• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUATU TINJAUAN PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN OLEH TITIEK IREWATI ROSSY SEPTI W UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUATU TINJAUAN PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN OLEH TITIEK IREWATI ROSSY SEPTI W UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 2021"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

SUATU

PENGARUH

TERHADAP

UNIVERSITAS

SUATU TINJAUAN

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI

TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN

OLEH TITIEK IREWATI ROSSY SEPTI W

UNIVERSITAS GUNADARMA

JAKARTA

2021

ORGANISASI

PERUSAHAAN

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN

Era keterbukaan tanpa batas negara yang terjadi pada saat ini

menimbulkan tantangan berat bagi para pengelola manajemen organisasi atau perusahaan. Para pengelola harus sangat berhati-hati untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan sekaligus menjaga kelangsungan organisasinya agar mampu bertahan hidup. Periode keterbukaan ini membuat batas geografis antar negara tidak lagi menjadi penghalang bagi setiap organisasi untuk mengembangkan usahanya sehingga persaingan industri tentu semakin tinggi. Untuk dapat menghadapi kondisi tersebut, perusahaan – perusahaan Indonesia harus mampu mempersiapkan diri, membina organisasi, mempersiapkan sumber daya manusia dan sistem organisasi dalam upaya memenangkan persaingan dengan perusahaan asing.

Prioritas utama setiap perusahaan dan organisasi bisnis tentunya adalah mendapatkan dan mempertahankan konsumen sehingga kelangsungan hidup perusahaan terjaga. Perhatian yang sungguh-sungguh terhadap konsumen menjadi faktor penting. Pelayanan yang bermutu kepada nasabah atau konsumen akan membawa dampak tumbuhnya kepercayaan nasabah atau konsumen kepada perusahaan tersebut. Kepercayaan akan terbentuk jika secara internal pengelolaan sebuah perusahaan mampu mengarahkan dan menghasilkan sumber daya manusia tepercaya yang mempunyai kemampuan tinggi. Suatu faktor penting dalam hal ini adalah pengelolaan budaya organisasi. Dalam hal pemberdayaan sumber daya manusia agar menghasilkan karyawan yang profesional serta berintegritas tinggi pada perusahaan maka diperlukan suatu acuan baku tertentu. Acuan baku tersebut adalah budaya organisasi yang secara sistematis dapat menuntun para karyawan untuk meningkatkan komitmen kerja pada perusahaan. Budaya organisasi pada umumnya merupakan pernyataan filosofis perusahaan atau organisasi tersebut. Suatu tuntunan yang mengikat karyawan karena dirumuskan kedalam peraturan dan ketentuan perusahaan. Pembakuan budaya organisasi dapat membentuk sikap dan perilaku karyawan yang sesuai dengan visi, misi dan strategi perusahaan.

(3)

Perusahaan umumnya terdiri dari berbagai divisi/bagian, jenjang kepegawaian maupun kelompok yang berbeda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh tugas tanggung jawab ataupun asal usul sumber daya manusianya. Perbedaan-perbedaan itu perlu dijembatani dengan penyusunan dan penerapan secara konsisten budaya perusahaan yang dapat berfungsi sebagai perekat organisasi. Para pakar manajemen berpendapat bahwa pada dasarnya budaya organisasi mencerminkan ideologi perusahaan, dapat bermula dari pemikiran dan falsafah seseorang yang berada pada posisi tertinggi perusahaan, sebagai landasan untuk membangun kebersamaan demi mencapai tujuan organisasi.

Budaya dapat memberikan warna identitas organisasi. Jika budaya telah melembaga dalam organisasi, pengaturan dan pengendalian karyawan atau setiap anggota organisasi menjadi lebih mudah sebagaimana apabila secara individu mengontrol dirinya sendiri. Budaya suatu perusahaan tidaklah harus statis atau tetap pada suatu periode tertentu. Budaya organisasi dalam suatu perusahaan dapat berubah dan bahkan perlu diubah apabila dirasakan oleh pimpinan / pucuk kekuasaan tidak sesuai lagi dengan visi dan misi perusahaan. Budaya perusahaan yang kohesif dan efektif akan tercermin pada kepercayaan, keterbukaan komunikasi, kepemimpinan yang terbuka, kemandirian kerja dan pertukaran informasi. Kekuatan budaya organisasi pada suatu perusahaan mampu menumbuhkan kemauan para karyawan untuk mencapai kinerja yang setinggi-tingginya.

Perusahaan multinasional McDonald’s merupakan contoh fenomena kekuatan nilai-nilai organisasi yang senantiasa ditegakkan oleh perusahaan. Meskipun Ray Kroc sang pelopor perusahaan telah meninggal dunia namun nilai-nilai organisasi masih tetap diterapkan oleh semua jajaran McDonald’s. Nilai budaya dalam McDonald’s menyatakan suatu komitmen untuk memberikan kualitas yang terbaik, pelayanan paling memuaskan, kebersihan dan nilai integritas dalam bekerja. Nilai-nilai ini tetap menjadi acuan dasar gerak organisasi. Para karyawan mampu menjaga dan memahami nilai – nilai organisasi sehingga perusahaan senantiasa memperoleh kepercayaan masyarakat (Robbins, 2001). Kemampuan adaptasi McDonald’s juga tampak dengan pengangkatan makanan lokal negara tempat perusahaan itu membuka cabang. Model budaya perusahaan semacam ini mampu membuat McDonald”s bertahan dan bahkan meningkatkan kinerjanya untuk tetap menjadi pemimpin dalam dunia industri fast-food yang demikian banyak kompetitornya.

(4)

Pemilihan dan penerapan budaya organisasi yang tepat dapat membawa perusahaan kepada perbaikan dan peningkatan produktivitas, yang berdampak pula kepada keseluruhan kondisi perusahaan. Kinerja perusahaan merupakan hasil pengelolaan dari berbagai sumberdaya yang dipunyai perusahaan. Kinerja perusahaan dapat dipandang dalam dua aspek yaitu kinerja perilaku (behavior) yang menggambarkan keseluruhan sistem perusahaan untuk menerjemahkan nilai budaya organisasi menjadi perilaku perusahaan, sedangkan kinerja keuangan (finansial) merupakan hasil dari pengaruh perilaku tersebut terhadap perbedaan perolehan pendapatan dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Kinerja perilaku yang baik akan menghasilkan kinerja keuangan yang baik pula.

Sebagai salah satu aspek internal perusahaan, bagaimanakah pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perusahaan ? Demikianlah paper ini berusaha untuk menjawab pertanyaan tersebut melalui telaahan beberapa penelitian yang menyangkut budaya organisasi dan kinerja perusahaan.

(5)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 BUDAYA ORGANISASI 2.1.1 Definisi

Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat

dan kelompok manusia untuk jangka waktu yang lama. Menurut Stoner (1995), budaya merupakan gabungan berbagai asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora dan berbagai ide lain untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Integrasi budaya dalam suatu usaha bisnis berdasarkan strategi perusahaan menyebabkan lahirnya “budaya organisasi” yang dapat berperan sebagai perekat segenap keterhubungan fungsi yang ada dalam perusahaan. David (2011) menyatakan, umumnya budaya oganisasi sulit mengalami perubahan. Keberadaan budaya organisasi dapat menjadi kekuatan atau bahkan kelemahan bagi perusahaan.

Menurut Schein (1992), budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota organisasi dan dapat membedakan organisasi itu dari organisasi lain. Pola dan sistem makna bersama ini dipelajari oleh para anggota organisasi untuk membantu mengatasi masalah-masalah. Matsumoto (1996) memberikan batasan budaya organisasi sebagai seperangkat sikap, nilai-nilai, keyakinan dan perilaku yang dipegang oleh sekelompok orang dan dikomunikasikan antar generasi. Menurut Robbins (2001), budaya organisasi dimaknakan sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah atau pelanggan. Sistem pemaknaan bersama ini merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi. Budaya organisasi merupakan karakteristik organisasi dan bukanlah individu para anggotanya.

Berbagai batasan tersebut dapat dinyatakan bahwa budaya organisasi adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi, yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara berkesinambungan. Sistem nilai tersebut mengikat, berfungsi sebagai perekat dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.

(6)

Budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi. Pertama : budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal ini berarti budaya organisasi menciptakan pembedaan yang jelas antara organisasi satu dengan yang lain. Ke dua : budaya oganisasi membawa suatu identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ke tiga : budaya organisasi mempermudah timbulnya pertumbuhan komitmen pada sesuatu kondisi yang lebih luas dibandingkan hanya masalah kepentingan diri individual. Ke empat : budaya organisasi meningkatkan kemantapan sistem sosial (Robbins, 2001).

Berdasarkan aspek sosial, budaya organisasi berfungsi sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dilakukan dan atau dikatakan oleh para karyawan. Budaya juga berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan (Gordon, 1991). Masing masing elemen budaya organisasi itu harus dipelajari karena masing-masing elemen mempunyai karakteristik yang berbeda. Sobirin (2007) mengelompokkan elemen sebagai elemen idealistik dan elemen perilaku.

Elemen idealistik : elemen yang menjadi ideologi organisasi yang relatif bersifat stabil walaupun organisasi secara alamiah harus berubah dan beradaptasi dengan lingkungan. Elemen ini tidak tampak ke permukaan, hanya diketahui orang – orang tertentu saja. Hal ini dinyatakan dalam bentuk visi dan misi organisasi.

Elemen behavioral / perilaku : merupakan elemen yang nampak, muncul ke permukaan dalam bentuk perilaku keseharian para anggota organisasi. Berdasarkan inilah orang luar mengamati dan memandang suatu organisasi.

Elemen idealistik dan elemen behavioral ini merupakan dua hal yang tak terpisahkan sebab keterkaitan kedua elemen ini yang membawa ke perwujudan budaya organisasi. Hanya saja elemen behavioral lebih mudah mengalami perubahan karena langsung bersinggungan dengan lingkungan eksternal organisasi.

2.1.2 Karakteristik Budaya Organisasi : Menurut Robbins (2001)

- Adanya inovasi dan keberanian mengambil risiko : sejauhmana anggota organisasi mampu berinovasi dan keberanian menghadapi risiko dalam pelaksanaan tugas.

(7)

- Perhatian terhadap detil pekerjaan : kemampuan anggota organisasi memperhatikan hal-hal yang rinci dalam pekerjaan.

- Berorientasi kepada hasil : sejauhmana pemusatan pada hasil, bukan hanya proses pengerjaan.

- Berorientasi kepada manusia : sejauhmana manajemen memperhitungkan pengaruh hasil kerja perorangan

- Berorientasi kepada tim kerja : sejauhmana anggota organisasi bekerja dalam tim, bukan hanya sebagai individu

- Agresif : kemampuan anggota untuk bekerja tidak dengan santai - Stabil : sejauh mana manajemen dapat mempertahankan stabilitas

perusahaan atau organisasi. Menurut Schein (1992)

- Adanya nilai dominan yang diajukan perusahaan - Adanya filosofi yang menuntun kebijakan organisasi - Norma perilaku keterlibatan individu dalam kelompok kerja - Kondisi politik kenegaraan

- Aturan permainan yang ada dalam organisasi

- Iklim kerja yang menggambarkan kondisi interaksi para karyawan - Perilaku para karyawan ketika mereka berinteraksi (bahasa, sikap)

Gambaran majemuk mengenai suatu organisasi atau perusahaan dapat kita peroleh apabila kita melakukan penelisikan organisasi berdasarkan karakteristik-karakteristik tersebut.

Adanya budaya organisasi yang kohesif atau efektif tecermin pada kepercayaan, keterbukaan, komunikasi dan kepemimpinan yang disadari dan didukung oleh para titik pelaku organisasi dengan adanya pemecahan masalah oleh kelompok, kemandirian kerja dan pertukaran informasi. Suatu budaya organisasi yang kuat meletakkan kepercayaan-kepercayaan, tingkah laku dan cara meletakkan sesuatu hal tanpa perlu mencari penegasan lebih dahulu.

2.2 Pembentukan Budaya Organisasi dan Dinamikanya

Budaya suatu organisasi tidak muncul begitu saja dari suatu ketiadaan. Umumnya budaya organisasi berawal dari filsafat para pendirinya. Budaya ini akan sangat mempengaruhi kriteria yang dipergunakan perusahaan atau organisasi untuk memilih dan mempekerjakan karyawan sebagai anggota tetap organisasinya. Unsur-unsur pembentuknya ditentukan oleh beberapa hal (David, 2011), yaitu :

- Lingkungan usaha : lingkungan di tempat perusahaan beroperasi akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan untuk mencapai keberhasilan tujuan organisasi.

(8)

- Nilai-nilai : merupakan konsep dasar dan keyakinan suatu organisasi - Panutan atau keteladanan : orang-orang yang menjadi panutan atau

keteladanan para karyawan karena keberhasilannya

- Upacara-upacara : acara-acara rutin yang diselenggarakan perusahaan dalam rangka menghargai para karyawan

- Jaringan Kerja : jaringan komunikasi informal di dalam perusahaan yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai budaya organisasi . Pembentukan budaya organisasi diawali oleh proses penyesuaian yang dikenal sebagai tahapan :

- Sosialisasi, yaitu proses yang mengadaptasi para karyawan pada budaya organisasi. Proses sosialisasi dapat dijelaskan sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap, yaitu : (1) Pra kedatangan : terjadi sebelum seseorang anggota baru bergabung dalam organisasi. (2) Perjumpaan : anggota menilai seperti apakah organisasi tempatnya bergabung, anggota baru tersebut menghadapi kemungkinan perbedaan antara kenyataan dan harapannya. (3) Metamorfosis : pada tahap ini perubahan yang relatif tahan lama akan terjadi. Anggota organisasi akan menguasai ketrampilan yang diperlukan untuk pekerjaannya.

(Robbins, 2001)

Apabila anggota organisasi berhasil melakukan perannya dan melakukan penyesuaian nilai dan norma bersama kelompoknya, maka akhirnya proses pembentukan budaya organisasi ini berdampak pada produktivitas kerja, komitmen pada tujuan organisasi dan keputusan akhirnya untuk tetap bersama organisasi itu.

Sosialisasi budaya kepada para karyawan dapat dengan beberapa cara, yaitu (Moeljono,2003) :

- Cerita : cerita-cerita ini berisi dongeng suatu peristiwa mengenai pendiri organisasi, pelanggaran peraturan, sukses dari miskin ke kaya, pengurangan angkatan kerja, lokasi karyawan, reaksi terhadap kesalahan masa lalu dan mengatasi masalah organisasi

- Ritual : merupakan deretan berulang kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang paling penting, dan mana yang dapat dikorbankan

- Lambang Materi : lambang materi mengantarkan kepada para karyawan : siapakah yang penting, sejauh mana egalitarian yang diinginkan oleh eksekutif puncak dan jenis perilaku yang dimunculkan (pengambilan risiko, gaya konservatif, otoritas, partisipatif, individualistis atau sosial)

(9)

- Bahasa : banyak organisasi dan unit di dalam organisasi yang mempergunakan bahasa sebagai suatu cara untuk mengadakan identifikasi anggota suatu budaya atau sub budaya. Belajar akan bahasa menunjukkan penerimaan anggota terhadap budaya dan membantu melestarikannya (Moeljono, 2003).

Menurut Yong dalam Moeljono (2003), dalam proses pengembangannya, budaya organisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor kebijakan perusahaan (corporate wisdom), gaya perusahaan (corporate style) dan jati diri perusahaan (corporate identity). Budaya organisasi dalam suatu perusahaan membuat suatu pekerjaan menjadi lebih menyenangkan sehingga perlu dipelihara keberadaannya. Adanya komitmen seluruh organisasi yang dimulai dari pemimpin puncak hingga karyawan lapis terbawah merupakan persyaratan mutlak untuk tetap terpeliharanya budaya organisasi. Pemenuhan komitmen tidak hanya keterkaitan secara fisik tetapi juga secara mental.

Setiap organisasi mempunyai budaya tersendiri yang bersifat spesifik karena setiap organisasi mempunyai kepribadian yang khas tertentu. Budaya organisasi dapat berjalan stabil sepanjang waktu tetapi sesungguhnya budaya tidak pernah statis. Adanya masalah dan krisis yang dihadapi organisasi membuat organisasi harus melakukan evaluasi terhadap nilai nilai tertentu (Schein, 1992). Perubahan budaya organisasi yang menyangkut nilai-nilai yang diyakini lama memerlukan waktu dan kehati-hatian terutama pada organisasi besar dengan banyak sub struktur. Dalam hal perubahan budaya, Brown(1998) menyatakan ada hal-hal yang harus diperhatikan yaitu :

- Skala perubahan : bagaimana keluasan perubahan yang harus dilakukan, perubahan dalam skala kecil disebut incremental atau tambal sulam

- Tempat perubahan : dimanakah perubahan apakah lokus perubahan pada tingkat bawah, menengah atau atas

- Alamiah perubahan : kaitan perubahan dengan iklim organisasi, apakah mempengaruhi perilaku individu serta kinerja.

- Skala waktu : berapa lama proses perubahan berlangsung 2.3. Kekuatan Budaya Organisasi

Suatu budaya dapat tumbuh menjadi sangat kuat apabila terdapat banyak nilai, pola, perilaku, praktek bersama, dapat terkait satu sama lain secara erat. Menurut Schein (1992), beberapa komponen yang cenderung mempengaruhi kekuatan budaya organisasi :

(10)

- Kepemimpinan - Rasa pada tujuan

- Iklim kebersamaan dalam organisasi - Kondisi tim kerja

- Value add system

- Kompetensi yang diinginkan - Pengembangan secara indiviual

Di antara faktor-faktor tersebut, ternyata faktor kepemimpinan sangat menonjol. Komitmen dan kesungguhan tekad dari pimpinan puncak suatu organisasi merupakan faktor utama terlaksananya suatu budaya di perusahaan. Pada suatu perusahaan dengan budaya organisasi yang kuat, hampir semua anggotanya menganut seperangkat nilai-nilai dan metode menjalankan bisnis yang konsisten. Para karyawan baru pun dapat mengadopsi nilai-nilai organisasi dengan sangat cepat. Gaya dan nilai nilai suatu budaya yang kuat pun tidak akan banyak beubah walaupun ada pergantian pimpinan puncak karena akar-akarnya sudah mendalam.

2.4. Dimensi Budaya Organisasi

Budaya organisasi terdiri dari beberapa dimensi. Menurut Sobirin (2007) terdapat enam dimensi budaya organisasi yaitu :

1). Orientasi proses versus orientasi hasil : terlihat dari perilaku anggota organisasi yang mematuhi ketentuan, prosedur dan kebijakan organisasi. Budaya orientasi hasil tidak memedulikan cara pencapaian hasil, memenuhi aturan atau tidak, yang penting organisasi memperoleh hasil / tujuan tercapai.

2). Orientasi pegawai versus orientasi pekerjaan : dimensi ini menggambarkan lingkungan internal organisasi yaitu para pegawai menginginkan pihak organisasi memperhatikan kepentingan pegawai terlebih dahulu. Sedangkan pada budaya berorientasi pekerjaan menginginkan anggota organisasi harus mendahulukan pekerjaan sebelum memperoleh pemenuhan kepentingan dirinya.

3). Orientasi parochial vs profesional : Parochial menggambarkan tingkat ketergantungan karyawan pada atasan yang kuat. Karyawan

merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari organisasi. Pada sistem profesional,kehidupan pribadi karyawan terlepas dari

organisasi. Hubungan mereka dengan organisasi adalah karena kompetensi mereka dalam menjalankan tugas.

(11)

4). Sistem terbuka vs sistem tertutup : Pada sistem terbuka, organisasi lebih responsif terhadap perubahan sehingga timbul organisasi pembelajar. Pada sistem tertutup, organisasi seperti mesin yang hanya mengikuti pola yang sudah ada tanpa banyak perubahan. 5) Pengawasan ketat vs pengawasan longgar : budaya organisasi yang longgar berdampak pada timbulnya karyawan yang tidak disiplin, tidak peduli pada target waktu dan biaya.

6). Budaya pragmatis vs normatif : Budaya pragmatis menjadikan organisasi yang berorientasi pada konsumen. Konsumen adalah segalanya. Aturan dan prosedur dapat dilanggar untuk memenuhi kemauan konsumen. Sedangkan organisasi yang mengikuti budaya normatif menggambarkan sikap bahwa organisasi punya tanggung jawab moral untuk menjaga aturan-aturan tersebut.

Organisasi yang efektif adalah organisasi yang memiliki budaya adaptif namun sangat konsisten, dapat diprediksi dan tanggap pada keterlibatan individu tetapi bertindak dalam konteks tujuan perusahaan (Denison, 2006). Kesiapan para pengelola bisnis untuk meningkatkan kinerja perusahaannya sangat tergantung dari kesiapan mereka mengintegrasikan situasi internal dan beradaptasi dengan lingkungan eksternal yang semakin kompetitif dan kompleks. Menurut Denison (2006), ada 4 model budaya :

- Adaptabilitas : mudah berubah, fokus utama pada pelanggan, senantiasa mengupayakan “organizational learning”

- Keterlibatan (involvement) : orientasi kerja tim, upaya pengembangan kapabilitas dan pemberdayaan karyawan

- Missi : mengarahkan diri pada tujuan dan pencapaian strategis

- Konsisten : pengembangan nilai-nilai inti, pengupayaan koordinasi dan integrasi

2.4. Budaya Organisasi dan Kinerja Organisasi 2.4.1 Pengertian Kinerja

Suatu sistem sosial atau sistem kerja sama manusia sebagaimana organisasi selalu mempunyai tujuan tertentu. Tujuan itu dapat bersifat profit, pelayanan ataupun sifat tujuan yang lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, organisasi menetapkan target target tertentu. Realisasi pencapaian tujuan tersebut merupakan hasil kerja atau kinerja.

(12)

Kinerja sering didefinisikan sebagai hasil dari strategi yang dipergunakan oleh perusahaan, merupakan suatu kombinasi fenomena multi-dimensional yang menyangkut berbagai obyek. Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi, seperti yang ternyatakan dalam perencanaan strategis perusahaan (Sembiring, 2012). Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diproduksi dari fungsi jabatan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Pencapaian kinerja merupakan proses yang memerlukan sejumlah sumber daya seperti uang, orang, alat dan waktu. Kinerja adalah tingkat pencapaian kebijakan, program atau kegiatan dengan mempergunakan sejumlah sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Bagi suatu organisasi, kinerja merupakan hasil kegiatan kerja sama para anggota atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi (Moradi, Sofari, Torkestani, 2013)

Pemikiran tentang kekuatan budaya organisasi dan hubungannya dengan kinerja meliputi tiga hal (Moeljono,2003) : - Penyatuan tujuan : dalam sebuah perusahaan dengan budaya yang

kuat, karyawan cenderung berusaha mengikuti himbauan pelaksanaan nilai-nilai budaya tersebut.

- Budaya yang kuat sering dikatakan membantu kinerja bisnis karena menciptakan suatu tingkatan luarbiasa dalam diri karyawan

- Budaya yang kuat membantu kinerja karena memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang kaku dan dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi. Filosofi dasar, semangat dan keinginan sebuah organisasi lebih banyak berpengaruh terhadap pencapaian prestasi relatif dibandingkan dengan sumber teknologi, ekonomi, struktur organisasi, inovasi dan ketepatan waktu. Kesemua itu dipengaruhi juga oleh seberapa kuat pimpinan organisasi dan para pengisi organisasi yakin akan falsafah dasarnya dan bagaimana mereka menjalankan dengan setia (Kotter dan Hesket, 1992).

2.4.2 Pengukuran Kinerja Organisasi

Hasil akhir pengukuran kinerja adalah informasi tentang kinerja organisasi. Kejelasan informasi tentang hal-hal yang diukur dari suatu organisasi haruslah menjadi kesepakatan bersama. Hal ini mempengaruhi motivasi, sikap dan perilaku setiap anggota organisasi.

(13)

Menurut Bacal (2001), dua faktor utama menjadi penyebab kesuksesan organisasi dalam meraih tujuannya yaitu : faktor individual, semua faktor yag berhubungan dengan individu dan faktor sistem, yaitu semua faktor yang berada dan bersumber di luar kendali para pegawai secara individual semisal prosedur kerja, sarana, sistem penghargaan. Kinerja organisasi merupakan tanggung jawab setiap anggota organisasi. Kinerja anggota organisasi dipengaruhi oleh bagaimana kemampuan, pengetahuan, perilaku dan motivasi para anggota. Pengelompokan kerja anggota menyebabkan kinerja kelompok menjadi tolok ukur dari kinerja organisasi (Sembiring, 2012).

Menurut Mahmudi(2007), hubungan kinerja organisasi, kelompok dan individu sbb :

KinerjaIndividual Kinerja Kelompok Kinerja Organisasi Pengukuran kinerja menyangkut tahapan :

1. Penetapan tujuan, sasaran dan strategi organisasi : hal ini disusun berdasarkan visi dan misi yang tercantum pada dokumen pendirian 2. Perumusan indikator dan ukuran kinerja : perumusan ini untuk

menghindari subyektivitas pengukuran kinerja

3. Pengukuran tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran organisasi : pengukuran ini melalui pembandingan antara pelaksanaan program dan kegiatan dengan standar indikator yang telah ditetapkan

4. Evaluasi kinerja : evaluasi dapat dilakukan oleh internal organisasi ataupun pihak tertentu yang ahli dan bersifat independen.

Penilaian kinerja organisasi sebagai tonggak yang menunjukkan tingkat pencapaian tugas pokok dan fungsinya, apakah ada penyimpangan atau tidak. Jika ada penyimpangan, dapat segera dilakukan koreksi. Adanya pengukuran kinerja organisasi , kita dapat mengetahui keunggulan dan kelemahan organisasi sebagai dasar pengambilan keputusan serta pembuatan strategi organisasi pada masa berikutnya (Sembiring, 2012).

Pengukuran kinerja organisasi mencakup kinerja perilaku (behavioral performance) yang menyangkut hubungan kerja dalam organisasi dan kinerja keuangan (financial perfornance) yang mengangkut keuntungan biaya modal bergantung pada daya tarik industri serta daya saing perusahaan dalam industri ( Moradi, Safari dan Torkestani, 2013).

(14)

BAB III

ANALISIS KOMPARATIF

3.1 Penelitian Mengenai Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Organisasi

Pemahaman mengenai fungsi dan peranan organisasi lebih mendalam sangatlah penting untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan dan strategi yang terarah akan berdampak positif pula pada masyarakat dan lingkungan. Budaya organisasi yang kuat akan mengarahkan pada pencapaian sasaran dan tujuan organisasi. Para anggota organisasi dengan segala daya upaya , berusaha dengan penuh inisiatif dan antusiasme bersatu menuju arah yang sama dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara tidak boros. Kinerja organisasi dapat dicapai dengan cara yang baik bagi setiap anggota organisasi. Penelitian-penelitian mengenai hal budaya organisasi dan kinerja organisasi telah banyak dilakukan yang menunjukkan pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja suatu organisasi.

3.1.1 Penelitian oleh Kotter dan Hesket (1992)

Budaya organisasi yang kuat mempengaruhi kinerja organisasi, hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian terhadap 207 perusahaan seperti Hewlett Packard, Xerox, Nissan dan First Chicago oleh Kotter dan Hesket (1992). Penelitian Kotter dan Hesket menunjukkan bahwa terdapat empat faktor yang menentukan perilaku manajemen suatu perusahaan atau organisasi, yaitu :

- Budaya organisasi

- Struktur, sistem, rencana dan kebijakan informal - Kepemimpinan

- Lingkungan yang teratur dan bersaing

Kesimpulan hasil penelitian mereka menunjukkan adanya :

- Budaya organisasi berdampak secara berarti terhadap kinerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang.

- Budaya organisasi menjadi faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan ataupun kegagalan suatu perusahaan

(15)

- Budaya organisasi yang kuat dan adaptif dapat mempengaruhi kinerja organisasi karena dengan dasar budaya organisasi tersebut seluruh anggota organisasi dapat berkomitmen memiliki organisasi, bersatu, bermotivasi dan berperilaku dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara bersama (Kotter dan Hesket, 1992).

3.1.2 Penelitian oleh Gordon dan Tomaso (1992)

Peneliti dari Rutgers University, Newark (NJ), George G. Gordon dan Nancy Di Tomaso mengadakan pengamatan terhadap 11 perusahaan asuransi di Amerika Serikat. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kekuatan budaya suatu organisasi dan nilai-nilai budaya yang mendasar dengan kinerja organisasi. Obyek penelitian yaitu perusahaan-perusahaan asuransi yang sudah lama beroperasi dalam kondisi lingkungan yang statis tetapi harus menghadapi perubahan dikarenakan adanya deregulasi dan timbulnya persaingan yang lebih kuat dengan perusahaan-perusahaan asuransi yang lain. Gordon dan Tomaso membuat tiga hipotesis penelitian sbb :

H1 : Semakin kuat budaya organisasi, semakin kuat pula kinerja keuangan perusahaan

H2 : Semakin tinggi perusahaan menjunjung nilai adaptasi, semakin kuat pula kinerja keuangan perusahaan

H3 : Semakin tinggi menempatkan nilai stabilitas, semakin lemah kinerja keuangan perusahaan

Kedua peneliti tersebut menetapkan metode penelitian sbb :

- Instrumen pengumpulan data : Pengumpulan data mengenai kekuatan dan nilai budaya organisasi dengan penyebaran kuesioner terhadap para manajer perusahaan yang menjadi sampel. Kuesioner ini mengukur persepsi para manajer mengenai : bagaimana perusahaan mereka beroperasi serta nilai-nilai yang menjadi perilaku perusahaan. Kuesioner dinyatakan dalam 61 butir dengan skala pendapat tujuh tingkat. Butir-butir kuesioner terbagi dalam 8 faktor yang mempunyai label sbb : 1) . Strategi perusahaan yang jelas (2). Pengambilan keputusan yang sistematis (3). Integrasi dan Komunikasi (4). Inovasi dan pengambilan risiko (5). Akuntabilitas (6). Orientasi tindakan (7). Kejelasan imbalan (8) Pengembangan dan promosi secara individual.

- Sampel : Sebelas perusahaan yang dijadikan obyek pengamatan kesemuanya bergerak di bidang asuransi jiwa / kesehatan. Partisipan

(16)

(responden) pada setiap perusahaan kesemuanya berada pada tingkat manajemen. Berdasarkan jumlah kuesioner yang kembali pada peneliti, jumlah partisipan untuk setiap perusahaan antara 34 sampai 132 orang (mean pada nilai 77 orang per perusahaan dan total

responden sebanyak 850 orang). - Pengukuran Budaya : Pengukuran variabel kekuatan budaya

dengan pembalikan / inversi dari setiap delapan faktor untuk setiap organisasi. Yaitu dengan menghitung simpangan baku dari rata-rata (nilai persepsi manajer) untuk setiap faktor. Semakin kecil nilai simpangan baku, menunjukkan semakin kuatnya budaya organisasi. Pengukuran nilai adaptabilitas merupakan kombinasi skala dari orientasi tindakan dan kemampuan inovasi. Sedangkan pengukuran stabilitas merupakan gabungan dari tiga faktor yaitu : integrasi dan komunikasi, pengembangan individu dan imbalan yang berkeadilan. - Pengukuran Kinerja Perusahaan : Sebagian besar perusahaan

sampel merupakan perusahaan asuransi yang bersifat “mutual” yang kepemilikannya oleh pemegang polis dan bukan oleh pemegang saham, sehingga tidak dapat mempergunakan indikator Return on Assets atau Return on Investment. Pada penelitian ini dipergunakan penilaian kinerja keuangan perusahaan yaitu : pertumbuhan assets, dan pendapatan premi baru dengan periode data dari tahun 1981 sampai 1987.

Hasil Penelitian : fakta hasil penelitian mendukung penerimaan hipotesis 1 yang menyatakan budaya organisasi yang kuat berhubungan dengan kinerja perusahaan dalam periode tahun-tahun pengamatan. Demikian juga fakta membawa ke penerimaan hipotesis 2 dan 3 bahwa perusahaan yang berada dalam industri yang dinamis, lebih mampu menghasilkan kinerja terbaik apabila mempunyai nilai adaptif yang kuat, dibandingkan apabila hanya memiliki nilai stabilitas yang kuat.

3.1.3 Penelitian oleh Hartijasti (2002)

Nilai-nilai dan keyakinan dasar para pendiri melahirkan sejumlah kebijakan dan kegiatan manajemen yang disebarkan kepada karyawannya secara lisan dan tertulis ataupun melalui perilaku. Menurut Denison (2006), perusahaan dapat menggabungkan nilai dan keyakinan, kebijakan dan praktek manajemen. hubungan antara keduanya akan menunjukkan keberhasilan, yang terlihat dari berbagai sifat hubungan seperti : sifat keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas dan penghayatan misi. Apabila keempat sifat budaya tersebut saling berintegrasi, masing-masing sifat akan mengimbangi sifat yang lain.

(17)

Bagaimana keterlibatan perusahaan berdasarkan sifat-sifat tersebut menjadi pusat perhatian Hartijasti (2002) mengenai budaya organisasi. Hartijasti melakukan penelitian pada tiga kelompok perusahaan yang bergerak di bidang jasa di Indonesia, yaitu asuransi jiwa, asuransi kerugian dan pengelolaan jalan tol.

Pada penelitian ini kinerja perusahaan diukur dengan mempergunakan rasio keuangan dari laporan tahun 1999 yang sudah diaudit.

Hasil pada penelitian ini : kelompok perusahaan asuransi jiwa ternyata memiliki konsistensi yang negatif. Sifat ini berarti pada perusahaan asuransi jiwa memiliki model keterlibatan yang “tidak teguh pada aturan”. Kondisi ini dapat disebabkan karena perusahaan asuransi jiwa harus tanggap dan adaptif terhadap lingkungan usaha yang semakin ketat persaingannya, baik dari perusahaan lokal maupun asing. Perusahaan asuransi juga harus tanggap terhadap model kebutuhan masyarakat akan produk asuransi.

Kelompok perusahaan asuransi kerugian memiliki sifat keterlibatan yang positif. Pembagian kerja pada kelompok perusahaan-perusahaan asuransi kerugian sudah cukup jelas sehingga mampu mengatur pekerjaannya masing-masing.

Kelompok perusahaan pengelola jalan tol pada penelitian ini memberikan konsistensi yang positif. Perusahaan-perusahaan ini senantiasa menjalankan sistem dan peraturan yang sudah baku. Kelompok perusahaan ini belum perlu bertindak sangat adaptif terhadap lingkungan karena persaingan pada kelompok perusahaan sejenis tidak terlalu tinggi.

3. 1. 4 Penelitian oleh Moeljono (2003)

Moeljono mengadakan penelitian mengenai hubungan faktor budaya organisasi dengan produktivitas pelayanan pada Bank Rakyat Indonesia. Budaya korporat BRI sebagai variabel bebas diukur melalui 4 faktor yaitu : integritas, profesionalisme, keteladanan dan penghargaan kepada sumber daya manusia. Produktivitas pelayanan dinyatakan dengan enam indikator yaitu : (1) etos kerja (2). Keselarasan dengan nasabah (3) Kemampuan menangani masalah nasabah (4) Kepuasan nasabah (5) Karyawan yang bermutu dan mampu diberdayakan (6) peningkatan mutu, jasa dan proses.

(18)

Hipotesis pada penelitian ini :

(1) Keempat faktor budaya perusahaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap keenam indikator produktivitas pelayanan (2) Keempat faktor budaya perusahaan BRI secara bersama-sama

berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas pelayanan terhadap nasabah oleh BRI.

Pengumpulan Data : Alat utama pengambilan data pada penelitian ini dengan memakai kuesioner. Untuk mengetahui kemampuan kuesioner sebagai instrumen pengumpul data, dilakukan uji coba sehingga akhirnya kuesioner dinyatakan layak untuk pengambilan data sesungguhnya.

Sampel : Sampel penelitian pada Kantor Pusat BRI di Jakarta, serta kantor wilayah BRI di Bandung, Palembang, Banjarmasin, Surabaya, Denpasar, Makassar dan Menado. Penyebaran kuesioner dikenakan pada 932 karyawan BRI dan 1465 nasabah BRI.

Pengukuran Variabel Budaya Perusahaan : Budaya perusahaan sebagai variabel independen diukur melalui 4 faktor yaitu : integritas, profesionalisme, keteladanan dan penghargaan terhadap sumber daya. Pendapat responden diukur melalui rata-rata dan simpangan baku nilai empiris terhdap nilai harapan .

Pengukuran Layanan Nasabah : sebagai bagian dari variabel dependen, layanan nasabah dinyatakan sebagai : umum dan kompetensi, keikhlasan dan kesediaan menolong. Pendapat responden juga diukur dengan rata-rata dan besar simpangan baku terhadap rata-rata harapan.

Pengukuran Produktivias Pelayanan Nasabah : variabel dependen yang dinyatakan melalui 6 indikator, demikian juga pengukuran dengan penghitungan rata-rata, simpangan baku dan juga uji Z.

Hasil penelitian : berdasarkan fakta hasil penelitian, hipotesis I dan 2 dapat diterima. Keempat faktor budaya, yaitu integritas, keteladanan, profesionalisme dan penghargaan pada SDM mempengaruhi besaran indikator pelayanan dan juga berperanan pada produktivitas pelayanan yang diakukan oleh BRI.

3.1.5 Penelitian oleh Uddin, Luva, dan Hossian (2012)

Di negara Bangladesh, Uddin, Luva dan Hossian mengadakan penelitian mengenai pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan dan produktivitas suatu perusahaan telekomunikasi.

(19)

Penelitian pada perusahaan multinasional ini untuk mengetahui aspek-aspek yang berperanan kuat dalam budaya organisasi serta karakteristiknya yang mempengaruhi kinerja organisasi. Metode penelitian dengan penelitian kualitatif yaitu melalui wawancara secara mendalam terhadap 34 responden. Para responden berasal dari

manajemen atas, menengah dan tingkat operasional. Berdasarkan wawancara dan observasi, pada perusahaan tersebut

terdapat persepsi bervariasi berdasarkan perbedaan posisi karyawan. Manajemen tingkat atas mempunyai pandangan lebih luas dan maju, mengupayakan agar para karyawan mampu menyatakan pandangan tersebut dalam bentuk aksi yang nyata. Karyawan operasional menjelaskan budaya melalui apa yang mereka lakukan dalam kegiatan sehari-hari.

Terlihat bahwa setiap anggota organisasi sangat menyadari tujuan utama organisasi yang diterjemahkan sebagai kewajiban untuk meningkatkan produktivitas. Kondisi ini sangat didukung oleh : lingkungan kerja yang positif (bersahabat dan nyaman), kemampuan adaptasi anggota organisasi, kemampuan kepemimpinan anggota sehingga mampu menyalurkan informasi dan tujuan organisasi. Perusahaan sangat memandang karyawan sebagai asset, bagian tak terpisahkan dari organisasi sehingga para karyawan bekerja pada perusahaan lebih karena mereka merasa sebagai bagian pula dari perusahaan dan menerima segala kesuksesan ataupun kegagalan perusahaan sebagai milik mereka sendiri pula.

3.2 Analisis Hasil-hasil Penelitian

Penelitian Kotter dan Hesket (1992) beserta penelitian oleh Gordon dan Tomaso (1992) merupakan tonggak peletak dasar bagi pemikiran-pemikiran serta penelitian-penelitian mengenai budaya organisasi di kemudian hari. Kotter dan Hesket tidak hanya mengamati perusahaan yang “sehat” tetapi juga perusahaan yang “berbudaya tidak sehat”. Mereka melacak bagaimana suatu budaya yang tidak sehat dapat juga muncul dari perusahaan yang sukses sekalipun. Kondisi budaya tidak sehat seperti arogansi, fokus / pandangan sempit, birokrasi berbelit menunjukkan ketidakmampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Penelitian para ahli ini akhirnya meletakkan faktor kepemimpinan sebagai faktor penting untuk mengatasi hal itu.

Penelitian oleh Gordon dan Tomaso memperlihatkan sumbangan nilai-nilai tertentu budaya organisasi terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini memperlihatkan nilai kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan sebagai hal yang penting bagi ketahanan dan keberlangsungan perusahaan. Kesimpulan ini

(20)

merupakan hasil dari suatu metode penelitian yang terinci variabel dan indikatornya untuk memenuhi tujuan penelitian. Kelemahan dari penelitian ini adalah responden tidak dikelompokkan berdasarkan level atau tingkatan dalam perusahaan. Hal ini berbeda dengan penelitian oleh Kotter dan Hesket (1992) yang melihat adanya peranan tingkatan atau posisi responden dalam perusahaan dengan persepsi dan

pandangan mereka terhadap budaya organisasi. Di Indonesia, berbagai penelitian mengenai budaya organisasi

telah dilakukan sejak tahun 2000. Hartijasti pada penelitiannya berusaha menggali kemampuan perusahaan jasa untuk memanfaatkan sifat-sifat budaya organisasi terhadap pembentukan kekuatan perusahaan. Sifat budaya tersebut yaitu dengan indikator : sifat adanya keterlibatan karyawan (penciptaan sense of ownership), adanya sifat konsistensi, adanya sifat adaptabilitas dan sifat penghayatan missi. Penelitian Hartijasti ini dapat mengungkapkan sifat konsistensi perusahaan asuransi jiwa yang negatif. Kondisi ini menggambarkan dinamika pada industri asuransi jiwa sehingga perusahaan harus tanggap dan adaptif terhadap perubahan – perubahan yang terjadi sehingga budaya organisasi pada perusahaan asuransi jiwa cenderung lebih terbuka, tidak terlalu kaku. Berbeda dengan asuransi jiwa, asuransi kerugian mempunyai sifat konsistensi yang positif. Pembagian kerja pada perusahaan ini sudah cukup jelas sehingga para anggota organisasi dapat mengatur pelaksanaan tugas dan pekerjaan masing-masing. Data penelitian juga memperlihatkan kecenderungan konsistensi positif perusahaan pengelola jalan tol , para pelaku organisasi berpandangan positif dan konsisten dalam menjalankan tata tertib dan peraturan.

Hal hubungan budaya organisasi dengan kinerja, penelitian Hartijasti ini belum mampu memperlihatkan adanya pengaruh dan hubungan kuat antara sifat budaya organisasi dengan kinerja perusahaan. Ditengarai faktor lingkungan / eksternal lebih kuat memberikan pengaruh terhadap kinerja terutama pada perusahaan asuransi yang pada periode pengamatan (tahun 1997 – 2001) mengalami perubahan regulasi yang mengatur pelaksanaan operasionalnya.

Kondisi pada perusahaan jasa asuransi dan jalan tol tersebut berbeda dengan yang terjadi pada perusahaan jasa keuangan lainnya yaitu pada Bank Rakyat Indonesia. Data hasil penelitian mendukung pernyataan dugaan adanya pengaruh positif dari keempat indikator budaya yang diamati yaitu adanya pengaruh integritas,

(21)

profesionalisme, keteladanan dan model penghargaan SDM terhadap produktivitas kerja karyawan Bank Rakyat Indonesia pada periode pengamatan tahun 2001.

Pada penelitian oleh Djokosantoso Moeljono ini, sumbangan efektif tiap faktor budaya organisasi yang diamati adalah faktor integritas, penghargaan terhadap SDM dan profesionalisme sebagai faktor yang dominan terhadap produktivitas kerja karyawan dalam pelayanan nasabah. Faktor keteladanan pada penelitian ini belum memberikan pengaruh yang kuat pada produktivitas karyawan.

Observasi juga memperlihatkan, adanya keluasan dan keragaman wilayah Indonesia memberikan ciri-ciri tertentu pada budaya organisasi BRI di setiap daerah walaupun secara pokok menampilkan hal yang sama. Kondisi ini tidaklah mengherankan karena pembentukan budaya organisasi berhubungan dengan lingkungan dan psikologis anggotanya.

Penelitian di negara berkembang lainnya, Bangladesh, yang kondisi masyarakatnya relatif homogen dibandingkan Indonesia memberikan pemahaman lebih komprehensif tentang peranan nilai-nilai budaya organisasi terhadap kinerja organsasi. Berbeda dengan beberapa penelitian yang lain, penelitian oleh Uddin, Luva dan Hossian ini memakai analisis kualitatif dengan metode triangulasi. Nilai-nilai budaya organisasi pada perusahaan obyek pengamatan tidak terlepas dari nilai-nilai budaya yang ada di negara Bangladesh tersebut.

Organisasi atau perusahaan mempunyai peranan penting pada pembentukan nilai-nilai budaya organisasi. Tujuan dan peraturan-peraturan perusahaan yang dinyatakan secara tegas memudahkan penerimaan karyawan terhadap ketentuan dan peraturan sebagai norma dan budaya yang harus mereka ikuti. Pada perusahaan telekomunikasi Bangladesh tersebut, faktor kepemimpinan dan keteladanan merupakan faktor penting untuk menimbulkan penerimaan karyawan terhadap nilai-nilai budaya organisasi yang diinginkan perusahaan. Hal ini menunjukkan juga nilai budaya perusahaan sebagai suatu perusahaan multinasional yang menganggap penghargaan terhadap karyawan sebagai hal yang sangat penting. Karyawan merupakan asset terpenting perusahaan. Penghargaan terhadap sumber daya manusia yang nyata ini membuat karyawan merasa sebagai bagian tak terpisahkan dari perusahaan. Kelemahan pada penelitian di Bangladesh ini yaitu tak adanya pengelompokan antara responden yang diwawancarai berdasarkan level / posisi manajerial dan pendidikan mereka.

(22)

BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan telaahan hasil-hasil penelitian mengenai peranan budaya organisasi terhadap kinerja organisasi, dapatlah diambil kesimpulan :

- Faktor tujuan perusahaan, visi dan misi serta strategi perusahaan yang digambarkan secara jelas dan tegas berperanan menumbuhkan kekuatan budaya organisasi di kalangan anggota.

- Kemampuan budaya organisasi dalam hal membantu perusahaan mencapai tujuan yang diinginkan (kinerja yang baik) dipengaruhi oleh kemampuan budaya organisasi tersebut melakukan adaptasi terhadap perubahan.

- Nilai budaya yang memungkinkan keterlibatan karyawan sebagai anggota organisasi untuk mempunyai rasa memiliki perusahaan berperanan meningkatkan kinerja perusahaan. Di Indonesia dan Bangladesh, faktor penghargaan terhadap sumber daya manusia serta integritas menentukan kekuatan budaya organisasi.

- Suatu kondisi budaya perusahaan yang baik dan sehat dapat berubah menjadi tidak sehat (timbulnya arogansi, birokrasi) apabila anggota organisasi kemudian salah menafsirkan strategi/visi misi perusahaan dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Budaya organisasi saat ini menjadi salah satu sumber keunggulan kompetitif. Pengelola organisasi harus memahami budaya sebagai salah satu determinan penentu kinerja organisasi. Pengelola organisasi sebagai pemimpin harus dapat menilai apakah budaya organisasi yang berlaku masih efektif ataukah tidak, sehingga dapat menentukan pentingnya melakukan perubahan budaya oganisasi sebagai cerminan kemampuan adaptasi organisasi.

(23)

4.2. REKOMENDASI PENELITIAN SELANJUTNYA

Faktor budaya organisasi dalam suatu perusahaan, walaupun telah banyak penelitian mengenai masalah tersebut, oleh karena sifatnya yang dinamis ternyata tetap menarik untuk diamati. Suatu perusahaan untuk dapat bertahan dalam menghadapi persaingan di era globalisasi saat ini memerlukan model budaya organisasi yang adaptif. Penelitian oleh Hertijasti mengenai sifat budaya organisasi perusahaan asuransi jiwa yang lebih fleksibel (kurang konsisten) dan hasil penelitian Moeljono mengenai pengaruh implementasi nilai-nilai budaya terhadap produktivitas perusahaan jasa keuangan menimbulkan pemikiran untuk penelitian lebih lanjut mengenai implementasi nilai-nilai budaya organisasi pada perusahaan asuransi jiwa.

Perusahaan asuransi jiwa sebagai suatu industri yang penuh persaingan dan harus mampu bertahan lama (going concern) seharusnya memanfaatkan pengembangan budaya organisasi sebagai salah satu bagian strategi jangka panjangnya. Penelitian mengenai faktor eksternal yaitu tingkat kompetisi dan faktor internal yaitu penerapan nilai budaya organisasi sebagai variabel

independen beserta pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan asuransi jiwa (baik behavior maupun finansial, variabel dependen)

dapat dilaksanakan untuk memperkuat pemahaman mengenai kemampuan perusahaan asuransi jiwa Indonesia untuk memperoleh

kinerja yang terbaiknya.

Pengetahuan dan evaluasi tentang bagaimana posisi perusahaan dalam struktur persaingan merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan strategi lebih lanjut. Posisi strategis perusahaan berperanan menentukan kemampuan perusahaan dalam

mencapai tujuan perusahaan lebih lanjut (David, 2011).

Adanya budaya organisasi yang dinamis adaptif di suatu perusahaan, apabila perusahaan menghadapi kompetisi yang tinggi, perusahaan justru dapat menghasilkan inovasi produk yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

Budaya Organisasi Kompetisi (eksternal Kinerja Perus. Asuransi Jiwa

(24)

22

DAFTAR PUSTAKA

Bacal, B. 2001. Performance Management (terjemahan). PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Brown, A. 1998. Organizational Culture. Pearson Education , Prentice-Hall, NewYork, NJ.

David, F. R. 2011. Strategic Management : Concept and Cases. PearsonEducation, Prentice-Hall, NewYork, NJ.

Dennison, D.R., 2006. Corporate CultureandOrganizational Effectiveness. , John Willey Sons, NY.

Gordon,J.R. 1991. A Diagnostic Approach to Organizational Behavior. Allyn and Bacon, New York

Gordon, G.G. and Nancy Di Tomaso, 1992. Predicting Corporate

Performance From Organizational Culture. Journal of Management Studies 29 : 6, nov 1992, pp.783 - 798

Graves, D. 1986. Corporate Culture , Diagnosis and Change : Auditing And Changing the Culture Organizations. Frances Publications, London.

Hartijasti, Y. 2002. Meningkatkan Kinerja Perusahaan Melalui Pengembangan Budaya Organisasi. Kertas Kerja pada Konferensi

APIO, Surabaya.

Kotter, P and Heskett, J.L. 1992. OrganizationalCulture and Performance. Free Press, NewYork, NJ.

Mahmudi, 2007. ManajemenKinerjaSektorPublik. UPP, STIM

Yogyakarta

Matsumoto, 1996. Culture andPsychology. BrookandCole

Publication Company, Washington.

Moeljono,D. 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. PT. ElexMedia Komputindo. Jakarta.

(25)

Moradi, P., Safari, A and M.S. Turkestani. 2013. Investigating the Impact of Organizational Culture on the Performance

Insurance Companies in Iran. World Journal of Management and Behavior Studies 1 (3), pp. 74-83.

Robbins, 2001. Organizational Behavior : Concept, Controversions and Applications. Prentice-Hall International Inc. NY

Schein, E.H. 1992. Organizational Culture and Leadership. Josey Bass, San Fransisco.

Sembiring, M. 2012. Budaya dan Kinerja Organisasi (Perspektif Organisasi Pemerintah). Fokus Media, Bandung. . Sobirin, A. 2007. Budaya Organisasi. UPP STIE YKPN, Jogjakarta. Stoner, James A.F. 1995. Management (terjemahan). Penerbit Erlangga. Jakarta.

Uddin, M.J., Luva, R.H and Saad M.M Hossian, 2013. Impact

Organizational Culture on Employee Performance and Productivity : A Case Study of Telecommunication Sector in Bangladesh. International Journal of Business and Management, vol. 8 no. 2, pp. 63 – 76.

Referensi

Dokumen terkait

Ties adalah nilai kesamaan pre-test dan post-test, disini menunjukkan nilai 0, yang artinya tidak ada nilai yang sama antara pre-test dan post-test ini menunjukkan ada

Berdasarkan dari data tersebut, maka faktor utama dalam penelitian ini adalah melihat bagaimana pengelolaan alokasi dana desa terhadap infrastruktur untuk kesejahteraan

Hanya saja, jika di dalam subbab kajian teori terdapat banyak hal yang bisa dijadikan indikator, maka di definisi operasional adalah indikator-indikator yang telah dipilih

Pasal 21 yang bersangkutan harus dilampiri fotokopi surat izin kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja atau Instansi yang berwenang. g) Pemotong pajak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik lagu anak (LA) secara musikal dengan memperhatikan kata-kata atau lirik yang ada dalam lagu anak

Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut; 1) Hasil pengujian menunjukkan pengaruh dari bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati

Walaupun tidak semua nilai-nilai asing itu memberikan dampak negatif bagi generasi muda, tetapi jika kita tidak jeli mengantisipasi, bukan tidak mungkin bangsa

Data primer dalam penelitian ini berupa variabel independensi, kompetensi, due profesional care, etika dan kualitas audit yang dikumpulkan melalui penyebaran