• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi Surya

Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas

surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Sumber energi surya yang utama diperoleh dari matahari, matahari memancarkan energi yang besar ke permukaan bumi. . Energi matahari dapat dipresentasikan dalam parameter intensitas radiasi yaitu jumlah daya matahari yang datang pada suatu permukaan persatuan luas area. Pada keadaan cuaca cerah, permukaan bumi menyerap sekitar 1000 watt energi matahari permeter persegi. Kurang dari 30% energi tersebut dipantulkan kembali ke angkasa, 47% dikonversikan menjadi panas, 23% digunakan untuk seluruh sirkulasi kerja yang terdapat di atas permukaan bumi, sebagian kecil 0,25% ditampung angin, gelombang dan arus dan masih ada bagian yang sangat kecil 0,025% disimpan melalui proses fotosintesis di dalam tumbuh-tumbuhan yang akhirnya digunakan dalam proses pembentukan batu bara dan minyak bumi (bahan bakar fosil, proses fotosintesis yang memakan jutaan tahun) yang saat ini digunakan secara ekstensif dan eksploratif. Bukan hanya untuk bahan bakar tetapi juga untuk bahan pembuat plastik, formika, bahan sintesis lainnya. Sehingga bisa dikatakan bahwa sumber segala energi adalah energi matahari[1].

Suatu teori yang akhir-akhir ini dapat diterima para ahli mengatakan bahwa radiasi gelombang elektromagnetik merupakan kombinasi dari gelombang elektrik arus bolak-balik berkecepatan tinggi dengan gelombang medan magnet

(2)

yang menumbuhkan partikel-partikel energi dalam bentuk foton. Gelombang energi yang memancar melalui ruangan angkasa memberikan pancaran radiasi dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Radiasi gelombang elektromagnetik dikelompokkan pada panjang gelombang yang memberikan rangsangan energi yang lebih besar dimana semakin pendek panjang gelombangnya semakin besar energinya. Radiasi yang akan dipancarkan melalui permukaan matahari mempunyai variasi panjang gelombang dari yang paling panjang (gelombang radio) sampai yang paling pendek (gelombang sinar X dan sinar gamma).

Jarak rata-rata antara bumi dengan matahari RBM = 1,49 x1011,sedangkan

besar rapat radiasi adalah:

2 kalori cm2/menit = 2 langleys/menit

= 2 x 104 kalori/m2 menit

= 1/3 x 103 kalori/m2 dt.

Matahari memancarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Radiasi tersebut hanya sekitar 50% yang dapat diserap oleh bumi. Menurut pengukuran yang dilakukan oleh badan luar angkasa Amerika Serikat NASA (National Aeronautics and Space Administration) melalui misi ruang angkasanya pada tahun 1971,diperoleh data tentang besaran konstanta matahari yang harganya sama dengan 1353 Watt/m2. Dari besaran tersebut 7,85% atau 105,8 Watt/m2

dipancarkan melalui sinar ultraviolet, 47,33% atau 640.4 Watt/m2 dipancarkan oleh sinar yang dapat dilihat oleh manusia (visible light) dan 44,85% atau 606,8

(3)

Watt/m2 dipancarkan oleh sinar infra merah.

Pada dasarnya energi radiasi yang dipancarkan oleh sinar matahari mempunyai besaran yang tetap (konstan),tetapi karena lintasan bumi berbentuk ellips maka jarak dari matahari ke bumi tidak konstan. Jarak terdekat 1,47 x 1011 m terjadi pada 3 januari dan jarak terjauh 1.52 x 1011 m pada 4 juli. Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp.Energi matahari dapat dimanfaatkan dengan berbagai cara salah satunya menjadi kolektor surya yang dapat menyimpan panas sesuai dengan ukuran kolektor yang dibuat. Penyimpanan panas pada kolektor sangat bergantung pada kondisi matahari. Semakin panas matahari maka semakin banyak panas yang terserap. Kolektor surya beroperasi tanpa mengeluarkan suara (tidak seperti turbin angin besar) sehingga tidak menyebabkan polusi suara. Kolektor surya biasanya memiliki umur yang sangat lama, dan biaya pemeliharaannyasangat rendah karena tidak ada bagian yang bergerak. Kolektor surya juga cukup mudah untuk diinstal.

2.2 Kolektor Surya

Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa adsorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi.

(4)

Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama, yaitu [2] :

1. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan

2. Adsorber, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari. 3. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .

4. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari adsorber menuju lingkungan

5. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor

2.2.1 Klasifikasi Kolektor Surya

Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam Solar Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan pengklasifikasian kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya.

A. Kolektor Plat Datar

Kolektor surya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memanaskan fluida kerja yang mengalir kedalamnya dengan mengkonversikan energi radiasi matahari menjadi panas. Fluida yang dipanaskan berupa cairan minyak, oli, dan udara. Kolektor surya plat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah 95°C dalam aplikasinya kolektor plat datar digunakan untuk memanaskan udara dan air.

Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena

(5)

desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri [2].

Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari adsorber-nya yang berupa plat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari langsung dan terpencar ( beam dan diffuse ), tidak membutuhkan pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri. Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara lain; transparent cover, adsorber, insulasi, dan kerangka.

Gambar 2.1 Kolektor surya pelat datar sederhana A. Kolektor Konsentrator

(6)

Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh adsorber. Spesifikasi jenis ini dapat dikenali dari adanya komponen konsentrator yang terbuat dari material dengan transmisivitas tinggi. Berdasarkan komponen adsorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu Line Focus dan Point Focus.

Gambar 2.2 Kolektor Konsentrator[12]

Agar cahaya matahari selalu dapat difokuskan terhadap tabung adsorber, concentrator harus dirotasi. Pergerakan ini disebut dengan tracking. Temperatur fluida melebihi 400 oC dapat dicapai pada sistem kolektor ini seperti terlihat pada gambar diatas.

B. Kolektor Tabung Vakum

Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi dan faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak

(7)

diantara adsorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar adsorber menuju lingkungan.

Gambar 2.3 Kolektor Tabung Vakum[13]

2.2.2 Manfaat kolektor surya

Kolektor surya dewasa ini mulai diterapkan diberbagai bidang seperti bidang pertanian, Industri, dan teknologi. Dibidang pertanian manfaat kolektor surya sama sama kita ketahui yaitu sebagai media pengeringan untuk hasil pertanian, penggunaannya sangat efektif dan efesien walaupun memerlukan waktu yang lama, tetapi sangat hemat baik dari segi tenaga maupun biaya, untuk kedepan tidak mustahil permasalahan waktu akan ditemukan solusinya.

Dibidang Industri Koektor surya pun sudah mulai dikembangkan seperti negara Jerman yang memanfaatkan tenaga matahari sebagai bahan bakar untuk kendaraan atau yang biasa disebut mobil dengan tenaga surya prinsipnya ialah mengubah tenaga matahari menjadi energi listrik, hal ini sungguh merupakan penemuan yang mutakhir dibidang industri. Kita mengetahui bahwa bahan bakar minyak dewasa ini semakin menipis, maka dengan pemanfaatan tenaga surya

(8)

sebagai bahan bakar mungkin untuk masa yang akan datang dapat menyelesaikan permasalahn ini.

Dibidang teknologi tenaga listrik dapat dihasilkan dari kolektor surya listrik merupakan kebutuhan masyarakat, penggunaan tenaga matahari sebagai bahan yang menggubah sinar menjadi energi listrik patut dikembangkan, seperti yang pernah diterapkan oleh pemerintah pada tahun 2002 di daerah Bireun, Aceh Utara, pemerintah mencoba memberikan listrik tenaga surya bagi masyarakat setempat, tetapi karena peralatan yang tidak mencukupi dan tidak memadai maka proyek ini hanya berjalan ditempat, Output dari tenaga matahari tersebut hanya menghasilkan tenaga sebesar 10 – 20 volt dalam semalam. Padahal kalau jika dikembangkan dan diadakan penelitian lebih lanjut kemungkinan besar akan berhasil, tetapi mungkin mengingat dana yang juga sangat besar mungkin pemerintah menunda dulu proyek tersebut. Tetapi pada intinya tenaga surya bisa bermanfaat dan dapat menghasilkan listrik[9].

2.3. Mesin Pendingin Adsorpsi

2.3.1. Siklus Ideal Mesin Pendingin Adsorpsi

Adsorpsi dan desorpsi merupakan suatu proses yang dapat berlangsung secara reversibel. Adsorpsi merupakan proses exothermic dimana adsorben (padatan) dan adsorbat (fluida) melepaskan panas sehingga menyebabkan penurunan pergerakan molekul adsorbat yang mengakibatkan adsorbat tersebut menempel pada permukaan adsorben dan membentuk suatu lapisan tipis[3].

Ketika panas diberikan kepada sistem tersebut maka pergerakan molekul adsorbat akan meningkat sehingga pada jumlah panas tertentu akan menghsailkan

(9)

energi kinetik molekul adsorbat yang cukup untuk merusak gaya van der Waals antara adsorben dan adsorbat. Proses pelepasan adsorbat dari adsorben disebut sebagai proses desorpsi, dimana proses ini membutuhkan energi panas sehingga disebut proses endothermic. Jumlah adsorbat yang terkandung didalam adsorban dapat digambarkan oleh garis isosters pada diagram tekanan vs temperatur (Ln P vs -1/T) seperti pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Diagram Tekanan vs Temperatur sebagai Penunjuk Garis Isoster [3] Mesin pendingin ini membutuhkan energi panas yaitu energi radiasi matahari yang digunakan sebagi energi untuk berlangsungnya proses pendinginan. Siklus pendingin adsorpsi dapat dilihat pada gambar 2.5. Sistem pendingin adsorpsi ini terdiri atas empat proses yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

(10)

1. Proses Pemanasan (Pemberian Tekanan)

Pada gambar 2.5 menjelaskan bahwa proses pemanasan dimulai dari titik A dimana adsorbent berada pada temperatur rendah TA dan pada tekanan rendah

Pe (tekanan evaporator). Proses ini berlangsung pada siang hari,proses A ke B:

Adsorber menerima panas sehingga temperatur adsorber meningkat dan diikuti oleh peningkatan tekanan Selama proses ini tidak ada aliran metanol yang masuk maupun keluar dari adsorber.

2. Proses Desorpsi

Pada gambar 2.5 menjelaskan proses desorpsi berlangsung pada waktu panas diberikan dari titik B ke D sehingga adsorber mengalami peningkatan temperatur yang menyebabkan timbulnya uap desorpsi. Sehingga, sehingga adsorbat yang berada pada adsorben dalam bentuk gas mengalir ke kondensor untuk mengalami proses kondensasi menjadi cair dan mengalir ke kondensor.

3. Proses Pendinginan (Penurunan Tekanan)

Pada gambar 2.5 menjelaskan proses pendinginan berlangsung dari titik D ke F yang berlangsung pada malam hari, adsorber melepaskan panas dengan cara didinginkan sehingga suhu di adsorber turun dan diikuti oleh penurunan tekanan dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi.

4. Proses Adsorpsi

Pada gambar 2.5 menjelaskan proses adsorpsi berlangsung dari titik F ke A, Adsorber terus melepaskan panas sehingga adsorber mengalami penurunan temperatur dan tekanan yang menyebabkan timbulnya uap adsorpsi. Adsorbat dalam bentuk uap dihasilkan dari proses penyerapan kalor oleh adsorbat dari air yang ada disekitar evaporator sebesar kalor laten penguapan adsorbat tersebut.

(11)

2.3.2. Perkembangan Mesin Pendingin Adsorpsi

Perkembangan mutkahir di bidang refrigeran utamanya didorong oleh dua masalah besar dalam lingkungan, yakni penipisan lapisan ozon dan pemanasan global. Sifat merusak ozon dimiliki oleh refrigeran utama yang digunakan yaitu CFCs (ChloroFluoro Carbons). (Molina dan Rowland 1974, diacu dalam Indartono 2006). Setelah keadaan penipisan ozon dilapisan atmosfer diverisifikasi secara saintifik, perjanjian internasional untuk mengatur dan melarang penggunaan zat-zat perusak disepakati pada tahun 1987 yang terkenal dengan sebutan Protokol Montreal.

Penggunaan CFCs dan HCFCs (Hydro Chloro Fluoro Carbons) merupakan dua refrigeran utama yang dijadwalkan untuk dihapuskan masing-masing pada tahun 1996 dan 2030 untuk negara – negara maju. Sedangkan untuk negara – Negara berkembang dijadwalkan untuk dihapus (phase- out) pada tahun 2010 (CFCs) dan 2040 (HCFCs) (Powell dalam Indartono, 2006). Pada tahun 1997, Protokol Kyoto mengatur pembatasan dan pengurangan gas-gas penyebab rumah kaca, termasuk HCFCs.

Munculnya beberapa permasalahan pada refrigerasi siklus kompresi uap dalam dekade belakangan ini membuat para peneliti berusaha memunculkan sistem refrigerasi alternatif yang tidak mengandung permasalahan serupa. Teknologi alternatif tersebut diantaranya adalah refrigerasi sistem adsorpsi padatan (solid adsorption). Sistem adsorpsi padatan ini tidak menggunakan refrigeran yang merusak ozon, serta bisa memanfaatkan matahari dan panas buangan .

(12)

pendinginan yang dapat digunakan jika sumber listrik tidak ada dan sebagai pengganti refrigeran yang tidak ramah lingkungan. Metode pendinginan ini memerlukan sumber energi panas sebagai penghasil siklus pendinginan. Sumber energi tersebut dapat diperoleh dari biomassa, energi radiasi surya, maupun panas buangan.

Perkembangan mesin ini telah dikenal pada tahun 1980 sampai sekarang, dimana M. Pons dan J.J. Guilleminot (1981) membuat alat mesin pendingin dengan menggunakan pasangan Zeolit – air dan pasanganan karbon aktif – metanol. Sokoda dan Suzuki (1984) dan Critoph et al (1988) melakukan studi kinerja siklus adsorpsi untuk pendingin surya. Vichan Tangkengsirin et al (1997) menggunakan pasangan silicagel – air dan sumber panas dari energi surya.

Siegfried Kreussler dan Detlef Bolz melakukan penelitian mesin pendingin solar adsorpsi menggunakan zeolit dan air, diperoleh energi pendingin sebesar 350 kJ/kg zeolit dan COP 8 %. K Sumanthy (1999) melakukan percobaan alat pendingin solar energi dengan pasangan karbon aktif -methanol, dan berhasil membuat es sebanyak 4 kg/hari dengan luas kolektor 0,92 m2.

Hildrand C, Dind P., Pons M., Butchter F.(2001), melakukan penelitian pada mesin pendingin menggunakan silica gel – water dengan sumber panas kolektor surya dengan luas 2 m2 mendapatkan harga COP antara 0.10 sampai 0.25. Sedangkan Wang D.C, Xia Z.Z, Zhai H, Wang R.Z dan Dou W.D.(2005), melakukan penelitian mesin pendingin adsorpsi menggunakan silica gel dan air, diperoleh Kapasitas pendinginan dan COP sebesar 7,15 kW dan 0,38.

Beberapa penelitian pada sistem pendingin adsorpsi telah dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi, diantaranya oleh Aep et al, (2002) telah

(13)

melakukan penelitian mesin pendingin adsorpsi dengan menggunakan silicagel – metanol dengan pembangkitan panas dari listrik, dari hasil penelitian dengan 3 kali pengujian dengan tekanan awal sebesar 5,4 kPa diperoleh temperature evaporator 10 °C dengan pemanasan pada generator sebesar 72°C. Pada saat proses desorpsi yang berlangsung selama 7 jam, temperatur evaporator meningkat menjadi 26 °C dengan lama proses selama 2 jam. Sedangkan pendinginan dengan menggunakan beban pendinginan dan tekanan awal 0.11 kPa (0.88 mmHg) dan suhu evaporator sebesar 24°C menurun menjadi 10°C dan terus meningkat karena adanya beban pendinginan air pada chiller dan berlangsung selama 7 jam yang mencapai 26°C. Pendinginan menghasilkan selisih 1.5 - 2°C perbedaan suhu yang masuk dan keluar dari evaporator.

Selain itu penelitian untuk melihat kinerja alat pendingin adsorpsi juga dilakukan oleh Setiono B, (2005) dimana hasil yang didapatkan menunjukkan besaran temperatur di evaporator 9.7°C pada tekanan 26.1 torr (3.48 kPa) tanpa menggunakan beban pendinginan, sedangkan dengan menggunakan beban pendinginan didapatkan suhu evaporator sebesar 13.5°C pada tekanan 38.7 torr (5.16 kPa) dan 13.4°C pada tekanan 45.1 torr (6.01 kPa). Pada percobaan yang dilakukan ini berhasil menurunkan temperatur rata-rata 5°C. Tetapi pada penelitian ini proses awal yang dilakukan adalah proses evaporasi-adsorpsi, kemudian dilanjutkan dengan proses generasi-desorpsi[5].

2.4 Tinjauan Perpindahan Panas

Dalam perencanaan suatu alat dengan pemanfaatan tenaga surya perlu diketahui semua jenis perpindahan panas yang terjadi selama siklus terjadi.

(14)

Seperti ketika kolektor menerima panas dari matahari maka hal itu terjadi dengan cara radiasi, kemudian panas dari pelat dan sisi kolektor berpindah secara konveksi dan konduksi ke udara. Untuk lebih jelasnya dapat kita perhatikan semua jenis perpindahan panas yang terjadi.

Gambar 2.6 Perpindahan Panas pada Kolektor Plat Datar[6]

Perpindahan panas merupakan perpindahan energi dari suatu daerah ke daerah lain yang terjadi karena perbedaan suhu. Panas ini akan mengalir dari tempat yang mempunyai temperatur tinggi ke tempat yang mempunyai temperatur rendah hingga tercapai temperatur yang sama. Perpindahan panas secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian :

a. Konduksi b. Konveksi c. Radiasi

(15)

2.4.1 Konduksi

Konduksi adalah proses perpindahan panas yang mengalir melalui suatu bahan padat dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam suatu medium (padat, cair atau gas). Peristiwa ini menyangkut pertukaran energi pada tingat molekuler. Pegamatan gejala fisika dan serentetan pemikiran telah menghasilkan laju aliran kalor untuk konduksi. Kepadatan aliran (flux) energi perpindahan kalor secara konduksi disebuah batangan padat, sebanding dengan beda suhu dan luas penampang serta berbanding terbalik dengan panjangnya[7].

Pengamatan dibuktikan dengan serentetan percobaan sederhana. Fourter telah memberikan sebuah model matematika untuk proses ini. Dalam hal satu dimensi, model matematikanya yaitu :

q

= -

k .A .𝑑𝑇

𝑑𝑋... (2.1) dimana :

q = Laju perpindahan panas (W)

A = Luas penampang dimana panas mengalir (m2)

dT/dx = Gradien suhu pada penampang, atau laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x (K)

k = Konduktivitas termal bahan (W/m.K)

Daya hantar termal merupakan suatu karakteristik dari bahan dan perbandingan K/l disebut hantaran (konduktivitas) yang ditentukan oleh struktur molekul bahan. Semakin rapat dan tersusun rapinya molekul-molekul yang umumnya terdapat pada logam akan memindahkan energi yang semakin cepat

(16)

dibandingkan dengan susunan yang acak dan jarang yang pada umumnya terdapat terdapat pada bahan bukan logam.

Persamaan untuk laju perpindahan kalor konduksi secara umum dinyatakan dengan bentuk persamaan diferensial di bawah ini :

dx dT kA

q  ... (2.2)

Bahan yang mempunyai konduktifitas termal yang tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang konduktifitas termal rendah disebut isolator. Nilai angka konduktifitas termal menunjukan beberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu.

Gambar 2.7 perpindahan panas pada isolasi kolektor surya

Peristiwa perpindahan konduksi pada mesin pendingin tenaga surya terjadi pada sisi-sisi kolektor yang diisolasi oleh rockwool, sterofoam,busa hitam dan kayu. Energi panas hilang (Qloss) dan berpindah dari ruang dalam kolektor menuju temperatur yang lebih dingin (temperatur lingkungan).

2.4.2 Konveksi

Perpindahan kalor konveksi bergantung pada konduksi antara permukaan benda padat dengan fluida terdekat yang bergerak. Persamaan laju perpindahan

(17)

panas secara konveksi secara umum:

) ( T

hA

q  ... (2.3)

dengan : q = Laju perpindahan panas konveksi (W)

h= koefisien pindahan panas konveksi (W/m2K)

A = luas penampang (m2)

ΔT = perubahan suhu (K)

2.4.3 Radiasi

Radiasi adalah proses perpindahan panas tanpa melalui media. Bila energi radiasi mengenai permukaan suatu bahan, maka sebagian akan dipantulkan (refleksi) , sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi). Kebanyakan benda padat tidak bisa mentransmisikan radiasi thermal sehingga penerapan transmisivitas dianggap nol [8].

Energi yang diradiasikan dari suatu permukaan ditentukan dalam bentuk daya pancar (emissive power) yang secara termodinamika dapat dibuktikan bahwa daya pancar tersebut sebanding dengan pangkat empat dari temperatur absolutnya. Untuk radiator ideal, biasanya berupa benda hitam (black body).

Persamaan untuk mencari perpindahan panas radiasi adalah sebagai berikut : qrad = ε A ζ ( Ts4-Tsur4)... (2.4)

dimana :

qrad = laju perpindahan panas radiasi (W)

(18)

A = luas permukaan (m2)

ζ = kontanta Stefan – Boltzmann (5,67 x 10-8

W/m2 K4) Ts = suhu permukaan (K)

Tsur = suhu lingkungan (K)

Penggunaan energi surya meliputi pengaturan kedudukan permukaan pengumpul (kolektor) pada berbagai sudut dengan bidang horizontal. Sementara pengukuran radiasi pada permukaan horizontal di banyak tempat sudah dilaksanakan,pemanasan pada permukaan miring harus dihitung. Lapisan luar matahari yang disebut fotosfer memancarkan suatu spektrum radiasi yang kontiniu.

Perpindahan panas secara radiasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Luas permukaan benda yang bertemperatur, yang akan menentukan besar

kecil jumlah pancaran yang akan dapat dilepaskan.

2. Sifat permukaan yang berhubungan dengan kemudahan memancarkan atau menyerap panas.

3. Kedudukan masing-masing permukaan satu terhadap yang lain akan menentukan besar fraksi pancaran yang dapat diterima oleh permukaan lain.

Ketika radiasi sampai ke permukaan, sebagian dari energi itu akan diserap, sebagian lagi ditransmisikan, dan sisanya direfleksikan [9]. Energi radiasi yang diserap disebut dengan absorbtivitas (α ), yang ditransmisikan disebut dengan transimitas (η) dan energi radiasi yang dipantulkan disebut reflektivitas ( 𝜌).

absorbvitas = α = 𝐼𝑛𝑐𝑖𝑑𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑑𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛𝑅𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑠𝑖 0 ≤α ≤ 1 transimitas = η = 𝐼𝑛𝑐𝑖𝑑𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑑𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛𝑅𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑖𝑚𝑖𝑡𝑎𝑠 0 ≤η ≤ 1

(19)

reflectivitas = 𝜌 =𝑅𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑓𝑙𝑒𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐼𝑛𝑐𝑖𝑑𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑑𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 0 ≤ 𝜌 ≤ 1

2.5. Intensitas Radiasi Matahari

Perbandingann intensitas radiasi matahari pada bidang horizontal dan bidang miring dapat dinyatakan dengan persamaan berikut[2]:

Rb =GGb ,T b = Gb ,n.cos θ Gb ,n.cos θz = cos θ cos θz……….………(2.5) dimana :

Rb = rasio intensitas radiasi pada bidang miring dengan bidang horizontal

Gb,T = intensitas radiasi pada bidang miring (W/m2)

Gb = intensitas radiasi matahari dengan sudut masuk normal pada bidang

horizontal (W/m2)

θ = sudut datang radiasi; θz = sudut zenith

Berikut ini adalah sudut datang intensitas matahari terhadap bidang kolektor horizontal dan bidang yang dimiringkan ditunjukkan gambar 2.8.

(a) (b)

Gambar 2.8 Intensitas radiasi pada bidang horizontal (a), dan bidang yang dimiringkan (b) G b 𝜃𝑧 G bn 𝜽 G bT G bn 𝜷

(20)

2.6 Posisi Matahari

Untuk menghitung intensitas radiasi matahari langsung pada sebuah permukaan miring dari data intensitas radiasi matahari pada sebuah permukaan horizontal dapat dihitung jika posisi matahari diketahui setiap saat. Posisi matahari juga digunakan untuk menentukan radiasi matahari yang diteruskan melalui kaca, dimana transmisivitas-absorpsivitasnya juga berubah-ubah sesuai dengan sudut matahari.[2]

Sudut datang radiasi matahari yang dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

cos θ = cos ϕ − β cos δ . cos ω + sin ϕ − β sin δ………....(2.6) Untuk permukaan yang dimiringkan, cos θ = cos θT (tilt). Beberapa parameter

pada persamaan di atas dijelaskan sebagai berikut: a. Posisi lintang (𝜙)

Yaitu posisi suatu tempat dari bidang khatulistiwa, utara bernilai positif; -90o ≤ 𝜙 ≥ 90o.

b. Deklinasi (δ)

Yaitu sudut posisi matahari pada siang hari sehubungan dengan bidang khatulistiwa.

Utara bernilai positif; -23,45 ≤ δ ≥ 23,45. Nilai δ dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

δ = 23,45 sin(360 284+n365 )………...…....(2.7) dimana n adalah hari ke berapa dalam tahun tersebut.

(21)

c. Kemiringan (β)

Yaitu sudut antara bidang permukaan tertentu dengan bidang horizontal; 0o ≤ β ≥ 90o (β > 90o berarti permukaan bidang menghadap ke bawah). d. Sudut Jam Matahari (ω)

Yaitu pergeseran sudut dari matahari ke arah timur/barat dari garis bujur lokal akibat rotasi bumi pada porosnya sebesar 15o per jam; pagi negatif, sore positif. Nilai ω dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

ω = (𝑡𝑠 − 12)𝑥36024………...(2.8)

2.7. Perhitungan Perpindahan Panas pada Kolektor Plat Datar 2.7.1. Perhitungan Panas yang diserap Kolektor

Perhitungan panas yang diserap pada kolektor dapat dihitung menggunakan rumus [2]:

𝑆 = (𝜏𝛼)𝑎𝑣𝑒 𝑥 𝑄𝑖𝑡 𝑥 𝐴𝑐………...…...…...(2.9) dimana :

 Qit = intensitas radiasi matahari (J/m2)

 Ac = luas penampang kolektor (m2)

 𝜏𝛼𝑎𝑣𝑒 = transmisivitas absorsivitas rata -rata kaca dan absorber dihitung dengan rumus : 𝜏𝛼𝑎𝑣𝑒 = 0,96 𝑥 (𝜏𝛼)𝑏 ...(2.10) dimana :

 (𝜏𝛼)𝑏 = 1,01 𝑥 𝜏 𝑥 𝛼 𝑥 𝛼 𝛼𝑛 ...(2.11)

(22)

— Koefisien transmisivitas refleksi (𝜏𝑟) diperoleh dengan rumus : 𝜏𝑟 = 12 1 − 𝑟1+ 𝑟∥ ∥ + 1− 𝑟⊥ 1+ 𝑟⊥ ...(2.12)  𝑟∥= 𝑠𝑖𝑛 2(𝜃 2− 𝜃1) 𝑠𝑖𝑛2(𝜃 2+ 𝜃1) ...(2.13)

— 𝜃1 = θ1 Sudut datang matahari terhadap bidang

vertical θ1(12.00) = 0o . setiap 1 jam +15o

— Sudut bias kaca : θ2 = 𝑠𝑖𝑛−1( 𝑛1

𝑛2𝑥 𝑠𝑖𝑛(𝜃1).

θ2 = 𝑠𝑖𝑛−1( sin 𝜃1

𝑛 ).

n = indeks bias rata-rata kaca = 1.526 [Duffie]

 𝑟⊥= 𝑡𝑎𝑛 2(𝜃

2− 𝜃1)

𝑡𝑎𝑛2(𝜃2+ 𝜃1) ...(2.14)

— Koefisien transmisivitas refleksi (𝜏𝑟) diperoleh dengan

rumus:

𝜏𝑎 = 𝑒𝑥𝑝 − 𝑐𝑜𝑠 𝜃𝐾𝐿

2 ...(2.15)

 K = koefisien redam kaca 2 lapis kaca = 16 m-1

[Duffie]

 𝐿 = tebal kaca = 5mm = 0,005m

𝛼 = absorbsivitas plat stainless steel = 0,97

 𝛼 𝛼𝑛 = 1 − 1,5879 𝑥 10−3𝜃1+ 2,7314 𝑥 10−4𝜃12−

2,3026 𝑥 10−5𝜃

13 + 9,0244 𝑥 10−7𝜃14− 1,8 𝑥 10−8𝜃15+

1,7734 𝑥 10−10𝜃

(23)

2.7.2. Perhitungan Kerugian Panas pada Kolektor

Koefisien kerugian panas yang hilang pada kolektor dapat dihitung menggunakan rumus yaitu :

𝑄𝐿 = 𝑄𝑇 + 𝑄𝐵 + 𝑄𝐸………...(2.17) dimana :

 𝑄𝑇 = total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian atas kolektor (J)

 𝑄𝐵 = total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian bawah kolektor (J)

 𝑄𝐸 = total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian samping kolektor (J)

 𝑄𝐿 = total kerugian panas yang hilang pada setiap sisi kolektor (J) Kerugian panas pada sisi atas (QT) diperoleh dengan rumus :

𝑄𝑇 = 𝑈𝑡 𝑥 𝐴𝑐 𝑥 𝑇𝑝𝑚 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑎𝑡𝑎𝑠 − 𝑇∞ ………...…...(2.18) dimana : — 𝑈𝑇 = 𝐶 𝑁 𝑇𝑝𝑚 𝑇𝑝𝑚 − 𝑇∞ 𝑁+𝑓 𝑒 + 𝑕1 𝑤 −1 + 𝜎 𝑇𝑝𝑚+ 𝑇∞ 𝑇𝑝𝑚2+ 𝑇∞2 1 𝜀𝑝 + 0.00591 𝑁 𝑕𝑤+ 2𝑁+𝑓−1+0.133 𝜀𝑝 𝜀𝑔 − 𝑁 ...(2.19) keterangan :

 N = jumlah lapisan kaca = 2

 f = ( 1 + 0,089𝑕𝑤 - 0.1166𝑕𝑤𝜀𝑝)(1 + 0.07866N)

 C = 520 (1 – 0.000051β2) dimana β = 0o dan β = 30o

 e= 0.430 (1-100/𝑇𝑝𝑚)

 β = sudut kemiringan kolektor

 𝜀𝑔 = emisivitas kaca = 0.88

 𝜀𝑝 = emisivitas plat = 0.97

(24)

 𝑇𝑝𝑚 = temperatur rata-rata plat atas(K)

 𝑕𝑤 = koefisien perpindahan panas oleh angin ≈ 10 W/m2 K

 𝜎 = Tetapan Stefan-Boltzman = 5.67 x 10-8

 𝑈𝑇 = koefisien kerugian panas pada sisi atas kolektor (W/m2 K)

— Ac = luas penampang kolektor (m2

)

— Tpm sisi atas = temperatur rata - rata plat atas (o

C) — 𝑇∞= temperatur lingkungan (oC)

Kerugian panas pada sisi samping (QE) diperoleh dengan rumus :

Q

𝐸

=

𝑅1+ 𝑅2 + 𝑅3 + 𝑅4+ 𝑅5 ∆𝑇 ………...…...(2.20)

dimana : — 𝑅 = 𝐾 𝑥 𝐴𝑡

 K = konduktivitas bahan (W/m K)

 t = tebal isolasi (m)

 A = luas penampang isolasi (m2) — ∆𝑇 = 𝑇𝑝𝑚 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔 − 𝑇∞

 Tpm sisi samping = temperatur rata - rata plat samping (oC)

 𝑇∞ = temperatur lingkungan (oC)

Kerugian panas pada sisi bawah (QB) diperoleh dengan rumus :

Q

𝐵

=

𝑅1+ 𝑅2 + 𝑅3 + 𝑅4+ 𝑅5 ∆𝑇 ...…...(2.21)

(25)

𝑅 = 𝑡 𝐾 𝑥 𝐴

 K = konduktivitas bahan (W/m K)

 t = tebal isolasi (m)

 A = luas penampang isolasi (m2) — ∆𝑇 = 𝑇𝑝𝑚 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑏𝑎𝑤𝑎𝑕 − 𝑇∞

 Tpm sisi bawah = temperatur rata - rata plat bawah (oC)

 𝑇 = temperatur lingkungan (oC)

2.8. Energi Panas Aktual yang Digunakan Kolektor untuk Proses Desorpsi

Energi panas yang digunakan kolektor untuk mendesorpsi metanol dari karbon aktif dievaluasi melalui persamaan sebagai berikut:

𝑄𝑖𝑐 = 𝑚𝑎𝑐. 𝐶𝑝𝑎𝑐 + 𝑚𝑟𝐶𝑝𝑟 ∆𝑇𝑔+ 𝑚𝑟𝑕𝑠𝑔………...(2.22)

dimana:

Qic = energi panas aktual yang digunakan kolektor untuk proses desorpsi (J)

mac = massa karbon aktif dalam kolektor (kg)

mr = massa refrigeran (metanol) dalam kolektor yang teradsorpsi (kg)

Cpac = panas spesifik karbon aktif (J/kg K)

Cpr = panas spesifik metanol (J/kg K)

∆𝑇𝑔= temperatur pemanasan dievaluasi pada temperatur rata-rata kolektor maksimal selama waktu pemanasan optimum (oK)

hsg = entalpi perubahan fasa metanol selama proses desorpsi (KJ/Kg)

(26)

2.9. Efisiensi Kolektor ( 𝜼 )

Efisiensi aktual kolektor surya selama pengujian dapat dihitung dalam keadaan kosong dan berisi karbon aktif. Efisiensi kolektor kosong dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

𝜂 =

𝑄𝑆

𝑟𝑎𝑑 ...…...(2.23)

dimana :

— S = panas yang diserap kolektor (J) — Qrad = panas yang diterima kolektor (J)

Efisiensi kolektor berisi karbon aktif dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini[10]:

𝜂 =

𝑄𝑖𝑐

𝑄𝑖𝑡………...………....…...(2.24)

dimana :

— 𝑄𝑖𝑐= energi panas aktual yang digunakan kolektor untuk proses desorpsi(J)

Gambar

Gambar 2.1 Kolektor surya pelat datar sederhana  A.  Kolektor Konsentrator
Gambar 2.2 Kolektor Konsentrator[12]
Gambar 2.3 Kolektor Tabung Vakum[13]
Gambar 2.4 Diagram Tekanan vs Temperatur sebagai Penunjuk Garis Isoster [3]
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa “Skripsi” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,

Ada beberapa saran sehubungan dengan penelitian yang telah penulis lakukan terhadap tari Tor-Tor pada upacara kematian Saur Matua diantaranya yaitu dalam mengembangkan serta

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana perkembangan ensambel musik tiup sejak masuknya di Kebudayaan Karo melalui perkembangan grup grup musik tiup yang

Sistem operasi dari cloning IBM saat ini secara umum terbagi menjadi 2 aliran yaitu komersil yang di buat oleh Microsoft dan yang bersifat freeware yang di kembangkan oleh

Jika anda menyelesaikan gelar anda dalam rentang waktu yang diharapkan dan mendapatkan tawaran kerja yang berhubungan dengan studi anda, anda dapat memperoleh visa kerja untuk dua

Oleh karena itu, dengan teknik pencampuran yang lebih disempurnakan maka jagung manis dan jagung pulut dapat digunakan sebagai alternatif sebagai bahan baku

Dengan terdapat kualitas sinyal yang sangat buruk dapat pula diketahui bahwa jarak jangkau maksimal kualitas sinyal stasiun TVRI Pontianak yang masih bisa dinikmati