• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dan merupakan penyakit endemis di Indonesia.1 Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan jumlah kasus DBD hingga tahun 2011 mencapai 3.671 kasus.2 Sementara tahun 2010 jumlah kasus DBD mencapai 19.362 (IR 5,89 per 10.000 orang) dengan CFR 1,29.3 Kota Semarang merupakan kota dengan kasus DBD tertinggi di Jawa Tengah tahun 2011 yaitu sebanyak 1.186 kasus.2 Beberapa kelurahan dengan kasus DBD tertinggi di kota Semarang tahun 2011 yaitu Sendangmulyo 28 kasus (IR 98,02 per 100.000 orang), Candisari 23 kasus (IR 124,35 per 100.000 orang), Wonosari 13 kasus (IR 76,73 per 100.000 orang), Kedungmundu 9 kasus (IR 37,17 per 100.000 orang ), Kalipancur 8 kasus (IR 46,95 per 100.000 orang), dan Petompon 3 kasus (IR 37,17 per 100.000 orang).4

Sejak pertama kali DBD ditemukan di Indonesia tahun 1968, hingga saat ini kasus masih kecenderungan meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) tiap tahun.5 Sampai saat ini belum ada obat dan vaksin yang direkomendasikan untuk penyakit DBD sehingga penanggulangannya sangat bergantung pada upaya pengendalian vektor.6

Upaya utama yang bisa dilakukan dalam pengendalian vektor DBD adalah memutus rantai penularan dengan membunuh vektornya.7 Berbagai upaya pengendalian vektor DBD dapat dilakukan secara mekanis, yaitu membunuh langsung nyamuk, dapat juga secara biologis, misalnya dengan memasukkan ikan pemakan jentik nyamuk ke dalam tempat perindukkannya, dapat juga secara kimiawi yaitu dengan menggunakan insektisida. Insektisida ini ada yang ditaburkan di air dan ada yang diasapkan ke udara sebagai kabut untuk pembunuh nyamuk dewasa, dan juga ada yang dijadikan sebagai obat

(2)

2 nyamuk, baik obat nyamuk semprot, obat nyamuk bakar, obat nyamuk elektrik ataupun obat nyamuk yang dioleskan (repellent).8

Pengendalian vektor dengan insektisida kimia telah menjadi pilihan utama. Produk insektisida tidak hanya ditujukan untuk pemerintah, tetapi juga untuk rumah tangga dengan berbagai bentuk dan aplikasi metode seperti repellent, aerosol, bakar, elektrik dan sebagainya.9

Penelitian yang dilakukan oleh Widiarti dkk (1997) terhadap berbagai merk insektisida rumah tangga berbentuk aerosol menunjukkan bahwa uji efikasi dengan Glass Chamber pada Knockdown Time (KT) 50, Mortein paling cepat membunuh serangga yaitu 2,384 menit sedangkan paling lama adalah Sheltox dengan 6,893 menit. Pada KT 90 obat nyamuk Baygon paling cepat yaitu 3,58 menit dan paling lama pada Sheltox yaitu 12,632 menit.10

Produk insektisida rumah tangga dengan berbagai bahan aktif seperti d-alletrin, sipermetrin, deltametrin, transflutrin, metoflutrin, praletrin telah menjadi pilihan masyarakat karena sederhana dalam penggunaan, mudah diperoleh, dan hasilnya bisa dilihat secara langsung. Penggunaan insektisida rumah tangga disatu sisi memberikan manfaat, namun dosis dan metode aplikasi yang tidak tepat dapat mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan.9

Perilaku yang salah dalam penggunaan insektisida rumah tangga dapat dilihat dalam penggunaan yang berlebih dan tidak tepat. Penggunaan dalam jangka waktu lama bisa berdampak secara langsung terhadap kesehatan dan terakumulasinya bahan aktif dari insektisida tersebut bisa menimbulkan resistensi dan polusi lingkungan.9

Pengendalian vektor dengan menggunakan insektisida kimia telah menimbulkan masalah baru yaitu adanya resistensi nyamuk terhadap insektisida tersebut. Saat ini, insektisida yang sering digunakan dalam rumah tangga adalah golongan piretroid. Pada golongan insektisida piretroid mempunyai efek knockdown yang lebih cepat melalui penghambatan kerja natrium sistem saraf dan melumpuhkan sistem saraf serangga saat serangga tersebut kontak langsung dengan insektisida.11 Beberapa serangga mampu

(3)

3 pulih setelah terkena knockdown karena mampu mendetoksifikasi piretroid secara cepat untuk mencegah terjadinya tahap blokade saraf. Jika serangga tidak dapat mendetoksifikasi piretroid, piretroid akan larut dalam lapisan lemak disekitar serabut saraf dan mengakibatkan blokade saraf dan akhirnya serangga mati.8

Resistensi nyamuk terhadap piretroid telah menjadi fenomena umum. Di beberapa negara seperti Thailand, Puerto Rico, dan Indonesia, beberapa spesies nyamuk termasuk Aedes aegypti telah resisten terhadap pirethroid.12 Aedes aegypti telah resisten terhadap permetrin(RR90 = 13,0-72,0) di

Thailand, namun masih rentan terhadap malathion di Indonesia, tetapi mulai resisten terhadap temefos, dan resisten terhadap permetrin dengan rasio resistensi berkisar antara 8,60-79,30.13 Penelitian lain menunjukkan bahwa persentase kematian nyamuk Aedes aegypti setelah terpapar selama 24 jam oleh insektisida alfasipermetrin dan sipermetrin adalah sebesar 86-93%, sedangkan pada lambdasihalotrin kurang dari 70% (48-58%).7

Resistensi pada Aedes Aegypti terhadap insektisida dapat mengancam keberhasilan program pengendalian vektor di beberapa Kota/Kabupaten endemis di Jawa Tengah, sehingga berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Perbedaan Intensitas Pemakaian Insektisida Rumah Tangga dengan Resistensi Nyamuk Aedes aegypti terhadap Golongan Piretroid Di Kota Semarang”

B. Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan, yaitu adakah perbedaan intensitas pemakaian insektisida rumah tangga dengan resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap golongan piretroid di kota Semarang?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan intensitas pemakaian insektisida rumah tangga dengan resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap golongan piretroid di kota Semarang.

(4)

4 2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan status resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap deltametrin di 6 kelurahan di kota Semarang (Sendangmulyo, Petompon, Wonosari, Kalipancur, Candisari, Kedungmundu)

b. Mendeskripsikan status resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap lambdasihalotrin di 6 kelurahan di kota Semarang (Sendangmulyo, Petompon, Wonosari, Kalipancur, Candisari, Kedungmundu)

c. Mendeskripsikan intensitas pemakaian insektisida rumah tangga di 6 kelurahan di kota Semarang (Sendangmulyo, Petompon, Wonosari, Kalipancur, Candisari, Kedungmundu)

d. Menganalisis perbedaan status resistensi nyamuk Aedes aegypti dimasing-masing kelurahan di kota Semarang

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis di Masyarakat

Sebagai masukan dan bahan pemikiran bagi masyarakat dalam pengendalian penyakit DBD sehingga menambah pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan insektisida piretroid dalam pengendalian nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DBD. 2. Manfaat Teoritis

Menambah kepustakaan dan bahan informasi mengenai penentuan status resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap golongan piretroid di daerah endemis untuk pengendalian DBD, yang selanjutnya dapat dikembangkan oleh peneliti lain.

E. Bidang Ilmu

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu kesehatan masyarakat khususnya epidemiologi dengan penekanan pada masalah pengendalian nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penyakit DBD.

F. Keaslian Penelitian

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu pada penelitian terdahulu menggunakan insektisida alpasipermethrin, sipermethrin, dan lambdasihalotrin. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan insektisida

(5)

5 deltametrin dan lambdasihalotrin. Lokasi penelitian juga berbeda, pada penelitian terdahulu dilakukan di Jakarta Utara, sedangkan penelitian ini di lakukan di kota Semarang.

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Peneliti (Tahun) Judul Desain Studi Variabel Penelitian Hasil 1 Hadi Suwasono dan Mardjan Soekirno (2001) Uji Coba Beberapa Insektisida Golongan Pirethroid Sintetik Terhadap Vektor Demam Berdarah Dengue Aedes aegypti Di Wilayah Jakarta Utara Cross sectional Variabel bebas : Insektisida golongan Pirethroid Sintetik Variabel terikat : resistensi nyamuk

Ada perbedaan yang signifikan antara kedua insektisida

alpasipermethrin dan sipermethrin

dibandingkan dengan lambdasihalothrin. Setelah 24 jam terpapar insektisida, kematian nyamuk Ae aegypti oleh alpasipermethrin dan sipermethrin didalam dan diluar ruangan

antara 86-93% sedangkan kematian oleh lambdasihalothrin <70% (48-58%). 2 Siti Astari dan Intan Ahmad (2005) Uji Resistensi dan Efek Piperonyl Butoxide sebagai Sinergis Pada Tiga Strain Nyamuk Aedes aegypti (Linn)(diptera : culicidae) Terhadap Insektisida Permetrin, Sipermetrin, dan D-Allethrin Cross sectional Variabel bebas : resistensi dan efek piperonyl butoxide Variabel terikat : insektisida

Ketiga strain yang diuji

kemungkinan telah

resisten terhadap ketiga insektisida tersebut, termasuk strain-strain yang telah dipelihara selamabeberapa generasi dilaboratorium, yang diindikasikan dengan nilai LT90 yang tinggi.

Hasil ini

mengindikasikan bahwa terdapat aktifitas MFO (Mixed - Function Oxidase) pada ketiga strain yang diuji, dimana mekanisme tersebut mungkin berperan dalam menimbulkan resistensi pada ketiga strain,

meskipun diduga

terdapat mekanisme lain yang ikut terlibat.

(6)

6

No Peneliti (Tahun)

Judul Desain Studi Variabel

Penelitian Hasil 3 Aryani Pujiyanti dan Hasan Boesri (2007) Efek Insektisida Sipermetrin 25 EC dengan Aplikasi Thermal Fogging Terhadap Nyamuk Aedes

aegypti dan Culex quinquefasciatus Cross sectional Variabel bebas : Insektisida sipermetrin Variabel terikat : nyamuk Persentase kematian nyamuk Aedes aegypti

dan Culex

quinquefasciatus pada

dosis 150ml/ha kurang

efektif bila dibandingkan dengan dosis 350, 450, dan 600 ml/ha. Dianjurkan bahwa insektisida berbahan aktif sipermetrin 25 g/l dalam dosis 350,450, dan 600 ml/ha dapat

digunakan untuk

mengendalikan nyamuk Aedes aegypti

dan Culex quinquefasciatus. 4 Lulus Susanti (2011) Residu Insektisida Rumah Tangga Aerosol (Bahan Aktif Kelompok Pirethroid) Terhadap Nyamuk Culex quinquefasciatus Di Lingkungan Pemukiman Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Deskriptif analitik dan quasi eksperimen Variabel bebas : residu insektisida aerosol Variabel terikat : nyamuk Dari 161 pengguna pengusir nyamuk, 32,3% menggunakan aerosol. Residu Pirethroid dari penggunaan aerosol dalam waktu dua dan empat minggu untuk

d-allethrin 0,100%

adalah 14,462 mg / m2 dan 22,991 mg / m2.

Residu dari

transfluthrin 0,04% dalam waktu dua dan empat minggu adalah 11,181 mg / m2 dan 21,680 mg / m2 ; Sedangkan untuk siflutrin 0,025% adalah 23,407 mg / m2 dan 54,590 mg / m2. Residu transfluthrin 0,06% adalah 3,986 mg / m2dan 7,177 mg / m2, Sedangkan residu pralethrin 0,030% adalah 22,132 edmg / m2 dan 25,845 mg / m2

dan residu dari

cypermethrin 0,100% adalah 37,722 mg / m2 dan 58,627 mg / m2 .

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua jenis vektor tersebut tidak hanya aktif menghisap darah di siang hari tetapi juga di malam hari. UCAPAN

Jaminan Terbatas ini tidak berlaku atas kerusakan karena pemakaian yang normal (normal wear and tear) atau apabila suatu komponen Peranti Keras BlackBerry dibuka atau diperbaiki

Nasabah dengan ini menyatakan tunduk dan terikat pada Syarat dan Ketentuan Umum ini, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan Rekening dan/atau layanan

7 Acep Hermawan, Metodologi Pembelajar.an Bahasa Arab ,.... 4 ةعماج لىاو سا ڠ ا ةيملاسلإا ةيموكلحا ةعمالجا ىدحإ يه في ةدوجولما اراسم ڠ ةيبرعلا ةغللا ميلعت في صصتخ

Kitab-kitab berbahasa arab yang diajarkan di pesantren biasa disebut dengan kitab kuning, para santri tidak bisa memahami kitab-kitab tersebut tampa memahami ilmu alat

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) untuk menguji pengaruh upah, insentif dan sistem kerja secara parsial terhadap kinerja pekerja pada

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa bahwa baik pe- tugas halte Transjakarta Busway baik pria maupun wanita memiliki rerata ko- mitmen organisasi, rerata

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 8 (delapan) tahun yang dilakukan melalui