• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERIMAAN DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN Rata-rata pertumbuhan PDB 5 tahun terakhir = 19,79% sedangkan Rata-rata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERIMAAN DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN Rata-rata pertumbuhan PDB 5 tahun terakhir = 19,79% sedangkan Rata-rata"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 1

PENERIMAAN DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN 2013

1. Gambaran Penerimaan Perpajakan

Target penerimaan perpajakan pada APBN tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp1.193,0 triliun, terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri sebesar Rp1.134,3 triliun dan pendapatan pajak perdagangan internasional sebesar Rp58,7 triliun.

Dalam APBN 2013 juga ditetapkan bahwa asumsi pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 6,8 % dan laju inflasi sebsar 4,9%. Dengan kondisi demikian maka pertumbuhan alami pajak tahun 2013 adalah 11,7%. Pertumbuhan alami peneriaam pajak adalah pertumbuhan realisasi pajak secara standar yang dihitung dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Artinya, tanpa upaya extraordinary penerimaan pajak akan tumbuh 11,7%. Dengan demikian perlu ada upaya extra effort dari pemerintah agar pertumbuhan pajak di atas pertumbuhan alaminya.

Rata-rata pertumbuhan PDB 5 tahun terakhir = 19,79% sedangkan Rata-rata

pertumbuhan Pajak 5 tahun terakhir = 21,23% . Pajak tumbuh 0,07% Lebih cepat

daripada laju PDB. Dengan growth rate 5 tahun terakhir, pencapaian target

penerimaan perpajakan diharapkan dapat lebih tinggi 1.

Target penerimaan pajak tiap tahun memang selalu naik, sayangnya realisasi penerimaan perpajakan selama ini cenderung dibawah target yang ditetapkan dalam APBN maupun APBNP kecuali tahun 2008. Untuk tahun 2013 Pemerintah juga sudah memastikan setidaknya ada beberapa sektor yang mengalami penurunan pajak. Kenaikan pendapatan tidak kena pajak dipastikan akan mengurangi penerimaan pajak. Naiknya biaya usaha dengan UMP yang naik juga akan menurunkan laba usaha.

Untuk itu, perlu dilihat persoalan-persolan mendasar dalam penerimaan perpajakan selain melihat pada persolan global maupun eksternal .

1

(2)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 2

2. Persoalan Struktur Perpajakan

• Dengan melihat trend perkembangan penerimaan perpajakan dan trend

perkembangan PDB selama 4 dasawarsa sejak tahun 1969 hingga tahun 2008 nampak bahwa terjadi pertumbuhan sangat pesat (pola eksponensial) setelah melewati tahun 1984. Seiring jalan dengan trend PDB, perubahan sistem pemungutan pajak dari official assessment (pajak dibayar oleh masyarakat dihitung dan ditetapkan oleh otoritas pajak) menjadi self assessment (perhitungan dan penetapan pajak dibayar oleh masyarakat pembayara pajak) memberikan dorongan pertumbuhan penerimaan perpajakan. Determinan terbesar dari PDB adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencapai rata-rata 70% dari total PDB, sedangkan determinan paling dominan dari penerimaan perpajakan adalah Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang rata-rata proporsinya kebetulan sama dengan determinan penentu dari PDB, yaitu sebesar 70%. Sehingga, jika kita plot keduanya terhadap PDB dalam grafik menunjukkan pola yang mirip.

Sumber : Kajian Penerimaan Perpajakan, Edi Pambudi

0.0 1000000.0 2000000.0 3000000.0 4000000.0 5000000.0 6000000.0 0.0 50000.0 100000.0 150000.0 200000.0 250000.0 300000.0 1 9 6 9 /1 9 7 0 1 9 7 1 /1 9 7 2 1 9 7 3 /1 9 7 4 1 9 7 5 /1 9 7 6 1 9 7 7 /1 9 7 8 1 9 7 9 /1 9 8 0 1 9 8 1 /1 9 8 2 1 9 8 3 /1 9 8 4 1 9 8 5 /1 9 8 6 1 9 8 7 /1 9 8 8 1 9 8 9 /1 9 9 0 1 9 9 1 /1 9 9 2 1 9 9 3 /1 9 9 4 1 9 9 5 /1 9 9 6 1 9 9 7 /1 9 9 8 1 9 9 9 /2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 3 2 0 0 5 2 0 0 7 pphnm pdb Awal Tax Reform Self Assessment 0.0 1000000.0 2000000.0 3000000.0 4000000.0 5000000.0 6000000.0 0.0 50000.0 100000.0 150000.0 200000.0 250000.0 1 9 6 9 /1 9 7 0 1 9 7 2 /1 9 7 3 1 9 7 5 /1 9 7 6 1 9 7 8 /1 9 7 9 1 9 8 1 /1 9 8 2 1 9 8 4 /1 9 8 5 1 9 8 7 /1 9 8 8 1 9 9 0 /1 9 9 1 1 9 9 3 /1 9 9 4 1 9 9 6 /1 9 9 7 1 9 9 9 /2 0 0 0 2 0 0 2 2 0 0 5 2 0 0 8 ppn pdb Self Assessment Awal Tax Reform Setelah 40 Tahun Perjalanan....

Trend PPh Non Migas Eksponensial mengikuti trend PDB

Trend PPN juga Eksponensial mengikuti

trend PDB

Determinan PDB terbesar: Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (~70%) membentuk trend determinan Penerimaan Perpajakan terbesar (~70%)

(3)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 3

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa pertumbuhan penerimaan pajak sangat berkorelasi dengan pertumbuhan PDB karena komponen terbesar dari keduanya mempunyai pola yang sama atau dengan kata lain penerimaan pajak

sangat dominan didorong oleh besaran pengeluaran konsumsi rumah tangga.

• Persoalan kedua adalah terjadi ketidakseimbangan sebaran antara jumlah wajib

pajak menurut kelompok besarnya omset dengan besarnya kontribusi per kelompok tersebut pada penerimaan pajak. Wajib pajak yang mempunyai omset sangat besar dan dilaporkan ke kantor pajak ternyata sangat kecil dari keseluruhan jumlah wajib pajak, namun kontribusi mereka dalam penerimaan pajak paling dominan. Sebaliknya, jumlah wajib pajak dalam kelompok yang omsetnya kecil sangat besar dan kontribusi mereka pada urutan kedua. Gambaran lebih jelas ditunjukkan dengan tabel berikut:

Groups of Gross Sales % Num.

Taxpayer % Tax Paid Up to Rp 1 Million 74.85 8.85% Rp 1 Million – Rp 10 Million 1.20 0.01% Rp 10 Million – Rp 50 Million 3.00 0.02% Rp 50 Million – Rp 100 Million 2.39 0.31% Rp 100 Million – Rp 500 Million 7.51 0.37% Rp 500 Million – Rp 1 Billion 3.01 0.45% Rp 1 Billion – Rp 10Billion 5.78 4.31% Rp 10 Billion – Rp 100 Billion 1.90 10.36% Above Rp 100 Billion 0.35 75.32%

(4)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 4 Sumber : Kajian Penerimaan Perpajakan, Edi Pambudi

Wajib pajak yang omset dilaporkan lebih dari Rp 100 milyar jumlahya hanya sebesar 0,35% dari seluruh jumlah wajib pajak yang terdaftar tetapi menyumbang 75,32% dari total pajak yang diterima. Sedangkan wajib pajak yang omset dilaporkan tidak lebih dari Rp 1 juta jumlahnya mencapai 74,85% dari semua wajib pajak yang ada dan memberikan masukan pajak sebesar 8,85% dari pajak yang diterima. Kondisi ini bisa mengkuatirkan, bila kelompok wajib pajak dengan omset besar mengalihkan investasinya ke negara lain (perfect

capital mobility) akibat dibebani pajak yang semakin besar berakibat

penerimaan pajak akan merosot (potential loss sebesar 75,32%). Sebaran ini juga menunjukkan keadaan yang tidak seimbang.

• Persoalan lalu muncul dengan diberlakukannya UU Perpajakan yang menganut

sistem pemungutan mandiri (self assessment). Pertama, masyarakat yang memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tidak sepenuhnya

melaksanakan kewajiban pokok pajaknya, yaitu melaporkan surat

pemberitahuan pajak (SPT). Padahal ini menjadi ukuran utama kinerja Ditjen Pajak selain pencapaian target. Tingkat kepatuhan penyampaian SPT ini terus merosot dari tahun ke tahun berbanding terbalik dengan pencapaian target yang terus meningkat. Akibatnya, pondasi perpajakan di Indonesia sangat rapuh karena peningkatan target penerimaan tidak ditopang dengan peningkatan kepatuhan wajib pajaknya.

(5)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 5 Sumber : Kajian Penerimaan Perpajakan, Edi Pambudi

3. Tax Ratio

Rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto/PDB (tax ratio) Indonesia tahun 2009—2012 berkisar antara 11,0 persen—12,3 persen. Besarnya

penerimaan perpajakan dalam perhitungan tax ratio tersebut hanya

memperhitungkan penerimaan perpajakan yang dipungut oleh Pemerintah pusat, tidak termasuk penerimaan pajak daerah dan SDA migas.

Jika penerimaan pajak daerah dan SDA migas dimasukkan dalam perhitungan tax

ratio, maka tax ratio Indonesia tahun 2009—2012 menjadi lebih tinggi, yaitu

berkisar antara 14,1 persen—15,8 persen. Perhitungan tax ratio yang memasukkan penerimaan pajak daerah dan SDA migas merupakan tax ratio dalam arti yang lebih luas. Perkembangan tax ratio Indonesia tahun 2009—2012 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

2 0 0 0 0 4 0 0 0 0 6 0 0 0 0 8 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 b ill io n s ru p ia h s 2002 2004 2006 2008 year

Art25CO-A Fitted values

3 0 3 2 3 4 3 6 3 8 4 0 p e rce n ta g e 2002 2004 2006 2008 year

Art25CO Fitted values

(6)

BIRO

ANALISA

ANGGARAN

DAN

PELAKSANAAN

APBN

– SETJEN

DPR

RI

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 6

2009 2010 2011 2012

Penerimaan Perpajakan (1) 619.9 723.3 873.9 1021.8

SDA Migas (2) 125.8 152.7 193.5 201.1

Penerimaan Pajak Daerah (3) 45.1 47.7 63.6 81.6

PDB (4) 5613.4 6422.2 7427.1 8274

Tax Ratio (arti sempit) = 1 : 4 11.0% 11.3% 11.8% 12.3% Tax Ratio (arti luas) = (1+2+3) : 4 14.1% 14.4% 15.2% 15.8% Sumber : Kementerian Keuangan

Penerimaan Pajak daerah tahun 2010- 2012 merupakan data APBD Perkembangan Tax Ratio Indonesia Tahun 2009-2012

(triliun rupiah)

Untuk melihat perbandingan tax ratio antar negara perlu menggunakan Tax Ratio berdasarkan OECD Model. Tax Ratio Indonesia 2010 adalah 14,64%, sama dengan Philipina. India 10,9%, Thailand 17%, Malaysia 15,5%, dan Amerika

Serikat 18,4%. Tax Ratio RI 2012 based on OECD Model adalah 15,4%.2

Selain lingkup penerimaan perpajakan, hal lain yeng perlu diperhatikan dalam perhitungan tax ratio adalah komponen Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam teknis perhitungan dapat menimbulkan perdebatan, terkait

dengan validitas perhitungannya. Termasuk dalam hal ini adalah masalah klasik berupa konsep harga yang secara konsep mengandung makna distorsi, proses imputasi dalam penghitungan PDB serta kemungkinan tidak tercatatnya sektor informal bahkan ekonomi bawah tanah (underground economy). Dalam proses perhitungan PDB riil, patokan tahun yang menjadi basis perhitungan juga bisa menjadi sangat politis karena biasanya dipilih untuk tahun yang tingkat inflasinya rendah agar hasil agregasi PDB menjadi tinggi.

4. Saran :

Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam pelaporan dan pembayaran pajak, tidak hanya fokus pada peningkatan jumlah pendaftaran NPWP.

Menyusun upaya extraordinary untuk meningkatkan tax ratio.

***

Penulis : Martiasih Nursanti, SE

2

http://www.pajak.go.id/content/news/dirjen-pajak-tax-ratio-indonesia-tinggi-ada-kesalahan-penghitungan-tax-ratio

Referensi

Dokumen terkait

Kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang semakin menjauhkan manusia dari lingkungan aslinya sehingga mempengaruhi pula pola-pola

Simpulan : Terdapat hubungan yang signifikan pergaulan teman sebaya dengan perilaku minuman keras pada remaja di Dusun Padan Keji Muntilan Magelang Jawa

kondisi sekolah, cara mengajar guru, dan metode pembelajaran yang digunakan. Observasi pembelajaran di kelas dilaksanakan oleh mahasiswa sesuai dengan jam.. mengajar guru

Peneliti merasa perlu untuk meneliti lebih lanjut permasalahan tersebut untuk melakukan penelitian lebih dalam dan mengetahui lebih jelas lagi pendapat ulama tentang batas

Fokus penelitian adalah deskripsi kemampuan pemodelan matematika siswa kelas VIII SMP N 2 Kaligondang dalam memecahkan masalah sistem persamaan linear dua variabel

Sistem dapat memberikan rekomendasi pegawai terbaik untuk masing-masing bagian yang dihitung menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW). Perancangan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan strategi word square dapat meningkatkan konsentrasi belajar siswa dalam pembelajaran PKn pada siswa kelas IIIA SD Al Firdaus

Seorang wanita datang dengan keluhan sakit rahang setiap membuka mulut hal ini dirasakan nya sejak 4 jam yang lalu si pasien sempat jatuh dari tangga pada pemeriksaan