• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN TEKNOLOGI DAN INFORMASI DALAM KEPE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN TEKNOLOGI DAN INFORMASI DALAM KEPE (1)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN TEKNOLOGI DAN INFORMASI DALAM KEPEMIMPINAN

ADMINISTRATIF

Oleh : Angga Debby Frayudha, M. Pd

I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kepemimpinan merupakan topik yang selalu menarik diperbincangkan dan tak

akan pernah habis untuk dibahas. Masalah kepemimpinan akan selalu hidup dan

digali pada setiap zaman, dari generasi ke generasi guna mencari formulasi sistem

kepemimpinan yang aktual dan tepat untuk diterapkan pada zamannya. Hal ini

mengindikasikan bahwa paradigma kepemimpinan adalah sesuatu yang sangat

dinamis dan memiliki kompleksitas yang tinggi.

Terminologi kepemimpinan lahir sebagai suatu konsekuensi logis dari perilaku

dan budaya manusia yang terlahir sebagai individu yang memiliki ketergantungan

sosial (zoon politicon) yang sangat tinggi dalam memenuhi berbagai kebutuhannya

(homo sapiens). ABRAHAM MASLOW mengidentifikasi adanya 5 tingkat

kebutuhan manusia :

1). kebutuhan biologis,

2). kebutuhan akan rasa aman,

(2)

4). kebutuhan untuk mempunyai citra yang baik, dan

5). kebutuhan untuk menunjukkan prestasi yang baik.

Dalam upaya memenuhi kebutuhannya tersebut manusia kemudian menyusun

organisasi dari yang terkecil sampai yang terbesar sebagai media pemenuhan

kebutuhan serta menjaga berbagai kepentingannya. Bermula dari hanya sebuah

kelompok, berkembang hingga menjadi suatu bangsa. Dalam konteks inilah,

sebagaimana dikatakan Plato dalam filsafat negara, lahir istilah kontrak sosial dan

pemimpin atau kepemimpinan

1.2 Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut di atas

dirumuskan permasalahan dalam pertanyaan penelitian ini sebagai berikut:

1. Model Kepemimpinan Administatif itu seperti apa?

2. Peran Teknologi dan Informasi dalam Kepemimpinan Administatif ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Pengertian Kepemimpinan Administratif?

(3)

II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

2.1 Teori Dan Model Kepemimpinan

Dalam bahasa Indonesia “pemimpin” sering disebut penghulu, pemuka,

pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala,

penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Istilah pemimpin, kepemimpinan, dan

memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama “pimpin”. Namun

demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda. Pemimpin adalah suatu

peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu

memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Adapun

istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan,

dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa

dimiliki oleh orang yang bukan “pemimpin”. Sedangkan istilah Memimpin digunakan

dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya

mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.

2.2 Teori Kepemimpinan

Kajian mengenai kepemimpinan termasuk kajian yang multi dimensi, aneka

teori telah dihasilkan dari kajian ini. Teori yang paling tua adalah The Trait Theory

atau yang biasa disebut Teori Pembawaan. Teori ini berkembang pada tahun 1940-an

(4)

bakat-bakat pembawaan, ciri-ciri pemimpin, faktor fisik, kepribadian, kecerdasan, dan

ketrampilan berkomunikasi. Tetapi pada akhirnya teori ini ditinggalkan, karena tidak

banyak ciri konklusif yang dapat membedakan antara pemimpin dan bukan

pemimpin.

Dengan surutnya minat pada Teori Pembawaan, muncul lagi Teori Perilaku,

yang lebih dikenal dengan Behaviorist Theories. Teori ini lebih terfokus kepada

tindakan-tindakan yang dilakukan pemimpin daripada memperhatikan atribut yang

melekat pada diri seorang pemimpin. Dari teori inilah lahirnya konsep tentang

Managerial Grid oleh ROBERT BLAKE dan HANE MOUTON. Dengan Managerial

Grid mereka mencoba menjelaskan bahwa ada satu gaya kepemimpinan yang terbaik

sebagai hasil kombinasi dua faktor, produksi dan orang, yaitu Manajemen Grid.

Manajemen Grid merupakan satu dari empat gaya kepemimpinan yang lain, yaitu :

Manajemen Tim, Manajemen Tengah jalan, Manajemen yang kurang, dan

Manajemen Tugas.

Pada masa berikutnya teori di atas dianggap tidak lagi relevan dengan sikon

zaman. Timbullah pendekatan Situational Theory yang dikemukakan oleh HARSEY

dan BLANCHARD. Mereka mengatakan bahwa pembawaan yang harus dimiliki

seorang pemimpin adalah berbeda-beda, tergantung dari situasi yang sedang dihadapi.

Pendekatan ini menjadi trend pada tahun 1950-an.

(5)

kemampuannya dalam menimbulkan kepuasan dan motivasi para anggota dengan

penerapan reward and punisment.

2.3 Model Kepemimpinan

Perkembangan teori-teori di atas sesungguhnya adalah sebuah proses pencarian

formulasi sistem kepemimpinan yang aktual dan tepat untuk diterapkan pada

zamannya. Atau dengan kata lain sebuah upaya pencarian sistem kepemimpinan yang

efektif dan strategis.

Kepemimpinan harus mempunyai prinsip yang menurut STEPHEN R. COVEY

dalam Principle Centered Leadership terdiri dari:

1). Belajar terus menerus, mereka membaca, berlatih, dan mendengarkan masukan;

2). Berorientasi pada pelayanan, mereka melihat hidup sebagai suatu misi dan tidak

hanya sebagai suatu karir;

3). Memancarkan energi positif, mereka optimistis, positif, dan modern;

4). Mempercayai orang lain, mereka tidak tidak berekasi berlebihan pada perilaku

negatif, kritik dan kelemahan;

5). Hidup seimbang, mereka memperhatian keseimbangan jasmani dan rohani, antara

yang tradisionil dan yang modern;

6). Melihat hidup sebagai petualangan, mereka menghargai hidup di luar

(6)

7). Sinergistik, mereka memilih untuk memfokuskan diri pada kepentingan orang lain

dan mampu membina energi-energi yang dimiliki organisasi; dan

8). Melaksanakan pembaharuan diri, mereka memiliki karakter yang kuat dan sehat,

serta berdisiplin tinggi.

Atas dasar prinsip-prinsip itulah maka kepemimpinan menuntut hal-hal sebagai

berikut:

1). Kelompok bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dipegang

kelompok;

2). Masing-masing anggota kelompok memiliki kualitas dan nilai-nilai tertentu yang

memberikan kontribusi pada berfungsinya mekanisme kelompok secara efektif.

Pada bagian lain Bernardine R. Wirjana menyatakan, bahwa prinsip-prinsip yang

mutlak dalam suatu kepemimpinan adalah :

1). Mengerti diri sendiri dan selalu berbuat untuk perbaikan diri sendiri;

2). Menguasai keahlian teknis;

3). Mempunyai tanggung jawab dan bertanggung jawab;

4). Mengambil keputusan yang matang dan tepat waktu;

5). Menjadi peran/role model bagi karyawannya;

(7)

7). Membuat anggota selalu mendapat informasi yang mereka perlukan;

8). Menumbuhkan rasa tanggung jawab;

9). Menjamin bahwa tugas-tugas dapat dimengerti;

10). Melatih anggota-anggota sebagai tim;

11). Menggunakan sepenuhnya kapabilitas organisasi.

Prinsip kepemimpinan adalah asas yang mengandung kebenaran dan pantas untuk

selalu digunakan oleh setiap pemimpin. Prinsip-prinsip kepemimpinan meliputi :

1. Mahir dalam soal-soal teknis dan taktis.

2. Mengetahui diri-sendiri, mencari dan selalu berusaha memperbaiki diri.

3. Memiliki keyakinan bahwa tugas-tugas dimengerti, diawasi dan dijalani.

4. Mengenal anggota-anggota bawahan serta memelihara kesejahteraannya.

5. Memberi teladan dan contoh yang baik.

6. Menumbuhkan rasa tanggung jawab di kalangan anggota.

7. Melatih anggota bawahan sebagai satu tim yang kompak.

8. Buat keputusan-keputusan yang sehat, tepat pada waktunya.

9. Memberi tugas dan pekerjaan kepada bawahan sesuai dengan kemampuannya.

(8)

Setiap permasalahan kepemimpinan selalu meliputi 3 (tiga) unsur yang terdiri dari:

Unsur manusia : yaitu manusia yang melaksanakan kegiatan memimpin atas sejumlah

manusia lain atau manusia yang memimpin dan manusia yang dipimpin.

Unsur sarana: yaitu Prinsip dan Teknik Kepemimpinan yang digunakan dalam

pelaksanaan Kepemimpinan, termasuk bakat dan pengetahuan serta pengalaman

pemimpin tersebut.

Unsur tujuan: yaitu tujuan bersama apa yang ingin dan akan diwujudkan untuk

kepentingan bersama.

2.3.1 Tipe Kepemimpian Administratif/Eksekutif

Kepemimpinan tipe administratif adalah kepemimpinan yang mampu

menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya

terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu

menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat

tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe

kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutris,

manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.

Kedudukan dan jabatan eksekutif sesungguhnya terdapat dalam sebuah

organisasi, baik dalam lingkungan pemerintahan, dalam lingkungan bisnis, dalam

(9)

organisasi kebudayaan, dalam organisasi pendidikan, bahkan juga dalam suatu negara

sebagai organisasi.

Perilaku kepemimpinan ini menunjukkan ciri-ciri (karakteristik) sebagai berikut :

a. Bekerja dengan asumsi bahwa oraang lain dapat bekerja, saama abaiknya dengan

dirinya. Oleh karena itu setiap orang yang memiliki dan memperlihatkan potensi

sesuai dengan bidangnya perlu diberikan kesempatan memimpin

b. Cenderung mementingkan kualitas dalam melaksanakan tugas, karena

mempersyaratkan standar yang tinggi pada hasil yang hendak dicapai. Kualitas

kemampuan dan hasilnya lebih diutamakan dari pada aspek-aspek lainnya dalam

berkerja

c. Berdisiplin dalam melaksanakan tugas-tugas, sehingga dapat meyakinkan dan

bahkan disegani oleh orang-orang yang dipimpin. Disiplin dipandang sebagai

penunjang utama terhadap kualitas kerja dan hasilnya.

d. Berusaha menunjukkan partisipasi aktif orang-orang yang dipimpin dengan

kemampuan yang memberikan motivasi yang memadukan kepentingan individu

dengan kepentingan bersama/organisasi.

e. Memiliki semangat, moral, loyalitas dan dedikasi kerja yang tinggi, sehingga

(10)

f. Mampu menunjukkan kesediaan berkerja keras, tanpa menekan dan memaksa

orang-orang yang dipimpinnya. Kesediaan berkerja keras itu tumbuh berdasarkan

kesadaran dan dilakukan secara ikhlas dan sukarela. Pemimpin memandang

orang-orang yang dipimpinnya sebagai temaan aatau partner kerja, dan bukan sebagai

bawahan atau anak buah, sehingga sama-sama harus mampu berkerja keras untuak

mencapai tujuan organisasinya.

g. Mampu menumbuhhkan rasa aman, karena dalam menunjukkan hubungan

manusiawi yang efektif memperlakukan orang lain sebagai orang dewasa yang

matang dan bertanggung jawab. Perlakuan seperti itu tidak berbeda dalam

menghadapi anggota lama maupun anggota baru.

h. Efisien dan efektif dalam berkerja. Oleh karena itu cenderug memiliki dorongan

yang besar untuk memberikan latihan-latihan agar setiap orang mempunyai peluang

untuk mempunyai peluang untuk mampu pula berkerja vsecara efektif dan efisien.

i. Mempunyai perhatian yang positif dalam menyelesaikan konflik-konflik yang

timbul. Konflik dipandang sebagai kejadian yang wajar dalam bergaul dan bekerja,

karena manusia memang berbeda kepentingannya. Konflik harus diselesaikan agar

kerja sama dapat diwujudkan dan dikembangkan secara maksimal. Dalam

menyelesaikan konflik dan perselisihan, selalu berlaku obyektif dan tidak memihak

atau tidak senang menekan salah satu pihak. Oleh karena itu pemimpin juga memilii

(11)

pendapat. Kemampuan itu merupakan dukungan yang positif terhadap kemampuan

menetapkan keputusan pada waktu yang tepat, cepat dan bermutu.

j. Terbuka terhadap kritik dan saran-saran, untuk memperbaiki kekeliruan dan

kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan kepemimpinan.

k. Mampu memisahkan masalah-masalah yang perlu dan tidak peerlu di dalam

musyawarah atau rapat-rapat. Dengan demikian mampu pula memisahkan

kegiatan-kegiatan sesuai dengan prioritas sangat penting, penting, dan kurang/tidak penting.

2.4 Peran Teknologi Telematika

Pada saat ini bangsa kita sedang dalam tahapan rekonstruksi setelah mengalami

krisis ekonomi, sosial, dan politik yang terburuk pada tiga tahun terakhir ini.

Kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga formal amat tipis, bahkan

kepercayaan antar kelompok-kelompok dalam masyarakatpun terkikis. Sedangkan

gejala disintegrasi bangsa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita. Upaya

rekonstruksi diharapkan dapat membawa bangsa kita menjadi suatu masyarakat

madani yang bersatu dalam negara Republik Indonesia.

Memasuki milenium ketiga, globalisasi yang semula merupakan suatu

kecenderungan telah menjadi suatu realitas, sedangkan alternatifnya adalah

pengucilan dari kancah pergaulan antar bangsa. Globalisasi menuntut adanya

berbagai macam standar, pengaturan, kewajiban, dan sekaligus juga memberi hak

(12)

(misalnya, WTO, IMF, UN, dan lain-lain). Tuntutan berkompetisi, dan sekaligus

berkolaborasi, memaksa kita untuk terus menerus meningkatkan daya saing bangsa

kita, baik dalam pasar lokal, regional, maupun dalam pasar global.

Sementara itu, era reformasi memungkinkan kita untuk menelaah dan

memperbaiki dampak negatif dari sentralisasi yang berlebihan di masa lalu. Pola

sentralisasi selain mengabaikan inisiatif masyarakat, juga cenderung meniadakan

proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada kriteria obyektif berdasarkan

data dan informasi. Setelah beberapa dasawarsa di bawah pemerintahan

tersentralisasi, kebijakan pucuk pimpinan seringkali menjadi satu-satunya acuan yang

harus diikuti. Akibatnya, keputusan lebih banyak dilakukan atas dasar kesesuaian

dengan kebijakan atasan daripada berdasarkan fakta dan informasi, sehingga

(13)

Selain masalah-masalah tersebut di atas, perkembangan teknologi juga

memberikan tantangan tersendiri pada berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Salah

satu teknologi yang berkembang pesat dan perlu dicermati adalah teknologi

informasi. Tanpa penguasaan dan pemahaman akan Teknologi Telematika ini,

tantangan globalisasi akan menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap pihak

lain dan hilangnya kesempatan untuk bersaing karena minimnya pemanfaatan

teknologi informasi. Mengingat perkembangan Teknologi Telematika yang demikian

pesat, maka upaya pengembangan dan penguasaan Teknologi Telematika yang

didasarkan pada kebutuhan sendiri haruslah mendapat perhatian maupun prioritas

(14)

Dengan tantangan yang beragam seperti itu, Pemerintah Republik Indonesia

terus melakukan upaya-upaya untuk mengatasinya dan mengantisipasi

langkah-langkah yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Salah satu yang menjadi perhatian

adalah bagaimana Teknologi Telematika (untuk selanjutnya akan disingkat TI atau

IT-Information Technology) dapat berperan dalam langkah-langkah yang sedang, dan

akan dilakukan dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

Keberhasilan pengembangan Teknologi Telematika harus dapat diukur dengan

indikator kinerja yang mencerminkan sumbangan konkrit yang diberikan kepada

sektor-sektor strategis lainnya. Dengan mempergunakan pendekatan seperti ini, maka

misi pengembangan Teknologi Telematika dapat dirumuskan sebagai berikut:

Untuk dapat mencapai visi tersebut, Teknologi Telematika harus mampu

memberikan dukungan untuk terwujudnya masyarakat madani berbasis teknologi

informasi, dengan menyediakan akses universal terhadap informasi kepada

masyarakat luas secara adil dan merata. Akses ini diperlukan dalam rangka

pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan pengelolaan sumberdaya publik

(public resources) sehingga pada akhirnya dapat tercipta good governance, yang

dicerminkan dengan adanya transparansi, tertib hukum, dan demokrasi.

Teknologi Telematika juga harus mampu memberikan dukungan untuk terwujudnya

bangsa Indonesia berbasis Teknologi Telematika yang berdaya saing tinggi dengan

(15)

• melakukan koordinasi dan pendayagunaan informasi secara optimal.

• peningkatan efisiensi dan produktivitas,

• peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, serta

• peningkatan pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi, termasuk

penerapan peraturan perundang-undangan yang mendukungnya

Pada Gambar-1, divisualisasikan kelima sektor strategis sebagai 5 pilar utama

yang mendukung tercapainya visi dalam kerangka pengembangan teknologi

informasi. Paradigma baru dalam mekanisme pendanaan pemerintah digambarkan

sebagai dinding yang merangkum kelima pilar tersebut, sedangkan dukungan

infrastruktur Teknologi Telematika digambarkan sebagai pondasi yang dibutuhkan

(16)

Strategi difokuskan untuk mengembangkan dan membangun kelima sektor

strategis dengan memanfaatkan dukungan infrastruktur teknologi informasi, dan

mereformasi mekanisme pendanaan pemerintah. Strategi untuk masing-masing tujuan

dirumuskan sebagai berikut.

2.4.1 E-Government For Good Governance Tahun 2005

Masyarakat madani yang kita cita-citakan dicerminkan dalam bentuk

pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan transparan. Oleh karena itu tujuan untuk

mencapai suatu e-government harus dilihat dalam konteks good governance, yang

merupakan suatu prasyarat untuk dapat bersaing dalam pasar global. Birokrasi

pemerintah harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya tidak saja kepada

atasan langsung, tetapi juga kepada masyarakat. Pertanggungjawaban kepada publik

dicerminkan antara lain dengan transparansi pengelolaan sumberdaya pada institusi

publik, sehingga amat penting untuk senantiasa menyediakan akses informasi

mengenai kegiatan tersebut kepada masyarakat luas.

Karena aspek-aspek yang berkaitan dengan peningkatan efisiensi, produktivitas,

efektivitas, dan upaya peningkatan daya saing lainnya merupakan indikator kinerja

untuk pengelolaan sumberdaya, maka good governance secara langsung mendukung

tercapainya daya saing yang tinggi. Dalam kaitan ini koordinasi perencanaan antar

unit di dalam pemerintahan perlu ditingkatkan sehingga terjadi sinergi dalam

(17)

Strategi untuk mencapai e-government for good governance adalah melalui

hal-hal berikut:

• Pencapaian transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumberdaya publik

pada akhir tahun 2004 yang dicerminkan antara lain dengan tersedianya informasi

mengenai pengelolaan sumberdaya di unit-unit birokrasi pemerintahan untuk

masyarakat luas (pengadaan barang dan jasa, laporan keuangan, aset, dsb),

tersedianya akses bagi masyarakat untuk melakukan kontrol sosial, dan ketersediaan

informasi publik secara luas (land use, kebijakan-kebijakan pemerintah, statistik, dll).

• Peningkatan efisiensi, produktivitas, dan efektivitas di pemerintahan pada akhir

tahun 2004, yang dicerminkan antara lain dengan koordinasi (perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan) di antara unit-unit kerja, pemakaian bersama informasi

dan sumberdaya TI, sistem antar instansi yang interoperable dan aman, dan

pemanfaatan informasi sebagai komoditas untuk meningkatkan pendapatan

pemerintah. Berbagai usaha yang sudah pernah dilaksanakan sebelumnya (konsep

atau pembuatan sistem perencanaan yang mengandalkan TI) perlu dimanfaatkan

seoptimal mungkin, walaupun dibutuhkan penelaahan seksama agar tetap konsisten

dengan pendekatan baru yang dipergunakan.

• Tercapainya on-line government pada tahun 2005 dengan tersedianya berbagai

layanan publik untuk kemudahan masyarakat, yang dicerminkan dengan

diterapkannya antara lain registrasi penduduk secara on-line (KTP, paspor, akta kenal

(18)

rekruitmen pegawai, pajak, office automation, scheduling, DSS (Decision Support

System), EIS (Executive Information System) dan lain-lain.

2.4.2 E-Commerce Untuk Mendukung Ekonomi Kerakyatan Tahun 2005

Kegagalan pola pembangunan ekonomi yang bertumpu pada konglomerasi

usaha besar telah mendorong para perencana ekonomi untuk mengalihkan upaya

pembangunan pada ekonomi kerakyatan dengan bertumpu pada pemberdayaan usaha

kecil dan menengah (small and medium enterprises atau SME ). Telah terbukti bahwa

SME cukup tangguh menghadapi tantangan selama krisis karena luwes dalam

merespon keinginan pasar, sehingga pengembangan perdagangan berbasis TI

(e-commerce) harus pula difokuskan untuk pelaku pasar pada segmen tersebut.

SME, terutama yang berbasis pada sumber daya alam, juga memiliki

keunggulan komparatif dan berpotensi besar untuk dapat menembus pasar global.

Selain itu pengembangan TI sebagai komoditi, terutama piranti lunak, membutuhkan

lahan yang subur bagi berkembangnya SME. SME yang tangguh dan tersebar di

seluruh tanah air, merupakan modal besar dalam upaya untuk tetap memelihara dan

mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa kita. Dukungan pada sektor ini juga

sekaligus dapat mengurangi dan menetralisir dampak negatif penerapan TI seperti

yang terjadi di banyak negara maju, yaitu semakin melebarnya kesenjangan

kemampuan ekonomi pada kelompok-kelompok masyarakat. Kemudahan dan

(19)

bisnis bermodal besar. Oleh karena itu TI harus mampu memberikan dukungan nyata

pada perkembangan sektor ini.

Strategi untuk mencapai e-commerce yang mendukung ekonomi kerakyatan

adalah melalui hal-hal berikut:

• Tersedianya virtual market bagi para pelaku pasar baik di pusat maupun di daerah

pada akhir 2005, yang dicerminkan antara lain dengan peningkatan kemampuan SME

untuk memanfaatkan TI (pajangan Internet dengan kemudahan dari pemerintah,

manajemen, berbagai jenis transaksi, mengakses pasar, pertukaran data secara

elektronis, dsb),

• Pelaksanaan program pembinaan, penyuluhan, dan pelatihan bagi SME untuk

meningkatkan kemampuan memanfaatkan TI, dan khususnya e-commerce pada akhir

2005, yang dicerminkan antara lain dengan kebijakan dan peraturan yang “berpihak”

kepada SME (perijinan, kredit bank, modal ventura, asistensi manajemen, fasilitas

ekspor dan kepabeanan, dsb), debirokratisasi melalui penghapusan biaya tinggi,

• Industri TI lokal yang tangguh pada akhir 2005, yang dicerminkan antara lain

dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pasar sehingga pengguna dapat

mengutamakan produk lokal, dan menembus pasar global.

2.4.3 TI Berbasis Masyarakat Tahun 2010

Pemberdayaan masyarakat hanya dapat dilakukan bila dapat dijamin

(20)

infrastruktur TI membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar, sedangkan

ketersediaan akses tidak dapat menunggu sampai proses pembangunan selesai.

Keberhasilan menyediakan akses telekomunikasi kepada masyarakat luas

melalui WarTel dan WarNet patut dijadikan contoh. Pengembangan infrastruktur TI

dan kemampuan memanfaatkan TI diharapkan dapat dilaksanakan dengan

memberdayakan potensi masyarakat (community empowerment) di lingkungannya

masing-masing.

Strategi penerapannya dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu melakukan

uji coba pada beberapa daerah tertentu. Investasi awal dapat dilakukan oleh

pemerintah bersama investor swasta, sedangkan pemeliharaan dan operasinya

merupakan tanggung jawab masyarakat setempat, misalnya sekolah, perguruan tinggi,

atau LSM. Pola ini memungkinkan infrastruktur dan titik akses yang terbatas

dimanfaatkan secara bersama oleh masyarakat yang lebih luas.

Strategi untuk mencapai pengembangan TI berbasis masyarakat adalah

melalui hal-hal berikut:

• Tersedianya sarana akses informasi dan aplikasi informasi bagi masyarakat umum

pada semua ibukota kabupaten (2005) dan kecamatan (2010), yang dicerminkan

antara lain dengan tersedianya sarana telekomunikasi yang terjangkau, dan

tersedianya pusat-pusat informasi untuk umum (transportasi, pariwisata, hiburan,

(21)

mendorong dengan pemberian insentif dan promosi untuk investasi swasta, ataupun

menjadi pelopor untuk pengembangan infrastruktur daerah atau tempat terpencil demi

mencegah kesenjangan antar pusat (kota besar) dengan daerah.

• Tersedianya dana dan program investasi pemerintah yang mendorong dan

memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan TI (matching grant, dsb) pada

tahun 2002.

• Terjadinya proses akulturasi untuk menjadi masyarakat yang dapat memanfaatkan

Teknologi Telematika (2005).

• Promosi dan peningkatan riset TI, berorientasi pada kebutuhan pasar dan aktfitas TI

di masyarakat. Kekuatan pasar dan aktifitas pemanfaatan komponen TI, baik

perangkat keras maupun perangkat lunak yang tinggi di masyarakat pada tahun 2005,

dapat menjadi faktor pendorong utama untuk riset dalam bidang TI. Latar belakang

ini dapat menjadi alasan ekonomis untuk melakukan riset dari swasta, maupun dari

tersedianya sumber daya manusia untuk bidang pengembangan produk TI.

2.4.4 TI Untuk Pendidikan Tahun 2010

Teknologi Telematika harus mengambil peran sentral dalam upaya

mengembangkan pendidikan, baik itu proses pembelajaran formal maupun pelatihan.

Dalam proses pembelajaran, Teknologi Telematika dapat berperan lebih dalam proses

pembelajaran jarak jauh. Walaupun upaya yang sudah dilaksanakan oleh Universitas

(22)

mampu meningkatkan kualitas pembelajaran serta memperluas jangkauan dan

cakupannya, terutama untuk sasaran kelompok masyarakat berbeda. Beberapa

kelompok masyarakat yang selama ini belum memperoleh akses ke pendidikan,

misalnya peserta didik di SD sampai SLTA, diharapkan dapat memperoleh manfaat

dari penerapan teknologi informasi. Peningkatan kualitaspun dapat pula diharapkan

melalui pemanfaatan guru dan dosen yang terbaik secara nasional. Proses

pembelajaran jarak jauh juga dapat dimanfaatkan untuk proses pelatihan bagi

berbagai kelompok masyarakat, misalnya usaha kecil dan menengah, birokrasi pada

pemerintah daerah.

Teknologi Telematika juga memiliki peran penting, terutama dalam konteks

desentralisasi dan otonomi daerah. Sebagai akibat dari pengelolaan tersentralisir

selama ini, kapasitas pengelolaan di daerah menjadi terbatas. Teknologi Telematika

dapat menyediakan sarana pelatihan dan penyebarluasan informasi bagi pelaksana

pembangunan di daerah, sehingga secara sistematis dan terprogram kapasitas yang

saat ini tersentralisir di pusat dapat ditransfer ke daerah.

Pemanfaatan Teknologi Telematika dalam proses pendidikan, dengan sasaran

yang secara cermat dipilih, bahan ajar yang berkualitas, serta metodologi pengajaran

yang tepat, akan mampu mendukung proses pemerataan dan mengurangi kesenjangan

antar daerah. Pencapaian tujuan ini akan merupakan dukungan langsung kepada

(23)

• Tersedianya akses untuk pembelajaran jarak jauh untuk semua lapisan masyarakat

yang membutuhkan pada tahun 2010, yang dicerminkan antara lain dengan angka

partisipasi yang meningkat, keragaman mata ajar yang luas spektrumnya, keragaman

tingkat kecanggihan pemanfaatan Information and Communication Technology

(selanjutnya disingkat ICT) , serta peningkatan jumlah dan jenis institusi yang

terlibat.

• Pemanfaatan Teknologi Telematika dalam proses pelatihan di semua sektor, baik

pemerintahan (pusat dan daerah), swasta, maupun sektor non-pemerintahan lainnya

(2005).

2.4.5 E-Democracy Tahun 2020

Dalam alam demokrasi yang sedang kita bangun untuk menuju masyarakat

madani di masa depan, Teknologi Telematika diharapkan dapat berperan sebagai

wahana untuk menyebarluaskan informasi tentang kegiatan lembaga-lembaga

perwakilan, dan menyediakan akses bagi masyarakat luas untuk berinteraksi dengan

wakil-wakilnya pada lembaga-lembaga tersebut.

Peran penting yang juga dapat dijalankan oleh Teknologi Telematika adalah

mendukung proses pemilihan yang jujur, adil, bebas, dan rahasia. Peran seperti ini

sudah dilaksanakan pada Pemilu 1999 yang lalu, dan sudah terbukti efektivitasnya.

Agar peran tersebut dapat dilaksanakan, beberapa prasyarat dibutuhkan, antara

(24)

anggota legislatif dan masyarakat yang diwakilinya untuk mendayagunakan TI,

ketersediaan akses di masyarakat, serta tuntutan masyarakat untuk dapat berinteraksi

dengan wakil-wakilnya, antara lain sebagai konsekwensi dari pemilihan sistem

distrik.

Strategi untuk mencapai e-democracy adalah melalui hal-hal berikut:

• Adanya interaksi yang bebas friksi antara masyarakat dengan wakil-wakilnya di

pemerintahan.

• Adanya transparansi dalam kegiatan lembaga-lembaga perwakilan.

• Pemanfaatan Teknologi Telematika dalam proses demokrasi.

Untuk mencapai sasaran dari kelima sektor strategis tadi peran mekanisme

pendanaan baru dan pemanfaatan dukungan dan landasan Teknologi Telematika

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan perlu dikelola secara

terpadu oleh suatu bentuk kelembagaan yang khusus menangani hal tersebut.

Keterkaitan dan strategi yang diperlukan dalam hal ini untuk mencapai sasaran dari

kelima sektor strategis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Mekanisme pendanaan dengan paradigma baru

Paradigma baru dalam mekanisme pendanaan investasi teknologi informasi,

terutama di sektor pemerintahan, harus lebih berbasis pada hasil (output) dan dampak

(25)

sumberdaya manusia merupakan input, sehingga ketersediaannya masih belum dapat

mencerminkan kinerja suatu unit/lembaga. Kinerja harus dicerminkan dengan output

yang dihasilkan, dan dampak positifnya pada unit/lembaga tempat investasi

Teknologi Telematika tersebut diterapkan. Kinerja, efisiensi, produktivitas, dan

efektivitas yang tinggi akan secara langsung meningkatkan daya saing unit/lembaga

tersebut, dan pada konteks yang lebih luas daya saing nasional.

Kualitas tinggi tersebut hanya dapat dicapai apabila secara konsisten

dikembangkan semangat berkompetisi secara sehat, untuk memperoleh pendanaan

yang dialokasikan dalam bentuk blok (block grant) atau paket (budget envelope).

Prinsip ini akan mampu meningkatkan rasa memiliki (ownership) pada unit

pengelola, untuk kemudian menghasilkan kesinambungan (sustainability) dan

efisiensi yang tinggi. Pengelolaan dan pengembangan Teknologi Telematika yang

bertumpu pada nuansa dan semangat seperti ini akan secara langsung merupakan

akselerasi persiapan bangsa kita menghadapi persaingan global.

Walaupun semangat persaingan secara umum sangat positif untuk

meningkatkan kualitas dan kinerja, aspek pemerataan juga harus tetap memperoleh

perhatian yang cukup. Salah satu aspek negatif dari manajemen tersentralisir selama

beberapa dasawarsa adalah kesenjangan perkembangan ekonomi antar daerah, sektor,

dan unit, yang merupakan hambatan serius bagi penerapan desentralisasi

pemerintahan. Persaingan yang tidak diimbangi oleh pengaturan yang adil dan

(26)

mengalami ketidakadilan dalam kompetisi untuk memperoleh investasi publik. Untuk

itu perlu dikembangkan upaya sistematik dan terprogram guna meningkatkan

kemampuan kelompok-kelompok yang kurang beruntung tersebut, sehingga mampu

untuk bersaing dalam kelompoknya sendiri. Oleh karena itu, mekanisme persaingan

untuk memperoleh investasi publik harus dilaksanakan secara berlapis (tiered

competition).

Strategi untuk menerapkan mekanisme baru pendanaan pemerintah

dilaksanakan melalui:

• Adanya suatu badan independen yang kredibel untuk melakukan berbagai tugas

dalam mengatur mekanisme pendanaan dengan paradigma baru ini. Badan yang

anggotanya dipilih dari masyarakat dan pemerintah ini diharapkan sudah dapat

terbentuk pada 2001.

• Penerapan mekanisme pendanaan baru untuk investasi pemerintah sudah dimulai

pada tahun anggaran 2001.

• Diharapkan dalam 5 tahun 75% investasi TI oleh pemerintah sudah dapat

dilaksanakan melalui pola pendanaan dengan paradigma baru ini.

2. Dukungan dan landasan teknologi informasi

Karena prioritas penyiapan dukungan dan landasan Teknologi Telematika harus

(27)

pendekatan tersegmentasi dalam segmen-segmen infrastruktur itu sendiri Jadi,

misalnya, harus dilepaskan dilema antara mendahulukan SDM atau jaringan

komunikasi, antara mendahulukan pengembangan industri berbasis TI, riset TI atau

infrastruktur TI, dsb. Segmen manapun layak untuk diberi dukungan penuh selama

investasi dan kegiatan tersebut dapat secara langsung mendukung sektor-sektor

strategis yang dipilih. Satu-satunya kriteria yang harus dipergunakan adalah

keterkaitan langsung pada pencapaian visi melalui kelima sektor strategis.

Dalam mendukung visi/misi dan strategi yang dipilih, tidak dapat dipungkiri

bahwa peranan dukungan infrastruktur menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

keberhasilan penerapan kebijakan. Alternatif satu-satunya bagi kita adalah

mendorong terjadinya kompetisi dalam pasar penyediaan produk dan jasa pelayanan

TI. Kompetisi yang sehat akan dapat menekan biaya sambungan yang saat ini relatif

cukup tinggi di Indonesia sehingga menghambat pencapaian tujuan nasional. Sebagai

contoh, mendorong pemakaian e-commerce untuk SME akan sulit diterapkan jika

biaya akses dan transaksi di Internet masih cukup tinggi.

Hal yang penting dan patut menjadi pertimbangan pada saat penyusunan

kebijakan infrastruktur adalah bahwa pemanfaatan TI harus didasari oleh kebutuhan

(demand-driven) sesuai dengan prioritas dan strategi nasional, bukan semata-mata

oleh faktor teknologi. Pendekatan dalam bentuk penyediaan infrastruktur

(supply-driven) akan mengakibatkan over-investment dan cenderung mengabaikan

(28)

kemampuannya untuk mengembalikan investasi. Dengan demikian kebijakan yang

dibuat hendaknya harus memperhatikan fasilitas infrastruktur berdasarkan

pemanfaatan, kemampuan merangkum berbagai sektor, organisasisi/institusi dan

berbagai lapisan masyarakat. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan

melibatkan pihak pemakai TI (participatory) dalam menjawab permasalahannya

dengan melakukan dialog atau survey, dan mengakomodasi kebutuhan pemakai TI

tersebut ke dalam prioritas nasional. Pemerintah dapat melakukan usaha untuk

menjembatani kebutuhan spesifik dan sektoral menjadi bagian dari lingkungan

jaringan TI nasional.

Strategi untuk pembangunan dukungan dan landasan dukungan dan landasan

infrastruktur ICT adalah melalui hal-hal berikut:

• Pembangunan infrastruktur fisik dapat dilaksanakan terlebih dahulu pada lokasi

geografis yang sudah lebih siap dalam hal infrastruktur fisik, sumberdaya manusia,

kebutuhan, dan potensi pemanfaatan.

• Secara terprogram dan sistematis, lokasi geografis yang relatif paling tertinggal

harus memperoleh pembinaan melalui pelatihan, uji coba terbatas, magang, dsb.

Pembangunan infrastruktur fisik secara terbatas dan bertahap sudah dapat

(29)

• Pengembangan dan pembinaan pendidikan TI perguruan-perguruan tinggi, termasuk

pelatihan dan pengembangan SDM TI di organisasi pemerintah dan swasta, terutama

disesuaikan dengan segmen pasar tenaga kerja yang dituju.

• Pemberlakuan dan penerapan peraturan perundang-undangan tentang e-commerce,

information act, dan HAKI

• Peranan pemerintah dapat memberikan arahan dan fokus penelitian dan

pengembangan usaha untuk meningkatkan riset dan pengembangan TI dalam

mendukung atau mencari solusi TI yang termurah bagi penyediaan infrastruktur dan

pelayanan yang menjadi landasan TI. Pada saat awal, kegiatan pengembangan

infrastruktur yang disponsori pemerintah melibatkan pihak industri TI Nasional dan

institusi riset/pendidikan dalam meningkatkan keahlian SDM dan penguatan untuk

(30)

III

KESIMPULAN DAN SARAN

Kepemimpinan tipe administratif adalah kepemimpinan yang mampu

menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya

terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu

menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat

tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe

kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu pada bidang

teknologi dan informasi, indutris, manajemen modern dan perkembangan sosial

ditengah masyarakat.

Dari Model Kepemimpinan Administratif dapat dijadikan sebagai bentuk

operator, regulator dan investor dalam penyusunan strategi implementasi pelayanan

telematika (Teknologi dan Informasi) sebagai bagian usaha untuk kepentingan

kemajuan bangsa.

Pada dunia Teknologi Informasi dan Komunikasi terdapat empat karasteristik

yang mendasar, yakni cepat, efektif dan efisien, jaringan luas, dan data tanpa batas.

Keempat nilai tersebut bisa kita implementasikan dalam Model Kepemimpinan

Administratif. Dalam memimpin sesuatu kita harus cepat atau cekatan serta efektif

(31)

pengaturan/memanajemen sistem yang kita miliki dapat berkembang, seakan – akan

tanpa batas.

Selain masalah-masalah tersebut di atas, perkembangan teknologi juga

memberikan tantangan tersendiri bagi para pemimpin. Salah satu teknologi yang

berkembang pesat dan perlu dicermati adalah teknologi informasi. Tanpa penguasaan

dan pemahaman akan Teknologi Telematika ini, tantangan globalisasi akan

menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada pemimpin terhadap pihak lain dan

hilangnya kesempatan untuk bersaing karena minimnya pemanfaatan teknologi

informasi sebagai alat bantu dalam Kepemimpinan Bangsa. Mengingat

perkembangan Teknologi Telematika yang demikian pesat, maka upaya

pengembangan dan penguasaan Teknologi Telematika yang didasarkan pada

kebutuhan sendiri haruslah mendapat perhatian maupun prioritas yang utama untuk

dapat menjadi Pemimpin yang lebih baik dan maju.

SARAN

Perkembangan tipe kepemimpinan yang semakin menuju kearah yang lebih

baik menjadikan organisasi cepat berkembang namun terdapat beberapa kelemahan

dalam penerapan teori karena ketidak cocokan suatu organisasi dengan suatu teori

(32)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, 1993, Kepemimpinan Menurut Islam, UGM Pres,

Yogyakarta

[2] Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, 1995, Kepemimpinan Yang Efektif,

UGM. Cet. II, Yogyakarta.

[3] Frances Hesselbern, Marshall Gold Smith, Richard Beckhard (ed), 1997, The

Leader Of The Future, Pemimpin Masa Depan, alih bahasa: Drs. Bob Widyahartono,

PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

[4] Hans Antlov dan Sven Cederroth, 2001, Kepemimpinan Jawa, (Perintah Halus,

Pemerintahan Otoriter) Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

[5] Drs. Adam Ibrahim Indrawijaya, MPA & Dra. Hj. Wahyu Suprapti, MM., 2001,

Kepemimpinan Dalam Organisasi, Lembaga Administrasi Negara.RI. Jakarta.

[6] Dra. Hj. Sri Murtini, MPA & Drg. Judianto, M.Ph., 2001, Kepemimpinan Di

Alam Terbuka, Lembaga Administrasi Negara. R.I. Jakarta.

[7] Bernardine R. Wirjana, M.S.W. & Prof. Dr. Susilo Supardo, M.Hum. 2002,

Kepemimpinan, (Dasar-dasar dan Pengembangannya) ANDI, Yogyakarta.

[8] Prof. DR. Ermaya Suradinata, M.Si, 2002, Manajemen Pemerintahan Dalam Ilmu

(33)

[9] Hamengku Buwono X., 2004, Sosok Pemimpin Nasional Yang Visioner,

Konsisten, Tegas dan Tidak Ambivalen, (Konvensi Nasional II Tahun 2004 IKAL),

Yogyakarta.

[10] Adi Sujatno, Bc.IP, SH. MH, 2004, Moral Dan Etika Kepemimpinan

(Merupakan Landasan Ke Arah Kepemerintahan Yang Baik) Good Governance,

Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Sarana Praktek Penunjang Pembelajaran : diisikan ketersediaan sebagian peralatan pembelajaran umum yang digunakan di Ruang Pembelajaran, dan Alat praktek kejuruan

Bersama ini disampaikan bahwa Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kota Lubuklinggau dengan difasilitasi oleh Kantor Regional VII Badan

Oleh karena itu untuk menyikapi masalah tersebut, peneliti bersama guru mengambil tindakan yaitu mengarahkan dan membimbing siswa untuk bertanya tentang pelajaran yang dianggap

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui tingkat keterlaksanaan Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada tahapan 1) masukan (antecedents), 2) proses (transactions), 3)

Maka dari itu para produsen media cetak bersaing saling merebut hati khalayaknya dengan adanya gambar karikatur dengan nama maupun tokoh yang mudah diingat oleh masyarakat,

Penurunan nilai k eff yang terjadi dari fraksi packing TRISO 15% sampai 30% karena rasio jumlah partikel TRISO lebih besar daripada volume matriks grafit dalam bahan bakar pebble

Pada penelitian Arief (2013) telah dilakukan perhitungan untuk jarak dari bottom bracket hingga headset ) dan jarak dari headset hingga pangkal rear fork ). Perhitungan tersebut

Target penerimaan perpajakan pada APBN tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp1.193,0 triliun, terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri sebesar Rp1.134,3 triliun