ANALISIS KINERJA SAHAM PERBANKAN
SEBELUM & SESUDAH REVERSE STOCK SPLIT
DI PT. BURSA EFEK JAKARTA
Amir Hamzah - Alumni Program Studi MM Unsri Tahun 2006
ABSTRACT
This study is issued to describe one of corporate action that is reverse stock split and its effect to the bank stock performance. Theoretically, the corporate action that has been done by a company is purposed to develop strategic and operational value which the result could influence stock value and outstanding stock and finally will influence the stock performance or the liquidity of company. As one of corporate action, reverse stock split is purposed to make new stock price, to equal stock price with the bank stock that has same characteristic and to form stock price normally. This study is researched by using 6 samples of 23 banking that have done reverse stock split at Jakarta Stock Exchange by analyzing the data of stock price volatility and stock volume everyday during 12 months before and after reverse stock split by using MC-Nemar and T-test. The result at banking can be indicated that reverse stock split corporate action of reverse stock split does not have differences/influences to the increasing of stock performance (price and volume) before and after reverse stock split .
Key Words : Reverse Stock Split, Stock Price, Stock Volume, Stock Price, Volatility and Trading Volume.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 membawa dampak yang sangat buruk pada sektor perbankan yang ditandai dengan beberapa indikator kunci perbankan yang berada pada kondisi yang sangat mengkhawatirkan antara lain ; Non Performing Loan (NPL) bank-bank komersial mencapai 50 persen, tingkat keuntungan industri perbankan berada pada titik minus 18 persen dan Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan
kondisi minus 15 persen, sehingga dengan terpuruknya sektor perbankan akibat krisis tersebut memaksa pemerintah untuk melakukan tindakan membekukan kegiatan operasi perbankan dengan melikuidasi bank-bank yang dinilai tidak sehat dan tidak layak lagi untuk beroperasi. (Febryani, 2003).
Pemerintah melakukan tindakan untuk membekukan kegiatan operasi perbankan khususnya bank swasta disebabkan pinjaman luar negeri yang diperoleh membengkak lebih dari tiga kali lipat akibat nilai tukar rupiah terhadap dollar naik secara drastis dan penyaluran kredit diberikan kepada industri terkait yang memiliki hubungan kepemilikan dengan bank tersebut yang berakhir dengan macet, sedangkan untuk bank pemerintah (BUMN) dilakukan restrukturisasi dengan cara penggabungan (merger) dan rekapitalisasi melalui penerbitan obligasi pemerintah untuk menambah modal bank. (Samosir, 2003).
Dampak krisis perbankan yang terjadi tidak hanya mengakibatkan ratio keuangan perbankan menjadi memburuk, juga berdampak telah berubahnya struktur kepemilikan bank dari sebelumnya milik swasta / publik menjadi milik negara / pemerintah karena adanya program rekapitalisasi ke sejumlah bank (bank rekap) melalui penyertaan modal pemerintah dan meningkatnya jumlah lembar saham bank-bank publik dari semula paling besar kurang lima miliar lembar saham sebelum rekapitalisasi, kemudian membengkak hingga menjadi ratusan miliar lembar saham. Pembengkakan jumlah lembar saham pasca rekapitalisasi tersebut secara otomatis membuat nilai buku per lembar saham turun drastis dan harga saham perbankan juga menyesuaikan diri mengalami penurunan dari level sekitar Rp.1.000-an menjadi relatif rendah hingga di bawah Rp.50 per lembar saham sebagai akibat terjadinya ketimpangan (gap) yang sangat lebar antara harga saham maupun jumlah lembar sahamnya. Untuk saham bank yang memiliki harga relatif rendah jelas mengalami kesulitan untuk bergerak naik maupun turun kendati bank tersebut telah mengalami peningkatan kinerja secara substansial, sebaliknya bank yang memiliki harga saham tinggi telah terbaca oleh investor sudah amat tinggi, meskipun sebenarnya dari aspek valuasi (valuation) masih cukup bagus.(Susiyanto, 2004).
Krisis ekonomi tidak hanya dialami pada sektor perbankan saja, namun di sektor pasar modal juga terkena dampaknya yang tercermin dari lesunya perdagangan saham / obligasi yang ditandai dengan menurunnya nilai rata-rata transaksi harian (ekuitas) BEJ, yang mana pada tahun 1999 nilai transaksinya sebesar Rp. 598,7 miliar, tahun 2000 menurun menjadi sebesar Rp. 513,7 miliar dan tahun 2001 semakin menurun lagi menjadi sebesar Rp. 396,7 miliar. Sedangkan untuk nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir tahun 1999 sebesar 676,919, pada akhir tahun 2000 menurun menjadi sebesar 416,321 dan pada akhir tahun 2001 menurun lagi menjadi sebesar 392,036. (Laporan BEJ, 2003).
Untuk mengatasi dampak krisis multidimensi tersebut, maka perbankan perlu melakukan konsolidasi saham melalui reverse stock bagi saham-saham bank yang berharga relatif rendah dan jumlah lembar saham yang sangat besar dan sebaliknya melakukan stock split bagi saham bank yang harganya relatif tinggi, namun memiliki jumlah lembar saham yang tidak terlalu banyak, sehingga dengan dilakukannya konsolidasi tersebut, diharapkan akan tercipta saham sektor perbankan yang lebih baik dan seimbang yang sekaligus dapat memberikan kemudahan bagi investor dalam memilih saham-saham bank yang prospektif tanpa harus dibingungkan dengan perbedaan harga saham yang relatif besar dan perbedaan jumlah lembar saham yang besar pula.
Menurut Susiyanto (2004) bahwa pemecahan saham (stock split) dapat didefinisikan sebagai aksi emiten yang dilakukan dengan cara memecah nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih kecil sesuai dengan rasio stock
split yang ditentukan, dimana perubahan nilai nominal tersebut hanya mengakibatkan penambahan jumlah lembar saham, tetapi tidak mengubah jumlah modal ditempatkan dan modal disetor atau tidak akan mengurangi atau menambah nilai investasi dari pemegang saham / investor dengan tujuan untuk membuat harga saham menjadi lebih rendah dari sebelumnya, mensejajarkan harga sahamnya dengan saham-saham bank sejenis atau yang dianggap memiliki karakteristik yang sama, membentuk harga saham menjadi lebih wajar dan meningkatkan likuiditas saham di pasar modal. Sedangkan penggabungan saham (reverse stock split) merupakan kebalikan dari stock split yaitu dengan cara menggabungkan nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih besar sesuai dengan rasio reverse stock split yang telah ditentukan dengan tujuan untuk membuat harga saham menjadi lebih tinggi dari sebelumnya, mensejajarkan harga saham dengan saham-saham bank sejenis atau yang dianggap memiliki karakteristik yang sama, menaikkan posisi saham dari saham yang masuk kategori papan pengembangan ke papan utama dan membentuk harga saham yang lebih wajar. Selanjutnya dengan adanya aksi korporat reverse stock split ini, maka risiko yang akan dihadapi investor kemungkinan harga saham pasca reverse menjadi turun lebih dalam dan kemungkinan terjadinya pecahan saham serta kepemilikan saham kurang dari satu satuan perdagangan saham (odd lot).
Untuk mengukur kinerja saham berupa pergerakan harga dan volume saham yang diperdagangkan melalui pasar modal diperlukan alat analisis yang dapat menunjukkan performance masing-masing saham sebelum dan sesudah diterapkannya aksi korporat pemecahan saham (stock split) maupun penggabungan saham (reverse stock split) .
Selanjutnya dapat diketahui bahwa dari saham perbankan yang masih aktif saat ini sebanyak 23 (dua puluh tiga) emiten, terdapat 6 (enam) emiten yang telah melakukan aksi penggabungan saham (reverse stock split ) dengan data sebagai berikut ;
Tabel 1.1.
Emiten Saham Perbankan Yang Melakukan Aksi Reverse Stock Split Tahun 2001-2004 No Nama Emiten Tanggal
IPO Jumlah Saham (ribuan) Harga Perdana Rp. Tanggal Reverse Stock 1 Bank Danamon (BDMN) 06.12.1989 4.917.481 12.000 17.07.2001 2 Bank BII (BNII) 21.11.1989 47.818.300 11.000 13.06.2002 3 Bank Lippo (LPBN) 10.11.1989 3.915.733 15.000 11.12.2002 4 Bank BNI (BBNI) 25.11.1996 13.281.687 850 23.12.2003 5 Bank Niaga (BNGA) 29.11.1989 7.880.462 12.500 21.05.2004 6 Bank Permata (BNLI) 15.01.1990 7.743.125 9.900 08.06.2004 Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
Berdasarkan hasil uraian yang telah disampaikan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap saham sektor perbankan khususnya yang telah melakukan aksi korporat reverse stock split untuk mengetahui hasil kinerja sahamnya sebelum dan sesudah reverse stock split tersebut dengan judul “ Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse Stock Split di PT. Bursa Efek Jakarta ”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil uraian yang telah disampaikan di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan menjadi sebagai berikut ;
Bagaimana kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi penggabungan saham (reverse stock split).
.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi penggabungan saham (reverse stock split).
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian mengenai permasalahan ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak perusahaan maupun pengembangan ilmu pengetahuan, antara lain :
1) Dapat membantu memberikan pendapat dan sumbang saran bagi perbankan mengenai hasil analisa kinerja saham sebelum dan sesudah dilakukannya aksi penggabungan saham (reverse stock split).
2) Sebagai bahan masukan dan kajian bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai kebijakan dan strategi dalam meningkatkan kinerja saham perusahaan perbankan.
II. STUDI PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pasar Modal
Di dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pengertian pasar modal dijelaskan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal memberikan peranan yang cukup besar bagi perekonomian suatu negara yang memiliki dua fungsi pokok sebagai fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi, karena menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan adanya pasar modal maka perusahaan publik dapat memperoleh dana segar masyarakat melalui penjualan efek saham melalui prosedur IPO atau efek utang (obligasi). Sedangkan pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan
(return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Menurut Tandelin (2001,13) pasar modal berfungsi sebagai lembaga perantara, di mana dalam fungsi ini pasar modal menunjukkan peran yang sangat penting dalam menunjang perekonomian, karena pasar modal dapat menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana. Selain itu juga pasar modal dapat mendorong terciptanya alokasi dana yang efisien, karena dengan adanya pasar modal, maka pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dapat memilih alternatif investasi yang memberikan return yang paling optimal dengan asumsi investasi yang memberikan return yang lebih besar adalah sektor-sektor yang paling produktif yang ada di pasar, sehingga dana yang berasal dari investor dapat digunakan secara produktif oleh perusahaan tersebut. Secara umum, manfaat keberadaan pasar modal dapat dikemukakan sebagai berikut ;
1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi dana secara optimal.
2. Memberikan wahana investasi yang beragam bagi investor, sehingga memungkinkan untuk melakukan diversifikasi dengan potensi keuntungan dan tingkat risiko yang dapat diperhitungkan.
3. Menyediakan leading indicator bagi perkembangan perekonomian suatu negara.
4. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah. 5. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme menciptakan
iklim berusaha yang sehat serta mendorong pemanfaatan manajemen profesional.
2.1.2. Investasi Saham
Saham merupakan salah satu produk yang diperjualbelikan di pasar modal yang dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perusahaan terbatas yang berwujud berupa selembar kertas yang menerangkan siapa pemiliknya. Sistem kepemilikan saham di pasar modal Jakarta saat ini tanpa menggunakan warkat, dimana bentuk kepemilikan tidak lagi berupa lembaran saham yang diberi nama pemiliknya, tapi sudah berupa account atas nama pemilik atau saham tanpa warkat, sehingga penyelesaian transaksi akan semakin cepat dan mudah. Investasi saham memiliki 2 (dua) keuntungan yang dapat diperoleh pemodal dengan membeli saham berupa dividen dan capital gain. Dividen yang diberikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, dimana pemodal atau pemegang saham mendapatkan uang tunai sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki dan dividen saham, dimana pemegang saham mendapatkan jumlah saham tambahan. Sedangkan capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan di pasar sekunder. (Rubrik Eurika,2002)
2.1.3. Penilaian Pergerakan Harga Saham
Menurut Sunariyah (2003,152) bahwa untuk menghadapi pergerakan harga saham di pasar modal terdapat 2 (dua) pendekatan yang berguna untuk menilai harga suatu saham, antara lain ;
1. Analisis Teknikal ;
Merupakan suatu teknik analisis yang menggunakan data atau catatan mengenai pasar itu sendiri untuk berusaha mengakses permintaan dan penawaran suatu saham tertentu atau pasar secara keseluruhan. Pendekatan analisis ini menggunakan data pasar yang dipublikasikan, seperti harga saham, volume perdagangan, indeks harga saham gabungan dan individu, serta faktor-faktor lain yang bersifat teknis. Analis teknis mempelajari sejarah dari harga saham dan sejarah harga dari bursa saham secara keseluruhan dengan mengembangkan berbagai indikator untuk memberikan informasi yang berguna dari sisi volume dan harga.
Beberapa kesimpulan menyangkut pendekatan analisis teknikal, antara lain a) Analisis teknikal didasarkan pada data pasar yang dipublikasikan.
b) Fokus analisis teknikal adalah ketepatan waktu yang penekanannya hanya pada perubahan harga dan faktor-faktor internal melalui analisis pergerakan di dalam pasar dan atau suatu saham.
c) Para analis teknikal dirancang cenderung lebih berkonsentrasi pada jangka pendek.
2. Analisis Fundamental ;
Merupakan pendekatan yang didasarkan pada suatu anggapan bahwa setiap saham memiliki nilai intrinsik. Nilai intrinsik merupakan suatu fungsi dari variabel-variabel perusahaan yang dikombinasikan untuk menghasilkan suatu return yang diharapkan dan suatu resiko yang melekat pada saham tersebut. Hasil estimasi nilai intrinsik dibandingkan dengan harga pasar yang sekarang (current market price). Analisis fundamental mempelajari semua informasi yang berhubungan dengan saham dan pasar yang dituju dengan mencoba melihat bisnis di masa yang akan datang dan perkembangan keuangan / finansial termasuk pergerakan dari harga saham itu sendiri. Informasi fundamental yang dipelajari termasuk laporan keuangan, dan akun-akunnya, data industri seperti trend penjualan dan pemesanan serta melihat lingkungan ekonomi dan keuangan seperti trend dari tingkat suku bunga.
2.1.4. Volatilitas Harga Saham
Menurut Alwi (2003,87) bahwa Volatilitas atau pergerakan naik-turun harga saham dari suatu perusahaan go public menjadi fenomena umum yang sering dilihat di lantai bursa efek yang tidak banyak orang yang mengerti atau banyak yang masih bingung mengapa harga saham suatu perusahaan bisa berfluktuasi secara drastis pada periode tertentu. Sebagai salah satu instrumen ekonomi ada faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas harga saham di suatu bursa efek, baik harga saham individual maupun harga saham gabungan misalnya IHSG dan indeks LQ45, yaitu faktor internal (lingkungan mikro) dan eksternal (lingkungan makro).
Lingkungan Mikro yang mempengaruhi volatilitas harga saham dan indeks harga saham antara lain ;
1. Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti pengiklanan, rincian kontrak, produk baru, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan produksi, laporan keamanan produk dan laporan penjualan.
2. Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti pengumuman yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang, sekuritas yang hybrid,
leasing, kesepakatan kredit, pemecahan saham, penggabungan saham, pembelian saham, joint venture dan lainnya.
3. Pengumuman badan direksi manajemen (management board of director
announcements), seperti perubahan dan penggantian direksi, manajemen dan struktur organisasi.
4. Pengumuman penggabungan pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan
merger, investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisi dan diakuisisi, laporan divestasi dan lainnya.
5. Pengumuman investasi (investment announcements), seperti melakukan ekspansi pabrik, pengembangan riset dan pengembangan, penutupan usaha dan lainnya.
6. Pengumuman ketenagakerjaan (labour announcements), seperti negosiasi baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya.
7. Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba sebelum akhir tahun dan setelah akhir tahun fiskal, EPS, DPS, PER, NPM, ROA, ROE, dan lain-lain.
Sedangkan Lingkungan Makro yang mempengaruhi volatilitas harga saham dan indeks harga saham antara lain ;
1. Pengumuman dari pemerintah, seperti perubahan suku bunga tabungan dan deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan pemerintah.
2. Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan karyawan terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap manajernya.
3. Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti laporan pertemuan tahunan, insider trading, volume / harga saham perdagangan, pembatasan / penundaan trading.
4. Gejolak sosial politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya volatilitas harga saham di bursa efek suatu negara.
5. Berbagai issue, baik dari dalam dan luar negeri, seperti issue lingkungan hidup, hak azazi manusia, kerusuhan massal, yang berpengaruh terhadap perilaku investor.
2.1.5. Indeks Harga Saham
Menurut Alwi (2003,89) bahwa suatu indeks diperlukan sebagai sebuah indikator utama untuk menggambarkan pergerakan harga dari sekuritas-sekuritas. Indeks harga saham setiap hari dihitung menggunakan harga saham terakhir yang terjadi di bursa.
Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki 5 (lima) fungsi, antara lain ;
1. Sebagai indikator untuk mengetahui tingkat perkembangan dan penurunan pasar.
3. Sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio investasi 4. Sebagai dasar pembentukan portofolio dengan strategi pasif.
5. Menggambarkan perkembangan produk derivatif yang diperdagangkan di bursa.
Indeks harga saham yang dipergunakan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu ;
1. Indeks harga saham individual yang mencerminkan perkembangan harga suatu saham. Indeks individual ini menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya. Perhitungan indeks ini menggunakan prinsip yang sama dengan IHSG, yaitu: Harga Pasar/Harga Dasar x 100.
2. Indeks harga saham gabungan yang mencerminkan perkembangan pasar secara keseluruhan. Indeks harga saham yang digunakan dalam perhitungan di bursa adalah harga saham yang terjadi di pasar regular. Indeks Harga Saham Gabungan / IHSG (Composite Share Price Indeks), menggunakan semua saham uang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks.
Untuk menghitung indeks harga saham gabungan, dapat digunakan formula sebagai berikut :
Nilai Pasar = Jumlah saham tercatat x harga terakhir
IHSG = --- x 100 Nilai Dasar = Jumlah saham tercatat x harga perdana
Pergerakan IHSG secara signifikan dipengaruhi oleh pergerakan / perubahan harga saham-saham dengan kapitalisasi besar, sebaliknya dalam indeks yang dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai pasar, perubahan harga saham-saham dengan kapitalisasi kecil nyaris tidak berdampak terhadap IHSG. Hal ini karena timbangan bobot masing-masing saham berbeda satu sama lain, sehingga tidak mengherankan jika pergerakan IHSG sangat ditentukan oleh saham-saham dengan kapitalisasi besar. Untuk kejadian-kejadian seperti pemecahan lembar saham (stock split), dividen berupa saham
(stock dividend), dividen tunai, nilai dasar IHSG tidak berubah, karena peristiwa-peristiwa ini tidak mengubah nilai pasar secara total.
2.1.6. Volatilitas Jumlah Saham
Menurut Alwi (2003,91) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah saham yang beredar dan pergerakan (volatilitas) jumlah saham yang diperdagangkan di bursa efek, antara lain :
1. Bertambahnya emiten yang mencatatkan saham hasil penawaran umum di bursa efek (go public)
2. Perusahaan / emiten yang sudah go public melakukan corporate action.
jumlah saham yang beredar maupun harga saham di pasar. Adapun jenis-jenis Corporate Action sebagai berikut :
a. Emiten melakukan stock split saham, b. Emiten memberikan dividen saham bonus. c. Emiten memberikan repurchasing stock
d. Emiten memberikan Dividen dalam bentuk saham 2.1.7. Penilaian Kinerja Saham
Menurut Tandelin (2001,08) bahwa proses keputusan investasi merupakan suatu proses keputusan yang berkesinambungan (on going process) yang meliputi lima tahap keputusan yang berjalan terus-menerus sampai tercapai keputusan investasi yang terbaik, yang terdiri dari lima tahap keputusan, yaitu: penentuan tujuan investasi, penentuan kebijakan investasi, pemilihan strategi portofolio, pemilihan aset, serta pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio. Dengan demikian, tahap kelima dalam proses keputusan investasi tersebut merupakan tahap yang penting untuk mengetahui apakah kinerja portofolio yang telah dibentuk sudah mampu memenuhi tujuan investasi yang ingin dicapai investor. Jika tahap pengukuran dan evaluasi kinerja telah dilewati dan ternyata hasilnya kurang baik, maka proses keputusan investasi harus dimulai lagi dari tahap pertama, demikian seterusnya sampai dicapai keputusan investasi yang paling optimal. Tahap pengukuran dan evaluasi kinerja ini meliputi pengukuran kinerja portofolio dan pembandingan hasil pengukuran tersebut dengan kinerja portofolio lainnya melalui proses benchmarking.
Dalam mengevaluasi kinerja suatu portofolio ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan antara lain;
1. Tingkat resiko 2. Periode waktu
3. Penggunaan patok duga (benchmark) yang sesuai 4. Tujuan investasi
Selanjutnya untuk mengukur kinerja sebuah portofolio saham, tidak bisa hanya melihat tingkat return yang dihasilkan oleh portofolio tersebut, tetapi juga harus memperhatikan faktor-faktor lain seperti tingkat resiko portofolio tersebut. Dengan berdasarkan pada teori pasar modal, beberapa ukuran kinerja saham sudah memasukkan faktor return dan resiko dalam perhitungannya, antara lain sebagai berikut;
2.1.7.1. Indeks Sharpe
Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe dan sering juga disebut dengan reward-to-variabililty ratio. Indeks Sharpe mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market line) sebagai
patok duga, yaitu dengan cara membagi premi resiko portofolio dengan standar deviasinya.
ˆSp = Rp −RF
σ TR
dimana :
ˆSp = Indeks Sharpe Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode
pengamatan
σTR = Standar deviasi return portofolio ρ selama periode
pengamatan
Indeks Sharpe digunakan untuk membuat peringkat dari beberapa portofolio berdasarkan kinerjanya. Semakin tinggi indeks Sharpe suatu portofolio dibanding portofolio lainnya, maka semakin baik kinerja portofolio tersebut.
2.1.7.2. Indeks Treynor
Indeks Treynor merupakan ukuran kinerja portofolio yang dikembangkan oleh Jack Treynor dan indeks ini sering disebut juga dengan
reward to volatility ratio. Sama halnya seperti indeks Sharpe, pada indeks Treynor, kinerja portofolio dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya resiko dari portofolio tersebut. Perbedaannya dengan indeks Sharpe adalah penggunaan garis pasar sekuritas (security
market line) sebagai patok duga, dan bukan garis pasar modal seperti pada indeks Sharpe. Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik, sehingga risiko yang dianggap relevan adalah risiko sistematis (diukur dengan beta).
Cara mengukur indeks Treynor pada dasarnya sama dengan cara menghitung indeks Sharpe, hanya saja risiko yang diukur dengan standar deviasi pada indeks Sharpe diganti dengan beta portofolio. Dengan demikian, indeks Treynor suatu portofolio dalam periode tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut ;
ˆTp = Rp −RF ˆβp
ˆTp = Indeks Treynor Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode
pengamatan ˆβp = Beta portofolio ρ
2.1.7.3. Indeks Jensen
Indeks Jensen merupakan indeks yang menunjukkan perbedaan antara tingkat return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal. Persamaan untuk Indeks Jensen ini adalah:
ˆJp = Rp − [RF + (RM −RF)ˆβp ]
dimana:
ˆJp = Indeks Jensen Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode
pengamatan ˆβp = Beta portofolio ρ
Persamaan indeks Jensen dengan indeks Treynor adalah bahwa kedua indeks ukuran kinerja portofolio tersebut menggunakan garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk membuat persamaan. Sedangkan perbedaannya adalah bahwa indeks Treynor sama dengan slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas risiko, sedangkan indeks Jensen merupakan selisih antara return portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus (hanya mengikuti return pasar)
2.1.8. Penggabungan Saham (Reverse Stock Split) dan Pemecahan Saham (Stock Split)
Menurut Susiyanto (2004) bahwa banyak emiten bank yang telah melakukan aksi korporat berupa penggabungan saham (reverse stock) dan atau pemecahan saham (stock split) dilatar belakangi oleh adanya krisis keuangan dan perbankan yang telah terjadi tahun 1997 yang tidak hanya telah mengubah struktur kepemilikan bank dari sebelumnya milik swasta atau publik (private /
public) menjadi milik negara / pemerintah karena adanya program rekapitalisasi ke sejumlah bank (bank rekap) melalui penyertaan modal pemerintah, tetapi juga telah mengakibatkan jumlah lembar saham, khususnya saham bank-bank publik yang di-bailout, menjadi sangat besar. Dari semula paling besar berjumlah kurang lima miliar lembar saham sebelum rekapitalisasi, kemudian membengkak hingga menjadi ratusan miliar lembar saham.
Pembengkakan jumlah saham pasca rekapitalisasi tersebut secara otomatis membuat nilai buku per lembarnya turun drastis dan harga saham bank juga menyesuaikan diri mengalami penurunan dari level Rp 1.000-an menjadi relatif rendah hingga di bawah Rp 50 per lembar saham. Sebagai akibat, terjadi ketimpangan (gap) yang sangat lebar antara harga saham
maupun jumlah lembar saham sektor perbankan di pasar modal. Untuk saham bank yang memiliki harga relatif rendah mengalami kesulitan untuk bergerak naik maupun turun, kendati bank tersebut telah mengalami peningkatan kinerja secara substansial, terutama sepanjang tahun 2002 dan 2003. Sebaliknya, bank yang memiliki harga tinggi pun bisa jadi dibaca oleh investor sudah amat tinggi, meskipun sebenarnya dari aspek valuasi (valuation) masih cukup bagus. 2.1.9. Pemecahan Saham ( Stock Split)
2.1.9.1. Teori Stock Split
Menurut Sabardi (1994,64) bahwa “ stock split “ merupakan peningkatan jumlah saham yang beredar dengan cara mengurangi nilai dari saham tersebut, sedangkan menurut Riyanto (2001,275) bahwa stock split merupakan pemecahan jumlah lembar saham menjadi jumlah lembar yang lebih banyak dengan pengurangan harga nominal per lembarnya secara proporsional, sehingga dengan melakukan stock split maka jumlah lembar saham akan bertambah secara proporsional dengan pengurangan harga nominal saham, misalnya perusahaan akan mengadakan stock split “two to one stock
split” yang maksudnya bahwa dengan dua lembar saham baru akan ditukar dengan satu lembar saham lama.
Menurut Susiyanto (2004) bahwa pemecahan saham (stock split) merupakan aksi emiten yang dilakukan dengan cara memecah nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih kecil sesuai dengan rasio stock split yang ditentukan. Perubahan nilai nominal tersebut hanya mengakibatkan penambahan jumlah lembar saham, tetapi tidak mengubah jumlah modal ditempatkan dan modal disetor (paid in capital). Dengan kata lain, aksi pemecahan saham tidak akan mengurangi atau menambah nilai investasi dari pemegang saham / investor. Sebagai ilustrasi, jika seorang investor memiliki 1.000 lembar saham bank X, yang akan melakukan stock split dengan perbandingan 2 : 1 atau nilai nominal saham X akan dipecah menjadi dua bagian yang sama, dan harga saham X di pasar sekarang ini sebesar Rp 1.000, yang berarti investor tersebut memiliki nilai investasi Rp 1 juta. Setelah dilakukan pemecahan saham, nilai investasi investor tetap sama, yaitu Rp 1 juta. Secara teoritis, yang berubah adalah jumlah lembar saham yang dimilikinya meningkat dua kali lipat menjadi 2.000 lembar, dan harga saham turun setengahnya menjadi Rp 500.
2.1.9.2. Tujuan Pemecahan Saham (Stock Split)
Menurut Susiyanto (2004) bahwa tujuan perusahaan melakukan pemecahan saham / stock split adalah untuk membuat harga saham menjadi lebih rendah dari sebelumnya (bukan menurunkan harga saham), mensejajarkan harga sahamnya dengan saham-saham bank sejenisnya atau
yang dianggap memiliki karakteristik yang sama, membentuk harga saham menjadi lebih wajar dan meningkatkan likuiditas saham
2.1.10. Penggabungan Saham (Reverse Stock Split) 2.1.10.1. Teori Reverse Stock Split.
Menurut Susiyanto (2004) bahwa penggabungan saham (reverse stock
split) merupakan aksi emiten yang berkebalikan dengan stock split, yaitu dengan cara menggabungkan nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih besar sesuai dengan rasio reverse stock split yang telah ditentukan, dimana perubahan nilai nominal tersebut hanya mengakibatkan pengurangan jumlah lembar saham, tetapi tidak mengubah jumlah modal ditempatkan dan modal disetor (Paid in Capital). Dengan kata lain seperti halnya aksi stock split (pemecahan saham), aksi reverse stock split (penggabungan saham) juga tidak akan mengurangi atau menambah nilai investasi atau modal dari pemegang saham / investor. Sebagai ilustrasi, jika seorang investor memiliki 2.000 lembar saham bank Y yang akan melakukan reverse stock dengan perbandingan 2 : 1 atau nilai nominal saham Y akan digabung menjadi dua bagian, dan harga saham Y di pasar sekarang ini sebesar Rp 500 yang berarti investor tersebut memiliki nilai investasi sebesar Rp 1 juta, maka setelah dilakukan penggabungan saham nilai investasi investor tetap sama, Rp 1 juta. Secara teoretis, yang berubah adalah jumlah lembar saham yang dimilikinya turun setengahnya menjadi 1.000 lembar, dan harga saham naik dua kali lipat menjadi Rp 1.000.
2.1.10.2. Tujuan Penggabungan Saham (Reverse Stock Split)
Menurut Susiyanto (2004) bahwa tujuan perusahaan melakukan aksi penggabungan saham (reverse stock split) adalah untuk membentuk harga saham menjadi lebih tinggi dari sebelumnya (bukan menaikkan harga saham), mensejajarkan harga saham dengan saham-saham Bank sejenisnya atau yang dianggap memiliki karakteristik yang sama, menaikkan posisi saham dari saham yang masuk kategori papan pengembangan ke papan utama dan membentuk harga saham yang lebih wajar.
2.1.10.3. Resiko Reverse Stock Split.
Reverse Stock Split dapat menimbulkan dampak dan risiko sebagai berikut :
1. Adanya kemungkinan harga saham perbankan di pasar akan turun kembali setelah reverse stock dilaksanakan. Penurunan harga saham yang
disebabkan oleh kondisi pasar adalah faktor risiko yang tidak dapat dihindari oleh setiap pemegang saham. Akan tetapi dengan dilaksanakannya reverse stock, diharapkan walaupun terjadi penurunan harga saham karena kondisi perbankan dan ekonomi Indonesia secara umum, harga saham perbankan akan tetap berada diatas kriteria Delisting menurut peraturan BEJ.
2. Adanya kemungkinan terjadinya pecahan saham serta kepemilikan saham kurang dari satu satuan perdagangan saham (odd lot).
2.2. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang analisa kinerja saham telah dilakukan, antara lain oleh Yahya Marwazi (2002) mengenai analisis kinerja saham ; Studi Komparatif di Bursa Efek Jakarta ( BEJ ), dengan kesimpulan bahwa dari pengukuran kinerja saham yang diteliti menunjukkan bahwa 70 % saham turun kinerjanya dari kondisi performed pada periode I (Juli 1999 s/d Juni 2000) menjadi underperformed pada periode II (Juli 2000 s/d Juni 2001), yang berarti bahwa kinerja saham pada periode II (Juli 2000 s/d Juni 2001) lebih buruk dibandingkan pada periode I (Juli 1999 s/d Juni 2000) dan terdapat perbedaan kinerja saham yang cukup signifikan pada BEJ, baik ditinjau dari pemodal domestik maupun pemodal asing, dimana periode II (Juli 2000 s/d Juni 2001) kinerja sahamnya lebih buruk dibandingkan dengan periode I (Juli 1999 s/d Juni 2000).
Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Fatmawati dan Asri (1999) mengenai pengaruh stock split terhadap likuiditas saham yang menyimpulkan bahwa secara keseluruhan aktifitas stock split berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat harga saham, volume turnover dan persentase spread. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan harga rata-rata saham sesudah stock
split, sedangkan persentase spread sesudah stock split mengalami peningkatan. Penelitian yang sama dilakukan oleh Ewijaya dan Nur Indriantono (1999) yang menyimpulkan bahwa stock split berpengaruh negatif terhadap perubahan harga saham relatif. Harga pasar saham sesudah stock split yang diharapkan naik justru menurun. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan untuk melakukan stock split akan merugikan investor lama.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Frits Rajagukguk (2001) mengenai pengaruh stock split terhadap volume perdagangan saham pada sektor perbankan di Bursa Efek Jakarta dengan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan volume perdagangan saham antara sebelum dengan sesudah dilakukannya
stock split dan terdapat perbedaan harga saham antara sebelum dengan sesudah dilakukannya stock split.
2.3. Kerangka Konseptual Penelitian
Dalam mengkaji kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split, maka terdapat beberapa faktor yang perlu dilakukan, antara lain ;
♦ Analisa pergerakan tingkat harga saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split.
♦ Analisa pergerakan volume saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split.
Penggabungan analisa di atas dapat diketahui baik tidaknya kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi reverse stock split tersebut, sehingga secara ringkas pola pemikiran tersebut dapat diskemakan sebagai berikut ;
Gambar 2.1.
Pola Pemikiran Penelitian
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hasil perumusan masalah dan landasan teori yang perlu diuji kebenarannya, maka dapatlah dibuat suatu Hipotesis sebagai berikut ; 1. H0 a : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
H1 a : Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja harga saham sesudah dilakukannya reverse stock split
2. H0 b : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kinerja volume saham sesudah dilakukannya reverse stock split. H1 b : Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja
volume saham sesudah dilakukannya reverse stock split.
2.5. Metode Penelitian 2.5.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang bersifat deskriptif yaitu suatu keadaan yang menggambarkan fenomena-fenomena yang terjadi selama penelitian berlangsung yang dalam prosesnya bukan sekedar mengumpulkan data tetapi juga mengolah, menganalisis dan menginterpretasikan serta memberikan saran-saran.
2.5.2. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan data sampel dilakukan pada perusahaan perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dimana dari 23 (dua puluh tiga) emiten perbankan yang masih aktif saat ini, hanya terdapat 6 (enam) emiten yang telah melakukan aksi penggabungan saham (reverse stock split) dengan menganalisis data perkembangan harga dan volume saham setiap harinya selama 12 (dua belas) bulan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi korporat
reverse stock split dengan teknik pengambilan data berikut ; Tabel 2.1.
Teknik Pengambilan Data Emiten Saham Perbankan Yang Melakukan Reverse Stock Split Tahun 2001-2004
No Nama Emiten Tanggal Sebelum
Reverse Stock Tanggal Reverse Stock Tanggal Setelah Reverse Stock 1 Bank Danamon (BDMN) 03 Juli 2000 s/d 16 Juli 2001 17 Juli 2001 18 Juli 2001 s//d 28 Juni 2002 2 Bank BII (BNII) 01 Juni 2001 s/d 12 Juni 2002 13 Juni 2002 14 Juni 2002 s/d 29 Mei 2003 3 Bank Lippo (LPBN) 03 Des 2001 s/d 10 Des 2002 11 Des 2002 12 Des 2002 s/d 21 Nov 2003 4 Bank BNI (BBNI) 02 Des 2002 s/d 22 Des 2003 23 Des 2003 24 Des 2003 s/d 30 Nov 2004 5 Bank Niaga (BNGA) 01 Mei 2003 s/d 20 Mei 2004 21 Mei 2004 22 Mei 2004 s/d 29 April 2005 6 Bank Permata (BNLI) 02 Juni 2003 s/d 07 Juni 2004 08 Juni 2004 09 Juni 2004 s/d 31Mei 2005
2.5.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama 1 (satu) bulan terhitung sejak bulan Maret s/d April 2006.
2.5.4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan dengan data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari sumber data internal pusat informasi BEJ.
2.5.5. Teknik Analisis Data
Untuk menganalis permasalahan, beberapa teknik analisa yang dipergunakan untuk menganalisis kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split, antara lain ;
2.5.5.1. Indeks Sharpe
ˆSp = Rp −RF σ TR
ˆSp = Indeks Sharpe Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan
RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan σTR = Standar deviasi return portofolio ρ selama periode pengamatan
2.5.5.2. Indeks Treynor
ˆTp = Rp −RF ˆβp
ˆTp = Indeks Treynor Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan ˆβp = Beta portofolio ρ
2.5.5.3. Indeks Jensen
ˆJp = Rp − [RF + (RM −RF)ˆβp ]
Jp = Indeks Jensen Portofolio
Rp = Rata-rata return portofolio ρ selama periode pengamatan RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan
RM = Resiko pasar portofolio ˆβp = Beta portofolio ρ
Selanjutnya dilakukan pengujian atas perbedaan kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split dengan menggunakan statistik non parametrik uji Mc Nemar dan uji t-test.
III. HASIL PENELITIAN
3.1. Emiten Perusahaan Perbankan
Jumlah perusahaan perbankan yang telah terdaftar dan masih aktif melakukan transaksi perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebanyak 23 (dua puluh tiga) emiten, yang terdiri dari 20 (dua puluh) emiten Bank Swasta Nasional dan 3 (tiga) emiten Bank BUMN dengan profil sebagai berikut ;
3.1.1. Emiten Bank Swasta Nasional.
Periode awal Bank Swasta Nasional menjual sahamnya di Pasar Modal pada tahun 1989, yang pertama kali dimulai oleh Bank Lippo dan pada tahun yang sama juga diikuti oleh Bank Internasional Indonesia (BII) dan Bank Danamon. Dalam perkembangannya sampai dengan tahun 2002 telah tercatat sebanyak 20 (duapuluh) emiten saham Bank Swasta Nasional dengan total asset yang dimiliki masing-masing bank tersebut pada tahun 2004 di atas Rp. 1 trilyun. Selanjutnya seiring dengan perjalanan waktu telah tercatat sebanyak 9 (sembilan) emiten Bank Swasta Nasional yang telah melakukan aksi korporasi
(corporate action), yaitu emiten yang melakukan aksi stock split sebanyak 4 (empat) emiten yang terdiri dari ; Bank BCA, Bank Century, Bank NISP dan Bank Panin, sedangkan emiten yang melakukan aksi Reverse Stock Split sebanyak 5 (lima) emiten yang terdiri dari ; Bank Niaga, Bank BII, Bank Permata, Bank Danamon dan Bank Lippo. Sebagai gambaran dapat disajikan profil emiten Bank Swasta
Tabel 3.1.
Profil Emiten Bank Swasta Nasional
No Nama Emiten Kode Tanggal Berdiri Tanggal IPO Jumlah Saham Aksi Korporasi 1 Arta Niaga ANKB 18.09.1969 02.11.2000 190.000.000 -- 2 Bumi Putera BABP 31.07.1989 15.07.2002 2.000.000.000 -- 3 BCA BBCA 10.08.1955 31.05.2000 12.199.903.060 Stock Split 4 Kesawan BKSW 01.04.1913 21.11.2002 401.034.500 -- 5 Niaga BNGA 26.09.1955 29.11.1989 7.880.462.717 Reverse Stock 6 Buana BBIA 31.08.1956 28.07.2000 5.766.242.737 -- 7 Parahyangan BBNP 18.01.1972 10.01.2001 158.275.000 -- 8 BII BNII 15.05.1959 21.11.1989 47.818.300.331 Reverse Stock 9 Permata BNLI 17.12.1954 15.01.1990 7.743.125.924 Reverse Stock 10 Swadesi BSWD 28.09.1968 01.05.2002 310.000.000 -- 11 Century BCIC 30.05.1989 25.06.1997 19.940.660.117 Stock Split 12 Danamon BDMN 16.07.1956 06.12.1989 4.917.481.000 Reverse Stock 13 Victoria BVIC 05.10.1994 30.07.1999 1.294.593.360 -- 14 Artha Graha INPC 07.09.1973 23.08.1990 9.687.500.000 -- 15 Lippo LPBN 11.03.1948 10.11.1989 3.915.733.039 Reverse Stock 16 Eksekutif BEKS 11.09.1992 13.07.2001 775.000.000 -- 17 NISP NISP 04.04.1941 20.10.1994 4.133.979.422 Stock Split 18 Panin PNBN 17.08.1971 29.12.1982 16.065.433.573 Stock Split 19 Mayapada MAYA 07.09.1989 29.08.1997 1.288.266.000 -- 20 Mega MEGA 15.04.1969 17.04.2000 1.425.388.642 --
Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006) 3.1.2. Emiten Bank BUMN.
Periode awal Bank BUMN yang mencatatkan sahamnya di Pasar Modal dilakukan pertama kali oleh Bank BNI pada tahun 1996 yang kemudian pada tahun 2003 diikuti oleh Bank Mandiri dan Bank BRI, dengan total asset yang dimiliki oleh masing-masing bank tersebut pada tahun 2004 di atas Rp. 100 trilyun dan tercatat lebih dari 59 % (lima puluh prosen) sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya hanya Bank BNI yang telah melakukan aksi korporasi (corporate action) berupa aksi
reverse stock split pada tahun 2003. Sebagai gambaran dapat disajikan profil emiten Bank BUMN di Indonesia sebagai berikut ;
Tabel 3.2.
Profil Emiten Bank BUMN No Nama Emiten Kode Tanggal Berdiri Tanggal IPO Jumlah Saham Aksi Korporasi 1 BNI BBNI 05.07.1946 25.11.1996 13.281.687.400 Reverse Stock 2 Mandiri BMRI 02.10.1998 14.07.2003 20.165.862.518 -- 3 BRI BBRI 18.12.1868 10.11.2003 11.761.113.450 -- Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.2. Profil Reverse Stock Split Emiten Perbankan
Dari jumlah emiten perbankan yang masih aktif melakukan transaksi perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebanyak 23 (dua puluh tiga) emiten, terdapat 6 (enam) emiten yang telah melakukan aksi penggabungan saham (reverse stock split) yang terdiri dari; 5 (lima) emiten Bank Swasta Nasional dan 1 (satu) emiten Bank BUMN dengan data sebagai berikut ;
Tabel 3.3.
Aksi Reverse Stock Split Emiten Perbankan 2001-2004 No Nama Emiten Tanggal
IPO Jumlah Saham (ribuan) Harga Perdana Rp. Tanggal Reverse Stock 1 Bank Danamon (BDMN) 06.12.1989 4.917.481 12.000 17.07.2001 2 Bank BII (BNII) 21.11.1989 47.818.300 11.000 13.06.2002 3 Bank Lippo (LPBN) 10.11.1989 3.915.733 15.000 11.12.2002 4 Bank BNI (BBNI) 25.11.1996 13.281.687 850 23.12.2003 5 Bank Niaga (BNGA) 29.11.1989 7.880.462 12.500 21.05.2004 6 Bank Permata (BNLI) 15.01.1990 7.743.125 9.900 08.06.2004 Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
Berdasarkan hasil transaksi perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta selama setahun sebelum dan sesudah melakukan aksi reverse stock split dapat dilakukan penelitian dan pengujian apakah aksi korporasi yang dilakukan emiten tersebut dapat meningkatkan kinerja masing-masing saham tersebut.
Berikut ini data kepemilikan saham dan keuangan masing-masing emiten yang melakukan aksi reverse stock split sebagai berikut :
3.2.1. Profil Bank Danamon (BDMN).
1). Nama Pemegang Saham :
- PT. Perusahaan Pengelolaan Asset : 515.278.500 lembar - Asia Financial (Indonesia) : 3.226.616.720 lembar
- Masyarakat : 1.165.026.680 lembar
2). Tanggal IPO : 06 Desember 1989
3). Harga Perdana : Rp. 12.000
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 2.000.000 lembar - Company Listing : 155.200.000 lembar - Stock Split (23.06.1997) : 1.120.000.000 lembar - Reverse Stock Split (17.07.2001) : 466.157.590.000 lembar - Reverse Stock Split (22.01.2003) : 19.627.688.000 lembar - Jumlah saham yang dikeluarkan : 4.917.481.000 lembar - Rasio Reverse Stock Split : 20 : 1
Tabel 3.4.
Kondisi Keuangan Bank Danamon (BDMN)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004
1 Penjualan (milyar Rp.) 7.627 7.463 7.639 7.694 2 Total Asset (milyar Rp.) 52.680 46.911 52.682 58.012 3 Kewajiban (milyar Rp.) 48.507 42.257 45.859 50.881 4 Ekuitas (milyar Rp.) 4.171 4.653 6.822 7.804
5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 722 948 1.530 2.408
6 PBV 1,65 1,85 1,44 2,72
7 PER 9,50 9,05 6,50 8,91
8 Harga Saham Rp. 280 350 4.858 4.375
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 6.870 8.587 9.837 21.253 Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.2.2. Profil Bank Internasional Indonesia (BNII)
1). Nama Pemegang Saham :
- Sorak Financial Holding PTE : 9.179.506.000 lembar - Menteri Keuangan : 9.929.794.000 lembar
- Masyarakat : 10.674.046.000 lembar
2). Tanggal IPO : 21 Nopember 1989
3). Harga Perdana : Rp. 11.000
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 12.000.000 lembar - Company Listing : 100.000.000 lembar - Stock Split (04.11.1996) : 967.184.602 lembar - Reverse Stock Split (13.06.2002) : 82.586.182.711 lembar - Jumlah saham yang dikeluarkan : 47.818.300.331 lembar - Rasio Reverse Stock Split : 10 : 1
Tabel 3.5.
Kondisi Keuangan Bank Internasional Indonesia (BNII)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004
1 Penjualan (milyar Rp.) 3.988 3.702 4.046 4.021 2 Total Asset (milyar Rp.) 30.754 36.325 34.729 36.077 3 Kewajiban (milyar Rp.) 32.954 3.348 31.369 31.866 4 Ekuitas (milyar Rp.) 2.199 2.977 3.360 4.211
5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 4.131 133 309 822
6 PBV 1,04 0,79 1,55 2,08
7 PER 0,56 10,80 17,00 10,76
8 Harga Saham Rp. 25 50 110 185
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 2.297 2.365 5.204 8.752 Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.2.3. Profil Bank Lippo (LPBN)
1). Nama Pemegang Saham :
- Swiss Asia Global : 2.038.198.061 lembar - PT. Lippo E-Net Tbk. : 218.263.688 lembar
- PT. PPA : 100.015.081 lembar
- Masyarakat : 1.559.256.203 lembar
2). Tanggal IPO : 10 Nopember 1989
3). Harga Perdana : Rp. 15.000
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 6.800.000 lembar - Company Listing : 27.875.000 lembar - Stock Split (09.12.1996) : 428.490.000 lembar - Reverse Stock Split (11.12.2002) : 34.850.024.042 lembar - Jumlah saham yang dikeluarkan : 3.915.733.039 lembar - Rasio Reverse Stock Split : 10 : 1
Tabel 3.6.
Kondisi Keuangan Bank Lippo (LPBN)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004
1 Penjualan (milyar Rp.) 2.862 2.704 2.417 2.305 2 Total Asset (milyar Rp.) 23.811 25.200 26.466 27.832 3 Kewajiban (milyar Rp.) 21.015 22.885 24.991 25.524 4 Ekuitas (milyar Rp.) 2.796 2.316 1.475 2.308
5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 271 506 516 893
6 PBV 0,42 0,44 1,18 1,18
7 PER 4,35 2,02 3,42 3,07
8 Harga Saham Rp. 30 260 450 700
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 1.163 1.008 1.744 2.714 Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.2.4. Profil Bank BNI (BBNI).
1). Nama Pemegang Saham :
- Negara Republik Indonesia : 13.163.757.500 lembar - Karyawan & Direksi : 6.515.467 lembar
- Masyarakat : 111.414.433 lembar
2). Tanggal IPO : 25 Nopember 1996
3). Harga Perdana : Rp. 850
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 1.085.032.000 lembar
- Company Listing : 3.255.096.000 lembar - Reverse Stock Split (23.12.2003) : 185.943.623.600 lembar - Jumlah saham yang dikeluarkan : 13.281.687.400 lembar - Rasio Reverse Stock Split : 15 : 1
Tabel 3.7.
Kondisi Keuangan Bank BNI (BBNI)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004
1 Penjualan (milyar Rp.) 15.601 16.221 15.327 14.765 2 Total Asset (milyar Rp.) 129.053 125.623 131.487 136.482 3 Kewajiban (milyar Rp.) 122.248 117.386 121.465 123.595 4 Ekuitas (milyar Rp.) 6.797 8.231 10.016 12.858 5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 1.757 2.508 828 3.136
6 PBV 2,61 2,64 1,45 1,45
7 PER 10 8,46 20,63 7,10
8 Harga Saham Rp. 90 110 1.300 1.675
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 17.751 21.696 14.504 18.687 Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.2.5. Profil Bank Niaga (BNGA)
1). Nama Pemegang Saham :
- Commerce Asset-Holding Berhand : 4.962.060.882 lembar - Pemegang Saham lainnya : 2.923.294.838 lembar
2). Tanggal IPO : 25 Nopember 1989
3). Harga Perdana : Rp. 12.500
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 5.000.000 lembar - Company Listing : 46.090 lembar - Reverse Stock Split (21.05.2004) : 70.421.460 lembar - Jumlah saham yang dikeluarkan : 7.880.462.717 lembar - Rasio Reverse Stock Split : 10 : 1
Tabel 3.8.
Kondisi Keuangan Bank Niaga (BNGA)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004
1 Penjualan (milyar Rp.) 2.519 3.176 2.922 3.059 2 Total Asset (milyar Rp.) 22.957 22.838 23.749 30.798 3 Kewajiban (milyar Rp.) 21.738 21.355 21.766 28.429 4 Ekuitas (milyar Rp.) 1.217 1.476 1.975 2.363
5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 203 141 467 660
6 PBV 3,82 1,84 1,37 1,36
7 PER 23,08 19,44 5,86 5,45
8 Harga Saham Rp. 60 35 35 460
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 4.648 2.711 2.711 3.218 Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.2.6. Profil Bank Permata (BNLI)
1). Nama Pemegang Saham :
- Standard Chartered Bank : 2.443.250.661 lembar - PT. Astra Internasional Tbk : 2.443.250.061 lembar - PT. Perusahaan Pengelolaan Asset : 2.026.079.350 lembar
- Masyarakat : 830.546.444 lembar
2). Tanggal IPO : 15 Januari 1990
3). Harga Perdana : Rp. 9.900
4). Pencatatan saham
- Penawaran Umum : 3.999.000 lembar - Company Listing : 42.525.000 lembar - Reverse Stock Split (08.07.2004) : 185.835.022.176 lembar - Jumlah saham yang dikeluarkan : 7.743.125.924 lembar - Rasio Reverse Stock Split : 25 : 1
Tabel 3.9.
Kondisi Keuangan Bank Permata (BNLI)
No Keterangan 2001 2002 2003 2004
1 Penjualan (milyar Rp.) 1.513 2.386 3.524 3.292 2 Total Asset (milyar Rp.) 13.002 28.028 29.035 31.757 3 Kewajiban (milyar Rp.) 12.452 26.831 27.279 29.368
4 Ekuitas (milyar Rp.) 514 1.157 1.714 2.341
5 Laba Bersih (mlyar Rp.) 216 808 558 623
6 PBV 5,23 4,18 3,39 2,46
7 PER 13,33 3,13 10,00 9,38
8 Harga Saham Rp. 40 25 30 750
9 Kapitalisasi Psr (milyar Rp) 2.688 4.839 5.807 5.749 Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006)
3.3. Perkembangan Saham Sebelum Reverse Stock Split
3.3.1. Kondisi Saham Bank Danamon Sebelum Reverse Stock Split
Bank Danamon telah melakukan reverse stock split tanggal 17 Juli 2001, sehingga dapat diketahui perkembangan harga & volume saham selama 12 bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau sejak tanggal 03 Juli 2000 sampai dengan 16 Juli 2001 sebagai berikut ;
Harga saham tertinggi Rp. 125 dan terendah Rp. 30 Rata-rata harga saham Rp. 61
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 84.066.000 lembar dan terendah sebanyak 10.000 lembar
3.3.2. Kondisi Saham Bank BII Sebelum Reverse Stock Split
Bank Internasional Indonesia (BII) telah melakukan reverse stock split tanggal 13 Juni 2002, sehingga dapat diketahui perkembangan harga & volume saham selama 12 bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau sejak tanggal 01 Juni 2001 sampai dengan 12 Juni 2002 sebagai berikut ;
Harga saham tertinggi Rp. 35 dan terendah Rp. 15 Rata-rata harga saham Rp. 25
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 687.920.000 lembar dan terendah sebanyak 350.000 lembar
Rata-rata volume saham sebanyak 19.040.763 lembar
3.3.3. Kondisi Saham Bank Lippo Sebelum Reverse Stock Split
Bank Lippo telah melakukan reverse stock split tanggal 11 Desember 2002, sehingga dapat diketahui perkembangan harga & volume saham selama 12 bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau sejak tanggal 03 Desember 2001 sampai dengan 10 Desember 2002 sebagai berikut ;
Harga saham tertinggi Rp. 80 dan terendah Rp. 30 Rata-rata harga saham Rp. 51
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 813.420.000 lembar dan terendah sebanyak 20.000 lembar
Rata-rata volume saham sebanyak 88.168.200 lembar
3.3.4. Kondisi Saham Bank BNI Sebelum Reverse Stock Split
Bank Negara Indonesia 1946 (BNI) telah melakukan reverse stock split tanggal 23 Desember 2003, sehingga dapat diketahui perkembangan harga & volume saham selama 12 bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau sejak tanggal 02 Desember 2002 sampai dengan 22 Desember 2003 sebagai berikut ;
Harga saham tertinggi Rp. 225 dan terendah Rp. 90 Rata-rata harga saham Rp. 125
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 116.671.500 lembar dan terendah sebanyak 500 lembar
Rata-rata volume saham sebanyak 9.704.306 lembar
3.3.5. Kondisi Saham Bank Niaga Sebelum Reverse Stock Split
Bank Niaga telah melakukan reverse stock split tanggal 21 Mei 2004, sehingga dapat diketahui perkembangan harga & volume saham selama 12 bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau sejak tanggal 01 Mei 2003 sampai dengan 20 Mei 2004 sebagai berikut ;
Harga saham tertinggi Rp. 50 dan terendah Rp. 25 Rata-rata harga saham Rp. 35
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 12.714.259.000 lembar dan terendah sebanyak 243.000 lembar
Rata-rata volume saham sebanyak 167.835.039 lembar
3.3.6. Kondisi Saham Bank Permata Sebelum Reverse Stock Split
Bank Permata telah melakukan reverse stock split tanggal 08 Juli 2004, sehingga dapat diketahui perkembangan harga & volume saham selama 12 bulan sebelum dilakukan aksi korporat tersebut atau sejak tanggal 08 Juni 2003 sampai dengan 07 Juli 2004 sebagaimana tabel berikut ini ;
Harga saham tertinggi Rp. 45 dan terendah Rp. 30 Rata-rata harga saham Rp. 37
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 123.613.500 lembar dan terendah sebanyak 2.500 lembar
Rata-rata volume saham sebanyak 6.720.528 lembar 3.4. Perkembangan Saham Sesudah Reverse Stock Split
3.4.1. Kondisi Saham Bank Danamon Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Danamon selama 12 bulan sesudah melakukan reverse stock split atau sejak tanggal 18 Juli 2001 sampai dengan 28 Juni 2002 sebagai berikut ;
Harga saham tertinggi Rp. 675 dan terendah Rp. 270 Rata-rata harga saham Rp. 444
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 42.475.000 lembar dan terendah sebanyak 500 lembar
Rata-rata volume saham sebanyak 1.240.039 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank Danamon sesudah melakukan reverse stock split mengalami penurunan, dimana total volume saham yang diperdagangkan menurun sebesar 345,08 % atau 851.555.520 lembar dari 1.098.323.330 lembar menjadi 246.767.810 lembar, begitu juga dengan rata-rata volume saham mengalami penurunan sebesar 256 % atau 3.170.898 lembar dari 4.410.937 lembar menjadi 1.240.039 lembar.
3.4.2. Kondisi Saham Bank BII Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Internasional Indonesia (BII) selama 12 bulan sesudah melakukan reverse stock split atau sejak tanggal 14 Juni 2002 sampai dengan 29 Mei 2003 sebagai berikut ;
Rata-rata harga saham Rp. 77
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 70.050.500 lembar dan terendah sebanyak 5.500 lembar
Rata-rata volume saham sebanyak 2.059.943 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank BII sesudah melakukan
reverse stock split mengalami penurunan, dimana total volume saham yang diperdagangkan menurun sebesar 899,39 % atau 4.335.286.514 lembar dari 4.817.313.098 lembar menjadi 482.026.584 lembar, begitu juga dengan rata-rata volume saham mengalami penurunan sebesar 824 % atau 16.980.820 lembar dari 19.040.763 lembar menjadi 2.059.943 lembar.
3.4.3. Kondisi Saham Bank Lippo Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Lippo selama 12 bulan sesudah melakukan reverse stock split atau sejak tanggal 12 Desember 2002 sampai dengan 21 Nopember 2003 sebagai berikut ;
Harga saham tertinggi Rp. 650 dan terendah Rp. 210 Rata-rata harga saham Rp. 451
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 115.188.500 lembar dan terendah sebanyak 16.000 lembar
Rata-rata volume saham sebanyak 11.310.962 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank Lippo sesudah melakukan
reverse stock split mengalami penurunan, dimana total volume saham yang diperdagangkan menurun sebesar 736,37 % atau 19.406.595.950 lembar dari 22.042.050.050 lembar menjadi 2.635.454.100 lembar, begitu juga dengan rata-rata volume saham mengalami penurunan sebesar 679 % atau 76.857.238 lembar dari 88.168.200 lembar menjadi 11.310.962 lembar.
3.4.4. Kondisi Saham Bank BNI Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Negara Indonesia 1946 (BNI) selama 12 bulan sesudah melakukan reverse stock split atau sejak tanggal 24 Desember 2003 sampai dengan 30 Nopember 2004 berikut ; Harga saham tertinggi Rp. 1.625 dan terendah Rp. 1.025
Rata-rata harga saham Rp. 1.302
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 15.580.367 lembar dan terendah sebanyak 1.000 lembar
Rata-rata volume saham sebanyak 609.522 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank BNI sesudah melakukan
reverse stock split mengalami penurunan, dimana total volume saham yang diperdagangkan menurun sebesar 1.708,24 % atau 2.301.076.391 lembar dari 2.435.780.685 lembar menjadi 134.704.294 lembar, begitu juga dengan
rata-rata volume saham mengalami penurunan sebesar 1.492 % atau 9.094.784 lembar dari 9.704.306 lembar menjadi 609.522 lembar.
3.4.5. Kondisi Saham Bank Niaga Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Niaga selama 12 bulan sesudah melakukan reverse stock split atau sejak tanggal 22 Mei 2004 sampai dengan 29 April 2005 sebagai berikut ;
Harga saham tertinggi Rp. 520 dan terendah Rp. 280 Rata-rata harga saham Rp. 420
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 1.558.671.245 lembar dan terendah sebanyak 47.000 lembar
Rata-rata volume saham sebanyak 58.731.867 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank Niaga sesudah melakukan
reverse stock split mengalami penurunan, dimana total volume saham yang diperdagangkan menurun sebesar 218,64 % atau 29.021.027.936 lembar dari 42.294.429.774 lembar menjadi 13.273.401.838 lembar, begitu juga dengan rata-rata volume saham mengalami penurunan sebesar 186 % atau 109.103.172 lembar dari 167.835.039 lembar menjadi 58.731.867 lembar.
3.4.6. Kondisi Saham Bank Permata Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan harga & volume saham Bank Permata selama 12 bulan sesudah melakukan reverse stock split atau sejak tanggal 09 Juni 2004 sampai dengan 31 Mei 2005 sebagai berikut ;
Harga saham tertinggi Rp. 1.275 dan terendah Rp. 650 Rata-rata harga saham Rp. 848
Volume perdagangan saham tertinggi sebanyak 3.978.415.720 lembar dan terendah sebanyak 2.000 lembar
Rata-rata volume saham sebanyak 29.376.035 lembar
Kinerja volume perdagangan saham Bank Permata sesudah melakukan
reverse stock split mengalami peningkatan, dimana total volume saham yang diperdagangkan meningkat sebesar 76,45 % atau 5.322.311.343 lembar dari 1.639.808.878 lembar menjadi 6.962.120.221 lembar, begitu juga dengan rata-rata volume saham mengalami peningkatan sebesar 77 % atau 22.655.507 lembar dari 6.720.528 lembar menjadi 29.376.035 lembar.
3.5. Perkembangan Saham Perbankan Sebelum dan Sesudah Reverse Stock Split
Perkembangan volume saham emiten perbankan antara sebelum dan sesudah melakukan reverse stock split mengalami penurunan kinerja, dimana dari 6 (enam) emiten yang melakukan reverse stock split hanya Bank Permata
yang mengalami peningkatan volume perdagangan saham, sedangkan 5 (lima) bank lainnya mengalami penurunan, baik secara total volume maupun rata-rata volume saham.
Volume perdagangan saham sesudah reverse stock split mengalami penurunan sebesar 213,16 % atau 50.593.230.968 lembar saham dari 74.327.705.815 lembar saham menjadi 23.734.474.847 lembar saham, begitu juga dengan rata-rata volume saham mengalami penurunan sebesar 186 % atau 192.551.405 lembar saham dari 295.879.773 lembar saham menjadi 103.328.368 lembar saham.
3.6. Perkembangan IHSG & SBI Tahun 2000 - 2005 3.6.1. Perkembangan IHSG Tahun 2000-2005
Indeks harga saham gabungan yang mencerminkan perkembangan pasar secara keseluruhan secara signifikan dipengaruhi oleh pergerakan / perubahan harga saham-saham dengan kapitalisasi besar.
Dari data Indeks Harga Saham Gabungan yang diperoleh antara tahun 2000-2005, dapat diketahui bahwa perkembangan IHSG pada tahun 2000 – 2003 belum menunjukkan kondisi pasar modal yang kondusif, mengingat pada saat itu iklim ekonomi & investasi masih belum pulih sebagai akibat dampak krisis ekonomi yang belum menggairahkan pasar modal, dengan hanya memperoleh Indeks tertinggi sebesar 691,895 yang terjadi pada tahun 2003. Selanjutnya pada tahun 2004-2005, pasar modal mulai bergairah yang ditunjukkan dengan nilai indeks yang selalu berada di atas level 730an dan mencapai puncak tertinggi pada tahun 2005 dengan mencapai angka indeks sebesar 1.182,301 yang terjadi pada bulan Juli 2005 dan pada tahun itu juga angka indeks selalu bertahan pada level 1.000an setiap bulannya.
Tabel 3.10.
Perkembangan IHSG Tahun 2000 – 2005 Tahun No Bulan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1 Januari 636,372 425,614 451,636 388,443 752,932 1.045,435 2 Februari 576,542 428,303 453,246 399,220 761,081 1.073,828 3 Maret 583,276 381,050 481,775 398,004 735,677 1.080,165 4 April 526,737 358,232 534,062 450,861 783,413 1.029,613 5 Mei 454,327 405,863 530,790 494,776 732,516 1.088,169 6 Juni 515,110 437,620 505,009 505,499 732,401 1.122,376 7 Juli 492,193 444,081 463,669 507,985 756,983 1.182,301 8 Agustus 466,380 435,552 443,674 529,675 754,704 1.050,090 9 September 421,336 392,479 419,307 597,652 820,134 1.079,275 10 Oktober 405,347 383,735 369,044 625,546 860,487 1.066,224 11 Nopember 429,214 380,308 390,425 617,084 977,767 1.096,641 12 Desember 416,321 392,036 424,945 691,895 1.000,233 1.162,635 Sumber : Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) dan diolah Penulis (2006)
3.6.2. Perkembangan SBI Tahun 2000-2005
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diterbitkan oleh BI dengan tujuan untuk memelihara kestabilan nilai rupiah merupakan surat berharga atas unjuk dalam rupiah sebagai pengakuan hutang yang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto.
Dari data suku bunga SBI 1 bulan yang diperoleh antara tahun 2000-2005, dapat diketahui bahwa perkembangan SBI pada tahun 2000 – 2003 belum menunjukkan kondisi ekonomi yang cukup kondusif akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat yang memaksa Bank Sentral menerapkan kebijakan dengan menaikkan suku bunga SBI dengan rata-rata antara 9,53 % sampai dengan 15,54 %. Selanjutnya pada tahun 2004-2005, kondisi ekonomi moneter mulai menunjukkan kondisi membaik yang ditunjukkan dengan menurunnya suku bunga SBI dengan rata-rata antara 6,86 % sampai 7,60 %.