• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang Oktober 2016 ISBN...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang Oktober 2016 ISBN..."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

680

Pengkajian Paket Teknologi Budidaya Jagung

Pada Lahan Kering Masam (Studi Kasus Di Desa Keban

Kecamatan Lahat Kabupaten Lahat) Provinsi Sumatera Selatan

The Assessment Of Corn Cultivation Technology Package

On Acid Dry Land (Case Study In Keban Village, Lahat Sub District ) South Sumatra Province

Tumarlan Thamrin1)* dan Yanter hutapea1)

1)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian KM 6 Kotak Pos 1265 Palembang 30153

*Coressponding author : [email protected]

ABSTRACT

Corn cultivation in South Sumatra Province held on acid dry land as a monoculture and intercrop betwen immature rubber and palm oil, in tidal land among paddy and second crops. The harvested area of maize in South Sumatra province in 2011 was 32 965 ha, production total 34.616 ton or produktivity 3.81 t/ha. The low production due to the technology is not optimal, such as the use of corn seed and plant maintenance are poor. Assessment of corn cultivation technology package implemented on April 2013 untill August 2013 in acid dry land, Keban Village, Lahat sub District, South Sumatera with red-yellow podzolic type of soil. The aims of the study is to determine the performance of corn growth, yield and farming feasibility of introduction packages and existing (farmer) packages. The results of this study are expected to be input or consideration, especially for the district and South Sumatra province government in order to increase production and farmers' income. Introduction package use Bisma variety, with spacing 75 x 25 cm and one seed per planting hole, fertilizer : Urea 200 kg/ha, SP-36: 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha and organic fertilizer 1.000 kg/ha. Farmer package also use Bisma variety, with spacing 75 x 40 cm and two seed per planting hole, fertilizer : Urea 100 kg/ha, SP-36: 100 kg/ha, KCl 75 kg/ha. The result show that the yield of introduction package and farmer package were 5,48 and 4,16 t/ha, thus the yield increase of 1.32 t/ha or 31.73% and income increase Rp 1.857.000/ha or 38,29 % with introduction package. Both of these packages should be developed at location with the same agro-ecosystem, because the efficiency value (Benefit/Cost) of introduction and farmers package were 2,45 and 2,00 respectively.

Key words: Corn, cultivation technology package, acid dry land, South Sumatra.

ABSTRAK

Budidaya tanaman jagung di provinsi Sumatera Selatan dilaksanakan pada lahan kering masam sebagai monokultur dan tanaman sela pada tanaman sawit dan karet yang masih muda serta pada lahan pasang surut sebagai penyela diantara tanaman padi dan palawija. Luas panen jagung di provinsi Sumsel tahun 2011 adalah 32.965 ha dengan total produksi 34.616 ton atau produktivitas 3.81 t/ha. Rendahnya produksi tersebut diantaranya disebabkan teknologi yang belum optimal, seperti penggunaan benih jagung yang kurang baik dan pemeliharaan tanaman. Kegiatan pengkajian paket teknologi budidaya jagung dilaksanakan pada lahan kering masam desa Keban Kecamatan Lahat Kabupaten Lahat Sumatera Selatan, dengan jenis tanah PMK, berlangsung April 2013 sampai Agustus 2013. kegiatan pengkajian yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan, hasil dan analisis usahatani jagung paket introduksi dan paket petani pada lahan kering masam di Sumsel.

(2)

681 Hasil kajian ini diharapkan dapat sebagai masukan atau bahan pertimbangan terutama bagi Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Sumsel dalam rangka meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Paket introduksi menggunakan varietas jagung Bisma, dengan jarak tanam 75 x 25 cm satu biji per lobang tanam, pemupukan 200 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl dan 1.000 kg/ha pupuk organik, sedangkan paket petani varietas jagung Bisma, dengan jarak tanam 75 x 40 cm dua biji per lobang tanam, pemupukan 100 kg Urea, 100 kg SP-36, 75 kg KCl. Paket introduksi memberikan hasil 5,48 t/ha dan paket petani 4,16 t/ha, yaitu terdapat peningkatan hasil 1,32 t/ha atau 31,73 % lebih tinggi dan peningkatan keuntungan usahatani jagung pada paket introduksi sebesar Rp 1.857.000,- atau 38,29 %. Kedua paket ini layak untuk dikembangkan pada lokasi kegiatan dan agroekosistem yang sama karena dari B/C ratio dan R/C ratio kedua paket tersebut > 1.

Kata kunci: jagung, paket teknologi budidaya lahan kering masam, Sumatera Selatan

PENDAHULUHAN

Potensi lahan pertanian di Sumsel berdasarkan Zona Agroekosistemnya terdiri dari: lahan rawa pasang surut, rawa lebak, irigasi, lahan kering dan tadah hujan. Lahan rawa di Sumsel sangat luas, seperti: lahan rawa pasang surut yang potensial untuk pertanian luasnya mencapai kurang lebih sekitar 980.000 ha, yang baru direklamasi 360.000 ha dan yang sudah dimanfaatkan kurang lebih seluas 180.000 ha; lahan rawa lebak seluas 650.000 ha baru dimanfaatkan 190.000 ha; lahan irigasi di Sumsel relatif luas, diantaranya adalah irigasi teknis Upper Komering (dari 320.000 ha, baru dimanfaatkan seluas 84.000 ha); dan lahan kering luasnya mencapai kurang lebih 1.462.135 ha dan baru dimanfaatkan seluas 239.244 ha. Potensi tersebut perlu dikembangkan untuk pertanian khususnya padi, jagung dan kedelai (BPS Sumatera Selatan, 2012).

Lahan kering masam di provinsi Sumsel di dominasi oleh tanah tanah alluvial dan podsolik merah kuning (PMK) Sifat-sifat tanah tersebut seperti pH rendah, kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB) dan Corganik rendah, kandungan aluminium (kejenuhan Al) tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan besi dan mangan mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi, dan miskin unsur biotik (Arief et al., 2004).

Usaha untuk memperbaiki sifat fisika tanah dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik (Arsyad, 1989), hal yang sama juga dikemukakan oleh Hakim et al. (1986) bahwa bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik secara fisika, kimia maupun biologi. Selanjutnya ditambahkan bahwa pupuk kandang merupakan salah satu bahan organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah.

Sebagai tindak lanjut Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) Kementerian Pertanian telah menetapkan program swasembada nasional dan menuju daya

saing ekspor. Upaya pencapaian swasembada jagung ditempuh melalui program: (a) pengembangan sistem distribusi faktor produksi, (b) peningkatan produktivitas

tanaman, (c) optimalisasi lahan, (d) peningkatan pola tanam, (e) peningkatan peran penelitian, (f) pendampingan dan kemitraan, dan (g) program khusus yang dibutuhkan.

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan terpenting setelah padi dan perannya semakin meningkat setiap tahunnya sejalan dengan pertambahan penduduk, peningkatan usaha peternakan, dan berkembangnya industri pangan berbahan baku jagung. Kesadaran umum mengenai pentingnya pengembangan jagung sebagai komoditi masa depan semakin meningkat dimana kegunaan jagung tidak hanya untuk industri pangan tapi juga sebagai energi (Mawardi et al., 2007).

(3)

682 Tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik pada lahan kering, lahan sawah, lebak dan pasang surut dengan berbagai jenis tanah pada berbagai tipe iklim dan pada ketinggian tempat 0-2.000 m dari permukaan laut. Syarat tumbuh dan berkembangnya tanaman jagung dengan baik adalah (1) lahan bertekstur halus sampai sedang, (2) kedalaman tanah minimal 0,4 m, (3) Tanaman jagung masih dapat tumbuh dengan baik pada kondisi drainase agak cepat sampai sedang, namun yang paling baik adalah berada keadaan drainase yang baik. Untuk sifat kimia, tanaman jagung akan tumbuh dengan baik pada kapasitas tukar kation (KTK) minimal 16 cmol, pH 5,5-8,2 dan terbaik pada pH 5,8-7,8. Kejenuhan basa (KB) minimal 35% terbaik jika KB>50%, C-organik minimal 0,4%. Sementara itu, tanaman jagung masih dapat tumbuh dengan baik pada kandungan alkalinitas (ESP) 20%, terbaik pada ESP<15%. Sedangkan kisaran temperatur rataan harian yang diinginkan jagung adalah 26-30°C, namun terbaik pada temperatur 20-26°C. Selanjutnya untuk curah hujan adalah 1.200-1.600 mm dan 400-500 mm, terbaik pada curah hujan 500-1.200 mm, dengan kelembaban 36-42% dan terbaik jika kelembaban >42% (Djaenudin et al., 2003).

Luas panen jagung di provinsi Sumsel tahun 2011 adalah 32.965 ha dengan total produksi 34.616 ton atau produktivitas 3.81 t/ha (BPS Sumatera Selatan, 2012). Rendahnya produksi tersebut diantaranya disebabkan mutu benih jagung yang kurang baik. Secara umum petani jagung di provinsi Sumsel melakukan budidaya tanaman jagung pada lahan kering baik monokultur maupun sebagai tanaman sela pada tanaman perkebunan karet dan sawit yang masih muda, benih yang digunakan merupakan turunan dari tanaman sebelumnya yang dibudidayakan.

Varietas unggul jagung yang di introduksikan adalah Bisma jagung komposisit merupakan salah satu teknologi inovatif yang handal untuk meningkatkan produktivitas tanaman jagung, baik melalui peningkatan potensi daya hasil tanaman, maupun melalui peningkatan toleransi dan ketahanannya terhadap berbagai cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Selain itu, pembentukan varietas unggul juga bertujuan untuk meningkatkan mutu dan nilai tambah produk dan upaya meningkatkan nilai ekonomi. Penerapan paket teknologi budidaya jagung mengutamakan pemanfaatan sumberdaya lokal, penerapan teknologi budidaya berdasarkan karakteristik lahan, dan mempertimbangkan kearifan lokal petani (Puslitbangtan, 1992).

Berdasarkan uraian di atas dilakukan kegiatan pengkajian yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan, hasil dan analisis usahatani jagung paket introduksi dan paket petani pada lahan kering masam di Sumsel. Hasil kajian ini diharapkan dapat sebagai masukan atau bahan pertimbangan terutama bagi Pemerintah Kabupaten dan Provinsi Sumsel dalam rangka meningkatkan produksi dan pendapatan petani.

METODOLOGI Lokasi dan Waktu

Kegiatan pengkajian paket teknologi budidaya jagung dilaksanakan pada lahan kering masam desa Keban Kecamatan Lahat Kabupaten Lahat Sumatera Selatan, dengan jenis tanah Podsolik Merah Kuning, berlangsung April 2013 sampai Agustus 2013.

Penentuan lahan dan petani koperator didasarkan pada: (1) petani koperator telah berpengalaman berusahatani jagung, mau bekerjasama dan menerima inovasi teknologi yang akan diintroduksikan, dan (2) petani koperator tergabung dalam kelompok tani dan kelompok tani tersebut merupakan anggota gapoktan. Teknologi yang diintroduksikan meliputi: (1) cara pengolahan tanah, (2) penggunaan varietas unggul, (3) pemupukan dan ameliorasi lahan, (4) pemeliharaan tanaman, dan (5) Cara panen.

Lahan yang digunakan bekas tanaman sayur-sayuran, sehingga tidak diperlukan pengolahan tanah, dan hanya dilakukan penyemprotan gulma dengan herbisida. Luas lahan

(4)

683 penanaman 2,0 ha untuk masing-masing paket. Jumlah petani koperator yang melaksanakan pola introduksi sebanyak dua orang. Sedangkan petani yang melaksanakan pola petani sebanyak satu orang. Kedua paket teknologi budidaya jagung yang menjadi bahan kajian ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Paket teknologi budidaya jagung yang dikaji pada lahan kering masam, 2013

Komponen Teknologi Paket yang Diuji

Paket Introduksi Paket Petani Persiapan areal

pertanaman

Tanpa Olah Tanah Tanpa Olah Tanah

Varietas Bisma Bisma

Sumber benih Balitsereal Balitsereal

Jarak Tanam 75 cm x 75 cm

1 biji /lubang tanam

75 cm x 40 cm 2 biji /lubang tanam Jenis dan takaran pupuk

Urea (kg/ha) SP 36 (kg/ha) KCL (kg/ha)

Pupuk Organik (kg/ha)

200 100 100 1000 100 100 75 - Waktu pemberian Semua pupuk SP-36, KCl, pupuk

organik dan

1/3 Urea di berikan saat tanam 2/3 Urea di berikan pada umur 25 hst

Semua pupuk diberikan pada umur 15 hst

Pemeliharaan tanaman Seed treatmen

Herbisida pengendalian gulma Curater 3 G Seed treatmen Herbisida pengendalian gulma Penyiangan I dan pembubunan secara manual 25 hst 15 hst

Penyiangan II 45 hst dengan herbisida 45 hst dengan herbisida Cara Panen Petik tongkol, kadar air biji

17 -18 %

Petik tongkol, kadar air biji 17 -18 %

Hst = hari setelah panen

Pengumpulan dan Analisis Data

Pengamatan dilakukan sejak awal pertumbuhan tanaman. Petak pengamatan diambil dengan luasan 3 m x 5 m. Selanjutnya ditentukan 10 sampel secara acak untuk pengumpulan data tinggi tanaman, tinggi tongkol dan komponen hasil yang mencakup lingkaran tongkol, bobot 100 biji, jumlah baris per tongkol dan jumlah biji per tongkol. Untuk data panen (produksi) diambil dari ubinan 3 m x 5 m tersebut, yang selanjutnya dikonversikan ke t/ha pada kadar air 14 %.

Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif ditujukan untuk memperoleh gambaran secara holistik. Analisis kuantitatif menggunakan parameter statistik sederhana seperti persentase, nilai maksimum, minimum dan nilai rataan. Untuk mengetahui kelayakan usahatani dilakukan analisis terhadap penggunaan input dan jumlah output dari usahatani dengan menghitung tingkat efisiensinya (Revenue/Cost).

(5)

684

HASIL Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Hasil kajian menunjukkan bahwa paket introduksi menghasilkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol) dan produksi (lingkar tongkol, jumlah baris/tongkol dan jumlah biji/baris) yang lebih baik dibandingkan cara yang biasa dilakukan petani setempat (Tabel 2).

Tabel 2. Pertumbuhan dan hasil tanaman kajian paket teknologi budidaya jagung pada lahan kering masam, 2013

Parameter Pengamatan Paket yang Diuji

Paket Introduksi Paket Petani

Tinggi tanaman (cm) 258,95 187,56

Tinggi letak tongkol (cm) 149,74 144,25

Lingkaran tongkol (cm) 15,05 13,98

Jumlah baris / tongkol 14,78 14,34

Jumlah biji / baris 38,67 34,45

Berat 100 biji (g) 28,46 27,56

Hasil (t/ha) 5,27 4,12

Efisiensi Paket yang dikaji

Dengan menerapkan paket teknologi budidaya, maka produktivitas pada paket introduksi dan petani masing-masing sebesar 5,48 t/ha dan 4,16 t/ha.

Tabel 3. Produktivitas dan pendapatan usahatani pada pengkajian paket teknologi budidaya jagung pada lahan kering masam

Uraian Paket Introduksi Paket Petani

Biaya Produksi (Rp/ha) 2.743.000 2.430.000

Produktivitas (t/ha) 5,48 4,16

Penerimaan (Rp/ha) 9.450.000 7.280.000

Keuntungan (Rp/ha) 6.707.000 4.850.000

R/C Ratio 3,45 3,00

Biaya produksi meliputi penggunaan sarana produksi (benih, pupuk, herbisida dan pestisida) dan tenaga kerja mulai persiapan tanam sampai panen. Penerapan paket introduksi mengeluarkan biaya lebih tinggi dibanding paket petani. Dengan produktivitas yang lebih tinggi, menyebabkan paket introduksi lebih efisien dibanding paket petani, yang diperlihatkan nilai R/C yang lebih besar pada paket introduksi tersebut.

PEMBAHASAN

Desa Keban Kecamatan Lahat Kabupaten Lahat Sumatera Selatan merupakan kawasan pertanian terutama tanaman karet, sawit dan tanaman sayuran. Tanaman sayuran didominasi oleh kacang panjang, terong, gambas, dan mentimun. Tanaman pangan didominasi oleh padi dan jagung terutama jagung manis dan sebagian kecil jagung hibrida. Bibit yang digunakan untuk jagung manis dan hibrida dibeli di kios-kios saprotan, sedangkan untuk jagung komposit belum sama sekali ditanam dilokasi pengkajian. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan benih komposit dan tidak tersedia pada kios-kios saprotan (Tumarlan et al., 2013).

(6)

685 Hal lain yang menyebabkan banyaknya tanaman jagung di daerah ini didukung oleh tingginya permintaan pasar, untuk jagung bakar dan jagung rebus. Menurut petani, tanaman jagung mudah dalam pemeliharaannya dan rendah bahkan tidak ada serangan hama dan penyakit. Pemanfaatan limbah tanaman jagung sebagai salah satu sumber pakan ternak sapi merupakan hasil sampingan bagi petani.

Teknologi yang diintroduksikan terdiri dari beberapa komponen, yaitu (1) pengolahan tanah, (2) varietas unggul, (3) populasi dan sistem tanam, (4) pengelolaan agrohara melalui penetapan jenis, takaran, dan cara pemupukan, (5) pemeliharaan tanaman, dan (6) cara panen.

Dengan mengembangkan varietas unggul komposit maka ketergantungan petani terhadap hibrida swasta dapat dihindari. Pupuk organik yang digunakan pada paket introduksi berasal dari kotoran sapi yang telah diinkubasi dengan trichoderma, disamping mengefisienkan penggunaan pupuk kimia juga berfungsi untuk meningkatkan atau mempertahankan kesuburan tanah. Kotoran sapi cukup tersedia dilokasi kegiatan, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal oleh petani (Subandi et al., 2006).

Keragaan pertumbuhan tanaman memperlihatkan bahwa paket teknologi introduksi lebih baik dibandingkan paket petani. Keunggulan paket introduksi terletak pada homogenitas pertumbuhan tanaman sedangkan paket petani pertumbuhan tanaman tidak homogen. Dari semua parameter pengamatan yang dilakukan memperlihatkan perbedaan, mulai dari pertumbuhan tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol, demikian juga hasil serta komponen hasil paket introduksi memperlihatkan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik dari paket petani. Hasil tertinggi diperoleh pada paket introduksi 5,27 t/ha sedangkan paket petani hanya 4,12 t/ha terjadi peningkatan 1,15 t/ha bila menggunakan paket introduksi (Tabel 2) (Tumarlan et al., 2013). .

Kedua paket yang diuji lebih tinggi dari laporan Badan Pusat Sertifikasi (2012) 3,81 t/ha dan hasil paket introduksi juga lebih tinggi dari hasil penelitian Mawardi dan Edi (2007) menggunakan varietas sukmaraga sama 5,3 t/ha. Terjadinya perbedaan pertumbuhan, hasil dan komponen hasil pada kajian paket teknologi budidaya jagung pada lahan kering masam diduga disebabkan oleh (a) berbedanya populasi tanaman, (b) berbedanya jumlah, waktu dan sumber pupuk yang digunakan. Paket introduksi menggunakan jarak tanam 75 cm x 25 cm satu biji per lubang tanam, sedangkan paket petani menggunakan jarak tanam 75 cm x 40 cm dua biji per lubang tanam. Dengan berbedanya jarak tanam akan membedakan jumlah populasi dan diduga berpengaruh terhadap fotosintesa yang akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman.

Demikian juga halnya pemupukan pada paket introduksi pupuk yang digunakan Urea 200 kg, SP-36 100 kg, KCl 100 kg dan 1000 kg pupuk kandang per hektar, sedangkan pada paket petani Urea 100 kg, SP-36 100 dan 75 kg KCl per hektar. Pemberian pupuk pada paket introduksi sesuai dengan anjuran, sedangkan pada paket petani sekaligus pada umur 15 hst sesuai dengan kebiasaan petani setempat. Pemberian pupuk organik pada paket introduksi juga diduga memberikan pertumbuhan dan produksi tanaman yang lebih baik hal yang sama dikemukakan oleh Suwandi et al., (1985) bahwa penggunaan pupuk kandang dalam budidaya tanaman merupakan kebutuhan pokok disamping penggunaan pupuk kimia untuk mendapatkan hasil yang optimal. Selanjutnya Amril et al., (2001) menambahkan penggunaan pupuk kandang yang diinkubasi dengan trichoderma pada tanaman dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia sampai 25 %.

Harga jual jagung Rp 1.750,- per kg pipilan kering panen. Alokasi biaya pada paket introduksi Rp 2.743.000,- dengan penerimaan Rp 9.450.000,- dan keuntungan Rp 6.707.000,- sedangkan paket petani biaya produksi Rp. 2.430.000,- dengan penerimaan Rp 7.280.000,- dan keuntungan Rp 4.850.000,-. Terjadi peningkatan keuntungan usahatani jagung dengan menerapkan paket introduksi sebesar Rp 1.857.000,- atau 38,29 %

(7)

686 dibanding paket petani. Kedua paket ini layak untuk dikembangkan pada lokasi kegiatan dan agroekosistem yang sama, yang diperlihatkan oleh tingkat efisiensi dengan nilai R/C pada paket introduksi dan paket petani masing-masing sebesar 3,45 dan 3,00 (Tabel 3).

Indikator kelayakan teknologi mencakup tiga aspek yaitu; secara teknis mudah diterapkan, secara sosial dapat diterima dan secara ekonomi menguntungkan. Bermacam upaya dapat dilakukan guna mendatangkan keuntungan usahatani, salah satunya adalah dengan menerapkan paket introduksi yang memberikan keuntungan usahatani lebih baik dari paket petani.

KESIMPULAN

1. Paket introduksi memberikan hasil 5,48 t/ha dan paket petani 4,16 t/ha, dengan demikian diperoleh peningkatan hasil 1,32 t/ha atau 31,73 % dengan menerapkan paket introduksi. Tingginya hasil paket introduksi didukung oleh komponen hasil yang relatif lebih baik dari paket petani.

2. Terjadi peningkatan keuntungan usahatani jagung pada paket introduksi sebesar Rp 1.857.000,- atau 38,29 % dari paket petani. Kedua paket ini layak untuk dikembangkan pada lokasi kegiatan dan agroekosistem yang sama dengan tingkat efisiensi (R/C) paket introduksi dan paket petani masing-masing sebesar 3,45 dan 3,00.

DAFTAR PUSTAKA

Amril, B., F. Nurdin, Yulimasni, Syafril, M. Arsyad, dan A. Warman, dan Sri Guma-la Dewi. 2001. Pengkajian Teknologi Menunjang Agribisnis Sayuran di Su-matera Barat. Laporan hasil Pengkajian BPTP Sukarami.

Arief, T., Subowo, R. Purnamayani dan NP. Sri Ratmini. 2004. Potensi Pengembangan Kedelai di Lahan Kering Dataran Rendah Provinsi Sumatera Selatan (Tinjauan Terhadap Karakteristik Sumberdaya Lahan) dalam Prosiding Lokarkarya Pengembangan Kedelai melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Lahan Kering Masam. Puslitbang Sosek Pertanian, Jakarta.

Arsyad, S. 1989. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah. Bogor.

Badan Pusat Statistik, 2012. Provinsi Sumatera Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan Kerjasama Sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Sumatera Selatan. 64 p.

Djaenudin D., Marwan H., Subagjo H., dan A.Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Edisi ke-1. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Hakim N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha. G. B. Hong,

Mawardi, E., T. Sudaryono, M. Ali, dan Imran. 2007. Penelitian Pengembangan Agri-bisnis Jagung dan Kedelai di Pasaman Barat. Laporan Hasil Penelitian, Kerja-sama BPTP Sumbar dan Bappeda Pasaman Barat.

Mawardi, E. dan S. Edi, 2007. Perbaikan Komponen Paket Pemupukan Dalam PTT Jagung Pada Lahan Sawah Tadah Hujan. Prosiding Lokakarya Percepa-tan Penerapan IPTEK dan Inovasi Teknologi Mendukung Ketahanan Pa-ngan Dan Revitalisasi Pembangunan Pertanian. Jambi.

(8)

687 Puslitbangtan. 1992. Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor Suwandi, N. Sumantri, S. Kusumo, dan Z. Abidin. 1985. Bercocok Tanam Ken-tang.

dalam. Kentang oleh Balitsa Lembang.

Subandi, Zubachtirodin, S. Saenong, dan I.U. Firmansyah. 2006. Ketersediaan teknologi produksi dan program penelitian jagung. Dalam: Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung 29-30 September 2005 di Makassar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. p. 11-40.

Tumarlan, T., Subendi, A., Rudy Soehendi, Yanter H., Imelda M., 2013. Laporan Akhir Pengkajian Pengembangan Tanaman Jagung Dan Kedelai Di Lahan Kering Masam BPTP Sumatera Selatan (tidak dipublikasikan).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis keragaman dari sembilan genotipe padi (Tabel 1) terhadap parameter yang diamati, seperti tinggi tanaman (cm), jumlah daun dan kandungan klorofil

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi keragaan komunikasi petani dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) (2) Mengetahui

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) tingkat partisipasi petani termasuk katagori sedang; (2) kinerja kelompoktani termasuk dalam katagori tinggi; dan (3)

Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui prediksi limpasan permukaan dan erosi pada lahan pertanian sistem perladangan menetap dengan tingkat

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa parameter pertumbuhan tanaman berupa tinggi tanaman, berat tajuk, berat akar, dan berat kering tanaman pada perlakuan pupuk kandang ayam,

Nisbah keefektifan (kemanjuran) pupuk organik Superganik dan arang hayati adalah perbandingan nilai karakterisitik pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun,

Tanaman kedelai biasanya ditanam setelah panen padi yakni pada bulan April sampai dengan Juli.Varietas yang ditanam umumnya willis yang kadangkala ditanam secara

Tinggi tanaman dan jumlah malai lebih tinggi dan berbeda nyata pada perlakuan yang diberi pupuk kandang, hal ini diduga ketersediaan hara bagi tanaman dipengaruhi oleh