• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan tentang Fintech ( Financial Tecnology ) digunkan. Teknologi financial adalah produk dan layanan jasa keuangan melalui

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan tentang Fintech ( Financial Tecnology ) digunkan. Teknologi financial adalah produk dan layanan jasa keuangan melalui"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengaturan tentang Fintech ( Financial Tecnology )

Bisnis Fintech merupakan inovasi financial dengan sentuhan teknologi modern, yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk menciptakan inovasi baru di sektor jasa keuangan, yang lebih cepat dan mudah digunkan. Teknologi financial adalah produk dan layanan jasa keuangan melalui kombinasi platform teknlogi dan model bisnis yang inovatif. Kegiatan usaha dari bisnis Fintech adalah layanan jasa keuangan secara elektronik. Dengan demikian bisnis Fintech adalah suatu model bisnis yang menyediakan layanan jasa keuangan dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Jadi apabila dilihat dari sistem kegiatan usaha yang dijalankan, maka bisnis

Fintech ini menjalankan sistem elektronik untuk menjalankan sistem layanan jasa

keuangan kepada konsumen. Sehingga bisnis Fintech terikat pada peraturan-peraturan tentang sistem elektronik dan peraturan-peraturan tentang layanan jasa keuangan. Oleh karena itu, bisnis Fintech diatur dan diawasi oleh BI ( Bank Indonesia ) serta OJK ( Otertitas Jasa Keuangan ) sebagai regulator sistem layanan jasa keuangan.17 1. OJK ( Otoritas Jasa Keuangan )

Pengaturan penyelanggaraan bisnis Fintech di indonesia. Oleh karena itu pada tahun 2016 mengeluarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan

17 Kornelius Benuf, Siti Mahmudah, Ery Agus Priyono, Perilindungan Hukum Terhadap Keamanan

Data Konsumen Finacial Technology, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Refelksi Hukum,

(2)

12

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Peraturaan Otoritas Jasa Keuangan ini mengatur mengenai penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanann jasa keuangan untuk mempertemukan pemeberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

Pengaturan OJK ( Otoritas Jasa Keuangan ) ini juga mengatur mengenai bentuk badan hukum, kepemilikan, dan pemodalan penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Pasal 2 Ayat (2) POJK 77/POJK.01/2016, bentuk badan hukum penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah Perseroan atau Koperasi, selanjutnya dalam Pasal 3 Ayat (1) dan (2) POJK 77/POJK.01/2016, mengatur kepemilikan Perseroan terbatas dapat didirikan dan dimiliki oleh WNI dan/ atau badan hukum indonesia, dan/ atau WNA dan/atau badan hukum asing.

Pasal 5 POJK 77/POJK.01/2016 mengatur mengenai kegiatan usaha yang dijalankam penyelenggara, yaitu penyelenggara menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi dari pihak pemberi pinjaman kepada pihak penerima pinjaman yang sumber dananya berasal dari pihak pemberi pinjaman. Penyelenggara dapat berkerja sama dengan penyelenggara layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

(3)

13

Teknologi, ini hanya mengatur satu jenis bisnis Fintech yaitu Fintech yang menyediakan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.18

Adapaun yang mengenai hal persyaratan wajib usaha Fintech sebagaimana yang diatur didalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi yaitu :

a. Kejelasan bentuk badan hukum, kepemilikan, dan permodalan

b. Mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK ( Otoritas Jasa Keuangan )

c. Ketersediaan SDM ( Sumber Daya Manusia ) yang memiliki kealihan atau latar belakang IT

d. Dokumen berbentuk elektronik

e. erdapat akses informasi untuk penyelenggara pinjaman, pemberi pinjaman, dan penerima pinjaman

f. Pusat data dan disaster recovery plan yang ditempatkan di indonesia dan memenuhi standar minimum, pengelolan risiko, dan pengamanan teknologi informasi, serta ketahanan terhadap gangguan dan kegaglan sistem, serta alih kelola sistem teknologi informasi.

g. Menjaga kerahasiaan, keutuhan dan ketersediaan data pribadi, data transaksi dan data keuangan sejak data diperoleh hingga data dimusnahkan.

18 Kornelius Benuf, Rinitami Njatrijani, Ery Agus Priyono, Nur Adhim, Pengaturan Dan

Pengawasan Bisnis Finacial Technology Di Indonesi, Faculty of law, Diponegoro University, Jurnal

(4)

14

h. Sistem pengamanan yang mencakup prosedur, sistem pencegahan, dan penanggulangan terhadap serangan yang menimbulakan gangguan, kegagalan, dan kerugian.

i. Penyelenggara menerapkan prinsip dasar dari perlindungan pengguna ( konsumen ) di sektor jasa keuangan.

j. Perjanjian dilaksanakan dengan menggunakan tanda tangan digital.19 Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi, bisa disimpulkan Otoritas Jasa Keuangan mengatur bisnis Fintech, dengan cakupan Fintech yang menyelenggarakan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau peer

to peer lending, layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi adalah

penyelenggaraan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunkan jaringan internet.20

Setelah berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi, OJK telah mengeluarkan ketentuan SEOJK No. 18/ SEOJK.02/2017 Tentang Tata Kelola Dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, ruang lingkup yang diatur meliputi :

19 Rinitami Njatrijani, Perkembangan Regulasi Dan Pengawasan Financial Techology Di

Indonesia, Diponegoro Private law review. Vol 4 No. 1 February 2019. Hal 467-468

(5)

15

a. Penempatan pusat data dan pemulihan bencana serta rencana pemulihan rencana

b. Tata kelola sistem elektronik dan teknologi informasi yang meliputi rencana strategis sistem elektronik, sumber daya manusia, dan pengelolaan perubahan teknologi informasi

c. Alih kelola teknologi

d. Pengelolaan data dan informasi

e. Pengelolaan risiko teknologi informasi f. Pengamanan sistem elektronik

g. Penanganan insiden dan ketahanan terhadap gangguan h. Penggunaan tanda tangan elektronik

i. Ketersediaan layanan dan kegagalan transaksi j. Keterbukaan informasi produk dan layanan21

Pada tahun 2018 Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi penyelenggaara jasa keuangan di Indonesia kembali menerbitkan peraturan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, ini dibentuk dengan tujuan untuk penyelenggaraan inovasi keuangan digital secara bertanggung jawab. Pengaturan IKD ( Inovasi Keuangan Digital ) dilakukan dengan tujuan untuk mendukung pengembangan IKD yang bertanggung jawab, mendukung pemantauan IKD yang efektif, dan mendorong sinergi di dalam ekosistem digital jasa keuangan,

(6)

16

sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) POJK 13/POJK.02/2018 tentang tujuan IKD.

Ruang lingkup bisnis Fintech dalam POJK ini dibagi menjadi delapan jenis sebagaimana diatur dalam :

Pasal 3 yaitu :

a. Penyelesaian transaksi b. Penghimpunan modal c. Pengelolaan investasi

d. Penghimpunan dan penyaluran dana e. Per asuransian

f. Pendukung pasar

g. Pendukung keuangan lainya h. Aktivitas jasa keuangan lainya

Pada Pasal 4 POJK 13/POJK.02/2018 mengatur mengenai kiteria Fintech yang meliputi; bersifat inovatif dan berorientasi ke depan, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana utama pemberian layanan kepada konsumen disektor jasa keuangan, mendukung inklusi dan literasi keuangan, bermanfaat dan dapat dipergunakan secara luas, dapat diintergasikan pada layanan keuangan yang telah ada, mengunkan pendekatan kolaboratif, dan memperhatikan aspek perindungan konsumen dan perlindungan data.

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di sector jasa keuangan ini bisa disimpulkan bahwa OJK mengatur dan mengawasi penyelenggara Fintech di Indonesia dengan cakupan Fintech yaitu terdiri dari penyelesian transaksi, penghimpunan modal, pengelolan investasi, penghimpunan dan penyaluran dana, perasuranisan, pendukung pasar, pendukung keuangan digital lainya, dan aktivitas jasa keuangan lainnya.

(7)

17

Artinya dalam perkembangan bisnis Fintech yang pada tahun 2016 oleh Otoritas Jasa Keuangan hanya diatur satu jenis saja yaitu layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, telah bertambah janisnya. Jenis-jenis bisnis

Fintech tahun 2017 oleh Bank Indonesia menjadi lima jenis Fintech yaitu; sistem

pembayaran, pendukung pasar, manajemen investasi dan manajemen risiko, pinjaman, pembiayaan, dan penyediaan modal, dan jasa finansial lainya. Pada tahun 2018 Otoritas Jasa Keuangan melalui POJK No. 13 /POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di sector jasa keuangan, mengatur jenis-jenis Fintech menjadi delapan jenis yaitu; penyelesaian transaksi, penghimpunan modal, pengelolaan investasi, penghimpunan dan penyaluran dana, perasuranisan, pendukung pasar, pendukung keuangan digital lainnya, dan aktivitas jasa keuangan lainnya.

Apabila kita klasifikasi kan berdasarkan legalitas bentuk dan legalitas kegiatan usahanya maka hanya terdapat dua kelompok model bisnis Fintech yang ada di Indonesia yaitu, Fintech yang legal artinya terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, dan Fintech ilegal artinya Fintech yang tidak terdaftar dan tidak diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.22

2. Bank Indonesia

Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, sebagaimana dilangsir dari laman resminya, terbitnya PBI No. 18/40/PBI/2016 ini bertujuanuntuk memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk di bidang jasa sistem pembayaran, baik dari sisi instrument,

(8)

18

penyelenggara, mekanisme maupun infrastruktur penyelenggara pemerosesan transaksi pembayaran. Cakupan dalam PBI ini meliputi penyelenggaraan dalam pemerosesan transaksi pembayaran, perizinan dan persetujuan dalam penyelenggaraan pemerosesan transaksi pembayaran, laporan, peralihan izin penyelenggara jasa sistem pembayaran dan pengawasan, larangan, serta sanksi.23

seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan inovasi di sektor jasa keuangan digital, ternyata jenis-jenis bisnis Fintech juga berkembang. Jenis bisnis

Fintech yang pada tahun 2016 oleh OJK hanya diatur satu jenis Fintech saja yaitu

layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, pada tahun 2017 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/ 2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial ini bertujuan untuk mengatur penyelenggaraan Teknologi Finansial untuk mendorong inovasi di bidang keuangan dengan menerapkan prinsip perlindungan konsumen serta manajemen risiko dan kehati-hatian guna tetap menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran yang efisien, lancar, aman, dan andal.

Ruang lingkup penyelenggaraan teknologi finansial dikategorikan ke dalam lima kategori, yang diatur dalam :

Pasal 3 Ayat (1) yaitu: a. Sistem pembayaran b. Pendukung pasar

c. Manajemen investasi dan manajemen risiko; d. Pinjaman, pembiayaan, dan penyediaan modal; dan

23 Ade Bagus Riadi, Sasmita Flouridaningrum, Jurnal Hukum Fintech, Teknologi telekomunikasi &

(9)

19

e. Jasa finansial lainya

Pasal 3 ayat (2) mengatur mengenai kriteria teknologi finansial yaitu bersifat inovatif, dapat berdampak pada produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis finansial yang telah eksis, dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, dapat digunakan secara luas dan kriteria lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Artinya dalam perkembangan bisnis Fintech, yang pada tahun 2016 oleh Otoritas Jasa Keuangan hanya diatur satu jenis saja yaitu Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, telah bertambah jenisnya. Jenis-jenis Bisnis Fintech tahun 2017 oleh Bank Indonesia menjadi lima jenis Fintech yaitu; Sistem Pembayaran, Pendukung pasar, Manajemen investasi dan manajemen risiko, Pinjaman, Pembiayaan, dan Penyediaan Modal, dan Jasa Finansial lainnya. Adapun pengertian dari jenis-jenis bisnis Fintech tersebut telah dijelaskan di atas.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, bisa disimpulkan bahwa Bank Indonesia mengatur dan penyelenggaraan Fintech di Indonesia dengan cakupan Fintech yaitu terdiri dari Sistem Pembayaran (Digital Payment), Pendukung pasar, Manajemen investasi dan manajemen risiko, Pinjaman, Pembiayaan, dan Penyediaan Modal, dan Jasa Finansial lainnya.24

Di samping itu, BI juga menerbitkan ketentuan pelaksanaan PBI penyelenggaraan teknologi finansial diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubenur ( PADG ) No. 19/14/PADG/2017 Tentang Ruang Uji Coba Terbatas (

(10)

20

Regulatory Sandbox ) teknologi finansial dan PADG No. 19/15/PADG/2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian Informasi, dan Pemantauan Penyelenggara Teknologi Finansial.25

Data perkembangan untuk penyelenggara perusahan Fintech yang terdafatar di Indonesia dari kurun waktu dari 2016 hingga PER 14 Agustus 2020 jumlah yang berizin dan terdaftar oleh OJK yaitu berjumlah 157 Fintech.

Penulis melihat adapun dalam mengenai regulasi peraturan yang ditunjuakan oleh perusahan Fintech yang diawasi langsung oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan tidak adanya permasalahan atau tumbang tindihnya perturan tersebut yang dimana, mengenai pendaftaran Fintech terbagi menjadi dua untuk Fintech berbasis pinjam meminjam atau Peet to Peer Lending berada dibawah pengurusan oleh OJK dan sedangkan yang berada dibawah pengawasan BI adalah yang terkait system pembayaran.

Melihat dalam peraturan yang mengenai Fintech yang dilakukan oleh Bank Indonesisa dan Otoritas Jasa Keuangan terdapat pembedaan yaitu POJK 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi. Informasi pada initinya dalam perturan ini bertujuan untuk melindungi konsumen terkait keamanan dana dan data, pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, setabilitas system keuangan, hingga para pengelola perusahan Fintech. Ketentuan ini juga mengatur mengenai batas kepemilikan saham asing, modal minimal, batas maksimal pinjaman, keharusan escrow account serta beberapa prinsip yang wajib diterapkan penyelenggara Fintech.

(11)

21

Sedangkan PBI 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial dalam ini bertujan untuk mendukung terciptanya stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran yang efisen, lancar, aman, dan andal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan inklusif dengan menerapkan prinsip perlindungan konsumen serta manajemen risiko dan kehati-hatian.26

B. Sengketa Konsumen

Penggunaan jasa pinjaman uang online atau peminjaman melalui sistem elektronik ini marak saat ini. Kemudahan dalam meminjam dana menjadi salah satu kelebihan layanan jasa keuangan ini dibandingan perbankan. Dalam hitungan hari, pinjaman dapat langsung dicairkan tanpa perlu repot-repot mendatangi bank.

Sistem pemebrian kredit atau pinjaman dari Fintech adalah sebagai berikut: a. Proses bagi Peminjam. Setelah melakukan registrasi, peminjam akan mengajukan proposal peminjaman. Penyelenggara peminjaman uang online kemudian akan menganalisis nilai kredit, sejarah peminjaman, jumlah pendapatan peminjam, untuk menentukan besaran bunga pinjaman, dan skor peminjam.

b. Proses bagi pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman akan memberikan informasi data diri pribadi kepada penyelenggara peminjaman uang online seperti nama, nomor KTP, nomor rekening, nomor telefon genggam/ handphone dan seterusnya. Setelah proses registrasi pemberi pinjaman

(12)

22

dapat melihat profil penerima pinjaman dan memutuskan kepada siapa pinjaman akan diberikan.

c. Proses bagi penyelenggara peminjaman uang online sebagai badan usaha di Indonesia akan mengelola data diri pribadi dari pemberi pinjaman dan mengelola dana dari pemberi pinjaman merangkap data diri dari pemberi pinjaman. Penyelenggara juga melakukan analisis kredit kepada peminjam. Pinjaman online dapat di akses dengan cara mendownload di PlayStore bagi pengguna Android/IOS dan dapat di akses melalui website. Pinjaman Online tersebut menawarkan syarat yang mudah dengan pencairan dana yang cepat. Syarat yang diperlukan antara lain KTP, Kartu Keluarga, NPWP, SIM, Nomor Telepon dan memiliki Rekening Bank. Kemudian berkas difoto lalu diupload. Begitu juga dengan cara pembayarannya cukup mudah dangan cara transfer antar bank maupun melalui indomaret/alfamart terdekat.27

Sistem peminjaman uang onlien merupakan pola interaksi keuangan dalam

Fintech antara pihak penyedia dana dan pihak peminjam dana yang transaksinya

dilakukan secara online. Fintech sistem peminjaman uang secara online, bukan hanya sekedar memfasilitasi mereka yang membutuhkan pinjaman dana, tetapi juga diperuntukan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya dalam jumlah tertentu. Sehingga perusahan Fintech menjadi wadah yang mempertemukan antara

27 Erna Priliasari, pentingnya perlindungan data pribadi dalam transaksi pinjaman online, badan

pembinaan hukum nasional kementrian hukum dan hak asasi manusia, majalah hukum nasional No 2 tahun 2019. Hal 9-11

(13)

23

pemberi pinjaman ( calon kreditur ) dan peminjam ( calon debitur ) melalui aplikasi secara online.28

Menurut ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata, pinjam meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakian, dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Pinjam meminjam adalah kontak rill, artinya persetujuan peminjaman baru mengikat setelah barang atau uang yang diserahkan diterima oleh si peminjam.

Walaupun dalam definisi yang diberikan pasal 1754 KUHPerdata tidak disebutkan tentang uang, tetapi objek utama dari perjanjian ini adalah barang yang dapat habis dalam pemakaian ataupun barang yang dapat diganti dengan keadaan dan jenis yang sama maupun berupa uang. Pinjaman uang termasuk pada perjanjian peminjaman pada umumnya. Oleh karena itu, segala ketentuan yang berkaitan dengan perjanjian pinjam-meminjam barang yang habis terpakai, berlaku juga terhadap persetujuan pinjaman uang.29

Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata untuk syahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

28 Darman, Financial Technology ( Fintech ): Karakteristik dan Kualitas Pinjaman Pada Peer to

Peer Lending di Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako, palu, Jurnal

Manajemen Teknologi, 18(2), 2019, 130-137. Hal 133

29 Windy Sonya Novita, Moch. Najib Imanullah, Aspek Hukum Peer To Peer Lending ( Identifikasi

Permasalahan Hukum dan Mekanisme Penyelesian ), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,

(14)

24

c. Suatu hal tertentu; dan d. Suatu sebab yang halal.

Suatu perjanjian yang sah dianggap tidak ada jika perjanjian itu telah terjadi karena paksaan, kekhilafan atau penipuan. Karena perjanjian terdiri dari serangkaian kalimat, maka dalam membuat sebuah perjanjian diperlukan penafsiran terlebih dahulu guna menetapkan isi perjanjian tersebut, sehingga jelas diketahui maksud setiap pihak ketika mengadakan perjanjian.30

Permasalahan dalam pinjaman online adalah ketika para peminjam gagal bayar, hal yang dirugikan pada peminjam ialah penyalahgunaan data milik konsumen peminjam tanpa izin oleh pihak Fintech dengan cara mengakses data-data pada perangkat telepon dengan cara mengakses data-data pada perangkat telepon seleluler sebagai cara melakukan penagihan utang kepada penermia pinjaman. Pelanggaran yang terjadi pada konsumen ialah pinjaman atas penyalahgunaan data pribadi pada jaringan seluler oleh perusahan penyedia platform diantaranya penagihan intimidatif, penyebaran data pribadi kepada kontak yang ada di nomer miliki konsumen.

Ragam dugaan pelanggaran tersebut salah satunya berseumber dari hasil laporan pengaduan masyarakat yang diterima Lembaga Bantuan Hukum ( LBH ), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mencatat sebanyak 14 pelanggaran hukum yang dialami oleh korban aplikasi pinjaman online. Pelenggaran-pelenggaran tersebut sebagai berikut ( Rizky, 2019) :

30 R. Jossi Belgradoputra, Slamet Supratna, Hartono Widodo, Perlindungan Hukum Terhadap

Korban Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Secara Online, Fakultas Hukum Universitas

(15)

25

a. Bunga yang sangat tinggi dan tanpa batasan.

b. Pengihan yang tidak halnya yang dilakukan pada peminjam atau kontak darurat yang disertakan oleh peminjam.

c. Ancaman, fitnah, penipuan dan lainya d. Penyebaran data pribadi

e. Penyebaran foto dan informasi pinjaman ke kontak yang ada pada gawai peminjaman.

f. Kontak dan lokasi kantor penyelenggara aplikasi pinjam online yang tidak jelas.

g. Biaya admin yang tidak jelas.

h. Aplikasi berganti nama tanpa pemberitahuan kepada peminjam, sedangkan bunga pinjaman nerkembang.

i. Peminjam sudah membayar pinjaman, namun pinjaman tidak hapus dengan alasan tidak masuk pada sistem.

j. Aplikasi tidak bisa dibuaka bahkan hilang dari Appstore / Plastore pada saat jatuh tempo pengembalian pinjaman.

k. Penagiahan dilakukan oleh orang yang berbeda-beda.

l. Data KTP dipakai oleh penyelenggara aplikasi pinjaman onlien untuk mengajukan pinjaman di aplikasi lain

m. Virtual Account pengembalian uang salah, sehingga bunga terus berkembang dan penagiahan intimidatif terus dilakukan.31

31 Raden Ani Eko Wahyuni, Bambang Eko Turisno, Praktik Finansial Teknologi Iegal Dalam

Bentuk Pinjaman Online Ditinjau Dari Etika Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,

(16)

26 Fintech ilegal merupakan probelmatika yang menjadi dasar kasus-kasus

yang terjadi di indonesia, secara substansi, bahwa layanan jasa keuangan termasuk

Fintech yang harus terdaftar dalam OJK ( Otoritas Jasa Keuangan ), namun

kenyataan dalam kasus, Fintech ilegal lebih mendominasi terhadap pelanggaran, artinya presentase jumlah Fintech berizin lebih sedikit dibandingakan dengan

Fintech ilegal. Sayangnya, dalam pengawasan dan pengaturan Fintech ilegal atau

tidak diatur dalam pengaturan OJK ( Otoritas Jasa Keuangan ). Apalagi, sanksi yang diterapkan OJK ( Otoritas Jasa Keuangan ) hanya dikenakan sanksi admisitrasi, yaitu pencabutan beroperasi. Artinya tidak ada sanksi yang lebih berat untuk menjerhkan pelaku penyelenggara Fintech ilegal. Sematara itu, sedikit pengatuhan masyarakat terhadap masyarakat terhadap Fintech membuat masyarakat tidak bisa membedakan nama Fintech yang terdaftar dan tidak dikarenakan keduanya sangat mirip. Sedangkan, para pemangku kepentingan ( dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan ) saling lempar wewenang dalam menganai kasus Fintech ilegal. Kurangnya infrastruktur seperti halnya teknologi analsis Fintech ilegal, hal ini dikarenakan tugas dari satgas waspada investasi belum maksimal.32

Perlindungan konsumen dimaksudkan sebagai segala upaya yang menjamin kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen, sebagaimana pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, keberadaan undang-undang perlindungan konsumen ini, adalah untuk menjamin kepastian hukum perlindungan konsumen dengan terpenuhinya hak-hak konsumen, dan Undang-Undang No. 8

32 Nabila Aulia Rahma, Adi Fauzanto, Keri Pranata, Responsive Law System Of Financial

Technology : Upaya Rekonstrusi Konsep Penyelesaian Sengketa Peer To Peer Lending, Fakultas

(17)

27

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ini dijadikan sebagai payung bagai Perundang-undangan lain yang bertujuan untuk melindungi konsumen, baik yang sudah ada maupun yang akan berlaku kemudian. Perlindungan konsumen ditujukan menyeimbangkan kedudukan konsumen dengan pelaku usaha sebagai pihak yang saling berhubungan dan membutuhkan, menciptakan keselarasan secara materil tidak sekedar formal.33

Dengan banyak permasalahan yang memuat diatas, maka adanya pembedaan hal-hal yang termuat terhadap Fintech Ilegal dan legal Terdaftar/Berizin sebagai berikut :

PERBEDAAN FINTECH ILEGAL DAN FINTECH TERDAFTAR / BERIZIN

Fintech Ilegal Fintech

Terdaftar/Berizin 1.

Regulator/Pengawas

Tidak ada regulator khusu yang bertugas mengawasi kegiatan penyelenggara Fintech Ilegal

Penyelenggara Fintech yang terdaftar/berizin di OJK berada dalam

pengawasan OJK

sehingga sangat

memperhatikan aspek perlindungan konsumen. 2. Bunga & Denda Mengenakan biaya dan

denda yang sangat besar dan tidak transparan

Diwajibkan memberikan keterbukaan inforamsi mengenai bunga, dan denda maksimal yang dapat dikenakan kepada pengguna Asosiasi Fintech Pendanaan

33 Nuzul Rahmayani. Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terkait Pengawasan Perusahan

Berbasis Financial Technology di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

(18)

28

Bersama Indonesia (AFPI) mengatur biaya pinjaman maksimal 0,8% per hari dan total seluruh biaya termasuk dendan adalah 100% dari nilai pokok pinjaman

3. Kepatuhan

peraturan

Tidak mau tunduk pada peraturan OJK (POJK) dan berpotensi tidak tunduk pada peraturan perudang-undangan lain yang berlaku

Wajib tunduk pada peraturan, baik POJK,

maupun peraturan

perundang-undangan yang berlaku

4. Pengurus Tidak ada standar

pengalaman apapun yang harus dipenuhi oleh penyelenggara Fintech

Ilegal

Direksi dan Komisaris penyelenggara jelas orang-orangnya dan

harus memiliki

pengalaman minimum 1 tahun di industri jasa keuangan, pada level manjerial

5. Cara penagihan Tidak mengikuti tata cara penagihan yang beretika dan sesuai aturan. Sering terjadi penagihan dengan cara-cara yang kasar, cendrung

mengancam, tidak

manusiawi dan bertentangan dengan hukum

Tenaga penagih pada

wajib mengikuti

sertifikasi tenaga penagih yang dilakukan oleh AFPI. Penagihan bisa diserahkan kepada jasa penagihan yang terdaftar di AFPI

sehingga dapat

dimonitor. Proses penagihan dapat dilacak. Apabila ditemukan pelanggaran, OJK/AFPI

dapat memberikan

(19)

29

6. Asosiasi Tidak memiliki asosiasi ataupun tidak dapat menjadi anggota AFPI

Wajib menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk OJK, yaitu asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI)

7. Lokasi kantor/ domisili

Lokasi kantor tidak jelas/ditutupi. Sebagian pelaku mengoperasikan dari

luar negeri untuk

menghindari aparat hukum

Lokasi kantor jelas. Disurvei oleh OJK saat akan mendapatkan tanda terdaftar dan dapat dengan mudah ditemui koordinatnya di Google.

8. Status Menyelenggarakan kegiatan

tanpa mendapatkan izin dari otoritas yang berwenang situs dan aplikasi diblokir oleh satgas waspada investasi (SWI), yakni satuan tugas yang terdiri dari 13 lembaga/institusi, diantaranya OJK, Polri, Komenkominfo, Kejaksaan Agung, dan Bank Indonesia

Bersetatus Legal sesuai

dengan POJK

77/POJK.01/2016

9. Syarat pinjaman meminjam

Cendrung sangat mudah,

tanpa menanyakan

keperluan pinjaman

Penyelenggaraan

Fintech yang terdaftar/

berizin OJK perlu mengetahui tujuan

pinjaman serta

membutuhkan dokumen-dokumen untuk melakukan credit

scoring 10. Pengaduan Konsumen Tidak menanggapi pengaduan pengguna dengan baik Menyediakan sarana pengaduan pengguna dan wajib menindaklanjuti pengaduan serta

(20)

30

melaporkan tidak

lanjutnya kepada OJK. Pengguna juga dapat menyampaikan

pengaduan melalui AFPI, dan OJK, selain itu dalam hal terjadi sengketa, pengguna juga dapat difasilitasi oleh OJK maupun Lembaga Alternatif Penyelesain Sengketa

11. Kompeteni

Pengelola

Pengelola tidak mewajibkan pelatihan/ sertifikasi apapun

Direksi, Komisaris dan pemegang Saham wajib mengikuti seminar dan sertifikasi yang diadakan

oleh AFPI untuk

menyamkan

pemahaman dalam

mengelola bisnis 12. Akses Data

Pribadi

Meminta akses kepada seluruh pribadi yang ada di dalam handphone (HP) pengguna diantaranya meminta dapat mengakses seluruh nomor kontak di HP, foto, storage, dll. Data-data yang kemudian dapat

disalahgunkan saat

melakukan penagihan. Jika foto diaskes, mereka dapat melihat dan menyalin seluruh foto di HP pengguna

Fintech yang terdaftar/berizin OJK hanya diizinkan mengakses camera, microphone, dan location pada hendpohone pengguan. Tidak dibloehkan

mengakses data selain di atas baik langsung maupun tidak langsung selama Undang-Undang perlindungan data pribadi belum ditetapkan oleh DPR

(21)

31

13. Risiko bagi

Lender

Lender memiliki risiko yang

sangat tinggi, terutama

risiko kehilangan/

penyalahgunaan dana, pengembalikan pinjaman yang tidak sesuai, dan/atau berpotensi praktik shadow

banking dan ponzi scheme

Lalu lintas dana dilakukan melalui sistem perbankan melalui

virtual account & escrow account dan segala manfaat ekonomi maupun biaya yang dikenakan kepada lender dinyatakan secara jelas dalam perjanjian

14. Keamanan

Nasional

Penyelenggara Fintech

ilegal tidak patuh pada aturan menempatkan pusat data ( data center ) pengguna dan tidak memiliki pusat pemulihan bencana ( data recovery

center ) di indonesia

Wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di

wilayah Republik

Indonesia34

Sanksi yang akan dilakukan oleh Fintech Ilegal dan Legal. Terkait keberadaan Fintech Ilegal OJK dan satgas waspada investasi untuk mencegah dan menagani maraknya tawaran dan praktek investasi illegal, termasuk untuk menagani pinjol Ilegal. Satgas waspada investasi memiliki fungsi pencegahan dan penaganan tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi. Secara umum kegiatan pencegahan dilakukan dengan cara edukasi dan sosialisasi serta pemantauan potensi dugaan tindakan melawan hukum. Oleh karena itu Fintech Ilegal yang belum terdafatar di dalam OJK dapat di lakukan tindakan pemblokiran situs, melakukan pemeriksaan bersama terhadap

(22)

32

kegiatan usaha yang diduga sebagai investasi Ilegal untuk menghentikan kegiatan usahanya, serta meningkatkan koordinasi penanganan kasus dengan instansi terkait yang dilaukan oleh satgas waspada investasi.35

Sedangkan hal yang akan dilakukan oleh Fintech Legal yang dimana Fintech tersebut melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan pengguna maka akan dilakukan yang telah diatur dalam POJK 77/POJK.02./2016 pada Pasal 29 Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar, transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan data, penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau. Dan terdapat pada pasal 47 ayat (1) POJK 77/POJK.01/2016 atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap penyelenggara berupa, peringatan tertulis, denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu, pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin.

C. Mekanisme Sengketa Konsumen

Mekanisme yang harus dilakukan dalam sengketa konsumen oleh pelaku usaha fintech ialah perlindungan hukum. Perlindungan hukum diartikan sebagai pemberian perlindungan kepada kepentingan individu yang dilindungi oleh hukum. Perlindungan yang ditunjukan kepada konsumen dalam dunia bisnis yang dipandang baik secara materil maupun formil semakin penting. Mengingat semakin cepatnya pergerekan teknologi sebagi motor penggerak dari produktifitas produsen

35 Rayyan Sugangga, Erwin Hari Sentosa, Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Pinjaman

Online ( Pinjol ) Ilegal, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Malang, Pajoul ( Pakuan Justice

(23)

33

atas barang atau jasa yang akan dihasilkan dalam mencapai tujuan dari suatu usaha.36

Bisnis atau jasa di bidang keuangan sudah menjadi suatu bisnis yang sangat rentan terhadap berbagai tindakan-tindakan yang merugikan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan keberadaan teknologi untuk melakukan suatu tindakan baik itu penyelewengan atau penyalahgunaan yang mengakibatkan kerugian bagi para pengguna layanan tersebut.

Para penyelenggara layanan Fintech yang sudah terdaftar di OJK ( Otoritas Jasa Keuangan) dalam melakukan kegiatan usahanya memiliki berbagai larangan salah satunya yaitu tidak diperbolehkan menjalankan kegiatan usaha diluar yang telah diatur dalam peraturan OJK ini, tidak diijinkan bertindak baik sebagai pemberi pinjaman ataupun sebagai penerima pinjaman tersebut, kemudian dilarang untuk memberikan informasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku, dan masih banyak larangan lainnya. Keberadaan larangan-larangan itu sendiri tujuannya adalah untuk menciptakan suatu perlindungan hukum bagi pengguna layanan Fintech. Para penyelenggara yang ditemukan melanggar larangan yang sudah ditetapkan maka akan dikenakan sanksi administrasi yang berlaku.37

Pada dasarnya OJK ( Otoritas Jasa Keuangan ) sudah mengatur mengenai pencegahan risiko peminjaman uang online dalam beberapa ketentuan yang terdapat dalam peraturan OJK diantaranya dalam ketentuan. Pasal 29 Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan pengguna yaitu :

36 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika : Jakart, 2011. Hal 5 37 Ni Kadek Puspa Pranita, I wayana Suardana, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pengguna

Layanan Fintech ( Financial Technology ), Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum

(24)

34

a. transparansi,

b. perlakuan yang adil, c. keandalan,

d. kerahasiaan data, penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.

Serta dalam ketentuan Pasal 26 mengenai kewajiban Penyelenggara untuk menjaga kerahasiaan dan keutuhan data pengguna. Selain itu Pasal 38 menyebutkan bahwa Penyelenggara wajib memiliki standar prosedur operasional dalam melayani Pengguna yang dimuat dalam dokumen elektronik. Penjelasan Pasal 38 menyebutkan yang dimaksud dengan standar prosedur operasional antara lain terkait penyampaian dan penyelesaian pengaduan. Mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan termasuk juga penyelesaian sengketa antara Pengguna dan penyelenggara peminjaman uang online yang terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak yang terjadi setelah pengaduan dari Pengguna diterima. Mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan dilakukan dengan mengutamakan prinsip interaktif yaitu dalam menyelesaikan pelayanan dan penyelesaian bagi Pengguna secara aktif dan informatif.

Salah satu cara kegiatan yang mampu melindungi kepentingan konsumen adalah dengan memberikan kewajiban kepada penyelenggara peminjaman uang online untuk memiliki layanan pengaduan konsumen. Atas hal tersebut maka disusun ketentuan dalam bentuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.07/2018 Tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut POJK Nomor 18/POJK.07/2018 yang

(25)

35

merupakan wadah untuk menampung keluhan konsumen termasuk adanya potensi kerugian materiil atas produk dan/atau jasa pelaku usaha jasa keuangan yang dimanfaatkan oleh konsumen.

Pasal 1 angka 6 POJK Nomor 18/POJK.07/2018 menyebutkan bahwa pengaduan adalah ungkapan ketidakpuasan konsumen baik lisan atau tertulis yang disebabkan oleh adanya kerugian dan/atau potensi kerugian materiil, wajar dan secara langsung pada konsumen karena tidak dipenuhinya perjanjian dan/atau dokumen transaksi keuangan yang telah disepakati. Tujuan pelayanan pengaduan tersebut tentunya untuk melakukan penyelesaian pengaduan dalam memberikan perlidungan konsumen. Ruang lingkup layanan pengaduan meliputi penerimaan pengaduan, penanganan pengaduan, dan penyelesaian pengaduan.

Pasal 7 POJK Nomor 18/POJK.07/2018 menyebutkan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menerima dan mencatat setiap pengaduan yang diajukan oleh konsumen dan/atau perwakilan konsumen. Pengaduan tersebut dapat dilakukan secara lisan antara lain melalui telepon atau short

message services (SMS) dan/atau tertulis antara lain melalui surat, surat elektronik (email),

faksimili, laman (website), dan/atau media elektronik yang dikelola resmi oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang dapat digunakan untuk menyampaikan dokumen pengaduan.

Pasal 9 ayat (2) POJK Nomor 18/POJK.07/2018 menyebutkan bahwa dalam hal pengaduan secara lisan maka Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib melakukan verifikasi pada saat pengaduan disampaikan oleh konsumen. Selanjutnya Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyampaikan konfirmasi penerimaan pengaduan meliputi nomor registrasi pengaduan dan tanggal penerimaan pengaduan kepada konsumen yang mengajukan pengaduan lisan tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 11 POJK Nomor 18/POJK.07/2018.

Sedangkan Pasal 9 ayat (3) POJK Nomor 18/POJK.07/2018 menyebutkan bahwa dalam hal pengaduan secara tertulis maka Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib melakukan verifikasi dengan melakukan penelaahan terhadap kelengkapan dokumen yang disampaikan konsumen. Berdasarkan

(26)

36

Pasal 10 ayat (2) POJK Nomor 18/POJK.07/2018, dokumen tersebut meliputi identitas konsumen, surat kuasa khusus dalam hal konsumen mewakilkan proses pengaduan kepada perwakilan konsumen, jenis dan tanggal transaksi keuangan, dan permasalahan yang diadukan. Selanjutnya Pasal 12 POJK Nomor 18/POJK.07/2018 menyebutkan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyampaikan bukti tanda terima pengaduan kepada konsumen secara tertulis yang terdiri atas nomor registrasi pengaduan, tanggal penerimaan pengaduan dan nomor telepon fungsi atau unit layanan pengaduan yang dapat dihubungi oleh konsumen.

Mengenai mekanisme penanganan konsumen, Pasal 14 POJK Nomor 18/POJK.07/2018 menyebutkan bahwa setelah menerima pengaduan konsumen dan/atau Perwakilan Konsumen, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib melakukan tindak lanjut berupa pemeriksaaan internal atas pengaduan secara kompeten, benar, serta objektif, dan analisis untuk memastikan kebenaran pengaduan. Dalam hal pengaduan secara lisan, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib melakukan tindak lanjut dan menyelesaikan pengaduan secara lisan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak pengaduan diterima berdasarkan Pasal 15 POJK Nomor 18/POJK.07/2018, sedangkan untuk tindak lanjut pengaduan secara tertulis diatur dalam Pasal 16 POJK Nomor 18/POJK.07/2018 yang menyebutkan Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib melakukan tindak lanjut dan melakukan penyelesaian Pengaduan secara tertulis paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak dokumen yang berkaitan langsung dengan Pengaduan diterima secara lengkap.

Setelah pengaduan konsumen mendapatkan penanganan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 22 POJK Nomor 18/POJK.07/2018 menyebutkan Pelaku Usaha Jasa Keuangan dapat menyampaikan tanggapan pengaduan berupa penjelasan permasalahan, dalam hal tidak terdapat kesalahan Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang menyebabkan adanya kerugian dan/atau potensi kerugian konsumen dan penawaran penyelesaian dalam hal terdapat kesalahan yang menyebabkan adanya kerugian dan/atau potensi kerugian konsumen. Tanggapan pengaduan dapat berupa penawaran penyelesaian antara lain penyampaian pernyataan maaf dan penawaran ganti rugi (resress/remedy) jika pengaduan konsumen benar.

Mekanisme penyelesaian pengaduan dapat ditempuh melalui 2 (dua) tahapan yaitu penyelesaian pengaduan yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan (internal dispute resolution)

(27)

37

dan penyelesaian sengketa melalui Lembaga peradilan atau di luar Lembaga peradilan (external

dispute resolution).

Pasal 25 ayat (1) POJK Nomor 18/POJK.07/2018 menyebutkan dalam hal konsumen menolak tanggapan pengaduan dari Pelaku Usaha Jasa Keuangan maka Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memberikan informasi mengenai upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Penjelasan Pasal 25 ayat (1) POJK Nomor 18/POJK.07/2018 menyebutkan sengketa merupakan pengaduan yang tidak mendapatkan kesepakatan penyelesaian antara konsumen dengan Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Penyelesaian sengeketa diluar pengadilan dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh OJK dan dicantumkan dalam perjanjian dan/atau dokumen transaksi keuangan antara Pelaku Usaha Jasa Keuang an dan konsumen.

Pasal 4 huruf a Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan menyebutkan bahwa Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh OJK meliputi Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mempunyai layanan penyelesaian sengketa paling kurang berupa mediasi, ajudikasi dan arbitrase.38

Dapat ditarik dalam pengertian diatas maka bentuk perlindungan yang diberikan oleh OJK ( Otoritas Jasa Keuangan ) adalah apabila terdapat dan ditemukannya tindakan-tindakan yang melanggar dan mengakibatkan kerugian maka OJK akan meminta untuk menghentikan kegiatan usahanya tersebut. Selain itu OJK akan melakukan pembeleaan hukum kepentingan masayarakat sebagai konsumen yang berupa pengajuan gugatan di pengadilan terhadap pihak yang mengakibatkan kerugian tersebut. OJK juga akan memberikan teguran berupa peringatan terhadap para penyelenggara kegiatan usaha yang dianggap

(28)

38

menyimpang untuk dapat segera memperbaikinya, kemudian OJK memberikan informasi terkait dengan aktivitas yang dapat merugikan terhadap para konsumen ataupun masyarakat umum.39

D. Pengaturan Fintech di Indonesia

Evolusi Fintech yang terlihat akhir-akhir ini sesungguhnya berwal dari inovasi kartu kredit pada tahun 1960-an, kartu kredit dan terminal yang menyediakan uang tunai, seperti anjungan tunai mandiri. Kemudian disusul dengan munculnya telephone banking pada tahun 1980-an dan beragam produk keuangan menyusul deregulasi pasar modal dan obligasi pada tahun 1990-an selanjutnya, muncul internet banking yang kemudian mendorong eksisnya perbankan tanpa cabang dan aktivitas perbankan yang dilakukan jarak jauh. Dengan perubahan ini para nasabah tidak perlu lagi bertemu lagi bertemu berhadap-hadapan dengan pihak bank. Lebih lanjut, mucul teknologi perangkat selular yang lebih memudahkan dalam transaksi keuangan. Perubahan tersebut telah mendorong muculnya pembiayaan dan intermediasi langsung.40

Fintech jenis peminjaman uang secara online termasuk dalam aktivitas

pembaruan dalam proses bisnis, model bisnis, dan instrumen keuangan yang memberikan nilai baru dalam sektor jasa keuangan. Perjanjian dalam Fintech peminjaman secara online terbentuk dari perjanjian pinjam meminjam uang, yang memiliki kekhususan karena objeknya berada pada ranah dunia maya. Perjanjian berbasis teknlogi informasi-informasi dalam sektor layanan jasa keuangan adalah

39 Opcit. Hal 9

40http://www.researchgate.net/publication/323629323, diambil pada hari rabu 9 September

(29)

39

fasilitas jaringan komputer yang saling terhubung perjanjian tersebut termuat dalam bentuk dokumen elektronik dan media elektronik lainnya.41

Definisi Fintech adalah salah satu bentuk penerapan teknologi informasi di bidang keuangan. Meskipun tidak terdapat definisi yang baku, pada dasarnya

Fintech adalah sebuah segmen dari dunia start-up yang memiliki fokus untuk

memaksimalkan penggunaan teknologi guna mengubah, mempercepat atau mempertajam berbagai aspek dari layanan keuangan yang tersedia saat ini. Mulai dari metode pembayaran, transfer dana, pinjaman, pengumpulan dana, hingga pengelolaan aset.

Secara yuridis, pengertian Fintech ditemukan pada peraturan Bank Indonesia Fintech. Berdasarkan Pasal 1 Ayat ( 1 ) PBI No. 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggara Teknologi Finansial ( selanjutnya disebut PBI Fintech ) :

Teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sestem pembayaran.42

Penyelenggara perjanjian pinjam meminjam dalam Fintech jenis peminjaman uang online sama seperti perjanjian pinjam meminjam konvensional, kegiatan peminjaman uang online pada dasarnya merupakan kegiatan pinjam meminjam antara penerima pinjaman dan pemberi pinjaman tetapi karena pelaksanaannya menggunakan teknologi, maka pada sistem peminjaman uang

41 Ernama, Budiharto, Hendro, Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial

Tecnology, Diponegoro Law Jurnal, Vol. 6 No. 3, 2017. Hal 5

42 Ana Sofa Yuking, Urgensi Peraturan Perlindungan Data Pribadi Dalam Era Bisnis Fintech,

(30)

40

berbasis onlien sebagai perantara yang menghubungkan antara pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman yang menydiakan Platform bagi para pengguna jasa, mengkualifikasiakan penerima pinjaman, serta mengontrol dan mengawasi jalanya transaksi yang terjadi antara pemberi pinjaman dan juga penerima pinjaman.43

Inventaris peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Fintech di Indonesia. Perkembangan Fintech yang sangat pesat perlu diatur oleh hukum untuk pengembang industri itu sendiri juga untuk melindungi masyarakat selaku pengguna. Pemerintah melalui BI ( Bank Indonesia ) dan OJK ( Otoritas Jasa Keuangan ) sebagai badan yang berwenang mengatur Fintech sesuai dengan kategorinya, telah mengeluarkan peraturan teknis dalam regulasi terkait Fintech diantaranya yaitu.44

a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ( POJK ) Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinajam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. POJK ini mengatur berbagai hal yang harus ditaati oleh penyelenggara bisnis pinjam dari pengguna ke pengguna, atau yang bisa disebut dengan Fintech peminjaman uang dengan berbasis online. Pada intinya POJK Nomor 77/POJK.01/2016 bertujuan untuk melindungi konsumen terkait keamanan dana dan data, pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, stabilitas sistem keuangan, hingga para pengelola perusahan Fintech. Ketentuan ini mengatur mengenai batasan kepemilikan

43 Ni Nengah Nuri Sasmita, I Made Dedy Priyono, Pengaturan Sanksi Terhadap Penyelenggara

Layanan Financial Technology Jenis Peer to Peer Lending di Indonesia, Bagian Fakultas Hukum

Universitas Udayana, Vol 7 No 10 ( 2019). Hal 7-8

(31)

41

saham, modal minimal, batas maksimal pinjaman dan bunga, serta beberapa prinsip yang wajib diterapkan penyelenggara Fintech. POJK Nomor 77/POJK.01/2016 merupakan kerangka hukum bagi Fintech jenis peminjaman uang berbasis teknologi yang merupakan modal Fintech yang lebih spesifik.45

b. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor. 18/SEOJK,02/2017 Tentang Tata Kelola Dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, yang dimana peraturan ini yang diatur meliputi: penempatan pusat data dan pemulihan bencana serta rencana pemulihan rencana, tata kelola sistem elektronik dan teknologi informasi yang meliputi rencana strategis sistem elektronik sumber daya manusia dan pengelolaan teknologi informasi, alih kelola teknologi, pengelolaan data dan infomasi, Pengelolaan risiko teknologi informasi, Pengamanan sistem elektronik, Penanganan insiden dan ketahanan terhadap gangguan, Penggunaan tanda tangan elektronik, Ketersediaan layanan dan kegagalan transaksi, Keterbukaan informasi produk dan layanan.46

c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. No. 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, ini dibentuk dengan tujuan untuk penyelenggaraan inovasi keuangan digital secara bertanggung jawab. Pengaturan IKD ( Inovasi Keuangan Digital ) dilakukan dengan

45 Opcit. Hal 468 46 Opcit. Hal 468

(32)

42

tujuan untuk mendukung pengembangan IKD yang bertanggung jawab, mendukung pemantauan IKD yang efektif, dan mendorong sinergi di dalam ekosistem digital jasa keuangan, sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) POJK 13/POJK.02/2018 tentang tujuan IKD.47

d. Peraturan Bank Indonesia ( PBI ) Nomor 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemerosesan Transaksi Pembayaran, dengan terbitnya peraturan PBI No, 18/40/PBI/2016 ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk di bidang jasa sistem pembayaran, baik dari sisi instrument, penyelenggara, mekanisme maupun infarastruktur penyelenggaraan pemerosesan transaksi pembayaran. Cakupan dalam PBI ini meliputi penyelenggaraan dalam pemerosesan transaksi pembayaran, perizinan dan persetujuan dalam penyelenggaraan pemerosesan transaksi pembayaran, perizinan dan persetujuan dalam penyelenggaraan pemerosesan transaksi pembayaran, kewajiban dalam pengelolaan pemerosesan transaksi pembayaran, laporan, peralihan izin penyelenggara jasa sistem pembayaran dan pengawasaan, larangan, serta sanksi.48

e. Pengaturan Bank Indonesia ( PBI ) Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

PBI Nomor 19/12/PBI/2017 ini bertujuan untuk mendukung terciptanya stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran yang efesien, lancar, aman, dan andal untuk mendukung

47 Opcit. Hal 57-59 48 Opcit. Hal 3

(33)

43

pertumbuhan eknomi nasional yang berkelanjutan dan inklusif dengan menerapkan prinsip perlindungan konsumen serta manajemen risiko dan kehati-hatian. Perkembangan Fintech di indonesia tumbuh begitu cepat sehingga dikhawatirkan akan berdampak buruk pada penyelenggarannya. Untuk itu, BI ( Bank Indonesia ) menerbitkan PBI Nomor 19/12/PBI/2017 sebagai payung hukum demi menjaga kestabilan sistem keuangan di indonesia tersebut.49

Dengan pengaturan-pengaturan yang mengenai Fintech di dalam peraturan di atas, dapat di simpulkan bahwa kewenangan untuk lebaga yang berwenang dalam peraturan Fintech ialah OJK ( Otoritas Jasa Keuangan ) dan BI ( Bank Indonesia ) sebagai pengaturan dan menjalankan, tugas atau pun menindak Fintech yang tidak mengikuti peraturan-peraturan oleh lembaga yang berwenang.

E. Perlindungan hukum terhadap konsumen peminjaman uang berbasis online oleh perusahan Fintech ( Financial Technology)

Perlindungan konsumen pengguna layanan fintech umumnya terkait dengan keamanan dan kerahasiaan data pribadi serta perlindungan dana pengguna. Hal tersebut karena segala aspeknya telah terintegrasi dengan teknologi yang mana masih rawan akan penyalahgunaan data/isu privasi pengguna Fintech baik disengaja maupun tidak. Dalam POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi telah mengatur dan mewajibkan pelaku usaha fintech untuk berusaha terkait perlindungan konsumen ini.

(34)

44

Sebagaimana diwajibkan pada Pasal 29 POJK 77/POJK.01/2016 ini dimana Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar dari perlindungan Pengguna yang terdiri dari transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data dan penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau. Selain itu penyelenggara fintech juga harus menaruh perhatian pada masalah cyber risk. Cyber risk adalah segala risiko kerugian bagi keuangan perusahaan, baik itu berupa kekacauan, pencurian data rahasia, atau pencemaran nama baik, yang terjadi akibat kegagalan sistem teknologi informasi dan komunikasi internal. Bentuk-bentuk cyber crime antara lain kecurangan sistem komputerisasi, pencurian identitas, hacking, dan pelanggaran terhadap keamanan jaringan di perusahaan. Masalah ini jika tidak ditanggulangi secara baik selain akan merugikan penyelenggara fintech secara langsung juga merugikan konsumen jika keamanan dan kerahasiaan datanya dibajak. Kesemua hal tersebut harus benar benar diperhatikan oleh penyelenggara fintech karena adanya masalah terkait hal ini jika dibiarkan dan tidak ditanggulangi secara serius akan merugikan penyelenggara fintech baik dari sisi finansial ataupun dari sisi hukum.50

Satjipto Raharjo berpendapat bahwa pelindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melaikan juga

(35)

45

prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.51

Menurut Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat prventif dan respresif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang reprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penangannya di lembaga peradilan.52

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. Dalam bidang hukum, istilah ini masih relatif baru, khususnya di indonesia, sedangkan di negara maju, hal ini mulai dibicarakan bersamaan dengan berkembangnya industri dan teknologi.

Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen disebutkan : “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

51 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2014. Hal

54

(36)

46

Karena itu, berbicara tentang perlindungan konsumen berarti mempersoalkan jaminan atau kepastian tentang terpenuhinya hak-hak konsumen.53

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pada Pasal 2 menyebutkan : “Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kapastian hukum”.

Asas-asas perlindungan konsumen, ada sejumlah asas yang memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Perlindungan hukum terhadap konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah berdasarkan 5 ( lima ) asas, yang menurut Pasal 2 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ini adalah :

a. Asas manfaat : Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak di atas pihak lain atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikan kepada masing-masing pihak, yang menjadi haknya, dengan demikian diharapkan bahwa pengatiran dan penegakan hukum perlindungan konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

53 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Cetakan ketiga, Bandung, PT.

(37)

47

b. Asas keadilan : Asas ini mengkehendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen, konsumen dan pelaku usaha dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan penunaian kewajiban secara seimbang. Oelh karena itu Undang-undang perlindungan konsumen mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

c. Asas keseimbangan : Asas ini dimaksud untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materil dan spiritual. Asas ini menghendaki agar konsemn, pelaku usaha, dan penegakan hukum perlindungan konsuemn. Pengaturan diatur dan harus diwujudkan secara seimbang seseuain dengan hak dan kewajiban. Tidak ada salah satu yang mendapat perlindungan atas kepentingan yang lebih besar pada pihak lain.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen : Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, pemanfaatan barang dan/atau jasa yang di konsumsi atau di gunakan. Asas ini mengkehendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi atau dipakainya, dan sebaliknya bahwa produk itu tidak mengancam ketentraman dan kesalamatan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu di dalam Undang-undang perlindungan konsumen terdapat sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi pelaku usaha dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.

(38)

48

e. Asas kepastian hukum : Asas ini dimaksud agar, baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamain kepastian hukum. Artinya Undang-undang perlindungan konsumen mengharapkan bahwa aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung dalam undang-undang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan. Negara bertugas dan menjamin terlaksananya Undang-undang perlindungan konsumen.54

Tujuan perlindungan konsumen yang inggin dicapai melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ini sebagaimana di maksud dalam Pasal 3 adalah :

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kamandirian konsuemn untuk melindungi diri;

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakian barang dan/atau jasa; 3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. Menciptakan sestem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

(39)

49

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perilindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pengertian perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, perlindungan konsumen adalah perlindungan terhadap konsumen dengan cakupan perilaku pelaku usaha jasa keuangan. Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di lembaga jasa keuangan antara lain nasabah pada perbankan, pemodal di pasar modal, pemegang polis pada perasuransian, dan peserta pada dana pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Pengertian ini ditemukan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen.

Prinsip perlindungan konsumen sektor jasa keuangan, ketentuan Pasal 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen, sektor jasa keuangan, menyebutkan, perlindungan konsumen menerapkan prinsip:

a. Transparansi;

Yang dimaksud transparansi adalah pemberian informasi mengenai produk dan/atau layanan kepada konsumen, secara jelas, lengkap, dengan bahasa yang mudah dimengerti.

(40)

50

Yang dimaksud perlakuan adil adalah perlakuan konsumen secara adil dan tidak diskriminatif ( Diskriminatif adalah memperlakukan pihak lain secara berbeda berdasarkan suku, agama dan ras ).

c. Keandalan;

Yang dimasud dengan keandalan adalah segala sesuatu yang dapat memberikan layanan yang akurat melalui sistem, prosedur, infrastuktur, dan sumber daya manusia yang andal.

d. Kerahasiaan dan keamanan Data/Informasi konsumen’

Yang dimaksud dengan kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen adalah tindakan yang memberikan perlindungan menjaga kerahasian dan keamanan data dan/atau informasi konsumen, serta hanya menggunakannya sesuai dengan kepentingan dan tujuan yang disetujui oleh konsumen, kecuali ditentukan lain oelh peraturan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.55

Perlindungan data konsumen yang berkaitan dengan data pribadi yang lebih ditekankan penulis melihat pada peraturan yang diatur pada peraturan POJK No. 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang dalam Pasal 26, Pasal tersebut mewajibkan penyelenggara untuk menjaga kerhasiaan data pribadi pengguna jasa. Kemudian Pasal 29 mengatur bahwa penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan pengguna

55 Kornelius Benuf, Skripsi : Perlindungan Hukum Terhadap Keamanan Data Konsumen Dalam

Bisnis Financial Technology ( Fintech ) Di Indonesia, ( Semarang: Universitas Diponegoro, 2019

(41)

51

yaitu transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasian dan keamanan data serta penyelesain sengketa pengguna secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau. Selain kewajiban, penyelenggara juga dilarang untuk memberikan data dan/atau informasi mengenai pengguna kepada pihak ketiga dengan cara apapun kecuali pengguna memberikan persetujuan secara elektronik dan/atau karea diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila penyelenggara melanggara kewajiban dan larangan dalam POJK ini, maka akan dikenakan sanksi administratif. Sanksi tersebut berupa peringatan tertulis, kewajiban membayar denda dalam bentuk uang, pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin.56

(42)

52

F. Analisis

Dengan perkembangan teknologi yang mencakaup keselurahan perkembangan keuangan yang berada di Indonesia, secara garis beras penggunaan peminjaman uang sebelum berkembangan Fintech di Indonesia menggunkan bank konfensional ataupun jasa-jasa keuangan lainya. Dengan itu secara peminjaman adanya jaminan-jaminan yang harus di lakukan oleh si peminjam agar uang yang akan di pinjam dapat dicairkan dengan nominal yang sesuai dengan perjanjian.

Bisinis Fintech merupakan inovasi keuanagn digital dengan sentuhan teknologi modern, dengan menggunakan perkembangan teknologi dengan masa terkini, perkembangan teknologi menciptakan inovasi baru di dalam sektor jasa keuangan. Teknologi financial adalah produk layanan jasa keuangan melalui kombinasi platform teknologi dan model bisnis yang inovatif. Dengan perkembangan Fintech di Indonesia dengan setuhan teknologi model bisnis yang inovatif digunkan dalam jasa keuangan, dengan itu pengguna model bisnis Fintech ini maka dengan mudahnya dan efisen masyarakat dapat menggunkan jasa keuangan Fintech ini.

Dalam sistem pemberian kredit pada Fintech adalah berbasis layanan pinjam meminjam keuangan secara elektronik, dengan sistem peer to peer lending melalui platform website dari perusahan Fintech. Dilakukan dengan cara online yakni peminjam masuk dalam website dengan mengisi ketentuan di dalam tersebut menggunkan data-data yang harus sesuai dengan identitas si peminjam. Setelah sipeminjam sudah mengisi yang diminta oleh platform website tersebut maka pihak

(43)

53

dengan memuat ketentuan-ketentuan yang sudah sesuai dengan kesepakatan selanjutnya yang dibuat masing-masing pihak. Dengan kemudahan yang dalam meminjam dana menjadi slah satu kelebihan layanan jasa keuangan ini dibandingkan perbankan, dalam hitungan hari pinjaman dapat langsung cair tanpa perlu repot-repot mendatangi bank.

Permasalahan dalam pinjaman online adalah ketika para peminjam gagal bayar, hal yang dirugikan pada pinjam ialah penyalahgunaan data milik konsumen peminjam tanpa izin oleh pihak Fintech mengakses data-data pada perangkat telepon sebagai cara melakukan penagihan utang kepada penerima pinjaman. Pelanggaran yang terjadi pada konsumen ialah pinjaman atas penyalahgunaan data pribadi pada jaringan seluler oleh perusahan penyedia platform diantaranya penagihan secara intimidatif, penyebaran data pribadi kepada kontak yang ada di nomer konsumen.

Penulis melihat dengan pengertian-pengertian dan permaslahan yang memuat di atas maka bisnis Fintech maka adanya aturan yang mengikat pada penyelenggara tersebut terkait pada peraturan-peraturan tentang sistem elektronik dan peraturan tentang layanan jasa keuangan. Oleh karena itu bisnis Fintech diatur dan diawasi oleh lembaga-lembaga yang mempunyai kewenagan untuk mengatur penyelenggara Fintech ini yaitu Bank Indonesia ( BI ) dan Otoritas Jasa Keuangan atau biasa di sebut ( OJK ).

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ( POJK ) Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Peminjaman Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, bertujuan untuk melindungi konsumen terkait keamanan dana dan data, pencegahan

(44)

54

pencucian uang dan pendanaan terorisme, stabilitas sistem keuangan, hingga para pengelola perusahan Fintech. Pasal 26, Pasal tersebut mewajibkan penyelenggara untuk menjaga kerahasiaan data pribadi pengguna jasa, dan

Pasal 29

Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar dari perlindungan pengguna yaitu :

a. Transparansi;

b. Perlakuan yang adil; c. Keandalan;

d. Kerahasian dan keamanan data; dan

e. Penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana cepat, dan biaya terjangkau.

Salah satu cara kegiatan yang dapat melindungi kepentingan konsumen adalah dengan memberikan kewajiban kepada penyelenggara peminjaman uang online untuk memiliki layanan aduan konsumen. Oleh karea itu Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) membuat ketentuan dalam bentuk aturan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 18 /POJK.07/2018 Tentang Layanan Pengaduan Konsumen Di Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan Bank Indonesia No. 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggara Teknologi Financial, bertujuan untuk mengatur penyelenggaraan teknologi financial untuk mendorong inovasi di bidang keuangan dengan menerapkan prinsip perlindungan konsumen serta manajemen risiko dan kehati-hatian guna tetap menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran yang efisien, lancar, aman, dan andal.

Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen disebutkan : “ perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan

Referensi

Dokumen terkait

Namun dalam menjalankan usahanya, fintech P2P lending syariah masih menggunakan landasan hukum POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang

Pengubah daya DC-DC topologi boost dapat menghasilkan tegangan yang lebih tinggi dari tegangan input dengan riak (ripple) yang kecil dan efisiensi yang cukup tinggi.. Nilai dari

Manajer Investasi dapat membeli Efek yang diperdagangkan di Bursa Efek luar negeri yang informasinya dapat diakses dari Indonesia melalui media massa atau

a) Penyemaian informasi, berupa landasan teoretis tentang hakikat bahasa kelas (classroom language) dan peranannya. b) Pemberian model berupa contoh- contoh bahasa

Kerja sama sukarela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 363 ayat (3) dilaksanakan oleh Daerah yang berbatasan atau tidak berbatasan untuk penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang

Kejutan suhu panas memberikan pengaruh terhadap daya tetas dan abnormalitas larva ikan nila, sedangkan lama waktu setelah pembuahan tidak memberikan pengaruh terhadap daya

Berikut simpulan mengenai upacara nyadran di Desa Semagung, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo: 1) Asal- usul upacara nyadran di Desa Semagung dahulunya

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi