• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTRIBUSI DAN VARIASI MORFOLOGI CIPLUKAN (PHYSALIS SP.) DI LERENG GUNUNG KELUD, JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "DISTRIBUSI DAN VARIASI MORFOLOGI CIPLUKAN (PHYSALIS SP.) DI LERENG GUNUNG KELUD, JAWA TIMUR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

361 DISTRIBUSI DAN VARIASI MORFOLOGI CIPLUKAN (PHYSALIS SP.) DI

LERENG GUNUNG KELUD, JAWA TIMUR

Nugraheni Hadiyanti1), Pardono2), Supriyadi2)

1) Mahasiswa Program Studi Agronomi, Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret (UNS)

2) Dosen Program Studi Agronomi, Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret (UNS) nugraheni0510@gmail.com

Abstrak

Tumbuhan ciplukan (Physalis sp.) potensial sebagai bahan baku obat. Keberadaannya yang semakin langka, perlu mendapat perhatian dalam rangka pengembangan tumbuhan ini.

Informasi keberadaan dan keanekaragaman Physalis sp. masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keberadaan dan variasi morfologi Physalis sp. liar di lereng Gunung Kelud, Jawa Timur. Penelitian dilakukan dengan metode survei pada stasiun pengamatan dengan ketinggian 200- 400, 400-600, 600-800, 800-1.000 dan > 1.000 m dpl. Pengamatan morfologi dilakukan dengan sistem skoring terhadap 29 unsur. Dari data kuantitatif diolah menggunakan cluster analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan Physalis sp.

liar lebih mudah ditemukan pada ketinggian 400-600 m dpl. Ketinggian tempat tidak mempengaruhi variasi morfologi Physalis sp. liar.

Kata kunci: ciplukan, distribusi, keanekaragaman, morfologi

Pendahuluan

Gunung Kelud adalah salah satu dari gugusan gunung-gunung yang terdapat di Jawa Timur dengan ketinggian sekitar 1731 m dpl (Heddy, 1996; Larashati, 2004). Kawasan hutan gunung Kelud, Jawa Timur memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang cukup tinggi dan sangat berpotensi (Larashati, 2004). Genus Physalis selain sebagai bahan makanan (daun dan buah), juga sebagai tanaman obat dan sumber berbagai produk metabolit sekunder (Burkill, 2000; Olorode, 2013). Genus Physalis menghasilkan buah kecil dan manis, kaya vitamin A dan vitamin C, disamping alkaloid, flavonoid, karotenoid dan senyawa bioaktif lainnya (Chaves, 2006; Muniz, 2014). Pengembangan genus Physalis cukup menjanjikan sebagai tumbuhan obat dalam pengobatan alamiah/herbal (Muniz, 2014).

Physalis sp. tumbuh subur di dataran rendah sampai ketinggian 1.550 m dpl. Di

Brazil, Physalis sp. memiliki adaptasi yang baik dengan kondisi tanah dan iklim yang luas, tetapi kelembaban yang berlebihan, kekeringan, udara panas dan dingin akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Muniz et al., 2011). Informasi keanekaragaman genus Physalis liar masih sangat terbatas, padahal sangat diperlukan dalam pengembangannya sebagai sumberdaya genetik.

Keragaman morfologi yang tinggi pada spesies liar perlu dikembangkan untuk dikelola dan dibudidayakan pada genus Physalis (Wei et al., 2012). Keragaman (morfologi)

(2)

362 tanaman merupakan kenampakan secara fisik suatu tanaman yang teramati secara baik melalui akar, batang, cabang, daun, bunga, buah dan biji maupun habitus (Tjitrosoepomo, 1989). Karakterisasi morfologi terhadap sejumlah karakter dapat digunakan sebagai alat untuk memvalidasi identitas suatu genotipe dalam suatu program pemuliaan tanaman (DeLacy et al., 2000).

Metodologi

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei purposive random sampling di lereng Gunung Kelud, Jawa Timur. Stasiun pengamatan ditentukan pada ketinggian 200-400 m dpl (Kec. Wates dan Kec. Ngancar), 400-600 m dpl (Ds. Sugih Waras Kec. Ngancar), 600-800 m dpl (PD Perkebunan Margomulyo Ds. Sugih Waras Kec. Ngancar), 800-1.000 m dpl dan >

1.000 m dpl. Pengamatan Physalis sp. pada masing-masing stasiun pengamatan secara acak, kemudian dilakukan pencacahan individu tumbuhan. Penelitian berlangsung dari bulan September sampai Desember 2016.

Keberadaan/distribusi tumbuhan ciplukan ditentukan dari mudah tidaknya Physalis sp. ditemukan dan pengamatan morfologi dilakukan secara visual terhadap 29 unsur pada variabel akar, batang, daun, bunga serta buah menggunakan sistem skoring. Unsur-unsur yang diamati adalah: jenis akar, cabang akar, bentuk akar, warna, tegakan batang, warna batang, bentuk batang, permukaan batang, percabangan, bentuk daun, tepi daun, ujung daun, pangkal daun, pertulangan daun, warna daun, tipe daun, warna tangkai daun, permukaan daun, warna bunga, kedudukan bunga, warna tangkai bunga, warna noda pada leher bagian dalam, bentuk mahkotabunga, bentuk dan warna cangkap buah, bentuk buah, warna kulit buah, rasa buah, warna tangkai buah. Dari data kuantitatif ditentukan tingkat kemiripan melalui Cluster Analysis.

Hasil dan Pembahasan Keberadaan Physalis sp.

Berdasarkan hasil pengamatan keberadaan ciplukan di lereng Gunung Kelud, Jawa Timur (tabel 2) tampak bahwa Physalis sp. liar tersebar mulai dari ketinggian 200 sampai <

1.000 m dpl. Di atas ketinggian 1.000 m dpl sudah tidak ditemukan Physalis sp. Physalis sp.

ditemukan tumbuh bersama dengan tanaman lain seperti: jagung, ketela, ubi kayu, kacang tanah, nanas, gulma lainnya. Jenis tanah sepanjang lereng Gunung Kelud, Jawa Timur adalah tanah regosol dengan struktur didominasi pasir. pH tanah berkisar antara 6.5 – 7.

(3)

363 Keberadaan Physalis sp. lebih mudah ditemukan pada ketinggian 400-600 m dpl (dataran menengah) dengan penyebaran acak. Menurut Santoso (2008), Physalis sp. di Indonesia ditemukan mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Jenis tanah yang ideal untuk Physalis sp. tanah berpasir - liat, drainase yang baik, kaya bahan organik (lebih dari 4%) dan pH antara 5.5 dan 6.8 (Fischer et al., 2005). Pada ketinggian 400-600 m dpl kebanyakan lahan persawahan yang relatif subur, drainase baik dan pH mendekati normal, yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan Physalis sp.

Tabel 2. Keberadaan Physalis sp. pada masing-masing stasiun pengamatan.

Ketinggian Tempat (m dpl) Ciplukan (Physalis sp.

200 - 400 ++++

400 - 600 +++++

600 - 800 +++

800 - 1.000 + >1.000 -

Keterangan: Jumlah tanda ‘+’ menunjukkan keberadaan ciplukan (Physalis sp.) lebih mudah ditemukan

Pada ketinggian 200-400 m dpl Physalis sp. masih mudah ditemukan. Dalam satu area, misal lahan kacang tanah kadang hanya ditemukan satu tumbuhan ciplukan saja.

Ketinggian 600-800 m dpl merupakan wilayah perkebunan daerah dengan komoditas kopi, tebu, nanas, pepaya. Ketinggian tersebut memiliki medan bergelombang dengan kemiringan lereng yang curam sehingga Physalis sp. jarang ditemukan. Pada ketinggian 800-1.000 m dpl, lahan sangat terbatas dan lebih banyak ditemukan tumbuhan gulma lain seperti: ranti, parikan dan telekan daripada Physalis sp. Keberadaan Physalis sp. juga tidak ditemukan pada ketinggian diatas 1.000 m dpl. Daerah tersebut merupakan daerah rawan dengan medan bergelombang, terjal dan kanan kiri jalan banyak ditemukan pohon kaliandra.

Secara alami, Physalis sp. tersebar di lereng Gunung Kelud sampai ketinggian kurang dari 1.000 m dpl. Hal ini menunjukkan, ukuran biji ciplukan yang kecil dan ringan mudah terdistribusi dan mampu tumbuh pada berbagai ketinggian. Daya adaptasi tumbuhan dipengaruhi lingkungan antara lain: faktor tanah (pH, kandungan hara, air) iklim/udara (suhu, kelembaban, curah hujan, kecepatan angin) serta faktor biotik berupa kompetisi, herbivori dan parasit (Barbour et al., 1987; Harborne, 1988; Larcher, 1995; Polunin, 1999; Sugiyarto et al., 2006).

(4)

364 Variasi Morfologi Physalis sp.

Pengamatan sifat morfologi Physalis sp. terhadap 29 unsur menggunakan sistem skoring menunjukkan perbedaan pada warna batang, bentuk daun, tepi daun, ujung daun, pangkal daun, permukaan daun, bentuk dan warna cangkap buah. Ketinggian tempat berpengaruh pada sifat morfologi Physalis sp. Pada ketinggian diatas 800 m dpl, Physalis sp.

mempunyai permukaan daun lebih halus seperti beludru, hal ini sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungannya (suhu rendah). Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh lingkungan yang kadang menyebabkan individu tanaman mengalami modifikasi, akibat perubahan unsur genetik tanaman oleh faktor lingkungan, seperti: suhu udara, radiasi matahari, air, tanah (Chambell et al., 2002, Taiz et al., 1998; Budiastuti et al., 2008).

Keterangan:

A, B = Genotipe Physalis pada ketinggian 200-400 m dpl C, D, E = Genotipe Physalis pada ketinggian 400-600 m dpl F, G = Genotipe Physalis pada ketinggian 600-800 m dpl H = Genotipe Physalis pada ketinggian 800-1.000 m dpl

Gambar 1. Dendogram berdasarkan sifat morfologi

Studi morfologi dengan dendogram menggambarkan variabilitas yang terjadi dalam jenis/kultivar sebagai akibat dari modifikasi bentuk tumbuh oleh pengaruh faktor lingkungan (Budiastuti et al., 2008). Analisis kelompok berdasarkan sifat morfologi genotipe Physalis sp.

seperti terlihat dalam bentuk dendogram (gambar 1). Dendogram menunjukkan genotipe Physalis sp. terbagi dalam dua kelompok yaitu antara kelompok satu (1): genotipe C, G, A, E,

D, B, H dan kelompok dua (2) adalah genotipe F. Pemisahan ini ditandai dari warna batang dan warna cangkap buah yang berbeda. Pada kelompok satu (1) mempunyai batang dan cangkap buah berwarna hijau keunguan sedangkan kelompok dua (2) mempunyai batang berwarna keunguan dengan cangkap buah warna hijau. Pengelompokkan tidak dipengaruhi ketinggian tempat tumbuh Physalis sp. Genotipe Physalis yang tumbuh pada ketinggian

(5)

365 tempat berbeda terlihat dalam satu kelompok (mempunyai hubungan kekerabatan dekat).

Pada kelompok satu (1), genotipe C, G, B berkelompok terhadap genotipe A, E, D, H pada nilai similaritas 79%. Hubungan kekerabatan terdekat berdasarkan sifat morfologi pada genotipe C terhadap G dengan nilai similaritas 83% dan genotype A terhadap E dengan nilai similaritas 79%. Genotipe A, E berkelompok terhadap B pada nilai similaritas 81%

sedangkan A, E, D berkelompok terhadap H pada nilai similaritas 61%.

Kesimpulan dan Saran

Keberadaan tumbuhan Physalis sp. di lereng Gunung Kelud, Jawa Timur lebih mudah ditemukan pada ketinggian 400-600 m dpl (dataran menengah). Variasi morfologi Physalis sp. tidak dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Variasi morfologi terbentuk karena kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya.

Ucapan Terima Kasih

Diucapkan terima kasih kepada PD. Perkebunan Margomulyo Ds. Sugih Waras Kec, Ngancar atas bantuan dan kerjasamanya dalam pengumpulan data di lapangan.

Daftar Pustaka

Budiastuti, MTh Sri, Sri Rossati, Eli Arganti Putri. 2008. Kharakteristik Kedelai (Glycine max L.) Wilayah Surakarta: Deteksi Tingkat Keanekaragaman dan Hubungan Kekerabatan Jenis Tanaman melalui Aspek Morfologi. Prosiding Seminar Nasional Kacang-kacangan dan Umbiumbian.

Burkill, H.M. 2000. The Useful Plants of West Tropical Africa. Vol.5 (Edition 2). Royal Botanic Gardens,Kew.

Barbour, M.G., J.H. Burk, and W.D. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. San Fransisco:

The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Chaves, A.C. Propagação e avaliação fenológica de Physalis sp. na região de Pelotas, RS.

2006. 65 f. Tese (Doutorado em Ciências Fruticultura de Clima Temperado) Universidade Federal de Pelotas, Pelotas, RS.

Chambell, N. A., Jane B. Reece and L. G. Mitchell. 1999. Biologi. Terjemahan. Penerbit Erlangga.

DeLacy, I.H., B. Skovmand, J. Huerta. 2000. Characterization of Mexican wheat landraces using agronomically useful attributes. Genet. Res. Crop Evol. 47:591602.

Fischer, G. Wilson Piedrahita. Diego Miranda. Jorge Romero. 2005. Avances en cultivo.poscosecha y exportacion de la uchuva Physalis peruviana L. en Colombia.

Bogota: Universidad Nacional de Colombia. Faculdad de Agronomia. 222p.

Heddy, S. 1996. Analisis keragaman vegetasi di daerah sebelum dan sesudah bendungan Karangkates suatu pandangan ekologi. Dalam: Suwarsono, H. dan M. Kurniati (eds.)

(6)

366 Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi Bahasan tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Harborne, J.B. 1988. Introduction to Ecological Biochemistry. London: Academic Press.

Larashati, I. 2004. Keanekaragaman Tumbuhan dan Populasinya di Gunung Kelud, Jawa Timur. Biodiversitas. ISSN 1412-033x. Volume 5, Nomor 2. Hal. 71-76.

Larcher, W. 1995. Physiological Plant Ecology: Ecophysiology and Stress Physiology of Functional Groups. Berlin: Springer-Verlays.

Muniz, J. Aike Anneliese Kretzschmar. Leo Rufato. Tânia Regina Pelizza. Andrea De Rossi Rufato. Tiago Afonso de Macedo. 2014. General Aspect of Physalis Cultivation – Aspectos Gerais da Cultura da Physalis. Universidade do Estado de Santa Catarina (UDESC), Centro de Ciencias Agroveterinarias (CAV). 88520-000. Lages, SC, Brazil.

Muniz, J. Aike Anneliese Kretzschmar. Leo Rufato. Tânia Regina Pelizza. Thiago Marchi.

Alencar Eusebio Duarte. Ana Paula Fernandes Lima. Fernanda Garanhani. 2011.

Sistemas de Condução para o Cultivo de Physalis no Planalto Catarinense. Revista Brasileirade Fruticultura, Jaboticabal, v. 33, n. 3. p. 830-838.

Olorode, O., Olayanju, Garba, A. 2013. Solanaceae in Nigeria. Ife Journal of Science. Vol.15 No. 1.

Santoso, H. B. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat-Sehat Alami dari Halaman Asri. PT.

Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sugiyarto, Ahmad Dwi Setyawan, Andi Pitoyo. 2006. Estimasi Kemelimpahan dan Distribusi Plantiago mayor L. di Gunung Lawu. Biodiversitas. ISSN: 1412-033X. Vol. 7 No. 2.

Hal. 143-146. DOI: 10.13057/biodiv/d070211.

Taiz, L. E. Zeiger. 1998. Plant Physiology. The Benyamin/Cunmings Pub. Co. California.

Tjitrosoepomo, G. 1989. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan penanaman refugia pada areal pertanian meliputi cara pengendalian hama secara alami terutama difokuskan dengan pemanfaatan tanaman sebagai upaya konservasi

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat bimbingan dan penyertaanNya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Formulasi Sediaan Tabir

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui besarnya biaya produksi, penerimaan, pendapatan dan keuntungan petani dari usahatani semangka di lahan gambut Desa Palingkau

Adapun upaya guru untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa di Mts Darul Ihsan yaitu bertujuan untuk menguasai sesuatu kompetensi yang diharapkan sehingga tujuan

Jika pemilihan topik dilakukan dengan baik, maka akan memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajari fakta dalam konteks yang berarti/bermakna dalam pengembangan

terhadap daya tahan kardovascular (vo2max) guru penjas di Kota Palopo dengan rentang usia pertengahan ( middle age ) antara usia 45 sampai 59 tahun, artinya

bidang pandang dari bawah dapat menghasilkan citra yang berbeda untuk pemandangan dengan rintangan dan pemandangan tanpa rintangan, yang dapat digunakan sebagai

ang mengaki!atkan sirkulasi pada kedua ketel uap ta!ung air men$adi tidak alami. engan sekali melalui sirkulasi paksa !oiler dapat mengaki!atkan masalah pada