• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ULAMA TERHADAP MASYARAKAT HULU SUNGAI UTARA (Studi Keagamaaan Masyarakat Hulu Sungai Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERAN ULAMA TERHADAP MASYARAKAT HULU SUNGAI UTARA (Studi Keagamaaan Masyarakat Hulu Sungai Utara)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ULAMA TERHADAP MASYARAKAT HULU SUNGAI UTARA (Studi keagamaaan Masyarakat Hulu Sungai Utara)

Barkatillah Abstrak:

Ulama have the highest hierarchy in Amuntai society life. Ulama provide an active role in life, both as a mubalig and as a profession in other aspects of life. In performing its role, Ulama in Amuntai have different scholars, professions and characteristics in running their da'wah and each have their own territory in accordance with their region which is marked with “langgar”

(place of prayer) where their community placed. This diversity provides Amuntai society to choose and sort according to their individual needs.

Kata kunci:

ulama, peran, masyarakat Hulu Sungai Utara

A. Latar Belakang

Masyarakat Amuntai merupakan masyarakat yang agamis dapat terlihat dari kehidupan masyarakatnya yang senantiasa menekankan nilai-nilai agama (Islam) dalam kehidupan baik secara individu maupun kelompok. Pelaksanaan kewajiban dan ajaran-ajaran dalam menjalankan kehidupan agama diwujudkan pula kedalam kehidupan sehari hari.

Hidup dan berkembangnya unsur-unsur keagamaan dalam masyarakat Amuntai adalah sebagai habitus yang terus dipertahankan oleh masyarakat Amuntai. Keberagamaan masyarakat Amuntai dapat dilihat dari banyaknya Ulama dan pondok pesantren.

Ulama menempati heirarki tertinggi dalam struktur masyarakat Amuntai, ulama selalu menjadi panutan, tempat berkeluh kesah, serta sebagai pemberi restu bagi masyarakat Amuntai dalam berbagai aspek kehidupan, setiap mau melakukan kegiatan seperti membuta rumah,

Penulis adalah Dosen Tetap STAI RAKHA AMUNTAI, email:

barkatillah.ahmad95@gmail.com

(2)

awal bekerja dll, selalu melibatkan ulama terlebih ditengah hiruk pikuk dunia modern dengan berbagai permasalahnnya. Ulama selalu ada didalam hati masyarakat Amuntai. Penelitian ini dilakukan untuk meluruskan asumsi yang selama ini berkembang di tengah masyarakat baik kalangan biasa maupun cendekia yang menyatakan bahwa ulama itu hanya berdakwah di mimbar-mimbar saja sedangkan pada kehidupan sehari-hari dan lingkungannya tidak mencerminkan sebagai ulama.

untuk memahami dan melurusakan asumsi tersebut maka perlu dilakukan pendekatan yaitu pendekatan kualitatif.

B. Pembahasan

Kata ulama adalah bentuk jamak dari kata ‘âlim (bahasa Arab), yang berarti seseorang yang memiliki ilmu. Ulama berarti orang-orang yang berilmu.1 Sebutan ulama di Indonesia juga berbeda-beda, teungku (Aceh), tuanku atau buya (Sumatera Barat), ajengan (Jawa Barat), kyai (Jawa Tengah dan Jawa Timur), tuan guru (Nusa Tenggara Barat).2 Di Kalimantan Selatan, ulama disebut guru, mu’allim (informal), dan tuan guru untuk sebutan formal.3 Dalam hadis, disebutkan bahwa ulama adalah pewaris para nabi, yaitu mewarisi ilmu (agama), sifat dan perilaku para nabi, bukan kenabian atau pun harta benda.4 Keulamaan seseorang juga mesti diakui oleh ulama lainnya dan oleh orang-orang sekitarnya,

1 Hamid Algar, ‚Ulama,‛ dalam Mercia Eliada (ed.), The Encyclopedia of Religion (New York and London: Macmillan Publishing Company, 1987), Vol.

15, h. 115; Iftikhar Zaman, ‚Sunni Ulama,‛dalam John L. Esposito (ed.), The Oxford Encyclopedia of the Islamic World, Vol. IV (New York: Oxford University Press, 1995), h. 258.

2 Ensiklopedia Islam (Jakarta: INIS, 1994), h. 120-121.

3 Abdul Djebar Hapip, Kamus Banjar-Indonesia (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kabudayaan, 1977).

4 Haderiansyah AB, ‚Ulama dalam Tinjauan Normatif dan Historis Keindonesian,‛ dalam Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin, Vol. V, No. 2, (Juli- Desember, 2006), h. 102.

(3)

baik karena ilmunya, kesalehan, ketaatan, sikap dan prilakunya yang terpuji,5 maupun karena nasabnya.6

Ulama dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, yaitu ulama-i-akhirat dan ’ulama-i-duniy,7 atau ulama tradisional dan ulama intelektual,8 ulama yang mengamalkan lmunya untuk dirinya sendiri dan orang lain, hanya untuk orang lain, dan hanya untuk dirinya sendiri,9 serta ulama tradisional dan ulama modern.

Di negara-negara dan negeri-negeri beretnik Melayu terdapat ulama ‚Kaum Tua‛ dan ulama ‚Kaum Muda.‛10 Dari ulama ‚Kaum Muda‛ terdapat ulama revivalis dan ulama reformis atau modernis,11 ulama pemurni dan ulama pembaharu.12

Dalam perspektif kekuasaan atau politik, ada ulama birokrat (ulama pejabat) dan ulama bebas.13 Dilihat daripada tanggapan atau

5 Azyumardi Azra, ‚Ulama, Politik dan Modernisasi,” dalam Ulumul Qur’an, II, No. 7 (1990), h. 5.

6 Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. (Yogyakarta:

LKIS, 2004) h. 9.

7 Sartono Kartodirdjo, (ed.), Elit dalam Perspektif Sejarah (Jakarta:

LP3ES, 1983), h. 7.

8 Zamahsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1985), h.

172-173.

9 Ahmad Fahmi Zamzam (trans.), Empat Puluh Hadits Kelebihan Ilmu dan Ulama (Derang Pokok Sena, Kedah: Khazanah Banjariah, 2004), h. 11.

10 Muhamed Nawab Mohamed Osman, ‚Toward a History of Malaysian Ulama,‛ paper diterbitkan oleh the Institute of Defence and Strategic Studies (IDSS), Singapore, No. 122 (February 22, 2007).

11 Aminah Binti Awang Abd Rahman, ‚Islamic Revivalism in Eastern Malay States: The Role of Haj Abbas Muhamad in Propagiting Islam,‛ dalam Journal of Islam in Asia, Vol. III, No. 1 (2006), h. 152.

12 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 11-26

13 S.M. Yunus Gilani, ‚Ilm, ‘Ulum and the ‘Ulama,‛ dalam Hamdard Islamicus, Vol. XIII, No. 4 (2000), h. 52.

(4)

reaksi ulama terhadap tradisi dan perubahan dalam masyarakat, ditemukan ulama fundamentalis, tradisionalis, modernis dan pragmatis.14

Selanjutnya dalam konteks sosiologi, ulama dapat dikategorikan ke dalam dua tipe, yaitu ulama tradisional dan ulama modern. Kategori ini beranalog kepada tipe masyarakat dalam pandangan para tokoh ilmu sosial. Penggolongan ulama ke dalam bentuk tradisional dan modern adalah dasarkan kepada perbedaan pola budaya, struktur sosial, kelembagaan, dan sikap mereka atas perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat.15

Secara sosiologis peran dan fungsi ulama/kiai sangat vital. Ia memiliki kedudukan yang tak terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang awam. Kiai dengan segala kelebihannya, serta betapa pun kecil lingkup kawasan pengaruhnya, masih diakui oleh masyarakat sebagai figur ideal karena adanya kedudukan kultural dan struktural yang tinggi.16 Berikut terdapat enam tugas ulama/kyai :

1. Tugas intelektual (al-amal al-fikriya), ia harus mengembangkan berbagai pemikiran sebagai rujukan umat. Ia dapat mengembangkan pemikiran ini dengan mendirikan majlis-majlis ilmu, pesantren atau lewat menyusun kitab-kitab yang bermanfaat bagi manusia yang meliputi Al Quran, al Hadits, aqoid, fiqh, ilmu-ilmu aqliyah, matematika, biologi, kimia, fisika, dan membuka perpustakaan ilmiah.

2. Tugas bimbingan keagamaan, ia harus menjadi rujukan (marja’) dalam penjelasan halal dan haram, ia mengeluarkan fatwa tetang berbagai hal yang berkenaan dengan hukum-hukum islam.

3. Tugas komunikasi dengan umat (al-ittisal bil ummah), ia harus dekat denga umat yang di bimbingnya. Ia tidak boleh berpisah dengan

14 Mir Zohair Husain, Global Islamic Politics (New York: Harper Collins College Publishers, 1995).

15 Gambaran masyarakat tradisional dan modern dalam John J. Macionis, Sociology (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005), Tenth Edition, h. 634.

16 Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah (Jakarta:

LP3ES, 1986), h. 109.

(5)

membentuk kelas elit. Akses pada umatnya diperoleh melalui hubungan langsung, mengirim wakil ke setiap daerah secara permanent, atau menyampaikan khutbah.

4. Tugas menegakkan syiar Islam, ia harus memelihara, melestarikan dan menegakkan berbagai manifestasi ajaran Islam. Ini dapat dilakukan dengan membangun masjid, meramaikannya dan menghidupkan ruh Islam di dalamnya, menyemarakkan upacara- upacara keagamaan dan merevitalisasikan maknanya dalam kehidupan akhlak dengan menghidupkan sunnah Rasulullah SAW, sambil menghilangkan bid’ah-bid’ah jahiliyah.

5. Tugas memepertahankan hak-hak umat, ia harus tampil membela kepentingan umat, bila hak-hak mereka dirampas, ia harus berjuang meringankan penderitaan mereka dan membebaskan belenggu- belenggu yang memasang kebebasan mereka.

6. Tugas berjuang melawan musuh Islam , ulama adalah mujahidin yang siap menghadapi lawan-lawan Islam bukan saja dengan pena dari lidah, tetapi dengan tangan dan dada. Mereka selalu mencari syahadah sebagai kesaksian akan komitmennya yang telah terhadap Islam.17

Para ulama/kyai dibantu oleh masyarakat membentuk sebuah institus sebagai manifestasi terhadap ilmu yang dia miliki dalam rangka pembinaan umat, institusi tersebut dikenal dengan nama podok pesantren. Sistem pesantren adalah sarana yang berupa perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam pesantren.18

Kondisi demikian menuntut seorang kiai dalam peran dan fungsinya untuk memiliki kebijaksanaan dan wawasan, terampil dalam ilmu-ilmu agama, mampu menanamkan sikap dan pandangan serta

17 Murtadha Muthahhari, Perspektif Al-Quran tentang manusia (Bandung: 1995), h. 13-14.

18 Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum (Cet. III;

Jakarta: Bina Aksara.1995), h. 257

(6)

wajib menjadi top figure (teladan) sebagai pemimpin yang baik, lebih jauh lagi kiai di pesantren dikaitkan dengan kekuasaan supranatural yang dianggap figur ulama adalah pewaris risalah kenabian, sehingga keberadaannya dianggap memiliki kedekatan hubungan dengan Tuhan.19

Peran kiai sebagai tokoh Islam yang patut dicatat adalah posisi mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa pencerahan kepada masyarakat di sekitarnya. Berbagai lembaga pendidikan keagamaan telah mereka dirikan, baik dalam bentuk sekolah maupun pondok pesantren.

Semua lembaga itu ikut mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang terpelajar. Mereka telah berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan khususnya Islam lewat karya-karya yang telah ditulis atau jalur dakwah yang mereka tempuh dengan gigih. Disamping berbagai fungsi dan peran di atas, para kiai sebagai tokoh Islam telah mewariskan khazanah keagamaan menomental, misalnya, berupa kitab-kitab keagamaan yang bernilai tinggi. Karya tulis tersebut merupakan media penting untuk mengkomunikasikan pemikiran mereka sekaligus mencerminkan kualitas keilmuan dibidang yang mereka geluti.20

Ulama di Kota Amuntai saat ini berjumlah kurang lebih 200 orang21 dan 28 unit pondok pesantren22. Ulama dan pondok pesantren tidak dapat dipisahkan kerena pondok pesantren merupakan elemen terpenting dalam mengembangkan keilmuannya. Ulama menduduki tempat yang sangat penting dalam Islam dan dalam kehidupan kaum Muslimin. Dalam banyak hal, mereka dipandang menempati kedudukan dan otoritas keagamaan setelah Nabi Muhammad sendiri. Karenanya

19 Imron Arifin, Kepemimpinan Kiai (Kasus Pondok Pesantren Tebuireng), (Malang: Kalimashada Press, 1993), h,45

20 Rosehan Anwar, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah Pendidikan, Proyek Pengkajian dan Pengembangan Lektur Pendidikan Agama, Jakarta Pusat : 2003, h, 69

21 Wawancara dengan ketua MUI Hulu sungai Utara tanggal 6 Agustus 2016, 14.40 wita.

22 Dokumen Kasi Pontren Kantor Kementerian Agama Kab. Hulu Sungai Utara.

(7)

mereka sangat dihormati kaum Muslimin, dan pendapat-pendapat mereka dianggap mengikat dalam berbagai masalah, yang bukan hanya terbatas pada masalah ritual keagamaan saja, melainkan dalam berbagai masalah lainnya seperti sosial budaya ekonomi pendidikan dan politik.

Pentingnya ulama dalam masyarakat Islam terletak pada kenyataan bahwa mereka dipandang sebagai penafsir-penafsir legitimate dari sumber-sumber asli ajaran Islam, yakni ai-Qur'an dan Hadis. Hal ini dikarenakan pengetahuan agama yang mendalam dan ketinggian akhlak ulama bergerak pada berbagai lapisan sosial. Mereka memiliki kekuatan dan pengaruh yang besar dalam masyarakat.

Kompleksitas peran ulama dalam sektor-sektor penting masyarakat Amuntai dibarengi oleh legitimasi dari dasar agama Islam, maka apresiasi masyarakat dan arti pentingnya ulama dalam masyarakat menjadi sangat tinggi, bukan yang berkaitan dengan ibadah yang wajib saja tetapi dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Amuntai seperti hal yang terkait dengan mu’amalah, kapan memulai terkait dengan hari, waktu. Selanjutnya melekatnya term keulamaan pada seseorang bukan melalui proses panjang dalam masyarakat sendiri, dimana unsur-unsur keulamaan seseorang berupa integritas kualitas keilmuan dan kredibilitas kesalihan moral dan tanggung-jawab sosialnya dibuktikan. Keulamaan mereka tidak akan termanifestasi secara riil jika tidak dibarengi dengan penampakan sifat-sifat pribadi yang pantas dimiliki.23

Peranan ulama dalam masyarakat juga tergambar melalui pemberian motivasi. Ulama mendorong orang untuk berbuat amar ma’rûf nahi munkar, untuk menuntut ilmu dan memberi dukungan ke atas berbagai program pembangunan daerah. Ulama juga berperan dalam bidang pendidikan, yang terwujud dalam bentuk kepemimpinan dan pengajaran di sekolah-sekolah agama yang disebut madrasah, pondok pesanten dan di tempat-tempat pengajian yang disebut

23 I.H. Qureshi, The Political Role of Ulama in Moeslem Society, dalam Abubakar A., Bagader (ed.), The Ulama in the Modern Muslim National State, Muslim Youth Movement of Malaysia, Kuala Lumpur 1983, h. 1983

(8)

babacaan dan majlis ta’lim24. Pengajian agama biasanya mengambil tempat di rumah (ulama atau masyarakat), langgar atau masjid serta menggunakan kitab klasik (kitab kuning). Majlis ta’lim yang dilaksanakan di rumah ulama atau sebuah bangunan khusus, umumnya dibina dan dipimpin oleh ulama itu sendiri. Di samping itu ulama di Amuntai sebagian punya tempat tersendiri dalam rangka menjalankan da’wahnya, yaitu berupa langgar yang nama langgar tersebut dinisbahkan kepada nama ulama tersebut, di Amuntai langgar terdapat hampir disetiap rukun tetangga yang dipimpin oleh seorang ulama, artinya setiap langgar satu ulama.

Dalam menjalankan da’wahnya ada ulama yang hanya berda’wah melalui mimbar-mimbar da’wah yang dipinta oleh suatu jemaah tertentu untuk menambah wawasan keagamaan dan ada juga yang berda’wah melalui kehidupan sehari-hari dengan kontak langsung (bergaul) pada kehidupan nyata dimasyarakat, ulama seperti ini sangat ramah terhadap semua golongan masyarakat dan tidak segan untuk menyapa siapapun yang dijumpai, dan apabila terdapat suatu kekeliruan dalam masyakat ulama tersebut langsung mendatangi masyrakat tersebut dan memberikan nasehat dengan kata-kata yang halus dan sering disertai dengan candaan, kemudian juga ketika bertemu dengan anak kecil ulama tersebut selalu mendo’akan anak tersebut tanpa diminta oleh orang tuanya.

Selanjutnya ada juga ulama yang berda’wah langsung pada lingkungan/wilayah dari jemaah langgarnya tanpa diminta oleh jemaahnya, hal ini dilakukan karena situasi yang mendesak misalnya pada bulan Ramadhan. Hal ini diharapkan agar jemaahnya memahami tentang pentingnya puasa Ramdahan dan keistemewaan bulan tersebut.

Keahlian ulama di Amuntai sangat beragam, ada yang ahli bidang membaca Al Qur an, hadist, tasawuf, fiqih, pengobatan, tafsir Al Qur an, ada juga yang ahli dalam bermu’amalat (berniaga) serta maliah-amaliah sehari-sehari seperti amalan agar orang lain yang memandangdan

24 Ahdi Makmur: Peranan Ulama dalam Membina Masyarakat Banjar, MIQOT Vol. XXXVI No. 1 Januari-Juni 2012, h.183.

(9)

bertemu dengan dia selalu merasa senang dan bahagian dll. Dalam mewadahi hal ini terdapat dua tempat yang sangat dominan yaitu majelis ta’lim Al Ma’arif yang menyelenggarakan pengajian pada jam 8 delapan pagi dan Mesjid Raya Amuntai yang menyelenggarakan pengajian pada malam hari sesudah shalat magrib. Dari kesemuanya itu pembelajaran agama yang cenderung digandrungi masyarakat adalah pembelajaran tasawuf.

Setiap ulama di Amuntai mempunyai karakteristik yang berbeda dalam menjalankan metode da’wahnya, ada yang disertai dengan cerita- cerita lucu tetapi penuh makna, ada juga yang monoton melulu apa yang terdapat pada kitab yang dibacanya, ada juga yang mencampurkan keduanya. Kemudian juga sebelum pengajian biasanya diadakan dulu pembacaan maulid Al Habsyi, tahlil, pembacaan do’a Arwah, zikiran, ratibul Atas, ratibul Haddad, maulid burdah. sedangkan untuk bulan maulid diadakan pembacaan maulid Ad Diba’i. Dengan adanya hal ini maka masyarakat Amuntai dapat belajar agama seseuai dengan kebutuhannya masing-masing.

Dalam kehidupan sehari-sehari di samping menjalankan da’wahnya, ulama di Amuntai juga mempunyai profesi yang lain, ada yang berprofesi sebagai guru, petani, pegawai KUA, penyuluh, pedagang, tukang jahit, pegawai pemerintah daerah, anggota DPRD dll.

Demikianlah betapa penting dan urgen peran ulama di Amuntai dan tanpa adanya ulama maka seperti taman tak berbunga dengan kehidupan yang gersang tanpa keindahan.

C. Kesimpulan

1. Ulama menempati heirarki tertinggi didalam kehidupan masyarakat Amuntai.

2. Ulama amuntai memiliki keilmuan, profesi, dan motede yang berbeda-beda dalam menjalankan da’wahnya.

3. Ulama amuntai memiliki teritori tersendiri dalam menjalankan pungsinya yang ditandai dengan langgar (tempat shalat sehari-hari)

(10)

4. Keaneka ragaman keilmuan, profesi dan metode menjadi warna tersendiri bagi masyarakat Amuntai dalam memenuhi kebutuhan dalam berbagai aspek kehidupan.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Djebar Hapip, Kamus Banjar-Indonesia (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977).

Ahdi Makmur: Peranan Ulama dalam Membina Masyarakat Banjar, (MIQOT Vol. XXXVI No. 1 Januari-Juni, 2012)

Ahmad Fahmi Zamzam (trans.), Empat Puluh Hadits Kelebihan Ilmu dan Ulama (Derang Pokok Sena, Kedah: Khazanah Banjariah, 2004)

Aminah Binti Awang Abd Rahman, ‚Islamic Revivalism in Eastern Malay States: The Role of Haj Abbas Muhamad in Propagiting Islam,‛

dalam Journal of Islam in Asia, Vol. III, No. 1 (2006)

Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum (Cet. III, Jakarta: Bina Aksara.1995)

Azyumardi Azra, ‚Ulama, Politik dan Modernisasi,” dalam Ulumul Qur’an, II, No. 7 (1990),

Dokumen Kasi Pontren Kantor Kementerian Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. (Yogyakarta:

LKIS, 2004)

Ensiklopedia Islam (Jakarta: INIS, 1994)

Gambaran masyarakat tradisional dan modern dalam John J. Macionis, Sociology (New Jersey: Pearson Prentice Hall, Tenth Edition, 2005)

Haderiansyah AB, ‚Ulama dalam Tinjauan Normatif dan Historis

(12)

Keindonesian,‛ dalam Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin, Vol. V, No. 2, (Juli-Desember, 2006)

Hamid Algar, ‚Ulama,‛ dalam Mercia Eliada (ed.), The Encyclopedia of Religion (New York and London: Macmillan Publishing Company, 1987), Vol. 15, h. 115. Iftikhar Zaman, ‚Sunni Ulama,‛dalam John L. Esposito (ed.), The Oxford Encyclopedia of the Islamic World, Vol. IV (New York: Oxford University Press, 1995)

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975)

I. H. Qureshi, The Political Role of Ulama in Moeslem Society, dalam Abubakar A., Bagader (ed.),The Ulama in the Modern Muslim National State, Muslim Youth Movement of (Malaysia, Kuala Lumpur 1983)

Imron Arifin, Kepemimpinan Kiai (Kasus Pondok Pesantren Tebuireng), (Malang: Kalimashada Press, 1993)

Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, (Jakarta:

LP3ES, 1986)

Mir Zohair Husain, Global Islamic Politics (New York: Harper Collins College Publishers, 1995).

Muhamed Nawab Mohamed Osman, ‚Toward a History of Malaysian Ulama,‛ paper diterbitkan oleh the Institute of Defence and Strategic Studies (IDSS), Singapore, No. 122 (February 22, 2007).

Murtadha Muthahhari, Perspektif Al-Quran tentang Manusia, (Bandung: 1995)

Rosehan Anwar, Ulama dalam Penyebaran Pendidikan dan Khazanah Pendidikan, Proyek Pengkajian dan Pengembangan

(13)

Lektur Pendidikan Agama, (Jakarta Pusat: 2003)

S.M. Yunus Gilani, ‚Ilm, ‘Ulum and the ‘Ulama,‛ dalam Hamdard Islamicus, Vol. XIII, No. 4 (2000)

Sartono Kartodirdjo, (ed.), Elit dalam Perspektif Sejarah (Jakarta:

LP3ES, 1983)

Wawancara dengan ketua MUI Hulu sungai Utara tanggal 6 Agustus 2016, 14.40 wita.

Zamahsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1985)

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan beberapa hasil. Pertama, semakin tinggi tingkat partisipasi dalam penyusunan anggaran semakin

Peran pelaksana program sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan program karena kurangnya dukungan bidan terhadap program dapat mempengaruhi implementasinya terhadap

Selama melakukan penelitian dan pembuatan laporan penelitian skripsi saya tidak melakukan tindak pelanggaran etika akademik dalam bentuk apapun, seperti penjiplakan, pembuatan

Jika kamu adalah sebagai korean drama addict tentu tau dong kata kata cinta dalam bahasa korea yang selalu muncul didalam film tersebut. kata kata cinta didalam bahasa korea sangat

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti ditemukan behwa penerapan model pembelajaran Inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa, aktivitas guru dan aktifitas

"Terwujudnya Taman Nasional Perairan Laut Sawu yang dikelola secara berkelanjutan dan kolaboratif guna menjamin keberlangsungan keanekaragaman hayati laut, nilai

Penulis menggunakan Pocket Expense berbayar dengan versi 4.5.1 untuk iPad dan iPhone yang penulis beli dari App Store pada April 2014 lalu. Logo dari versi berbayar Pocket

Adapun yang menjadi visi Pondok Pesantren Darel Hikmah yaitu: “Mewujudkan generasi yang berilmu, bertaqwa dan