• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Penentu Kemenangan OK Arya Zulkarnain di Kecamatan Limapuluh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Faktor Penentu Kemenangan OK Arya Zulkarnain di Kecamatan Limapuluh"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

37

Faktor Penentu Kemenangan OK Arya Zulkarnain

di Kecamatan Limapuluh

NORA ALTIKA

Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8220760, Nora.altika@gmail.com

Diterima tanggal

28 Juli 2012/Disetujui tanggal 12 Agustus 2012

This study is a study of the determinants of election victory in the district Zulkarnain OK Arya. The focus discusses what winning the deciding factor being OK Arya. The findings of this study, there are several factors that determines the winning. First, figure OK Arya in the public so popular. Second, the existence of organizational factors GEMKARA. Third, an increase in the management aspects of running the organization. The method used is a qualitative method discriptif-an event that is intended to describe in more detail.

Keywords: Political strategy, campaign, election.

Pendahuluan

Gagasan otonomi daerah melekat pada pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah yang sangat berkaitan dengan demokratisasi kehidupan politik dan pemerintahan baik tingkat lokal maupun ditingkat nasional. Agar demokrasi bisa terwujud maka daerah harus memiliki kewenangan yang luas dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.1 Sehingga muncul konsep pembaruan kabupaten yang dirumuskan sebagai transformasi kabupaten yang hendak menegaskan bahwa pembaruan bermakna sebagai tidak lagi bekerja dengan skema dan watak yang lama, melainkan telah bekerja dengan skema dan watak yang baru.

1

Dadang Juliantara, Pembaruan Kabupaten, (Yogyakarta: Pembaruan. 2004). h. ix-x

Proses pembaruan haruslah dapat memberikan kepastian bahwa nasib rakyat akan berubah menjadi lebih baik lagi. Pembaruan kabupaten juga berarti “perombakan” menyeluruh yang dimulai dari paradigma seluruh elemen yang ada atau mengorganisir seluruh sumber daya yang ada agar mengabdi pada kepentingan massa rakyat.2 Di dalam merealisasikan demokrasi di tingkat lokal dan implementasi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ini diperlukan adanya pembaruan daerah dalam hal ini adalah pemekaran Kabupaten Batu Bara. Dengan adanya pemekaran, membuat daerah tersebut membutuhkan seorang kepala daerah yang bertugas memimpin birokrasi, menggerakkan jalannya roda pemerintahan

2

(2)

38

yang meliputi menjadi perlindungan, pelayanan publik dan pembangunan.3

Sehingga dilakukanlah pemilihan kepala daerah secara langsung sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan Pemerintahan No. 6 tahun 2005 mengenai tata cara pemilihan, pengesahan, dan pemberhentian kepala daerah, yang merupakan tonggak baru penegakkan kedaulatan rakyat daerah di 22 wilayah di Indonesia. Pemilihan Kepala Daerah merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah baik Gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota. Aktor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, parpol dan calon kepala daerah. Ketiga aktor tersebut terlibat langsung dalam kegiatan pemilihan kepala daerah.

Ketika Batu Bara terbentuk menjadi kabupaten yang terpisah dari Asahan, dan menyelenggarakan Pilkada, sosok orang yang dianggap paling berjasa dalam melepaskan diri dari Asahan menjadi pilihan masyarakat. OK Arya dianggap paling berjasa dibandingkan dengan kandidat lain. Karena itu, jika OK Arya maju tanpa lewat parpol pun, dia bakal menang. Masyarakat melihatnya sebagai sosok yang berjasa yang menjadikan Batu Bara terpisah dari Asahan. Di luar sosok OK Arya sebagai inisiator Batu Bara melalui GEMKARA, yang memiliki kapasitas kemelayuan dari gelar yang disandangnya. Gelar OK di depan nama Arya, merupakan gelar bangsawan Melayu, selain Tengku dan Wan. OK kependekan dari Orang Kaya. Ada kerinduan masyarakat Batu Bara akan masa jaya mereka, saat Batu Bara menjadi negeri berdaulat. Mereka temukan sosok sultan dalam diri OK Arya. Dalam memenuhi syarat sebagai calon independen OK Arya dibantu pengurus GEMKARA di tujuh Kecamatan. Studi ini membahas

3

Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2005), h.203.

tentang faktor apa saja yang menjadi penentu

kemenagan OK Arya.

Metode

Penelitian ini bersifat diskriptif-kualitatif. Pengumpulan data dengan teknik penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.

Faktor Penentu Kemenangan

Pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, mencatat sejarah tersendiri. Pasangan OK Arya Zulkarnain-Gong Matua Siregar, dari jalur independen, memenangi pilkada di kabupaten itu.

Warga Batu Bara melihat sepak terjang OK Arya selama berjuang membentuk Batu Bara, OK Arya sebelumnya dikenal sebagai birokrat karir. Antara lain dia pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Kota Medan, Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Deli Serdang, Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Serdang Bedagai merangkap sebagai Kepala Dinas Pendapatan. Terakhir dia menyandang jabatan sebagai Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batu Bara. Sementara pasangannya Gong Matua Siregar, seorang guru di Kecamatan Meranti, Asahan. Dari kasus tersebut terlihat, faktor penting yang mempengaruhi pilihan para pemilih

Pertama, figur OK Arya yang begitu populer ini sekaligus menunjukkan bahwa popularitas dan profil kandidat kembali menjadi faktor determinan dalam pilkada langsung. Sebaliknya, sekuat-kuatnya mesin partai yang biasa menjadi tolak ukur hitam putih kekuatan tidak bisa dijadikan jaminan suksesnya kandidat.

Dari kasus-kasus tersebut, peneliti mencoba untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang menjadi penentu bagi kemenangan OK Arya Pada pemilukada Kabupaten Batu Bara pada tahun 2008. Untuk menjawab

(3)

pertanyaan-39

pertanyaan tersebut diperlukan suatu penelitian yang lebih mendalam. Untuk itulah penelitian tentang faktor penentu pemenangan ini menarik untuk diangkat, sebab bagaimana calon independen yang mengalahkan mesin partai dapat menjadi pemenang di wilayah yang baru dimekarkan. Tidak ubahnya domain aktivitas sosial lain, dunia politik saat ini telah menjadi lebih terbuka dan transparan. Dunia politik pun tidak kebal terhadap persaingan, justru sangat kental diwarnai persaingan. Persaingan terjadi untuk memperebutkan hati konstituen dan membuat mereka memilih kandidat dalam pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah.

Persaingan ini menuntut masing-masing kandidat untuk memikirkan cara dan metode yang efektif untuk mampu berkomunikasi dan meyakinkan konstituen bahwa kandidat tersebut yang paling layak dipilih. Terlebih lagi dengan semakin meningkatnya kompetisi dan persaingan di antara kandidat untuk memperebutkan hati dan rasionalitas pemilih. Selain itu, terdapat peningkatan volatilitas atau semakin berubah-ubahnya perilaku pemilih.

Hal ini membuat keberpihakan pemilih kepada suatu kandidat menjadi lebih sulit ditebak. Kandidat yang bisa memenangkan pemilihan hanyalah kandidat yang menurut persepsi pemilih relatif menawarkan sesuatu yang berbeda dan lebih baik dibandingkan dengan kandidat lainnya.

Untuk bisa berbeda dan lebih baik, dunia politik sebagai praktik sosial harus membuka diri terhadap pendekatan-pendekatan baru, karena dinamika dan interaksi sosial memang kompleks, sehingga dibutuhkan banyak sekali pendekatan untuk dapat memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh tentang keinginan masyarakat. membutuhkan produk politik seperti program kerja, ideologi, harapan dan figur pemimpin yang dapat memberikan rasa pasti untuk menghadapi

masa depan. Tidak hanya itu, produk politik yang ditawarkan juga harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa inilah cara yang dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat dan sesuai dengan keinginan masyarakat.

Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi penenetu pemenang, pertama, perlu dipahami dalam konteks latar belakang historis. Sikap dan perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh proses-proses dan peristiwa historis masa lalu. Hal ini disebabkan bahwa budaya politik tidak merupakan kenyataan yang statis dan tidak berkembang, tetapi justru sebaliknya merupakan sesuatu yang berubah dan berkembang sepanjang masa.4

Kedua, Adanya faktor Organisasi GEMKARA, yang melakukan Gerakan Massa yang bersifat pressure, Hal ini dilakukan oleh OK Arya melalui GEMKARA Tim kerja yang berasal dari grass root inilah kemudian yang diharapkan oleh GEMKARA dapat menyosialisasikan produk-produk politiknya. Sehingga pendekatan kepada masyarakat akan semakin mudah dijalinnya. Penataan dan konsolidasi organisasi merupakan hal mendesak yang harus segera dilakukan, karena salah satu kunci sukses organisasi terletak pada kelengkapan struktur maupun mekanisme dalam seluruh tingkatan, yang menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan program dan sosialisasi partai di tingkat bawah.

Pertama, Pendekatan Tokoh. Dalam upaya untuk menarik simpatisan sekaligus membentuk basis massa, maka GEMKARA melakukan strategi kampanye dengan pendekatan tokoh. Tokoh-tokoh agama sangat diperlukan menjadi media interaksi masyarakat karena mereka telah dikenal cukup baik serta disegani dan biasanya menjadi panutan masyarakat di sekitarnya. Dengan komunikasi adanya terjalin suatu

(4)

40

interaksi sosial dan komuikasi politik dari tokoh-tokoh tersebut kepada masyarakat, maka dengan cara seperti itu OK Arya akan mampu membentuk suatu basis massa di tingkatan atau berbagai lapisan masyarakat. Pada pemilu 1999, studi tentang penentu pemenang sudah ikut mewarnai pemilu pada saat itu, namun studi penentu pemenang kurang mendapatkan ruang sama sekali. William Lidle dan Saiful Mujani menemukan dua kesimpulan dalam memahami penentu pemenang pada pemilu 1999, Pertama, semakin memudarnya politik aliran di tingkat masa pemilih. Massa pemilih cenderung kurang memperdulikan aliran dari masing-masing partai politik. Kedua, ketokohan tetap menjadi variabel yang sangat penting dalam menarik dukungan massa pemilih. Para pemilih memilih partai bukan karena daya tarik terhadap partai dan programnya melainkan lebih karena ketertarikan terhadap tokoh yang ada di partai tersebut.5

Berbeda dengan pemilu 2004, studi tentang penentu pemenang semakin mendapat tempat dan mempunyai peran penting dalam merekam opini publik, termasuk kecendrungan penentu pemenang dan pemilu pada saat itu lebih menarik karena menempatkan rakyat sebagai hakim tertinggi dalam menentukan calon presiden dan wakil presiden secara langsung.

Pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, mencatat sejarah tersendiri. Pasangan OK Arya Zulkarnain-Gong Matua Siregar, dari jalur independen, memenangi pilkada di kabupaten itu.

Membentuk GEMKARA untuk melakukan sebuah misi membentuk sebuah Kabupaten Batubara yang terpisah dari Kabupaten Asahan. Hal itu sudah terlihat dalam manuvernya melakukan perjuangan dan

5

Asep Ridwan. Memahami Penentu Pemenang pada Pemilu 2004 di Indonesia, Jurnal Demokrasi dan HAM, (Jakarta: The Habibie Center, 2000), h.40.

lobby – lobby politik dari tahun 2000 hingga tahun 2008.

Ketiga, Peningkatan Aspek Manajemen Organisasi. Dalam peningkatan aspek manajemen ini GEMKARA dan Tim pemenangan OK Arya, melakukan tatanan atau susunan sistem yang baku karena disadari dengan sistem manajemen yang akuntabilitasnya baik dan militansi anggota yang terjaga, sangat dibutuhkan untuk menjalankan apa yang telah dibentuk oleh tim, sehingga program-program dan komunikasi antar anggota yang telah dibentuk sama seperti tujuan yang hendak dicapai dapat terwujud.

Penataan dan konsolidasi organisasi merupakan hal mendesak yang harus segera dilakukan, karena salah satu kunci sukses organisasi terletak pada kelengkapan struktur maupun mekanisme dalam seluruh tingkatan, yang menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan program dan sosialisasi partai di tingkat bawah.

Setelah beberapa kali melakukan pembekalan kepada tim lapangan yang telah dibentuk untuk pengembangan SDM dalam kaderisasi, kader-kader GEMKARA haruslah yang mempunyai kualitas SDM yang tinggi, baik dari sisi intelektual, spiritual dan emosional, sehingga bisa menjadi pemimpin di lingkungan maupun komunitas masing-masing.

Sejalan dengan terlaksananya sistem pembekalan yang dilakukan oleh GEMKARA melalui tim pemenangan OK Arya maka yang yang harus dilakukan adalah melakukan strategi untuk memasuki wilayah yang dimulai dari tingkat kecamatan kemudian ke desa-desa hingga memasuki dusun terpencil yang dianggap sebagai pemilih.

Salah satu program yang dirumuskan oleh GEMKARA dengan Tim Pemenangan OK

(5)

41

Arya untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat selaku pemilih adalah melalui bakti sosial, pendidikan politik kepada pemilih pemula dan kelompok yang ada, yang diwujudkan pada pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian pada masyarakat merupakan salah satu media penyampaian aspirasi rakyat atau media perjuangan rakyat. Dan dalam hal ini sudah terwujud dan GEMKARA adalah wadah penyampaian tersebut bukan mesin partai.

Dalam hal ini GEMKARA

mengkampanyekan OK Arya beserta pasangannya adalah sosok kandidat putra daerah yang sangat memahami permasalahan dan berjuang untuk Kabupaten Batubara. Hal ini dapa dilihat dari manifesto GEMKARA dalam program-progam dan strategi pemenangannya. Menurut Tim Pemenangan OK Arya yang juga anggota GEMKARA kelompok ibu rumah tangga juga memiliki peranan yang sangat penting dalam strategi politiknya. Hal ini disebabkan isu gender masih sangat kental di tengah-tengah masyarakat.

GEMKARA yang melakukan riset dan survei politik terhadap beberapa daerah pemilihan dengan cepat memetakan segmentasi pemilih. Dan melakukan strategi yang dianggap layak untuk meyakinkan konstituen agar memilih OK Arya pada pilkada Batu Bara 2008. Kemampuan media massa sebagai media dalam komunikasi politik, terutama dalam hal pelaksanaan kampanye telah menjadikan media massa sebagai alat agitasi dan propaganda untuk ikut serta mempublikasikan serta mengkampanyekan calon-calon legislatif dari partai ini kepada masyarakat luas. GEMKARA menilai bahwa peranan media massa sangat besar dalam mengangkat dan membesarkan namanya. Dalam upaya untuk menarik simpatisan sekaligus membentuk basis massa, maka GEMKARA melakukan strategi kampanye dengan pendekatan tokoh. Tokoh-tokoh

agama sangat diperlukan menjadi media interaksi masyarakat karena mereka telah dikenal cukup baik serta disegani dan biasanya menjadi panutan masyarakat di sekitarnya. Dengan komunikasi, terjalin suatu interaksi sosial dan komuikasi politik dari tokoh-tokoh tersebut kepada masyarakat, maka dengan cara seperti itu OK Arya akan mampu membentuk suatu basis massa di berbagai lapisan masyarakat.

Pada pemilu 1999, studi tentang penentu pemenang sudah ikut mewarnai pemilu pada saat itu, namun studi penentu pemenang kurang mendapatkan ruang sama sekali. William Lidle dan Saiful Mujani menemukan dua kesimpulan dalam memahami penentu pemenang pada pemilu 1999, Pertama, semakin memudarnya politik aliran ditingkat masa pemilih. Massa pemilih cenderung kurang memperdulikan aliran dari masing-masing partai politik. Kedua, ketokohan tetap menjadi variabel yang sangat penting dalam menarik dukungan massa pemilih. Para pemilih memilih partai bukan karena daya tarik terhadap partai dan programnya melainkan lebih karena ketertarikan terhadap tokoh yang ada dipartai tersebut.6

Penutup

Pemilu secara umum dapat dilihat sebagai sebuah institusi dimana rakyat dapat mempengaruhi keputusan publik. Adapun yang menjadi faktor penentu kemenagan OK Arya. Pertama, figur OK Arya di mata masyarakat yang begitu populer. Kedua, Adanya faktor organisasi GEMKARA. Ketiga, Peningkatan Aspek menjalankan Manajemen dalam Organisasi.

6

Asep Ridwan. Memahami Penentu pemenang Pada Pemilu 2004 di Indonesia, Jurnal Demokrasi dan HAM, (Jakarta: The Habibie Center, 2000), h.40.

(6)

42

Daftar Pustaka

Juliantara Dadang, 2004. Pembaruan Kabupaten,Yogyakarta: Pembaruan.

Kuncoro Mudrajad, 2003. Metode Riset Untuk

Bisnis dan Ekonomi, Jakarta : Erlangga.

Muhammad Yusuf Morna, Sejarah BatuBara dari

Masa ke masa, Perpustakaan arsip

dan Dokumentasi Kabupaten Batu Bara. Prihatmoko Joko J, 2005, Pemilihan Kepala

Daerah Langsung, Semarang: Pustaka

Pelajar.

Ridwan Asep, 2000. Memahami Penentu Pemenang pada Pemilu 2004 di Indonesia,

Jurnal Demokrasi dan HAM, Jakarta: The Habibie Center.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas tentang penggunaan metode unit teaching peningkatan hasil belajar menulis aksara jawa siswa kelas IV yang telah

Guru pamong yang membimbing mahasiswa praktikan bidang studi IPA adalah Abdul Basit, S.Pd. Beliau merupakan guru yang sangat sabar dan interaksi antara guru dengan peserta

Penelitian tentang pengaruh tingkat pengetahuan dan sikap mengenai iklan obat sakit kepala di televisi terhadap tindakan penggunaan obat sakit kepala di kalangan ibu rumah tangga

terhadap kamu di Mahkamah Tinggi Malaya di Kuala Lumpur oleh ...-nama pemiutang-...beralamat...dan Mahkamah telah memerintahkan bahawa Petisyen Pemiutang ini

Jika anda tertarik untuk membudidayakan tanaman buah berwarna merah ini, anda tidak perlu khawatir karena pada kesempatan kali ini JualBenihMurah.com akan memberikan ulasan

Tingkat kemampuan berfikir abstraksi peserta didik pada suatu kelas berbeda- beda. Berpikir abstrak dalam hal ini adalah suatu kemampuan menemukan cara- cara dalam

Responden yang berumur 20-35 tahun akan memiliki tingkat kematangan dan pengalaman yang lebih baik dibandingkan dengan Umur yang lebih muda, sehingga akan memiliki

Begitu juga dalam penelitian Mizruchi (2002) yang menyatakan bahwa perusahaan Interlocking Directorate terjadi ketika satu orang terkait dengan suatu organisasi dan