• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN INKLUSIF GENDER: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DASAR BERBASIS GENDER DI KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN INKLUSIF GENDER: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DASAR BERBASIS GENDER DI KOTA SEMARANG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN INKLUSIF GENDER: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DASAR

BERBASIS GENDER DI KOTA SEMARANG Puji Lestari1

Abstrak: Pendidikan nasional Indonesia sebagai wahana dan wadah pengembangan kualitas sumber daya manusia, perlu berwawasan gender, dalam artian tidak boleh mendiskriminasikan jenis kelamin tertentu atau bias gender. Dalam pendidikan harus ada unsur keadilan, keterbukaan dan keseimbangan gender. Hal ini sesuai dengan komitmen internasional maupun nasional yang telah menyepakati untuk menghapus kesenjangan gender dalam berbagai kehidupan termasuk bidang pendidikan. Perlu dilakukan penataan dalam setiap satuan dan jenjang pendidikan agar dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia responsif dan inklusif gender, baik dalam penentuan kebijakan, penganggaran, kurikulum, juga dalam pelaksanaan pembelajaran. Demikian dalam penetapan standar pelayanan minimal, perlu inklusif gender. Tahap penyusunan SPM pendidikan di Kota Semarang didahului dengan proses pengambilan data, analisa data, fokus group discussion. Faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan SPM Pendidikan di Kota Semarang adalah data pendidikan, geografi, demografi dan data statistik penduduk.Penyusunan SPM pendidikan dasar selama ini dilaksanakan sebagian besar belum memperhatikan perbedaan gender, demikian hasil wawancara dengan Bappeda Kota Semarang. SPM Pendidikan belum inklusif gender, namun dalam penyusunan standar pelayanan sering sudah mulai dengan adanya data pilah laki-laki dan perempuan walaupun hanya beberapa indikator saja yang tersedia secara terpilah. Faktor yang mempengaruhi penyusunan SPM pendidikan dasar di Kota Semarang adalah data dasar yang tidak komplit. Data mengenai pendidikan dasar yang disajikan sebagai dasar penetapan pelayanan tidak tersaji semua. Ini menghambat dan menjadi kendala dalam penyusunan SPM. Terkadang dibeberapa indikator, data tidak tersedia atau berubah. Ketika data yang tersaji tidak lengkap, standar pelayanan yang ditetapkanpun tidak akurat. Demikian dengan minimnya ketersediaan data pilah pendidikan dasar Kota Semarang yang dimiliki Dinas Pendidikan Kota Semarang membuat standar pelayanan yang ditetapkan menjadi bias gender, tidak peka gender dibeberapa indikator capaian. Pihak-pihak yang selama ini terlibat dalampenyusunan SPM pendidikan di Kota Semarang adalah Bidang Teknis di SKPD Dinas pendidikan, stake holder, Dewan Pendidikan, Akademisi, LSM Pendidikan, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Sebuah model terumus berdasarkan hasil penelitian ini.

Kata kunci: SPM, pendidikan, inklusif gender

PENDAHULUAN

Sejak berlakunya otonomi, daerah mempunyai kewenangan memberikan pelayanan publik di wilayahnya. Fungsi pelayanan publik menjadi salah satu

fokus perhatian dalam peningkatan kinerja instansi pemerintah daerah. Otonomi daerah dilaksanakan secara maksimal oleh daerah dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. Sayangnya,

1 Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas

(2)

hingga kini pelayanan pemerintah daerah maupun provinsi dinilai belum maksimal oleh masyarakat. Pelayanan publik yang diberikan instansi pemerintah (pusat, pemerintah propinsi, kabupaten, kota dan kabupaten serta kecamatan) kepada masyarakat merupakan perwujudan fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat.

Pelayanan publik hendaknya mampu menjangkau kebutuhan seluruh lapisan masyarakat Indonesia dengan segala kemajemukan yang ada. Demikian pelayanan yang diberikan tanpa memandang jenis kelamin, suku, ras, agama dan budaya.

Dalam rangka kelancaran penyelenggaraan pemerintahan daerah, disusunlah Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance. Selama ini, instansi pemerintah atau birokrat dalam menjalankan tugasnya seolah tanpa pedoman aturan yang telah ditetapkan.

Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik, perlu disusun Standar pelayanan minimal (SPM) oleh daerah. Standar Pelayanan Minimal merupakan jaminan adanya kepastian

bagi penerima pelayanan (masyarakat) untuk melakukan pengawasan terhadap akuntabilitas aparatur pemerintahan/ birokrasi baik pusat maupun daerah dalam pemberian pelayanan publik. SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian SPM, berupa masukan, proses, keluaran, hasil dan/atau manfaat pelayanan dasar. Permendagri 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal, memberikan acuan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dalam menyusun dan menetapkan SPM sesuai lingkup tugas dan-fungsinya. Selain itu juga Permendagri mengatur agar SPM yang disusun dan ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dapat diterapkan oleh Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota. Penyusunan SPM meliputi beberapa hal yakni jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM, indikator dan nilai SPM, batas waktu pencapaian SPM, dan pengorganisasian penyelenggaraan SPM.

Dalam menyusun dan menetapkan SPM, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(3)

1. konsensus, yaitu disepakati bersama oleh komponen-komponen atau unit-unit kerja yang ada pada departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang bersangkutan;

2. sederhana, yaitu mudah dimengerti dan dipahami;

3. nyata, yaitu memiliki dimensi ruang dan waktu serta persyaratan atau prosedur teknis;

4. terukur, yaitu dapat dihitung atau dianalisa;

5. terbuka, yaitu dapat diakses oleh seluruh warga atau lapisan masyarakat;

6. terjangkau, yaitu dapat dicapai bersama SPM jenis-jenis pelayanan dasar lainnya dengan menggunakan sumber-sumber daya dan dana yang tersedia;

7. akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan kepada publik; dan

8. bertahap, yaitu mengikuti perkembangan kebutuhan dan kemampuan keuangan, kelembagaan, dan personil dalam pencapaian SPM.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Urusan Peranan Wanita No 65 tahun 2009, menetapkan dan sekaligus menghimbau bahwa semua kebijakan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen memperhatikan prinsip kesetaraan gender. Departemen Pendidikan Nasional termasuk di dalamnya.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas) juga telah menetapkan bahwa sistem pendidikan Indonesia harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi managemen pendidikan. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, menjunjung hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Setiap warganegara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, tidak memandang laki-laki maupun perempuan.

Pendidikan nasional Indonesia sebagai wahana dan wadah pengembangan kualitas sumber daya manusia, perlu berwawasan gender, dalam artian tidak boleh mendiskriminasikan jenis kelamin tertentu atau bias gender. Dalam pendidikan harus ada unsur keadilan, keterbukaan dan keseimbangan gender. Hal ini sesuai dengan komitmen internasional maupun nasional yang telah menyepakati untuk menghapus kesenjangan gender dalam berbagai kehidupan termasuk bidang pendidikan. Perlu dilakukan penataan dalam setiap satuan dan jenjang pendidikan agar dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia responsif dan inklusif gender, baik dalam penentuan kebijakan, penganggaran, kurikulum, juga dalam pelaksanaan pembelajaran.

Pemerintah Kota Semarang juga telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan diberbagai dinas dan instansi. Berbagai fasilitas pelayanan publik harus lebih

(4)

didekatkan pada masyarakat, sehingga mudah dijangkau masyarakat. Di Kota Semarang, mengenai Standar Pelayanan Minimal telah diatur dengan Peraturan Walikota No. 14 Tahun 2005 tentang Standar Penyelenggaan Pelayanan Publik dan Keputusan Wali Kota Semarang Nomor 065/312. Namun, berdasarkan hasil penelitian sebelumnya -penelitian dengan dana PNBP FIS Unnes 2009 tentang Evaluasi akuntabilitas kebijakan pada Kecamatan Gunungpati, diperoleh data bahwa penyusunan SPM-SPM di Kota Semarang masih jauh dari yang diharapkan. Disinyalir penulis, SPM pendidikan untuk pendidikan yang telah disusun, masih belum inklusif gender yakni belum mengakomodasi kepentingan, issu, kebutuhan pelaku dan konsumen pendidikan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kebijakan, berupa studi yang mengarah pada tersusunnya model penyusunan SPM Pendidikan inklusif gender di Kota Semarang. Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif (Induktif) deskriptif.

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan berdasarkan pada wawancara, observasi dan penelitian kepustakaan atau library research. Data akan digali dari sumber data primer yakni dari Bappeda Kota Semarang, Dinas Pendidikan dan stake holder yang selama ini dilibatkan dalam penyusunan SPM pendidikan dasar di Kota Semarang. Serta berbagai sumber

pustaka yang berupa buku-buku ilmiah, peraturan perundang-undangan, Arsip pemerintah Kota Semarang, majalah, surat kabar dan sebagainya, yang berisi hal penting tentang SPM setiap tahun (lima tahun terakhir) yang pernah disusun dan dilaksanakan di Kota Semarang. Untuk menjaga kevalitan data, maka akan digunakan teknik

cross-check dalam penelitian ini.

Penelitian atau studi bermaksud mendeskripsikan model penyusunan SPM Pendidikan dasar Inklusif gender di Kota Semarang. Kajian ini akan memfokuskan dan meneliti tentang SPM pendidikan yang selama ini disusun di Kota Semarang sudah inklusif gender atau belum, faktor yang mempengaruhi penyusunan standar pelayanan minimal pendidikan (pendidikan dasar) pada perangkat unit pelayanan publik Pemerintah Kota Semarang, pihak-pihak yang dilibatkan dalam penyusunan SPM pendidikan inkusif gender untuk pendidikan dasar di Kota Semarang, dan indikator-indikator capaian yang harus diperhatikan dalam SPM pendidikan dasar inklusif gender di Kota Semarang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara/interview, kuesioner, dokumentasi dan observasi. Wawancara dilakukan terhadap para responden. Kemudian demi kelengkapan data yang diinginkan, dirancang pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) yang diikuti Dinas Pendidikan, stake holder pendidikan (LSM, Komite sekolah, pengawas, dewan pendidikan) dan masyarakat konsumen pendidikan. Selain itu dalam pengumpulan data juga

(5)

berdasarkan pada penelitian kepustakaan atau library research. Data ini akan digali dari berbagai sumber pustaka yang berupa buku-buku ilmiah, peraturan perundang-undangan, serta arsip-arsip dan dukomen SPM pada tahun sebelumnya. Untuk menjaga kevalitan data, maka akan digunakan teknik triangulasi dalam penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, penyusunan SPM di daerah ini disusun sebagai alat pemerintah pusat dan pemerintahan kota untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. SPM ditetapkan oleh pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Penerapan SPM oleh pemerintahan daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pelayanan dasar nasional.

SPM disusun berdasarkan prinsip bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertangungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian. SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidangyang bersangkutan. Penyusunan dan penetapan SPM pendidikan merupakan salah satu bentuk pelayanan dasar, salahsatunya perlu ditetapkan pelayanan pada pendidikan dasar.

Tahap penyusunan SPM pendidikan di Kota Semarang didahului dengan proses pengambilan data, analisa data, fokus group discussion. Faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan SPM Pendidikan di Kota Semarang adalah data pendidikan, geografi, demografi dan data statistik penduduk. Data pendidikan, ada dan tersedia dari Dinas Pendidikan Kota Semarang. Data yang tersedia meliputi APM, APK, nilai rata-rata UASBN, angka naik kelas, angka rata-rata ujian nasional, angka rata-rata, angka putus sekolah, angka lulus, sarana prasarana, dan lain-lain. Data disajikan untuk kepentingan sejauh mana dan pelayanan minimal apa yang bisa diberikan.

Faktor yang kedua yang diperhatikan oleh Pemerintah Kota Semarang yakni kondisi geografis. Faktor ini begitu signifikan mengingat kondisi geografis wilayah Kota Semarang yang berbeda yakni berada di dalam dan di pinggiran wilayah perkotaan. Juga perlu diperhatikan perbedaan secara geografis seperti Kecamatan Gunungpati yang ada di perbukitan (wilayah atas), Kecamatan Mijen yang ada dipinggir dengan Kecamatan Genuk yang berada diujung Timur. Letak geografis ini biasanya akan mempengaruhi APK, APM pendidikan, angka putus sekolah serta sarana prasarana. Dasar yang ketiga adalah data demografi. Demografi mempengaruhi dalam penyusunan SPM terkait dengan APK, APM, angka putus sekolah, angka lulusan.

(6)

Berdasarkan wawancara dengan Dinas Pendidikan, data pendidikan tidak signifikan dipengaruhi oleh demografi. Untuk data pendidikan Dasar Kota Semarang tidak ada persoalan. Minimalnya angka putus sekolah pada pendidikan dasar, besarnya presentase lulusan, sarana prasarana merata dapat dinikmati pada pendidikan dasar. Data berikutnya yang menjadi dasar adalah data statistik penduduk Kota Semarang.

Setelah data terkumpul, kemudian dilaksanakan analisa data. Data yang diperoleh biasanya dimiliki, disajikan oleh Dinas Pendidikan selanjutnya dianalisis. Analisis data ini disesuaikan dengan indikator capaian yang hendak disusun. Selanjutnya pelaksanaan focus group discussion (FGD) yang diprakarsai oleh Bappeda dan melibatkan berbagai pihak. Setelah itu, berdasarkan hasil FGD, data yang ada dan indikator capaian, mulai penyusunan dapat dilaksanakan.

Penyusunan SPM Pendidikan, secara umum mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007. Peraturan ini menetapkan tentang Petunjuk teknis penyusunan dan penetapan standar pelayanan minimal. Di SPM Kota Semarang, penetapan SPM didasarkan pada Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, PP nomor 65 tahun 2005 tentang pedoman penyusunan dan penerapan SPM, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 129a/U/2004 tentang standar pelayanan minimal bidang pendidikan.

Tahap awal dalam penyusunan standar pelayanan minimal (SPM) khususnya SPM Pendidikan dilaksanakan dengan mengkaji standar jenis pelayanan dasar yang sudah ada dan/atau standar teknis yang mendukung penyelenggaraan jenis pelayanan dasar yang bersangkutan yakni dengan menyelaraskan jenis pelayanan dasar yang bersangkutan dengan pelayanan dasar yang tertuang dalam konstitusi, RPJM nasional, RKP dan dokumen kebijakan nasional lainnya, serta konvensi/perjanjian internasional yang telah diratifikasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bappeda Kota Semarang, dalam menentukan rencana pencapaian dan penerapan SPM Pemerintah Kota Semarang memperhatikan kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar yakni meliputi target pelayanan dasar yang akan dicapai. Penetapan SPM pendidikan merupakan salah satu jenis pelayanan dasar. Jenis pelayanan dasar dalam hal ini merupakan bagian dari pelaksanaan urusan wajib. Pelayanan dasar merupakan pelayanan yang sangat mendasar yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal sehingga dijamin ketersediaannya oleh konstitusi, rencana jangka panjang nasional, dan konvensi internasional yang sudah diratifikasi, tanpa memandang latar belakang pendapatan, sosial, ekonomi, dan politik warga. Kriteria pelayanan yang diberikan didukung dengan data dan informasi terbaru yang Iengkap secara nasional serta latar belakang pengetahuan dan ketrampilan yang

(7)

dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan dasar, dengan berbagai implikasinya, termasuk implikasi kelembagaan dan pembiayaannya; dan tidak menghasilkan keuntungan materi.

Penentuan indikator dan nilai pelayanan ditentukan pada tingkat atau besaran sumberdaya yang digunakan, seperti sarana dan prasarana, dana, dan personil; tahapan yang digunakan, termasuk upaya pengukurannya, seperti program atau kegiatan yang dilakukan, mencakup waktu, lokasi, pembiayaan, penetapan, pengelolaan dan keluaran, hasil dan dampak;wujud pencapaian kinerja, meliputi pelayanan yang diberikan, persepsi, dan perubahan perilaku masyarakat.

Dalam penentuan SPM Pendidikan khususnya pada pendidikan dasar harus diperhatikan kondisi idaman yang telah ditetapkan secara nasional sampai dengan waktu yang ditetapkan. Selain itu, memperhatikan kemampuan, potensi, kondisi, karakteristik, prioritas Kota Semarang dan komitmen nasional. Database profil pelayanan dasar juga harus dipersiapkan sebagai dasar penentuan dan perumusan. Faktor kemampuan dan potensi daerah dalam hal ini meliputi kepegawaian di Kota Semarang, kelembagaan, kebijakan, sarana dan prasarana, keuangan, sumber daya alam dan partisipasi swasta/masyarakat.

Faktor kemampuan dan potensi ini nantinya akan digunakan untuk penentuan status awal yang terkini dari pencapaian pelayanan dasar di Kota Semarang, perbandingan antara status awal dengan target pencapaian dan

batas waktu pencapaian SPM yang ditetapkan oleh pemerintah, perhitungan pembiayaan atas target pencapaian SPM, analisis standar belanja kegiatan berkatian SPM, dan satuan harga kegiatan, dan perkiraan kemampuan keuangan dan pendekatan penyediaan pelayanan dasar yang memaksimalkan sumber daya daerah.

Penyusunan SPM Pendidikan dilaksanakan dengan tetap melihat essensi SPM dalam pelayanan publik. Pemerintahan Daerah menerapkan SPM sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri. SPM yang telah ditetapkan Pemerintah menjadi salah satu acuan bagi Pemerintahan Daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri.

Peranan Bappeda Kota Semarang selama ini dalam penyusunan SPM pendidikan adalah memfasilitasi kesesuaian SPM dengan target dan indikator dokumen perencanaan yang tertuang dalam dokumen perencanaan daerah yakni pada RPJM, RPJP dan RKPD. Rencana pencapaian SPM ini nantinya, dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Target tahunan pencapaian SPM di Kota Semarang dituangkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan

(8)

Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA SKPD) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.

Ruang lingkup penyusunan SPM di Kota Semarang, terdiri atas jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM, indikator dan nilai SPM, batas waktu pencapaian SPM, dan pengorganisasian penyelenggaraan SPM. Empat hal tersebut yang harus diperhatikan pada penyusunan SPM. Bagaimana indikator capaian

ditetapkan, pada capaian yang harus disesuaikan dengan indikator capaian literasi nasional.

Penentuan batas waktu pencapaian SPM ditentukan oleh status jenis pelayanan dasar yang bersangkutan pada saat ditetapkan, sasaran dan tingkat pelayanan dasar yang hendak dicapai, variasi faktor komunikasi, demografi dan geografi daerah, dankemampuan, potensi, serta prioritas nasional dan daerah.

Jika dilihat lebih lanjut, Model penyusunan SPM Pendidikan dasar di Kota Semarang selama ini, dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Penyusunan SPM Pendidikan Dasar di Kota Semarang Inklusifitas Gender pada SPM

Pendidikan Dasar Kota Semarang Penyusunan SPM Pendidikan dasar selama ini dilaksanakan sebagian besar belum memperhatikan perbedaan

gender, demikian hasil wawancara dengan Bappeda Kota Semarang. SPM Pendidikan belum inklusif gender, namun dalam penyusunan standar pelayanan sering sudah mulai dengan Bappeda Kota Semarang DinasPendidikan Kota Semarang 1. Usulan SPM Pendidikan dasar 2. Usulanmasukkesekretariat/ bidang

3. Pengumpulan data pendidikan

5. Analisa data 4. Sajian data pendidikan

dasar

6. FGD (penentuan target capaian, indikator,dll) Masyarakat, stake holder pendidikan Kota Semarang 7. Keterlibatandlm FGD 9. Ditetapkan 8. Disesuaikan/dikonsultasikan

(9)

adanya data pilah laki-laki dan perempuan walaupun hanya beberapa indikator saja yang tersedia secara terpilah.

Hasil observasi dan dokumentasi serta hasil wawancara, diperoleh data mengenai pendidikan dasar di Kota Semarang. Pada beberapa indikator, data pilah sudah tersedia dan dapat diakses oleh publik. Data pilah yang tersedia di Kota Semarang tahun 2008 dan 2009, misalnya angka partisipasi anak, angka siswa yang melanjutkan ke SMP/MTS, ketersediaan guru SD/MI yang mencukupi serta angka partisipasi kasar.Guru SD terdata pada Dinas Pendidikan sejumlah 4948 orang guru SD dengan jumlah guru perempuan 2723 orang dan guru laki-laki sejumlah 2225 orang.

Indikator lainnya masih belum terdapat data pilah. Misalnya angka partisipasi murni di Kota Semarang 89,65% namun tidak terpilah. Demikian data yang lain seperti angka putus sekolah, angka lulusan pendidikan dasar (SD dan SMP) belum terpilah sampai dengan tahun 2009.

Kondisi tersebut, menunjukkan bahwa dalam penyusunan SPM tidak didukung oleh adanya kelengkapan data yang terpilah atara laki-laki maupun perempuan. Data pilah penting bagi penyusunan SPM, agar tepat sasaran dalam artian tidak boleh mendiskriminasikan jenis kelamin tertentu atau bias gender. Harus dipilah, kiranya mana yang untuk laki-laki dan apakah subyeknya perempuan. Misalnya jika data pilah yang tersedia menunjukkan angka putus sekolah

perempuan lebih besar dibandingkan angka putus sekolah laki-laki, maka harus diperhatikan dan dicari mengapa ini terjadi. Demikian perlu diperhatikan langkah-langkah preventif agar kesenjangan tersebut terjadi. Dalam pendidikan harus ada unsur keadilan, keterbukaan dan keseimbangan gender. Hal ini sesuai dengan komitmen internasional maupun nasional yang telah menyepakati untuk menghapus kesenjangan gender dalam berbagai kehidupan termasuk bidang pendidikan. Perlu dilakukan penataan dalam setiap satuan dan jenjang pendidikan agar dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia responsif dan inklusif gender, baik dalam penentuan kebijakan, penganggaran, kurikulum, juga dalam pelaksanaan pembelajaran. Penataan yang dimaksud seperti penataan data yang terpilah dalam pendidikan.

Jika data yang tersedia untuk penyusunan SPM saja belum terpilah dibeberapa indikator --antara data laki-laki dan perempuan--, maka SPM pendidikan untuk pendidikan yang telah disusun masih belum inklusif gender yakni belum mengakomodasi kepentingan, issu, kebutuhan pelaku dan konsumen pendidikan. Selain ketersediaan data, secara teknis seharusnya pada SKPD-SKPD sudah dilaksanakan sosialisasi tentang Peraturan Menteri Urusan Peranan Wanita no 65 tahun 2009. Namun sosialisasi belum pernah dilakukan pada Bappeda Kota Semarang. Demikian pada aktor-aktor yang dilibatkan dalam penyusunan SPM pendidikan dasar belum pernah membaca, memahami

(10)

essensi tentang pentingnya kesetaraan gender pada setiap aspek pembangunan termasuk pendidikan dasar. Di Bappeda Kota Semarang sendiri pernah dilaksanakan sosialisasi kesetaraan gender dan dilaksanakan kegiatan pelatihan gender yang dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB, namun intensitasnya yang kurang dan tidak semua mengikuti. Hal tersebut mendukung pernyataan Bappeda dalam wawancara tentang minimnya inklusifitas gender pada penyusunan SPM.

Pelibatan lembaga, LSM, aktifis yang memberikan perhatian/consent pada kesetaraan gender, menjadi penting dilaksanakan dalam penyusunan SPM berbasis gender. Mengenai pentingnya SPM yang inklusif gender, juga telah disadari. SPM yang didalamnya mendukung atau mengatur tentang kesetaraan gender dalam pendidikan demikian pemerintah Kota Semarang memahami apa yang dimaksud dengan SPM yang inklusif gender.

Dari uraian di atas dapat ditarik simpulan, bahwa SPM pendidikan dasar di Kota Semarang belum inklusif gender. Argumen ini didukung oleh kurangnya ketersediaan data pilah pendidikan dasar di Kota Semarang, pemahaman mengenai pentingnya SPM yang berbasis gender yang belum maksimal, serta kurangnya pelibatan lembaga, LSM, aktifis yang memberikan perhatian/consent pada kesetaraan gender, pada tahap penyusunan SPM. Pelibatan mereka

dilakukan pada FGD, diskusi tetang capaian indikator.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyusunan SPM Pendidikan Dasar yang Inklusif Gender

SPM pendidikan ditetapkan dalam periodik tertentu. Penetapan SPM di Kota Seamarang dengan penetapan capaian ditentukan secara bertahap di setiap tahun berdasarkan capaian propinsi dan nasional.

Penetapan SPM Kota Semarang berdasar pada Keputusan Wali KotaMengenai Peraturan Walikota Nomor 14 Tahun 2005 tentang Standar Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang telah ada harus mulai dirubah. Bunyi SPM yang terumus, sesungguhnya adalah isi/ bunyi Standar Operasional Pelayanan bukan Standar Pelayanan Minimal. SPM disusun hendaknya berisi indikator-indikator capaian yang hendak diwujudkan oleh sebuah instansi yang merupakan angka presentase capaian sampai dengan tahun yang ditetapkan. Bukan standar pelayanan, seperti yang selama ini tersusun.

Faktor lain yang mempengaruhi penyusunan SPM pendidikan dasar di Kota Semarang adalah data dasar yang tidak komplit. Data mengenai pendidikan dasar yang disajikan sebagai dasar penetapan pelayanan tidak tersaji semua. Ini menghambat dan menjadi kendala dalam penyusunan SPM. Terkadang dibeberapa indikator, data tidak tersedia atau berubah. Ketika data yang tersaji tidak lengkap, standar

(11)

pelayanan yang ditetapkanpun tidak akurat.

Demikian dengan minimnya ketersediaan data pilah pendidikan dasar Kota Semarang yang dimiliki Dinas Pendidikan Kota Semarang membuat standar pelayanan yang ditetapkan menjadi bias gender, tidak peka gender dibeberapa indikator capaian. Misalnya ketersediaan data pilah mengenai angka siswa yang melanjutkan ke SMP/MTs, anak laki-laki 11934 dari angka partisipasi anak laki-laki 79901. Untuk anak perempuan sejumlah 12634 dengan angka partisipasi anak perempuan 74087. Jika melihat angka ini, berarti secara sederhana ada persoalan dengan angka melanjutkan ke SMP/MTs untuk anak laki-laki. Sehingga perlu disusun pelayanan yang maksimal untuk anak laki-laki. Pelayanan yang disusun harus memperhatikan latar belakang mengapa di Kota Semarang terjadi kesenjangan untuk anak laki-laki. Kebijakanpun perlu ditetapkan terkait dengan indikator tersebut.

Tidak semua indikator dapat diukur secara kuantitatif. Hal tersebut juga mempengaruhi penyusunan dan penetapan standar pelayanan minimal. Aktor Yang Terlibat dalam Penyusunan SPM Pendidikan Inkusif Gender untuk Pendidikan Dasar di Kota Semarang

Berdasarkan hasil wawancara dan data dari dokumentasi, pihak-pihak yang selama ini terlibat dalampenyusunan SPM pendidikan di Kota Semarang adalah Bidang Teknis di SKPD Dinas pendidikan, stake holder,

Dewan Pendidikan, Akademisi, LSM Pendidikan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Bidang Teknis dari SKPD Dinas Pendidikan yang biasa dilibatkan yakni Sub Bidang pendidikan dasar Dinas Pendidikan Kota Semarang. Dinas Pendidikan dari awal tahap penyusunan sudah terlibat sampai dengan penetapan SPM pendidikan. Keterlibatan mereka sebagai pengusul penyusunan SPM pendidikan. Dinas Pendidikanlah yang menyediakan data pendidikan, baik pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Demikian pada saat diskusi penetapan SPM dilaksanakan, Dinas Pendidikan terlibat secara aktif.

Stake holder juga terwakili dalam penyusunan SPM yakni pada saat focus group discussion dilaksanakan. Biasanya terwakili oleh orang tua siswa, pengguna lulusan, instansi mitra. Kadangkala terkendala pada kurangnya perhatian dan fokus para stake holder pada SPM yang ditetapkan (biasanya mereka manut saja –hasil wawancara dengan Bappeda 20 Nopember 2010).

Pelibatan Dewan Pendidikan Kota Semarang pada proses FGD, terkait dengan penetapan indikator capaian. Dewan pendidikan memberikan masukan, temuan dan beberapa data pendukung yang disajikan oleh Dinas Pendidikan sebelumnya. Demikian pelibatan akademisi, LSM pendidikan di Kota Semarang, tokoh masyarakat dan tokoh agama, pada pelaksanaan FGD. Dalam proses diskusi mereka memberi masukan-masukan dan penguatan indikator mana yang perlu mendapat

(12)

perhatian yang lebih. Untuk penekanan, seharusnya aktor yang harus dilibatkan termasuk pelaku pendidikan seperti UPTD pendidikan dan kepala sekolah. Selain itu yang harus dilibatkan juga yakni para pemerhati, LSM dan tokoh gender di Kota Semarang jika SPM yang terumus diharapkan dapat inklusif gender.

Indikator-Indikator Capaian yang Diperhatikan dalam SPM Pendidikan Dasar Inklusif Gender di Kota Semarang

Beberapa indikator yang harus diperhatikan dalam penyusunan SPM pendidikan dasar inklusif gender di Kota Semarang sebagai berikut.

 angka partisipasi murni sekolah (APM) SD/MI dan SMP/MTs anak laki-laki dan perempuan,

 angka partisipasi kasar (APK) SD/MI dan APK SMP/MTs anak laki-laki dan perempuan,

 angka partisipasi kasar wajib belajar dikdas anak laki-laki dan perempuan,

 nilai rata-rata UASBN anak laki-laki dan perempuan,

 nilai rata-rata ujian nasional anak laki-laki dan perempuan SD/MI dan SMP/MTs,

 angka naik kelas anak laki-laki dan perempuan SD/MI dan SMP/ MTs,  angka putus sekolah anak laki-laki dan perempuan SD/MI dan SMP/MTs,

 angka lulus anak laki-laki dan perempuan di SD/MI dan SMP/MTs,

 persentase pendidik laki-laki dan perempuan SD/MI yang layak Mengajar,

 persentase pendidik laki-laki dan perempuan SMP/MTs yang layak Mengajar,

 persentase pendidik laki-laki dan perempuan pada SD/MI berkualifikasi pendidikan S1/D4,  persentase pendidik laki-laki dan

perempuan pada SMP/MTs berkualifikasi pendidikan S1/D4.

Indikator di atas perlu diperhatikan dalam penyusunan SPM pendidikan dasar yang inklusif gender dimana antara kepentingan laki-laki dan perempuan dapat diketahui kapasitas dan kebutuhannya. Ini dilakukan agar data yang diperoleh serta kebijakan dan pelayanan yang diberikan dapat sesuai dengan sasaran dan tidak terjadi kesenjangan dalam pemberian pelayanan publik.

Selain indikator di atas, beberapa indikator yang tidak bisa dipilah dan tidak bisa diterjemahkan secara kuantitatif saja seperti;

 Persentase ruang kelas SD/MI sesuai standar,

 Persentase ruang kelas SMP/MTs sesuai standar,

 Persentase SD/MI memiliki Laboratorium IPA dan Komputer,  Persentase SMP/MTs memiliki Lab

IPA, Bahasa dan Komputer,

 Persentase SD/MI dan SMP/MTs memilki perpustakaan,

 Persentase SD/MI dan SMP/MTs terakreditasi,

(13)

 Persentase SD/MI dan SMP/MTs melaksanakan KTSP,

 Persentase SD/MI dan SMP/MTs melaksanakan pembinaan kesiswaan dengan baik,

 Jumlah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SD,

 Jumlah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SMP.

Penyusunan SPM Pendidikan di masing-masing daerah harus disesuaikan dengan kondisi idaman pendidikan nasional tahun 2014. Dibawah ini uraian kondisi idaman pendidikan dasar tahun 2014 di Indonesia;

a. Tingkat literasi Nasional usia kurang dari sama dengan 15 tahun mencapai 97%, Tingkat literasi Provinsi di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku minimal 92%, Tingkat literasi Provinsi di Nusa Tenggara minimal 90%, Tingkat literasi Papua minimal 81%.

b. APM SD/MI sederajad nasional mencapai 97%, APM Provinsi minimal 93% kecuali untuk propinsi Sulawesi Barat, Papua Barat, Maluku dan NAD minimal 90%, APM Kota minimal 98% dan APM Kabupaten minimal 50%.

c. APK SMP/MTS/Sederajad Nasional mencapai 110%, APK Provinsi minimal 90%, APK kota minimal 115% dan APK Kabupaten minimal 50%.

d. Angka Putus Sekolah SD maksimal 0,7% dan SMP maksimal 1%, angka

melanjutkan SD/sederajad ke SMP/ sederajat lebih dari 99%.

e. 95% SD dan 90% SMP memenuhi Standar Nasional Pendidikan dengan akreditasi minimal B.

f. Semua kota memiliki minimal satu SD dan satu SMP Sekolah Berbasis Internasional atau Rintisan SBI, 95% Kabupaten memiliki minimal satu SD dan satu SMP SBI atau rintisan SBI.

g. 50% peserta didik SD memiliki kompetensi literasi komputer. h. 80% SMP memiliki Laboratorium

lengkap termasuk Lab. Multimedia yang tersambung ke internet dan menerapkan pembelajaran berpusat pada peserta didik yang kontekstual berbasis TIK.

i. 97% Guru SD dan 99% guru SMP berkualifikasi S1/D4 dan bersertifikat.

j. 70% guru SD memiliki kompetensi literasi komputer.

k. 80% guru SMP kompeten memfasilitasi pembelajaran berpusat pada peserta didik yang kontekstual berbasis TIK.

l. Pendidikan wajib belajar 9 tahun di semua SD dan SMP Negeri berstandar pelayanan minimal sampai dengan berstandar nasional diselenggarakan tanpa memungut biaya operasi sekolah dan yang melanggardisanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Pendidikan wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP swasta yang mendapatkan subsidi BOS tidak lagi memungut biaya operasional sekolah yang memberatkan peserta didik.

(14)

Gambar 2. Model Terumus Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Inklusif Gender di Kota Semarang

SIMPULAN

Penyusunan SPM di Kota Semarang, berpedoman pada dasar hukum yang telah ditetapkan, yakni mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007. Peraturan ini menetapkan tentang Petunjuk teknis penyusunan dan penetapan standar pelayanan minimal. Di SPM Kota Semarang, penetapan SPM didasarkan pada Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, PP nomor 65 tahun 2005 tentang pedoman penyusunan dan penerapan SPM, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 129a/U/2004 tentang standar pelayanan minimal bidang pendidikan.

Dalam penyusunannya, para aktor penyusun SPM harus memperhatikan, bahwa standar

pelayanan yang dirancang harus memperhatikan beberapa hal, misalnya harus menganalisa dampak, efisiensi, dan efektivitas dari pelayanan dasar terhadap kebijakan dan pencapaian tujuan nasional, menganalisa dampak kelembagaan dan personil penerapan SPM oleh pemerintahan Kota Semarang; mengkaji status pelayanan dasar saat ini, termasuk tingkat pencapaian tertinggi secara nasional dan daerah; menyusun rancangan SPM sementara; menganalisa pembiayaan pencapaian SPM secara nasional dan daerah; menganalisa data dan informasi yang tersedia; melakukan konsultasi dengan sektor-sektor terkait dan daerah; dan menggali masukan dari masyarakat dan kelompok-kelompok profesional terkait. Bappeda Kota Semarang DinasPendidikan Kota Semarang 1. Usulan SPM Pendidikandasar 2. Usulanmasukkesekretariat/ bidang 4. Pengumpulan data pendidikan 6. Analisa data 5. Sajian data pendidikandasar

8. FGD (penentuan target capaian, indikator,dll)

Masyarakat, stake holder pendidikan, LSM, pemerhatigender KotaSmg 9.Keterlibatandlm FGD 10. Ditetapkan 11. Disesuaikan/dikonsultasikan 7. Keterlibatandlmanalisa data 3. Masukan SPM berbasis gender

(15)

Tahap penyusunan SPM pendidikan di Kota Semarang didahului dengan proses pengambilan data, analisa data, fokus group discussion. Faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan SPM Pendidikan di Kota Semarang adalah data pendidikan, geografi, demografi dan data statistik penduduk.

Penyusunan SPM pendidikan dasar selama ini dilaksanakan sebagian besar belum memperhatikan perbedaan gender, demikian hasil wawancara dengan Bappeda Kota Semarang. SPM Pendidikan belum inklusif gender, namun dalam penyusunan standar pelayanan sering sudah mulai dengan adanya data pilah laki-laki dan perempuan walaupun hanya beberapa indikator saja yang tersedia secara terpilah.

Penetapan SPM Kota Semarang berdasar pada Keputusan Wali Kota mengenai Peraturan Walikota Nomor 14 Tahun 2005 tentang Standar Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang terlah ada. Bunyi SPM yang terumus, sesungguhnya adalah isi/ bunyi Standar Operasional Pelayanan bukan Standar Pelayanan Minimal. SPM disusun hendaknya berisi indikator-indikator capaian yang hendak diwujudkan oleh sebuah instansi yang merupakan angka presentase capaian sampai dengan tahun yang ditetapkan. Bukan standar pelayanan, seperti yang selama ini tersusun.

Faktor lain yang mempengaruhi penyusunan SPM pendidikan dasar di Kota Semarang adalah data dasar yang tidak komplit. Data mengenai

pendidikan dasar yang disajikan sebagai dasar penetapan pelayanan tidak tersaji semua. Ini menghambat dan menjadi kendala dalam penyusunan SPM. Terkadang dibeberapa indikator, data tidak tersedia atau berubah. Ketika data yang tersaji tidak lengkap, standar pelayanan yang ditetapkanpun tidak akurat.

Demikian dengan minimnya ketersediaan data pilah pendidikan dasar Kota Semarang yang dimiliki Dinas Pendidikan Kota Semarang membuat standar pelayanan yang ditetapkan menjadi bias gender, tidak peka gender dibeberapa indikator capaian.

Pihak-pihak yang selama ini terlibat dalampenyusunan SPM pendidikan di Kota Semarang adalah Bidang Teknis di SKPD Dinas pendidikan, stake holder, Dewan Pendidikan, Akademisi, LSM Pendidikan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Sebuah model terumus berdasarkan hasil penelitian ini. Namun sampai dengan penelitian ini diselesaikan, model tersebut belum dapat diimplementasikan karena keterbatasan waktu. Masukan tentang prosedur penyusunan SPM inklusif gender di Kota Semarang akan disampaikan pada pihak yang terkait.

Dalam model yang dirumuskan, adanya keterlibatan masyarakat, stake holder, LSM, dan pemerhati gender menjadi sangat penting. Jika pada tahap sebelumnya keterlibatan mereka hanya pada tahap FGD, maka pada model yang ditawarkan, keterlibatan mereka dimulai pada tahap pengumpulan data

(16)

dan tahap analisa data serta FGD. Pemerhati gender, LSM yang konsent pada kesetaraan gender penting untuk menentukan dan menyusun SPM inklusif gender.

DAFTAR RUJUKAN

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

79 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal.

Inpres No.7 Tahun 1999. Penyusunan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Peraturan Walikota No. 14 Tahun 2005 tentang Standar Penyelenggaan Pelayanan Publik

Keputusan Wali Kota Semarang Nomor 065/312.

Gambar

Gambar 1. Penyusunan SPM Pendidikan Dasar di Kota Semarang
Gambar 2.  Model  Terumus  Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar  Inklusif Gender  di Kota Semarang

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan Bahasa Indo- nesia yang baik dan benar : Bahasa Indo- nesia yang baik dan benar di- gunakan dalam penulisan tabel Bahasa Indonesia yang baik dan benar dan sangat

majikan yang berbeza tetapi berdaftar dengan SSM / ROS / ROB / pihak berkuasa perkhidmatan profesional, saintifik atau teknikal / lesen perniagaan yang sama, maka jumlah

Berdasarkan itulah Praktik Pengalaman Lapangan 2 (PPL 2) menjadi sangat penting untuk diadakan oleh Universitas Negeri Semarang, mengingat Unnes adalah pencetak

Logika fuzzy digunakan sebagai suatu cara untuk memetakan permasalahan dari input menuju ke output , dalam proses pengambilan keputusan penerimaan tenaga pengajar digunakan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari Tugas Akhir ini adalah: 1. b) Perbandingan antara FEM Kanavalli dengan FEM present terdapat perbedaan rata-rata sekitar 10,41%.

Dari uraian tersebut yang menarik untuk diteliti yaitu seberapa besarkah kontribusi pendapatan dari usaha pembuatan gula aren terhadap pendapatan

Vegetarian menurut pengertian yang diberikan oleh C.W Leadbeater dalam Darmayasa (1997: 3) adalah: hidup yang berpantang terhadap segala makanan yang berasal dari atau diperoleh

Setelah melakukan serangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan hingga interpretasi data di lapangan, studi ini mengajukan beberapa temuan berkaitan dengan