• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik Berbasis pada Jumlah Rumah Tangga dan Jumlah Angkatan Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik Berbasis pada Jumlah Rumah Tangga dan Jumlah Angkatan Kerja"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1/8

Prakiraan Kebutuhan Tenaga Listrik Berbasis pada

Jumlah Rumah Tangga dan Jumlah Angkatan Kerja

Sudaryatno Sudirham

Abstrak

Suatu alternatif cara prakiraan kebutuhan tenaga listrik diusulkan. Cara ini berbasis pertumbuhan jumlah pelanggan yang dianggap merupakan respons masyarakat terhadap kecukupan pasokan tenaga listrik. Prakiraan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah mencari koridor pertumbuhan, yaitu batas bawah dan batas atas pertumbuhan. Tahap kedua adalah melakukan koreksi hasil perhitungan tahap pertama dengan melihat hasil sensus. Perhitungan tahap ketiga melakukan koreksi berdasarkan rencana-rencana pembangunan, yang untuk sementara ini

belum dapat dilakukan. Pembandingan dengan RUPTL 2011-2020 menunjukkan bahwa RUPTL berada dalam koridor hasil perhitungan dan sangat dekat dengan hasil perhitungan setelah koreksi

dilakukan.

1. Pendahuluan

(Posting tulisan ini dipicu oleh berita di harian Kompas tanggal 20 Desember 2012, berjudul Listrik Mengkhawatirkan: pasokan listrik nasional mengkhawatirkan karena permintaan listrik besar).

PLN telah melakukan perencanaan pemasokan energi listrik yang dituangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2011 – 2020. Jika rencana penyediaan itu dapat dilaksanakan dengan baik, tentunya kita boleh berharap bahwa kecukupan listrik (bagi pelanggan listrik rumah tangga khususnya) akan tetap berlanjut dan kita tidak mengalami lagi situasi tahun 2006, di mana SAIDI mencapai 27 jam per pelanggan, dan SAIFI 13,85 kali per pelanggan. (SAIDI: System Average Interruption Duration Index, SAIFI: System Average Interruption Frequency Index ).

Tenaga listrik tidaklah dapat dianggap sebagai komoditas biasa. Penulis masih teringat ucapan Prof. T.M. Soelaiman dalam satu kuliahnya di akhir tahun 1962; beliau berucap “jika saya umpamakan Negara adalah tubuh manusia, maka jaringan listrik itu adalah urat darahnya dan jaringan telekomunikasi itu adalah urat syarafnya”. (Waktu itu di teknik elektro ITB baru ada arus kuat dan arus lemah saja). Dan sepuluh tahun kemudian penulis baca dalam Encyclopedia Internatitonal tulisan Harvey H. Segal: ....Another drag on economic growth in the underdeveloped countries is inadequate capital facilities such as transportation network, sources of electric power, and water supplies. Without these facilities, which require large-scale public investments, the agricultural sector of the economy remain stagnant, and the possibilities of industrial growth are severely limited...(Harvey H. Segal, graduate School of Bussiness Administration, New York University). Namun PLN dalam statusnya sekarang ini sebagai badan usaha tentunya harus pula memperoleh keuntungan. Hal demikian ini tidak dibahas dan pemenuhan kebutuhan listrik dipandang dalam konteks makro [Nengah Sudja,Kompas 7 Nopember 2012].

Walaupun penulis tidak mengetahui bagaimana PLN membuat prakiraan kebutuhan tenaga listrik di masa datang, namun penulis mencoba menelusuri data historis perkembangan kelistrikan PLN melalui buku Statistik PLN yang diterbitkan setiap tahun. Dari penelusuran itu, penulis menurunkan cara prakiraan kebutuhan tenaga listrik.

Dalam prakiraan ini, penulis bertumpu pada pertumbuhan jumlah pelanggan rumah tangga dan jumlah angkatan kerja. Pelanggan rumah tangga penulis pandang sangat menentukan walaupun

(2)

2/8

banyak pihak menganggapnya sebagai pelanggan konsumtif. Akan tetapi di sanalah sedang tumbuh generasi penerus bangsa dan oleh karena itu kecukupan listrik rumah tangga harus diusahakan sehingga dijadikan salah satu tumpuan dalam prakiraan ini. Di sisi lain angkatan kerja penulis pandang sebagai penggerak ekonomi, dan oleh karena itu kebutuhan tenaga listriknya harus pula dipenuhi; kebutuhan tersebut adalah sama dengan tenaga listrik untuk keperluan non-rumah tangga. Proses prakiraan seharusnya penulis lakukan dalam tiga tahapan:

a). Tahap pertama adalah mencari batas terendah dan batas tertinggi pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik. Hasil perhitungan batas terendah disebut prakiraan-rendah dan batas tertinggi disebut prakiraan-tinggi. Prakiraan-rendah merupakan pertumbuhan lanjutan dari pertumbuhan yang sudah pernah terjadi, dengan suatu pandangan optimistis bahwa pertumbuhan tidak akan menurun. Prakiraan-tinggi merupakan suatu harapan bahwa pertumbuhan di masa datang mampu mencapai pertumbuhan tinggi, yang telah pernah dicapai di masa lalu. Kedua prakiraan ini masing-masing merupakan angka ancar-ancar kebutuhan tenaga listrik, dan merupakan “koridor” pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik. b). Tahap kedua adalah melakukan koreksi atas hasil perhitungan tahap pertama berdasarkan

pertimbangan lain dan hasil sensus penduduk, yang dalam hal ini adalah sensus tahun 2010. c). Tahap yang ketiga adalah melakukan koreksi-koreksi mengenai kebutuhan tenaga listrik

berdasarkan rencana nyata kebutuhan tenaga listrik (rencana pembangunan). Namun tahapan yang ketiga ini belum dapat dilaksanakan karena informasi yang dibutuhkan belum diperoleh.

2. Pertumbuhan Penduduk

Tujuan utama pasokan energi listrik adalah peningkatan kesejahteraan penduduk, mulai dari keperluan untuk kehidupan rumah tangga, kecukupan lapangan kerja, kecukupan pendapatan, sampai ke pelayanan kesehatan dan keamanan. Oleh karena itu dalam melakukan prakiraan kebutuhan tenaga listrik, hal pertama yang harus diperhatikan adalah pertumbuhan penduduk. Dari pertumbuhan penduduk inilah, ditambah dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, suatu cara prakiraan kebutuhan listrik untuk masa-masa mendatang diturunkan. Informasi mengenai pertumbuhan penduduk diperoleh dari Proyeksi BPS tahun 2005 dan Sensus penduduk tahun 2010.

3. Formulasi Kebutuhan Tenaga Listrik

Pada dasarnya PLN mengelompokkan pelanggannya menjadi empat kelompok pelanggan yaitu pelanggan Rumah Tangga (R), Industri (I), Bisnis (B), dan Publik (P); kelompok yang terakhir ini terdiri dari pelanggan Sosial, Kantor Pemerintah, dan Penerangan Jalan Umum. Pasokan tenaga listrik total (T) setiap tahun dapat diformulasikan sebagai

pP bB iI rR

T = + + + (1)

dengan R, I, B, P adalah jumlah pelanggan masing-masing kelompok pelanggan, dan r, i, b, dan p adalah konsumsi rata-rata tiap kelompok pelanggan.

Baik jumlah pelanggan maupun konsumsi per pelanggan merupakan fungsi waktu (berubah setiap tahun). Dengan mengabaikan adanya susut non-teknis maka konsumsi pelanggan dapat diasumsikan sama dengan energi terjual; dengan demikian maka bentuk fungsi-fugsi r ,i, b, dan p, maupun bentuk fungsi R, I, B, dan P, dapat didekati melalui pengamatan data historis.

Namun harus diingat bahwa prakiraan kebutuhan tenaga listrik bukanlah sekedar kelanjutan trend yang sudah pernah terjadi. Dalam prakiraan terkandung pula harapan dan rencana-rencana untuk masa depan. Konsep perhitungan ini (tanpa tahap ketiga) akan diterapkan untuk melakukan prakiraan kebutuhan energi dalam skala nasional dan membandingkan hasilnya terhadap RUPTL 2011-2020.

(3)

3/8

4. Pengamatan Data Historis

Buku Statistik PLN menunjukkan secara nasional bahwa pertumbuhan PLN mengalami pasang surut. Pertumbuhan jumlah pelanggan yang tinggi, yang dicapai sebelum krisis moneter, berubah memprihatinkan mulai 1998. Pertumbuhan sarana fisik untuk memasok tenaga listrik tidak tumbuh secara memadai sehingga PLN tidak dapat memasok listrik ke masyarakat sebagaimana diharapkan. Keadaan buruk mencapai puncaknya pada tahun 2006, ditandai dengan melonjaknya SAIDI menjadi 27 jam per pelanggan, naik hampir 2 kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya, dan SAIFI 13,85 kali per pelanggan. Keadaan berangsur membaik mulai 2007 ditandai dengan pertumbuhan positif jumlah pelanggan di semua kelompok pelanggan. Pada 2010 SAIDI mencapai 6,97 jam per pelanggan dan SAIFI 6,82 kali per pelanggan. Melihat perkembangan yang terjadi tersebut maka perioda sesudah tahun 2006 kita sebut situasi normal; sampai tahun 2011 terjadi pertumbuhan jumlah pelanggan rata-rata positif (walaupun masih rendah) yaitu 5,2% untuk RT, 1,5% untuk pelanggan Industri, 4,5% untuk pelanggan Bisnis, dan 5,5% untuk Publik. Situasi yang juga kita sebut situasi normal adalah sebelum 1998 walaupun keandalan sistem masih belum memadai dengan rata-rata SAIDI 20,16 jam per pelanggan dan SAIFI 18,14 kali per pelanggan; pertumbuhan jumlah pelanggan rata-rata dalam perioda ini adalah tinggi yaitu 13,3% untuk pelanggan RT, 6,8% untuk pelanggan Industri, 12,6% untuk pelanggan Bisnis, dan 14,4% untuk Publik. Kurun waktu antara 1998 sampai 2006 kita sebut situasi tidak normal.

Pengamatan data historis juga menunjukkan bahwa jumlah pelanggan RT selalu dominan, lebih dari 90% dari jumlah jumlah seluruh pelanggan baik dalam situasi normal maupun tidak normal. Dalam buku Statistik PLN 2011 tercantum angka proporsi jumlah pelanggan RT 92,77%, Industri 0,11%, Bisnis 4,47%, dan Publik 2,65%, yang dalam angka jumlah pelanggan adalah RT 42.577.542, Industri 50.365, Bisnis 2.049.361, dan Publik 1.233.877 pelanggan. Dengan dominasi jumlah tersebut maka perubahan jumlah pelanggan RT (naik ataupun turun) tidak terlalu signifikan pengaruhnya pada keseluruhan jumlah pelanggan. Sementara itu proporsi penjualan energi adalah 41,21% untuk pelanggan RT, 34,64% untuk pelanggan Industri, 17,92% untuk Bisnis, dan selebihnya 6,23% untuk Publik.

Selain itu konsumsi rata-rata per pelanggan RT jauh lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi rata-rata kelompok pelanggan lainnya. Pada tahun 2011, konsumsi per pelanggan (energi terjual per jenis pelanggan) adalah RT 1.529 kWh, Industri 1.086.584 kWh, Bisnis 13.812 kWh, Sosial 4.144 kWh, Kantor 23.175 kWh, dan PJU 22.915 kWh. Di samping konsumsi per pelanggan yang relatif kecil, diduga kuat bahwa kelompok pelanggan RT terdiri dari pelanggan dengan daya beli yang bergradasi dari yang kurang kuat sampai yang sangat kuat; hal ini ditunjukkan adanya pelanggan yang menggunakan batas kVA rendah sampai tinggi. Juga di suatu rumah tangga tidaklah mudah meninggalkan peralatan listrik yang sudah biasa dipakai jika harus terjadi penghenatan pemakaian tenaga listrik. Oleh karena itu terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi yang seharusnya diikuti dengan penghematan penggunaan tenaga listrik, tidak dapat diharapkan terjadi terlalu signifikan pada pelanggan RT; dengan kata lain konsumsi rata-rata pelanggan RT tidak terlalu rentan pada gejolak ekonomi. Hal ini terlihat dari data konsumsi rata-rata pelanggan RT dari 1994-2011 yang selalu meningkat setiap tahun sekalipun melalui masa krisis tahun 1998.

Dengan sifat tersebut maka jumlah pelanggan RT dapat ditargetkan, dan target ini disesuaikan dengan pendanaan yang tersedia atau harus disediakan. Jumlah target setiap tahun dapat dibuat sedemikian rupa sehingga suatu pencapaian Rasio Elektrifikasi 100% dapat terjadi pada sesuatu tahun yang dikehendaki. Jadi pertumbuhan jumlah pelanggan RT lebih ditentukan oleh pertumbuhan penduduk dibanding dengan gejolak ekonomi; hal ini berarti bahwa PLN dapat mengendalikan pertumbuhan jumlah pelanggan RT. Keadaan ini sangat berbeda dengan jumlah pelanggan Industri yang sangat dipengaruhi oleh gejolak ekonomi, yang ditunjukkan oleh pertumbuhan negatif jumlah pelanggan Industri yang telah terjadi dalam perioda tidak normal.

(4)

4/8

5. Batas-Rendah dan Batas-Tinggi Kebutuhan Tenaga Listrik

Pertumbuhan Jumlah Pelanggan. Pertumbuhan jumlah pelanggan secara nasional dalam situasi normal antara 2007 sampai 2011 telah disebutkan di atas. Akan tetapi karena hasil perhitungan yang dilakukan ini akan diperbandingkan dengan RUPTL 2011-2020, maka realisasi tahun 2011 belum dianggap sebagai data historis. Dengan pengertian ini maka angka pertumbuhan rata-rata jumlah pelanggan dihitung dari data antara 2007 sampai 2010, adalah 4,4% untuk RT, 1,22% untuk Industri, 3,8% untuk Bisnis dan 5,4% untuk Publik. Namun pertumbuhan rendah ini perlu dicermati, terutama pada pertumbuhan jumlah pelanggan RT karena kita menaruh harapan (misalnya) bahwa Rasio Elektrifikasi 100% dapat dicapai sebelum tahun 2020.

Dengan menggunakan proyeksi jumlah penduduk dari BPS 2005, dan asumsi bahwa satu RT terdiri dari 4 jiwa, maka dengan pertumbuhan jumlah pelanggan RT 4,4% Rasio Elektrifikasi 100% akan tercapai pada tahun 2023. Hal ini dinilai terlalu lambat. Jika kita berharap bahwa Rasio Elektrifikasi 100% dapat dicapai tahun 2020, maka pertumbuhan jumlah pelanggan RT haruslah ditargetkan sesuai dengan keinginan tersebut.

Prosedur Perhitungan. Prosedur perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tentukan Konsumsi Rata-rata untuk pelanggan RT, Industri, Bisnis, dan Publik [kWh/tahun], dengan menggunakan persamaan trend perubahan konsumsi; persamaan yang digunakan untuk menghitung adalah persamaan yang diperoleh pada situasi normal. 2. Targetkan pertumbuhan jumlah pelanggan RT, yaitu 3 juta/tahun agar rasio elektrifikasi 100% tercapai menjelang 2020. Untuk keperluan ini digunakan proyeksi pertumbuhan penduduk dari BPS tahun 2005.

4. Hitung prakiraan-rendah = jumlah pelanggan x konsumsi energi per tahun, dengan pertumbuhan 1,22% untuk Industri, 3,8% untuk Bisnis, dan 5,4% untuk Publik.

5. Hitung prakiraan-tinggi = jumlah pelanggan x konsumsi energi per tahun, yang merupakan harapan untuk meraih kembali sukses yang pernah dicapai sebelum tahun 1998, dengan pertumbuhan 6% untuk Industri, 11% untuk Bisnis dan 11% untuk Publik, sedangkan untuk RT sama dengan prakiraan rendah.

Hasil Perhitungan. Hasil perhitungan termuat dalam 1. untuk prakiraan-rendah dan Tabel-2. untuk prakiraan tinggi. Dengan kedua prakiraan ini kita mendapatkan satu koridor prakiraan kebutuhan tenaga listrik.

Tabel-1. Prakiraan Rendah Kebutuhan Energi [GWh]

Tahun RT Ind Bis Pub Total RE

2012 72,263 52,711 30,510 11,859 167,343 73.90% 2013 79,215 54,178 32,532 13,178 179,103 77.41% 2014 86,741 55,673 34,663 14,606 191,683 81.12% 2015 94,886 57,197 36,908 16,149 205,140 85.03% 2016 103,695 58,750 39,274 17,817 219,535 89.13% 2017 113,220 60,332 41,766 19,618 234,935 93.45% 2018 123,514 61,944 44,390 21,562 251,410 98.01% 2019 130,930 63,586 47,153 23,659 265,329 100.00% 2020 135,876 65,260 50,061 25,920 277,118

(5)

5/8

Tabel-2. Prakiraan Tinggi Kebutuhan Energi [GWh]

Tahun RT Ind Bis Pub Total RE

2012 72,263 58,683 35,884 13,974 180,804 73.90% 2013 79,215 63,641 41,495 16,856 201,207 77.41% 2014 86,741 69,003 47,950 20,279 223,973 81.12% 2015 94,886 74,799 55,371 24,339 249,394 85.03% 2016 103,695 81,065 63,899 29,148 277,807 89.13% 2017 113,220 87,838 73,695 34,839 309,592 93.45% 2018 123,514 95,156 84,944 41,566 345,180 98.01% 2019 130,930 103,064 97,856 49,509 381,359 100.00% 2020 135,876 111,607 112,670 58,879 419,033

6. Perbandingan dengan RUPTL 2011-2020

Perbandingan hasil perhitungan dengan RUPTL 2011-2020 diberikan dalam Tabel-3 beserta kurvanya Gb.1. seperti di bawah ini.

Tabel-3. Perbandingan dengan RUPTL 2011-2020 [TWh]

Tahun Prakiraan Rendah Prakiraan Tinggi RUPTL 2011-2020

2012 167.3 180.8 177.8 2013 179.1 201.2 193.4 2014 191.7 224.0 210.1 2015 205.1 249.4 227.6 2016 219.5 277.8 246.2 2017 234.9 309.6 264.6 2018 251.4 345.2 284.4 2019 265.3 381.4 305.7 2020 277.1 419.0 328.3 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 300.0 350.0 400.0 450.0 2010 2012 2014 2016 2018 2020 TW h Tahun Gb.1. Perbandingan dengan RUPTL

Prakiraan Rendah Prakiraan Tinggi RUPTL 2011-2020

7. Koreksi-Koreksi

Pertumbuhan Konsumsi per Pelanggan. Jika kita pandang suatu fungsi kontinyu F(t) maka pertumbuhan di setiap waktu dari F(t) adalah dF(t)/dt. Jika F(t) adalah fungsi diskrit maka pertumbuhan di setiap waktu t adalah F(t)/∆t. Dalam perhitungan di atas, konsep pertumbuhan ini diterapkan pada pada pertumbuhan jumlah pelanggan tetapi tidak pada peningkatan konsumsi per pelanggan; konsumsi per pelanggan didekati dengan trend peningkatan konsumsi. Pendekatan kenaikan konsumsi menggunakan trend dapat dikatakan sebagai pendekatan yang kurang optimis, dan sesungguhnya bukanlah pertumbuhan. Untuk lebih optimis, konsep pertumbuhan akan diterapkan juga pada konsumsi per pelanggan RT, Industri, Bisnis, dan Publik. Pertumbuhan tiap

(6)

6/8

tahun, yaitu ∆i/∆t,∆b/∆t ,dan ∆p/∆t, dihitung dari data dalam situasi normal 2007-2010; Masing-masing diambil rata-ratanya dan digunakan untuk menghitung pertumbuhan konsumsi untuk tahun-tahun berikutnya. Koreksi ini, digabungkan dengan koreksi-koreksi lain (yang diuraikan berikut ini), dan hasilnya diberikan pada Tabel-4 beserta kurvanya.

Pelanggan Rumah Tangga. Dalam perhitungan yang telah dilakukan, jumlah pelanggan rumah tangga ditargetkan dengan menambah jumlah pelanggan RT sebanyak 3 juta setiap tahunnya sedangkan jumlah rumah tangga dikaitkan dengan proyeksi jumlah penduduk menurut prediksi BPS 2005. Proyeksi pertumbuhan penduduk tersebut dapat dinyatakan dengan suatu fungsi polinom pangkat dua sebagai

y =1000(-8,8947x2 + 2999,3x + 201736) juta orang

dengan x =1 untuk tahun 2000. Dengan persamaan ini, pada tahun 2010 diprediksi jumlah penduduk adalah sebesar 233.652.000 orang. Dengan asumsi ada 4 jiwa per rumah tangga, maka jumlah rumah tangga adalah 58.413.00 dan jumlah ini seluruhnya dianggap memiliki rumah yang memerlukan pasokan energi listrik.

Sensus penduduk tahun 2010 memberikan angka jumlah peduduk 237,641,326 orang, atau 1,71% di atas angka prediksi. Sensus juga memberikan gambaran bahwa rumah tangga yang menghuni tempat tinggal dengan luas lantai antara 20 sampai >300 m2 adalah 61.156.679. Jika jumlah tempat tinggal ini diasumsikan sebagai bangunan yang perlu mendapat pasokan energi listrik, maka jumlah pelanggan rumah tangga menjadi lebih tinggi dari prediksi semula sebesar

% 7 , 4 % 100 4 / )) 201736 3 , 2999 8947 , 8 ( 1000 ( 6799 . 156 . 61 2 + + × = − x x

Selisisih ini disebabkan oleh angka asumsi 4 jiwa per rumah tangga yang terlalu tinggi. Hasil sensus 2010 memberikan angka jumlah jiwa rata-rata per rumah tangga adalah 3,86 jiwa. Jika angka ini digunakan untuk menghitung jumlah pelanggan rumah tangga pada tahun 2010 akan diperoleh jumlah pelanggan RT sebesar 60.552.418 pelanggan, 3,66% lebih tinggi dari proyeksi semula. Jika angka 3,86 jiwa per rumah tangga digunakan dalam perhitungan prakiraan-rendah, dan pertambahan jumlah pelanggan RT sebesar 3 juta per tahun tetap dipertahankan, Rasio Elektrifikasi 100% tercapai mundur satu tahun; dari yang semula tercapai pada 2019 menjadi tahun 2020.

Angkatan Kerja. Sensus 2010 memberikan informasi mengenai angkatan kerja menurut kelompok umur dari umur 15 tahun ke atas yang terdiri dari: (1) Penduduk yang berusaha sendiri; (2). Penduduk yang berusaha dibantu oleh buruh tidak tetap; (3) Penduduk yang berusaha dibantu oleh buruh tetap; (4) Buruh atau karyawan atau pegawai; dan (5) Pekerja bebas.

Jumlah kelima kelompok angkatan kerja tersebut adalah 88.393.758 jiwa atau 37,20% dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah angkatan kerja ini merupakan jumlah orang yang bekerja baik di sektor formal maupun nonformal dan dianggap sebagai jumlah angkatan kerja yang mengkonsumsi tenaga listrik non-RT, yang untuk tahun 2010 adalah 87.472,53 GWh. Dengan demikian maka kebutuhan tenaga listrik per orang angkatan kerja di tahun itu adalah

kWh 2 , 007 . 1 88.393.758 Pub Bis Ind pejualan kerja angkatan kWh/tahun = + + =

Pertumbuhan kebutuhan listrik untuk angkatan kerja merefleksikan terjadinya pertumbuhan Industri, Bisnis, dan Publik. Untuk perhitungan ini pertumbuhan rata-rata per tahun ditentukan dari pertumbuhan penjualan (Ind+Bis+Pub) dari tahun 2007 sampai 2010; pertumbuhan rata-rata yang terjadi adalah sebesar 5% per tahun. Pertumbuhan rata-rata ini agak rendah karena pada tahun 2009 terjadi pertumbuhan negatif sebesar −0,23% walaupun pertumbuhan tahun sebelumnya 6,75% dan pertumbuhan tahun berikutnya 8,50%.

(7)

7/8

Pertumbuhan rata-rata jumlah angkatan kerja tidak dapat dicari karena sensus dilakukan tidak setiap tahun. Namun data sensus 2010 menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di semua propinsi rata-rata adalah 35,74% dari jumlah penduduk di propinsi yang bersangkutan; persentase tertinggi ada di Bali sebesar 46,06% dan terrendah ada di Papua sebesar 28,41%. Oleh karena itu pertumbuhan jumlah angkatan kerja dikaitkan dengan pertumbuhan jumlah penduduk untuk setiap tahun dipercaya tidak bergeser jauh dari persentase tahun 2010, atau dengan kata lain jumlah angkatan kerja dapat dianggap sama setiap tahun yaitu sebesar 37,20% dari total penduduk. Dengan anggapan ini, konsumsi tenaga listrik per angkatan kerja untuk tahun 2007 sampai 2010 dapat dihitung dan nilai rata-ratanya digunakan sebagai pertumbuhan untuk tahun-tahun berikutnya.

Hasil perhitungan dengan koreksi konsumsi rata-rata per pelanggan, koreksi jumlah pelanggan rumah tangga, serta perhitungan konsumsi per angkatan kerja, diberikan dalam Tabel-4 yang sekaligus diperbandingkan dengan RUPTL 2011-2020, sedangkan kurvanya diberikan pada Gb.2.

Tabel-4. Prakiraan Kebutuhan Energi [TWh] dengan Koreksi

Tahun RT Ind+Bis+Pub Total RE RUPTL 2011-2020

2012 74,666.1 98,799.6 173,465.8 73.48% 177.8 2013 82,533.9 104,975.5 187,509.5 77.39% 193.4 2014 90,882.9 111,504.6 202,387.4 81.23% 210.1 2015 99,737.8 118,403.4 218,141.1 85.00% 227.6 2016 109,124.7 125,719.5 234,844.2 88.68% 246.2 2017 119,071.0 133,459.4 252,530.3 92.29% 264.6 2018 129,605.1 141,635.3 271,240.4 95.84% 284.4 2019 140,757.2 150,260.4 291,017.6 99.33% 305.7 2020 148,423.4 159,347.7 307,771.1 100.00% 328.3

Pertumbuhan Ekonomi. Telah diberikan argumen bahwa di antara empat kelompok pelanggan PLN, pelanggan RT adalah pelanggan yang paling tidak terlalu terpengaruh oleh gejolak ekonomi baik dilihat dari jumlah pelanggan maupun konsumsi rata-rata tenaga listriknya. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pertumbuhan jumlah pelanggan maupun konsumsi energi Industri, Bisnis, maupun Publik. Jika faktor elastisitas adalah 1,5 dan pertumbuhan ekonomi diasumsikan 6%, maka pertumbuhan konsumsi Ind+Bis+Pub menjadi 9%. Prakiraan kebutuhan energi dengan pertumbuhan ini diberikan dalam Tabel-5 dan kurva Gb.3.

0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 2010 2012 2014 2016 2018 2020 T W h Tahun

Gb.2. Kebutuhan Energi dengan Koreksi

Prakiraan Rendah Prakiraan Tinggi RUPTL 2011-2020 Koreksi

(8)

8/8

Tabel-5. Prakiraan Kebutuhan Energi [TWh] pada Pert Ekonomi 6%

Tahun RT Ind+Bis+Pub Total RE RUPTL 2011-2020

2012 74,666.1 106,461.9 181,128.1 73.48% 177.8 2013 82,533.9 117,421.2 199,955.1 77.39% 193.4 2014 90,882.9 129,470.5 220,353.3 81.23% 210.1 2015 99,737.8 142,712.3 242,450.1 85.00% 227.6 2016 109,124.7 157,296.7 266,421.4 88.68% 246.2 2017 119,071.0 173,334.7 292,405.6 92.29% 264.6 2018 129,605.1 190,953.4 320,558.5 95.84% 284.4 2019 140,757.2 210,290.7 351,047.8 99.33% 305.7 2020 148,423.4 231,494.5 379,917.9 100.00% 328.3 8. Kesimpulan

Suatu cara untuk melakukan prakiraan kebutuhan tenaga listrik sampai tahun 2020 telah diusulkan. Proses perhitungan diawali dengan mencari koridor pertumbuhan kebutuhan energi, diteruskan dengan koreksi-koreksi. RUPTL 2011-2011 berada dalam koridor yang dihitung.

Dengan pertumbuhan pasokan energi rata-rata 5% per tahun pada kelompok pelanggan Industri+Bisnis+Publik, pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik masih lebih rendah dari pertumbuhan menurut RUPTL 2011-2020. Makin tinggi persentase ini kurva perhitungan makin mendekati kurva RUPTL. Walaupun tidak ditampilkan perhitungannya, dapat disebutkan disini bahwa kurva RUPTL akan tercapai pada pertumbuhan Industri+Bisnis+Publik sebesar 6,7%. Dengan demikian maka jika faktor elastisitas adalah 1.5, RUPTL dapat terlaksana pada pertumbuhan ekonomi 5%.

Pertumbuhan ekonomi sebesar 6% belum cukup untuk meraih kembali pertumbuhan tinggi yang pernah dicapai sebelum krisis ekonomi 1998.

9. Referensi:

1].Buku Statistik PLN 1999 – 2011.

2]. Proyeksi penduduk, BPS 2005, kolaborasi Bappenas, BPS, UNFPA. 3]. Sensus Penduduk 2010, BPS, 2011. 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 2010 2012 2014 2016 2018 2020 T W h Tahun

Gb.3. Kebutuhan Energi pada Pertumbuhan Ekonomi 6%

Prakiraan Rendah Prakiraan Tinggi

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari letak kesalahan, SP-01 melakukan beberapa kesalahan. Pada soal nomor 1, SP-01 melakukan kesalahan dalam membuat model dan menyelesaikan model yang sesuai

 The  large  potential  of  MSMEs  in  the  national  economy  causes  the  government  to  pay   close  attention  to  developments  in  the  number  and  scale

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: (1) meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Polanharjo Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2017/2018 dalam

Target yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah pasangan suami istri muda yang baru beberapa bulan atau tahun menikah mampu mencegah perceraian dini dalam perkawinan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara ekspresi survivin dengan subtipe mole- kular pada karsinoma payudara

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan pada pembelajaran reading comprehension di kelas III sekolah dasar dengan menggunakan media story

Peserta yang meninggalkan ruangan setelah membaca soal dan tidak kembali lagi sampai tanda selesai dibunyikan, dinyatakan telah mengikuti / menempuh Ulangan Akhir Semester

Budiman, Sari, Ratnawati (2014) meneliti pada PT Bank Riau Kepri sejumlah 138 sampel dengan menggunakan Smart PLS menyatakan bahwa partisipasi penyusunan anggaran