalam menangkis krisis global adalah dengan cara fokus

memperbaiki kinerja, membangun rambu-rambu dan mengasah kalbu (good

corporate governance) agar kita selalu dapat amanah, jujur dan adil dalam

Referensi

Dokumen terkait

13.40 –13.50 Penandatanganan Kerjasama KADIN INDONESIA dengan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dalam Kemitraan & Harmonisasi Pengembangan Ekonomi Moneter & Riil. 13.50 –

Perwakilan dari industra farmasi menyampaikan keinginannya untuk menjalin hubungan lebih erat dengan sektor

Pengembangan konsep pasar sebagai koridor ekonomi (pasar wisata). Kompetisi pasar bersih/penghargaan

Sebutkan strategi umum perusahaan dan jelaskan bagaimana kita akan mengimplementasikannya dalam program bisnis yang efektif.Tentukan apakah strategi kita didasarkan teknologi

Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu. Bagi Penanaman

Bidang Kepabeanan) yang naskah aslinya dalam Bahasa Inggris dan. terjemahannya dalam Bahasa Indonesia sebagaimana terlampir

tanggal 26 Februari 2009 yang naskah aslinya dalam Bahasa Inggris dan. terjemahannya dalam Bahasa Indonesia sebagaimana terlampir

2) modal, karena, misalnya, agar tidak menghasilkan polusi, jelas mesin-mesin yang ada harus disesuaikan, dan ini bisa berarti pembelian mesin-mesin baru, dan ini membutuhkan dana