• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR DAN KOMPOSISI BEBERAPA JENIS BURUNG DI MANGROVE KAWASAN SEGORO ANAK TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUKTUR DAN KOMPOSISI BEBERAPA JENIS BURUNG DI MANGROVE KAWASAN SEGORO ANAK TAMAN NASIONAL ALAS PURWO"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DI MANGROVE KAWASAN SEGORO ANAK TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

Marcus Jacob Julius Latupapua Dosen Agroforestri Politeknik Perdamaian Halmahera - Tobelo

ABSTRACT

One indicator of the optimal condition and sustainability of mangrove forest is the level of diversity of fl ora and fauna in the mangrove forest. Diversity of species, which characterizes the richness and balance of the species, is the parameter used to study a mangrove community. The purpose of this study was to determine the diversity, abundance and species richness of birds, the relationship between vegetation diversity and feed density of birds on animal diversity at permanent plots in the area of mangrove forest. This study took place in Mangrove Forest areas of Segoro Anak in Alas Purwo National Park in the Bayuwangi district at the Grajagan resort using the method of systematic random sampling. Data collection about birds was carried out in the plot PUP (Permanent sampling plots) with spacing between subplots of 50 meters and a circle with a diameter of 20 meters. The result showed that the bird species found at the location of permanent plots were as many as 21 families with 23 species of birds. From the analysis, using the Shannon index, the degree of diversity, richness and evenness of species diversity of birds are quite high. Regression analysis showed that there is a relationship between vegetation diversity and density of bird feed on animal biodiversity.

Key words: Structure, Composition, Birds, animals, Mangrove

PENDAHULUAN Latar Belakang

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2001) dalam Saparinto (2004), luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan mencapai 8,60 juta hektar (3,80 juta ha di dalam kawasan hutan dan 4,8 juta ha di luar kawasan hutan) akan tetapi sekitar 5,30 juta hektar dalam keadaan rusak dan sebesar 3,7 juta ha di luar kawasan. Indonesia adalah negara yang kaya, mempunyai hutan mangrove yang terluas didunia, luasan hutan mangrove di Indonesia tersebut adalah sebesar 58 persen dari luas total terdapat di Irian Jaya, 19 persen berada di Sumatera dan Kalimantan seluas 16 persen .

Menurut Nyabakken (1982) hutan bakau adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas hutan tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak - semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.

Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Kawasan hutan mangrove adalah daerah perairan yang memiliki ekosistem produktif serta merupakan daerah peralihan antara lingkungan terestrial dan lautan. Daerah ini umumnya ditumbuhi oleh jenis vegetasi yang khas berupa tumbuhan yang relatif toleran terhadap perubahan salinitas, karena pengaruh pasang surut air laut sehingga terbentuk zonasi - zonasi pertumbuhan mangrove. Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala.

Peranan lumpur, perakaran, serta faktor fisik kimia mangrove menyebabkan kualitas setiap habitat mangrove tidak sama meskipun berada pada satu garis pantai. Poedjirahajoe (1996) menyimpulkan bahwa mangrove di Pantai

(2)

Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 1 Maret 2011

Struktur dan Komposisi Beberapa Jenis Burung di Mangrove Kawasan Segoro Anak Utara Jawa Tengah meskipun luas dan garis

pantainya tidak terlalu besar jika dibandingkan mangrove di luar Jawa, akan tetapi mempunyai perbedaan kualitas habitat yang tinggi.

Salah satu indikator dari optimal dan lestarinya kondisi hutan mangrove adalah stabilnya strukutur dan komposisi serta tingkat keanekaragaman fl ora dan fauna yang dimiliki oleh hutan mangrove tersebut. Keanekaragaman satwa burung mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, selain memiliki keindahan, berperan juga dalam fungsi ekologis dalam hal penyebaran biji dan pengatur ekosistem dan dapat berfungsi juga sebagai predator bagi hama dan penyakit (Alikodra, 1980).

Dari 1359 species burung tersebut, 104 jenis diantaranya adalah jenis yang termasuk dalam kategori secara global terancam punah, 30 jenis termasuk dalam kategori kurang data dan 152 jenis termasuk kategori mendekati terancam punah (J.Shannaz, et all.1995).

Burung pulau Jawasejumlah 494 jenis burung dimana 368 merupakan jenis burung penetap dan 126 jenis merupakan jenis burung migran. Dari 144 jenis burung jawa, 10 jenis merupakan burung oseanik dan berbiak di perairan Jawa, 90 jenis merupakan burung endemik Sunda dan 44 jenis terdapat di subregio Sunda maupun Wallaceae . Dari 24 jenis burung endemik Jawa, 1 jenis Jalak Putih Bali (Leucopsar rothschildi) terbatas hanya di Bali sedangkan 16 jenis terbatas di Jawa serta 7 jenis yang terdapat di Jawa dan Bali.

Burung penetap berubah dari ujung barat Jawa ke timur sampai Bali. Ujung barat Jawa lebih basah, rimbun dan fauna burung lainnya lebih kaya.Susunannya bersifat Sunda yang lebih murni. Ke arah timur keadaan ini menjadi lebih kering dan musiman dan banyak jenis hutan hujan yang menghilang sehingga terjadi penurunan kekayaan satwa burung. Jumlah jenis burung Jawa Barat berjumlah 340 jenis, Jawa Tengah berjumlah 316, Jawa Timur berjumlah 299, sedangkan Bali berjumlah 216 jenis (Mackinnon, 1991).

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui struktur dan komposisi,

keanekaragaman, kelimpahan dan kekayaan biota satwa burung pada blok petak ukur permanen hutan mangrove dan untuk hubungan antara keanekaragaman vegetasi, kerapatan pakan dengan keanekaragaman satwa burung. Sedangkan manfaat yang ingin dicapai adalah dapat menjadi sumber database ekologi tentang struktur dan komposisi, keanekaragaman kekayaan serta kelimpahan burung pada blok petak ukur permanen Taman Nasional Alas Purwo.

METODE PENELITIAN Pelaksananan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Hutan Mangrove Segoro Anak Taman Nasional Alas Purwo pada resort Grajagan. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah keanekaragaman vegetasi, kelompok aves yaitu jenis satwa burung yang terdapat di Taman Nasional Alas Purwo. Peralatan yang digunakan antara lain Peta Thematik kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Kompas, Teropong Binoculair, kamera, meter roll, clinometer, alat ukur diameter pohon, rol meter,kompas, parang, tongkat, tally sheet, alat tulis (spidol, kalkulator, pensil, buku tulis dan lain-lain), penanda pohon, pita nomor pohon, tali.

Penataan Lokasi Penelitian.

- Luas Lokasi penelitian 12,6 Ha dengan panjang 360 meter dan lebar 350 meter. - Pengamatan vegetasi dan satwa burung

dilakukan dengan mengikuti jalur tegak lurus sungai.

- Petak ukur contoh (sampling plot) yang berbentuk lingkaran.Untuk hutan bakau, berukuran 50 m x 50 m.

- Dalam kegiatan enumerasi petak contoh (sampling plot) dibuat berjumlah 9 (sembilan) plot contoh. Plot nomor 3,6,9 hanya dibuat 2 sub plot kerena berbatasan dengan areal pertanian milik masyarakat.

- Jarak antar sisi-sisi blok petak contoh yang dibuat untuk hutan bakau adalah 100 m. - Di dalam 1 blok petak contoh di buat 4 buah

(3)

Marcus Jacob Julius Latupapua Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 1 Maret 2011

Kerangka Plot Contoh

Prosedur Pengambilan Data 1. Data Vegetasi .

Ukuran permudaan yang digunakan dalam kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove adalah sebagai berikut:

a. Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang dari1,5 m.

b. Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.

c. Tiang : pohon berdiameter 10-20 cm atau lebih.

d. Pohon : pohon yang berdiameter diatas 20 cm

Selanjutnya ukuran sub-petak untuk setiap tingkat permudaan adalah sebagai berikut: Tingkat semai diukur pada petak ukur dengan jari-jari (R) 1 m, Tingkat Pancang diukur pada jari – jari (R) 2 m, Tingkat Tiang diukur pada petak ukur dengan jari – jari (R) 5 m, Tingkat Pohon diukur pada petak ukur dengan jari – jari (R) 10 m.Pengambilan data pertumbuhan untuk setiap tingkatan pada tiap luasan dengan mengikuti arah jarum jam.

2. Data Satwa

Metode pengambilan data satwa burung dilakukan di dalam sub plot contoh (Sub Sampling Plot) dengan menggunakan

sampel secara sistematika (sistematika random sampling) yang jarak antar sub plot 50 meter dan berbentuk lingkaran dengan diameter 20 meter. Pengamatan dilakukan pada saat waktu aktif satwa yaitu pada dengan pembagian waktu pagi hari pukul : 05.30 – 8.30 dan siang hari Puk ul : 16.00 – 18.00. Pengamatan secara langsung dilakukan dengan mencatat sejumlah burung yang teramati, sedangkan pengamatan secara tidak langsung yaitu dengan melihat sejumlah tanda-tanda yang ditinggalkan. Analisis Data

1. Data Indeks Nilai Penting.

Perhitungan besarnya nilai kuantitif parameter vegetasi, khususnya dalam penentuan indeks nilai penting dengan menggunakan data sekuder hasil penelitian Sugiatmo, (2010).

2. Nilai Kerapatan dan Frekwensi Satwa Burung. petak seluruh Luas burung species suatu individu Jumlah = Karapatan 100% X jenis seluruh kerapatan Total jenis suatu Kerapatan = relatif Karapatan plot jumlah Total jenis ditemukan plot Jumlah = Frekwensi

(4)

Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 1 Maret 2011

Struktur dan Komposisi Beberapa Jenis Burung di Mangrove Kawasan Segoro Anak 100% X jenis seluruh frekwensi Total jenis suatu Frekwensi = Frekwensi

3. Nilai Kepadatan dan Frekwensi Kehadiran Nekton

a. Kepadatan (K) K = ni/A Dimana :

K = kepadatan suatu jenis., ni = jumlah individu suatu jenis., A = luas

b. Kepadatan Relatif (KR) KR (%) = ni / ΣN x100% Dimana :

ni = jumlah individu suatu jenis ., ∑ N = total seluruh individu Frekwensi Kehadiran (FK) jenis seluruh ditempati yang plot Jumlah jenis suatu ditempati yang plot Jumlah = FK

4. Keanekaragaman Vegetasi dan Burung. Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis dengan rumus sebagai berikut: Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) =

=

s l

pi

pi

H

1

ln

'

 

(Kershaw Kenneth, 1973. Quantitative And Dynamic Plant Ecology)

Dimana :

H’ = indeks keanekaragaman shannon-Wiener Pi = ni/N (perbandingan jumlah individu suatu

jenis dengan seluruh jenis) ln = logaritma natural

Perhitungan indeks kekayaan jenis di analisis dengan menggunakan rumus kekayaan jenis Margalef indeks :

Dmg = S -1 / Ln N

(

Ludwig John.. Reynolds James, 1988. Statistical Ecology )

Dimana

Dmg : Indeks kekayaan jenis,

S : Jumlah jenis biota makro fauna satwa,

N : Jumlah total individu.

Indeks kemerataan (Evennes Indeks ) dihi-tung dengan rumus :

E = H’ / Ln S dimana

E : Indeks kemerataan,

S : Jumlah jenis biota makro fauna satwa, H’ : Indeks Keanekaragaman.

Analisis Regresi

Pengaruh keberadaan vegetasi terhadap keanekaragaman jenis burung dianalisis dengan menggunakan analisis regresi multiple. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui bagaimana variable dependent dapat diprediksi melalui variabel independent. Untuk mengetahui hubungan antara keanekaragaman biota satwa burung dan keanekaragaman vegetasi dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan model matematiknya : ( Sudjana, 1992 )

Y = a + b1X1 + b2X2 +b3X3 + b4X4 + b5X5

Dimana :

Y : Keanekaragaman jenis burung ., a, b1…b5: Suatu konstanta.,

X1: Keanekaragaman vegetasi tingkat pohon., X2: Keanekaragaman vegetasi tingkat tiang., X3: Keanekaragaman vegetasi tingkat pancang., X4: Keanekaragaman vegetasi tingkat semai., X5: Kerapatan jenis pakan .

Uji F untuk mengetahui korelasi variabel dependent dan variabel independent pada taraf kepercayaan 5 %. Untuk mengetahui korelasi antara variabel dependent dan variable independent digunakan rumus :

2 5 4 3 2 1 2 3 4 5 ) 5 , 4 , 3 , 2 , 1 ( Y b b b b b Ry = XY X X X X Y

HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Vegetasi Mangrove

Hasil analisis vegetasi pada blok petak ukur sesuai dengan penelitian Sugiatmo (2010 ) ditemukan antara lain :

1. Semai

(5)

Marcus Jacob Julius Latupapua Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 1 Maret 2011

dengan nilai INP tertinggi didominasi oleh jenis Ceriops tagal (INP : 147,32), dan di-ikuti oleh Acrostichum aureum(INP:19,198), Rhizophora apiculata (INP:11,103), Rhizo-phora mucronata (INP:6,665), Lumnitzera racemosa (INP:6,507), Bruguiera gymnor-rhiza (INP:6,031), Ceriops decandra(INP : 3,174).Ceriops tagal memiliki nilai INP tertinggi yaitu sebesar 147,32%. Hal ini me-nandakan Ceriops tagal mempunyai peran ekologis yang paling besar untuk tingkatan hidup semai. Kondisi ini dimungkinkan karena persyaratan tumbuh yang sesuai yaitu air hanya sedikit mencapai dan menggenangi zona tempat tumbuh Ceriops tagal. Pada saat air pasang, air lebih banyak menggenangi zona bagian depan yang banyak ditumbuhi oleh Rhizophora apiculata dan Rhizophora mucronata, sedangkan zona tengah dan belakang yang merupakan zona terluas hanya tergenang pada saat pasang tertinggi (Sugiatmo,2010).

2. Sapihan

Untuk tingkat sapihan ditemukan11 jenis dengan nilai INP tertinggi didominasi oleh jenis Ceriops tagal (INP:151,579), dan diikuti oleh Bruguiera gymnorrhiza, (INP : 48,230), Xylocarpus moluccensis (INP : 20,074), Excoecaria agallocha(INP: 17,618), Scyphiphora hydrophyllacea(INP:1 7,429), Lumnitzera racemosa (INP:16,072), Rhizophora mucronata(INP:10,961), Heritiera littoralis (INP:6,3844), Rhizophora apiculata (INP:5,992 ), Ceriops decandra(INP:2,875 ), Xylocarpus granatum (INP : 2,785).Ceriops tagal kembali menjadi jenis mangrove yang mempunyai nilai INP tertinggi pada tingkatan hidup sapihan yaitu sebesar 151,58%. Dua jenis vegetasi mangrove yang memiliki INP tertinggi kedua dan ketiga berturut-turut adalah Bruguiera gymnorrhiza (48,23%) dan Xylocarpus moluccensis (20,07%). Bruguiera gymnorrhiza sebagai anggota dari famili Rhizophoraceae adalah jenis yang dominan pada hutan mangrove yang tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta tahap

awal dalam transisi menjadi tipe vegetasi daratan.

3. Tiang

Untuk tingkat tiang ditemukan12 jenis dengan nilai INP tertinggi didominasi oleh jenis Ceriops tagal (INP : 122,391), dan diikuti oleh Lumnitzera racemosa (INP : 57,394), Excoecaria agallocha , (INP : 35,202 ), Rhizophora apiculata (INP : 19,649), Xylocarpus moluccensis (INP : 19,421) , Rhizophora mucronata (INP : 14,075), Heritiera littoralis (INP : 9,002) , Pongamia pinnata (INP : 4,898), Bruguiera gymnorhiza (INP : 4,769 ), Cordia obliqua(INP : 4,759) dan Xylocarpus granatum (INP : 4,759), Scyphiphora hydrophyllacea ( INP : 3,681).Jenis vegetasi mangrove yang memiliki nilai INP paling tinggi pada tingkatan hidup tiang yaitu sebesar 122,39% adalah Ceriops tagal. Hal ini menunjukkan jenis Ceriops tagal mampu menguasai ruang tumbuh yang ada pada tiga tingkatan hidup yaitu semai, sapihan, dan tiang. Lumnitzera racemosa menjadi jenis mangrove yang mempunyai nilai INP tertinggi kedua yaitu sebesar 57,39%. Jenis yang berasal dari famili Combretaceae ini mampu tumbuh di sepanjang tepi vegetasi mangrove dan menyukai substrat berlumpur padat. Lumnitzera racemosa juga terdapat di sepanjang jalur air yang dipengaruhi oleh air tawar (Noor dkk., 1999).

4. Pohon

Komposisi spesies penyusun tingkatan hidup pohon adalah 11 spesies dengan nilai INP tertinggi didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata(INP : 91,559)disusul oleh Rhizophora apiculata (INP : 46,28 ), Ceriops tagal (INP : 45,009), Heritiera littoralis (INP : 29,784), Lumnitzera racemosa (INP : 23,471), Cordia oblique (INP : 18,039), Excoecaria agallocha ( INP : 16,787 ), Bruguiera gymnorrhiza( INP : 14,257 ), Lumnitzera littorea (INP : 6,826 ),Xylocarpus moluccensis ( INP : 5,361), Scyphiphora hydrophyllacea( INP : 5,361).Nilai INP paling besar pada tingkatan hidup pohon dimiliki oleh jenis Rhizophora mucronata

(6)

Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 1 Maret 2011

Struktur dan Komposisi Beberapa Jenis Burung di Mangrove Kawasan Segoro Anak yaitu sebesar 91,56%. Jenis ini tumbuh

di areal yang sama dengan Rhizophora Komposisi Satwa Burung.

1. Jenis - Jenis dan Kerapatan Burung.

Tabel 1. Jenis - Jenis dan Kerapatan Burung

No Jenis Family Jumlah Luas K KR

1 Cerek Charadriidae 47 9420 0,0052 6,275

2 Bentet Laniidae 46 9420 0,005 6,1415

3 Kuntul Karang Ardeidae 12 9420 0,001 1,6021

4 Elang Tiram Pandionidae 28 9420 0,003 3,7383

5 Bangau tong-tong Ciconiidae 15 9420 0,002 2,0027

6 Raja Udang Biru Alcedinidae 43 9420 0,0047 5,741

7 Sesep Madu Nectariniidae 65 9420 0,007 8,6782

8 Gajahan Scolopacidae 24 9420 0,003 3,2043

9 Perenjak Silviidae 101 9420 0,011 13,485

10 Siulan Turdidae 10 9420 0,001 1,3351

11 Cabak Dicaeidae 9 9420 1E-03 1,2016

12 Curocok Pycnnonotidae 75 9420 0,008 10,013

13 Tekukur columbidae 52 9420 0,006 6,9426

14 Raja Udang Orange Alcedinidae 2 9420 2E-04 0,267

15 Trinil Scolopacidae 6 9420 6E-04 0,8011

16 Srigunting Dicruridae 21 9420 0,002 2,8037

17 Burung Gagak Corvidae 3 9420 3E-04 0,4005

18 Emprit Ploceidae 7 9420 7E-04 0,9346

19 Cipow Chloropseidae 52 9420 0,006 6,9426

20 Kapasan Campephagidae 5 9420 5E-04 0,6676

21 Sepah Campephagidae 2 9420 2E-04 0,267

22 Kapinis Apodidae 81 9420 0,009 10,814

23 Kipasan Muscicapidae 33 9420 0,004 4,4059

24 Peking Ploceidae 10 9420 0,001 1,3351

749 0,08 100

Berdasarkan jenis pakan, maka burung– burung pada blok petak ukur permanen hutan mangrove didominasi oleh pemakan segala (Omnivorus), diikuti pemakan nektar (Nektarivorus ), pemakan seranggga (Insectivorus) dan pemakan buah (Granivorus/Furgivorus). Dominasi pemakan segala yang memakan krustasea, ikan, moluska, cacing dan beberapa tumbuhan biji disebabkan karena kondisi hutan

apiculata tetapi lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir.

mangrove sebagai suatu habitat penting bagi hunian biota perairan, selain itu bentuk paruh dari satwa burung tersebut yang memudahkannya untuk memperoleh makanan dari jenis-jenis pakan omnivorus tersebut. Satwa burung yang didominasi oleh jenis Nektarivorus disebabkan karena adanya musim pembungaan dari jenis Rhizophora mucronata dan Ceriops sp.

(7)

Marcus Jacob Julius Latupapua Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 1 Maret 2011

Scoot, (1984) dalam Elfi dasari, (2006) mengatakan bahwa lokasi mencari makan pada burung biasanya dipilih berdasarkan perbedaan

Tabel 2. Frekwensi dan Frekwensi Relatif Satwa Burung

No Jenis Burung Jumlah Total F FR

1 Cerek 18 30 0,6 7,2

2 Bentet 14 30 0,467 5,6

3 Kuntul Karang 9 30 0,3 3,6

4 Elang Tiram 17 30 0,567 6,8

5 Bangau tong-tong 5 30 0,167 2

6 Raja Udang Biru 14 30 0,467 5,6

7 Sesep Madu 20 30 0,667 8 8 Gajahan 10 30 0,333 4 9 Prenjak 27 30 0,9 10,8 10 Siulan 5 30 0,167 2 11 Cabak 5 30 0,167 2 12 Curocok 22 30 0,733 8,8 13 Tekukur 16 30 0,533 6,4

14 Raja Udang Orange 3 30 0,1 1,2

15 Trinil 7 30 0,233 2,8 16 Srigunting 3 30 0,1 1,2 17 Burung Gagak 5 30 0,167 2 18 Emprit 4 30 0,133 1,6 19 Cipow 21 30 0,7 8,4 20 Kapasan 3 30 0,1 1,2 21 Sepah 1 30 0,033 0,4 22 Kapinis 6 30 0,2 2,4 23 Kipasan 12 30 0,4 4,8 24 Peking 3 30 0,1 1,2 8,333 100

bentuk dan ukuran tubuh yang dimiliki setiap spesies serta jenis makanan yang disukai. 2. Frekwensi Satwa Burung

(8)

Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 1 Maret 2011

Struktur dan Komposisi Beberapa Jenis Burung di Mangrove Kawasan Segoro Anak Hasil dari tabel ini menunjukan bahwa

keanekaragaman jenis yang dihitung dengan pendekatan Shannon (Shannon Indeks) yaitu sebesar 2,786. Ini menunjunkan suatu keanekaragaman jenis satwa yang cukup tinggi. Tingginya nilai keanekaragaman ini disebabkan karena beberapa hal yaitu :

1. Vegetasi hutan mangrove pada blok petak ukur permanen adalah vegetasi yang masih alami.

2. Adanya musim pembungaan dari beberapa spesies vegetasi hutan mangrove yaitu

Rhizopora mucronata dan Ceriops decandra.

3. Adanya beberapa aktivitas harian satwa yang dilakukan oleh satwa .

4. Lokasi petak ukur permanen hutan mangrove yang diteliti berbatasan dengan lokasi kebun milik masyakarat.

5. Adanya masa surut dari air laut yang panjang (15 hari) menyebabkan.

K e a n e k a r a g a m a n b u r u n g s a n g a t dipengaruhi oleh ketersediaan dan keanekaragaman jenis pakan, semakin beragam jenis pakan yang 3. Keanekaragaman, Kelimpahan dan Kemerataan Satwa Burung

Tabel 3. Keanekaragaman Satwa Burung.

No Jenis Burung Nama Latin ni pi ln pi pi ln pi

1 Cerek Charadrius veredus 47 0,063 -2,768 -0,174

2 Bentet Lanius schach 46 0,061 -2,790 -0,171

3 Kuntul Karang Egretta garzetta 12 0,016 -4,134 -0,066

4 Elang Tiram Pandion haliaetus 28 0,037 -3,287 -0,123

5 Bangau tong-tong Leptoptilos javanicus 15 0,020 -3,911 -0,078

6 Raja Udang Biru Alcedo coeruluscens 43 0,057 -2,858 -0,164

7 Sesep Madu Nectarinia calcostetha 65 0,087 -2,444 -0,212

8 Gajahan Numenius arquata 24 0,032 -3,441 -0,110

9 Perenjak Prinia polychroa 101 0,135 -2,004 -0,270

10 Siulan Capsychus saularis 10 0,013 -4,316 -0,058

11 Cabak Caprimulgus indicus 9 0,012 -4,422 -0,053

12 Curocok Pycnonotus goiavier 75 0,100 -2,301 -0,230

13 Tekukur Streptopelia chinensis 52 0,069 -2,667 -0,185

14 Raja Udang Orange Ceyx erithacus 2 0,003 -5,926 -0,016

15 Trinil Tringa hypoleucos 6 0,008 -4,827 -0,039

16 Srigunting Dicrurus leucophaeus 21 0,028 -3,574 -0,100

17 Burung Gagak Corvus enca 3 0,004 -5,520 -0,022

18 Emprit Amandava amandava 7 0,009 -4,673 -0,044

19 Cipow Aegithina tiphia 52 0,069 -2,667 -0,185

20 Kapasan Lalage nigra 5 0,007 -5,009 -0,033

21 Sepah Pericrocotus fl ammeus 2 0,003 -5,926 -0,016

22 Kapinis Apus pacifi cus 81 0,108 -2,224 -0,241

23 Kipasan Rhipidura javanica 33 0,044 -3,122 -0,138

24 Peking Lonchura punctulata 10 0,013 -4,316 -0,058

749 1 -89,127 -2,786

(9)

Marcus Jacob Julius Latupapua Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 1 Maret 2011

ada pada suatu tempat, maka semakin banyak jumlah satwa burung yang ada pada suatu tempat tersebut, (Kustiwae, 2005).

Kelimpahan jenis adalah merupakan banyaknya jumlah jenis dalam suatu komunitas atau dominansi suatu jenis di dalam suatu habitat (Mueller, 1974 dalam Ludwig, 1988). Besarnya nilai kelimpahan jenis satwa burung pada blok petak ukur permanen hutan mangrove adalah sebesar 3,475, menunjukan suatu angka yang cukup besar karena beberapa jenis satwa burung ditemukan dalam jumlah yang besar sehingga jumlahnya mendominasi habitat hutan mangrove. Jenis – jenis tersebut berasal dari family antara lain Silvidae, Apodidae, Pycnnonotidae, Nectariniidae, Columbidae, Chloropseidae, Muscicapidae , Alcedinidae, Charadriidae, Laniidae, Sterniidae .

Salah satu penyebab kemelimpahan burung pada suatu lokasi adalah ketersedian bahan makanan. Jenis Gajahan pengala mempunyai korelasi terkuat dengan kelompok krustacea dan jenis Cerek Kernyut memiliki korelasi terkuat dengan kelompok gastropoda. Jenis trinil pantai memiliki korelasi kuat terhadap kelompok polychaeta dan bivalvia (Qiptiyah, 2008).

Kemerataan merupakan penyebaran setiap individu diantara species-speceis. Data pada tabel menunjukan nilai kemerataan sebesar 0,4209 . Nilai kemerataan ini kecil disebabkan karena jumlah spesies yang tidak merata namun didominasi oleh jenis-jenis Silvidae, Apodidae, Pycnnonotidae, Nectariniidae.

Analisis Hubungan Antara Keanekaragaman Satwa Burung dengan Keanekaragaman Vegetasi dan Kerapatan Pakan.

U n t u k m e n g e t a h u i h u b u n g a n antara keanekaragaman jenis burung dan keanekaragaman vegetasi serta kerapatan pakan dilakukan analisis regresi. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan terdapat hubungan antara keanekaragaman jenis burung dengan keanekaragaman vegetasi serta kerapatan pakan.

Tabel 4. Analisis Hubungan Keanekaragaman Burung dengan Keanekaragaman Vegetasi dan Kerapatan Pakan.

Model r Std.Eror F.Change df 1 df 2

1 0,767 0,1385 6,866 5 25

Ta b e l i n i m e n u n j u k a n b a h w a keanekaragaman vegetasi dan kerapatan pakan memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman burung ditunjukan oleh nilai R sebesar 0,767 yang berarti bahwa sebesar 76,7 %faktor Independent (Keanekaragaman vegetasi dan Kerapatan pakan) mempengaruhi faktor dependent(Keanekaragaman satwa burung). Ini merupakan suatu hubungan regresi yang nyata karena sebesar 76,70 % faktor keanekaragaman vegetasi dan kerapatan pakan berpengaruh terhadap keanekaragaman satwa burung sedangkan sisanya sebesar 23,30% dipengaruhi oleh faktor lain. Untuk uji analisis varians antara indeks keanekaragaman jenis burung dengan keanekaragaman vegetasi dan kerapatan pakan dapat dilihat pada tabel. Tabel 5 Analisis Varians Keanekaragaman Jenis

Burung dengan Keanekaragaman Vegetasi dan Kerapatan Pakan.

Model Sum Of Square df SquareMean F

Regresion 0,657 5 0,131 6,866

Residual 0,459 24 0,019

Total 1,116 29

Hasil analisis multiple regresi untuk analisis varians menunjukan bahwa F hitung (6,866)>F tabel (2,75) artinya bahwa faktor keanekaragaman pohon (X1), keanekaragaman tiang (X 2), keanekaragaman sapihan (X3), keanekaragaman semai (X4) dan kerapatan pakan (X5) memberikan pengaruh nyata terhadap keanekaragaman satwa burung (Y) pada taraf uji 95 %. Persamaan regresinya :Y = 1,846 + 0,88 X1 + 0,190X2 + 0,051 X3 + 0,339X4 + 0,005 X5.

Dari persamaan regresi ini dapat dinyatakan bahwa koefisien regresi 0,88X1 menunjukan bahwa setiap penambahan satu faktor keanekaragamanan jenis pohon akan berpengaruh terhadap keanekaragaman satwa burung sebesar 0,88 ekor, koefi sien regresi 0,190X2 menunjukan bahwa setiap penambahan satu faktor keanekaragaman jenis tiang akan berpengaruh terhadap penambahan keanekaragaman jenis satwa burung sebesar 0,190 ekor, koefisien

(10)

Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 1 Maret 2011

Struktur dan Komposisi Beberapa Jenis Burung di Mangrove Kawasan Segoro Anak regresi 0,051X3 menunjukan bahwa setiap

penambahan satu faktor keanekaragaman jenis sapihan akan berpengaruh terhadap penambahan keanekaragaman jenis satwa burung sebesar 0,051 ekor, koefi sien regresi 0,339X4 menunjukan bahwa setiap penambahan satu faktor keanekaragaman jenis semai akan berpengaruh terhadap penambahan keanekaragaman jenis satwa burung sebesar 0,339 ekor dan koefi sien regresi 0,005X5 menunjukan bahwa setiap penambahan satu kerapatan pakan akan berpengaruh terhadap penambahan keanekaragaman jenis satwa burung sebesar 0,005 ekor.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penulisan ini dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :

1. Hasil pengamatan jenis – jenis burung pada lokasi petak ukur permanen ditemukan 21 family dengan 24 jenis burung yang didominasi Prenjak (Prinia polychroa ), Curocok (Pycnonotus goiavier), Cipow (Aegithina tiphia ), Sesep madu (Nectarinia calcostetha), Cerek(Charadrius veredus ), Elang Tiram (Pandion haliaetus), Dan Raja Udang Biru (Alcedo coeruluscens).

2. Nilai indeks keanekaragaman jenis burung yang dihitung dengan pendekatan Shannon, (Shannon Indeks ) yaitu sebesar 2,786, nilai kelimpahan (Margalef indeks) sebesar 3,475dan nilai kemerataan (Evennes indeks) sebesar 0,4209

3. Keanekaragaman vegetasi dan kerapatan pakan (faktor independent) berpengaruh terhadap keanekaragaman burung (faktor dependent) sebesar keanekaragaman burung ditunjukkan oleh nilai r sebesar 0,767 yang berarti bahwa sebesar 76,7% faktor Independent mempengaruhi faktor dependent dengan F hitung (6,866) > F tabel ( 2,75 ) pada taraf uji 95%. Persamaan regresinya: Y = 1,846 + 0,88 X1 + 0,190X2 + 0,051 X3 + 0,339X4 + 0,005 X5.

Saran

1. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pengaruh faktor sosial , ekonomi dan rekrea-tif terhadap keanekaragaman satwa burung pada areal hutan mangrove Taman Nasional Alas Purwo.

2. Kelestarian satwa burung sangat tergantung pada kelestarian hutan mangrove untuk itu upaya-upaya konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove perlu dilakukan sehingga tercipta suatu ekosistem mangrove yang stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, Hadi ., 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institute Pertanian Bogor.

Cahyo Saparinto., 2007. Pendayagunaan Ekosistem Hutan Mangrove. Effhar Dan Dahara Prize, Semarang.

Elfi dasari Dewi, 2006. Lokasi Makan Tiga Jenis Kuntul Casmerodius albus, Egretta garzetta, dan Bubulcus ibis di Sekitar Cagar Alam Pulau Dua Serang, Propinsi Banten. Biodiversitas ISSN: 1412-033X .Volume 7, Nomor 2 April 2006.

Kershaw Kenneth ., 1973. Quantitative And Dynamic Plant Ecology. Edward Arnold Limited. London

Kustiwae Yeppi, 2005. Studi Keanekragaman Jenis Burung Pada Kawasan Hutan Primer Dan Bekas Tebangan Di Areal HPH. PT. Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengan . Thesis. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Tidak dipublikasikan

(11)

Marcus Jacob Julius Latupapua Jurnal Agroforestri Volume VI Nomor 1 Maret 2011

Ludwig John.,. Reynolds James , 1988. Statistical Ecology, A Primer On Methods And Computing. Published by John Wiley And Sons, Canada

Newton, 2006. Forest Ecology And Conservation. Oxford University Press Inc., New York.

Nyabakken James, 1998. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit PT. Gramedia Jakarta, 1998.

Poedjirahajoe Erny, 1996. Peran Akar Rhizpora mucronata Dalam Perbaikan Habitat Mangrove Di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pantai Pemalang . Laporan Penelitian.Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Sugiatmo, 2010. Analisis Struktur Vegetasi Mangrove Di Lokasi Petak Ukur Permanen (PUP) Di Taman Nasional Alas Purwo. Theisis. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Tidak dipublikasikan.

Gambar

Tabel 1. Jenis - Jenis dan Kerapatan Burung
Tabel 2. Frekwensi dan Frekwensi Relatif Satwa Burung
Tabel 3. Keanekaragaman Satwa Burung.
Tabel 4.  Analisis Hubungan Keanekaragaman Burung  dengan Keanekaragaman  Vegetasi dan  Kerapatan Pakan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kasus Sekolah tinggi Agama Islam negeri (StAIn), persoalan Program Studi (Prodi) umum yang dikembangkan bukan hanya persoalan keilmuan semata, bahkan secara kelembagaan

Ada ungkapan setiap zaman pasti memiliki pemikir yang disebut sebagai anak zaman, dan dari tiap pemikir tersebut pasti akan menghasilkan berbagai konsepsi yang berbeda-beda,

Pengawasan pasar untuk penerapan regulasi teknis dengan sistem tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan jasa dari lembaga penilaian kesesuaian yang telah diakreditasi oleh

Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin tinggi konsentrasi maka, semakin tinggi nilai sudut putar dan semakin kecil nilai daya putar dari polarimeter karena

Data karakteristik devitrifikasi gelas limbah yang diperoleh seperti kandungan limbah yang optimal (< 30 %berat), saat mulai terjadinya devitifikasi (suhu sekitar 1000

Monitoring status neurologi secara komprehensif merupakan bagian penting terutama pada pasien Space Occupying Lesion dengan HIV dan Toxoplasmosis Cerebri dengan adanya monitoring

Perkembangan teknologi selalu terbaharui sesuai dengan kebutuhan manusia dalam berbagai aspek kehidupan yang tidak ada habisnya. Salah satu teknologi yang kini hampir digunakan

Panjaitan-Jalan Slamet Riyadi-Jalan Cut Nyak Dien adalah alternatif terbaik sebagai trase jalan lingkar barat utara Kota Blitar, (3) Dengan menggunakan metode AHP