• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/KEPMEN-KP/2014 TENTANG"

Copied!
235
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEPUTUSAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6/KEPMEN-KP/2014

TENTANG

RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU DAN SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TAHUN 2014 - 2034

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pengelolaan

Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, perlu menetapkan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 - 2034;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4433)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4779);

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009

tentang Pembentukan dan Organisasi

Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 55

Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2013 Nomor 125);

(2)

2

4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010

tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi,

Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 126);

5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 60/P Tahun 2013;

6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan;

7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;

8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU DAN SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2014 - 2034.

KESATU : Menetapkan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman

Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya Di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 - 2034,

sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

KEDUA : Rencana Pengelolaan dan Zonasi sebagaimana

dimaksud diktum KESATU merupakan panduan operasional pengelolaan Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya Di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

KETIGA : Rencana Pengelolaan dan Zonasi sebagaimana

dimaksud diktum KESATU dapat ditinjau sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

(3)

3

KEEMPAT : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal

ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 27 Januari 2014

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SHARIF C. SUTARDJO

Disalin sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi

(4)

RENCANA JANGKA PANJANG

A. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Perairan Laut Sawu

1. Review Terhadap Kebijakan Nasional dan Lokal terkait dengan Taman Nasional Perairan

a. Arah Kebijakan Pembangunan Nasional (RPJPN 2005-2025)

Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah: Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Sesuai dengan Pasal 25A UUD 45, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang.

Misi ke-7 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah dalam rangka mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Arah pembangunan kelautan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional adalah:

1) meningkatkan upaya pemeliharaan keamanan nasional dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional, termasuk di wilayah laut;

2) peningkatan pembangunan kelautan secara terpadu, termasuk pengembangan Iptek kelautan; dan

3) pengembangan industri kelautan yang meliputi perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumberdaya mineral secara sinergi, optimal dan berkelanjutan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 memiliki 11 prioritas nasional, sebagai berikut:

1) Reformasi birokrasi dan good governance; 2) Pendidikan;

3) Kesehatan;

4) Penanggulangan kemiskinan; 5) Ketahanan pangan;

6) Infrastruktur;

7) Iklim investasi dan bisnis;

(5)

n penan 8) Energi;

9) Lingkungan hidup da ggulangan bencana;

10) Pembangunan daerah tertinggal, terdepan dan pasca konflik; dan 11) Kebudayaan, kreativitas dan inovasi teknologi.

Pembangunan Nasional Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup yang menaungi sebagian besar program Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki 7 (tujuh) prioritas berikut:

1) Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan;

2) Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi;

3) Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan; 4) Perbaikan kualitas Lingkungan Hidup;

5) Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan; 6) Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan; dan

7) Peningkatan Kapasitas Adaptasi & MItigasi Perubahan Iklim.

b. Arah Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 1) Kebijakan Umum KKP

KKP dalam melaksanakan program-program pembangunan yang diamanatkan telah menetapkan kebijakan umum yang merupakan keberpihakan, yaitu: 1). Pro poor & Pro job; 2). Pro

growth; dan Pro sustainability.

Pro poor dan pro job merupakan pesan yang sangat jelas bahwa

pembangunan kelautan dan perikanan harus memberi manfaat bagi sebesar-besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Pro growth juga memberikan sinyal yang kuat bahwa hasil pembangunan kelautan dan perikanan harus memiliki manfaat ekonomi. Sedangkan pro sustainability merupakan pesan yang sangat jelas bahwa pembangunan kelautan dan perikanan juga harus ramah lingkungan.

(6)

a) Visi dan Misi KKP

Visi Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2010-2014 adalah Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar 2015. Sedangkan misi Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2010-2014 adalah Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan.

b) Grand Strategy KKP

Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut telah ditetapkan

Grand Strategy yang dikenal sebagai The Blue Ocean Policies for Sustainable Development yang terdiri dari 4(butir) butir berikut:

1) Memperkuat Kelembagaan dan SDM secara Terintegrasi;

2) Mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara Berkelanjutan;

3) Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Berbasis Pengetahuan;

4) Memperluas Akses Pasar Domestik dan Internasional; 2. Kebijakan dan Strategi Konservasi Perairan

Pengelolaan kawasan konservasi perairan tidak terlepas dari pengelolaan sumberdaya ikan secara keseluruhan. Konservasi sumberdaya ikan adalah upaya melindungi melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya ikan untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan jenis ikan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Sebagai upaya konservasi wilayah perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil, pemerintah melakukan kebijakan antara lain, ditetapkannya target nasional yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan Convention on Biological

Diversity (CBD) di Brazil tahun 2006, yaitu pencanangan Kawasan

Konservasi Laut seluas 10 juta hektar pada tahun 2010 dan 20 juta hektar pada tahun 2020.

Dukungan kebijakan nasional dalam pengembangan kawasan konservasi perairan dibuat secara menyeluruh dan terpadu serta mempertimbangkan desentralisasi dalam pelaksanaannya. Kebijakan dan peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan wilayah pesisir semakin kuat dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Terkait

(7)

dengan sumber daya ikan, Undang-undang ini bersinergi dengan berbagai perundangan lain, diantaranya dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Terkait dengan desentralisasi, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 merupakan perekat hubungan antar beberapa undang-undang sebagai materi muatan dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di daerah. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tersebut memiliki implikasi terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan. Implikasi akan bersifat sinergis, apabila setiap pemerintah dan masyarakat di wilayah otonomi menyadari arti penting dari pengelolaan suberdaya pesisir secara berkelanjutan, sehingga pemanfaatan sumberdaya pesisir dilakukan secara bijaksana dengan menerapkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan.

Implikasi negatif akan muncul apabila setiap daerah berlomba mengeksploitasi sumberdaya pesisir tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. Sedangkan payung kebijakan dalam konservasi sumber daya ikan, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, yang merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Melalui peraturan pemerintah ini diharapkan segala urusan mengenai konservasi sumberdaya ikan dapat terwadahi.

Pertemuan puncak dunia mengenai pembangunan berkelanjutan di Johannesburg pada tahun 2002 mendeklarasikan bahwa, “Samudera, laut, pulau, dan wilayah pantai merupakan satu komponen terpadu dan essensial dari ekosistem bumi yang sangat penting bagi ketersediaan pangan global yang aman untuk menjaga kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan ekonomi banyak Negara, terutama di negara- negara berkembang. Pembangunan samudera yang berkelanjutan membutuhkan koordinasi dan kerjasama yang efektif, termasuk pada

(8)

tingkat global dan regional, diantara badan-badan yang berkepentingan dan tindakan-tindakan di segala tingkatan”.

Arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan sumberdaya alam tersebut menunjukkan prinsip-prinsip yang sangat mendasar dan harmonisasi antara keseimbangan, keselarasan dan keserasian sistem ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. Pembangunan yang semata-mata menempatkan sistem dan fungsi ekonomi sebagai prioritas dan mengabaikan fungsi ekologi, sosial dan budaya akan menimbulkan masalah-masalah yang pelik dan konflik sosial yang berkepanjangan. Oleh karena itu, upaya pemerintah untuk membangun dan mengembangkan keseimbangan fungsi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya harus dapat terimplementasikan dalam berbagai perangkat kebijakan maupun program pemerintah.

Sebagai pelaksanaan visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan, maka Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menetapkan Visi, yaitu: Pengelolaan kelautan, pesisir dan pulau- pulau kecil secara optimum dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat.

Visi ini dijabarkan dalam 5 (lima) Misi yaitu:

a) Memfasilitasi terwujudnya penataan ruang untuk kepentingan dan kepastian hukum bagi pembangunan di wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil;

b) Memperbaiki sistem pengelolaan pesisir dan lautan untuk mewujudkan wilayah pesisir dan lautan yang bersih, sehat, produktif dan aman;

c) Mendorong pertumbuhan investasi pulau-pulau kecil yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat;

d) Mengembangkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya melalui upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan pada tingkat ekosistem, jenis dan genetik; dan

e) Meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang terdiri dari nelayan, pembudidaya, pemasar ikan dan pengolah hasil laut, serta masyarakat pesisir lainnya.

(9)

Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang mengemban misi Mengembangkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya melalui upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan pada tingkat ekosistem, jenis dan genetik tersebut, menetapkan strategi pengelolaan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya dengan melakukan pengelolaan dan pengembangan konservasi sumberdaya alam dan lingkungannya, melalui upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan pada tingkat ekosistem, jenis dan

genetik, dengan mengembangkan kebijakan, penyusunan/

pengembangan pedoman, pengembangan kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan, pengembangan pilot project, bimbingan teknis fasilitasi serta mengembangkan kerjasama nasional dan internasional di bidang konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya.

Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan telah menyusun beberapa kebijakan dan strategi dalam rangka konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya, antara lain strategi utama konservasi keanekaragaman hayati laut (grand strategy marine biodiversity

conservation), kebijakan dan strategi pengelolaan terumbu karang,

strategi utama jejaring kawsan konservasi laut, kebijakan dan strategi konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya di perairan daratan, serta berbagai panduan maupun pedoman sebagai pelaksanaan dari kebijakan dan strategi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Pelaksanaan Konservasi Sumberdaya Ikan dan Lingkungannya pada Direktorat Kawasan konservasi dan Jenis Ikan bertujuan untuk mewujudkan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya melalui upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya ikan, termasuk ekosistem, jenis dan genetik dalam rangka menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragaman sumber daya ikan untuk kesejahteraan masyarakat. Adapun sasarannya sebagai berikut:

a) terwujudnya pengembangan kawasan konseravsi perairan seluas 3,5 juta hektar;

b) terlaksananya pengembangan konservasi jenis dan genetik di tiga wilayah biogeografi, sebanyak 4 jenis;

(10)

c) terlaksananya rehabilitasi ekosistem sumberdaya ikan dan lingkungannya di 8 provinsi, 15 kabupaten dan 21 lokasi;

d) pengembangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) konservasi sumebrdaya ikan, sebanyak 2 UPT;

e) terlaksananya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia konservasi sumberdaya ikan sebanyak 250 orang; dan

f) tersusunnya peraturan, pedoman standar dan norma tentang konservasi sumberdaya ikan sebanyak 18 dokumen.

Kegiatan pokok direktorat konservasi, antara lain pengembangan konservasi kawasan perairan, pengembangan konservasi jenis dan genetik, rehabilitasi sumberdaya ikan dan lingkungannya, dan pengembangan kelembagaan, kapasitas sumberdaya manusia dan peraturan.

Strategi pengembangan kawasan konservasi perairan yang dilakukan oleh KKP, melalui Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan antara lain:

a) perluasan kawasan konservasi laut, dengan target 10 (sepuluh) juta hektar pada tahun 2010 dan 20 (dua puluh) juta hektar pada tahun 2020;

b) melakukan upaya pengelolaan efektif Kawasan Konservasi Perairan yang meliputi perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan, serta pengembangan kawasan percontohan;

c) melakukan pendekatan ilmiah, termasuk: eco-regional, resilient, and

resistant principles;

d) memantapkan jaringan global dan kerjasama dalam pengelolaan KKP;

e) implementasi kolaborasi pengelolaan dalam kerjasama antar pemerintah, masyarakat dan organisasi non pemerintah (LSM);

f) penguatan pengelolaan KKP melalui program “Capacity Building”;

g) pengembangan mekanisme pendanaan, serta berbagai kegiatan pembinaan dan pengembangan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi secara berkelanjutan.

(11)

3. Kebijakan Pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Timur (RPJMD 2009-2013) a. Visi dan Misi

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan regional, dilaksanakan dengan mengacu kepada kebijakan nasional terutama dalam hubungannya dengan sistem perencanaan pembangunan nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dengan demikian Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi NTT disusun dengan mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Berdasarkan tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam 20 tahun kedepan serta dengan memperhatikan potensi dan kemampuan daerah serta berbagai faktor strategis lainnya, maka Visi Provinsi NTT Tahun 2009-2013 adalah “Terwujudnya masyarakat Nusa Tenggara Timur yang berkualitas, sejahtera, Adil dan Demokratis, dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Visi tersebut mengandung pengertian bahwa kondisi Provinsi NTT yang ingin diwujudkan dalam lima tahun mendatang adalah Nusa Tenggara Timur yang memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas, memperhatikan keseimbangan antara kewajiban dan hak, menghargai pendapat dan menerima pendapat orang lain.

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka misi pembangunan Provinsi NTT tahun 2009-2013 adalah:

1) Meningkatkan pendidikan yang berkualitas, relevan, efisien dan efektif yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.

Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan kesempatan pendidikan bagi masyarakat baik yang di kota mapun di desa dengan meningkatkan fasilitas pelayanan pendidikan baik jumlah, kualitas terutama penyebarannya, namun perluasan kesempatan belajar ini dibarengi pula dengan relevansi jenis dan jenjang pendidikan dengan kebutuhan masyarakatnya sehingga perluasan pendidikan dimaksud dapat efektif dan efisien.

2) Meningkatkan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat melalui pelayanan yang dapat dijangkau seluruh masyarakat.

Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pola hidup sehat, pemerataan pelayanan

(12)

kesehatan, meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan serta peningkatan kualitas gizi masyarakat yang tiap tahunnya terus melanda NTT dan berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia.

3) Memberdayakan ekonomi rakyat dengan mengembangkan pelaku ekonomi yang mampu memanfaatkan keunggulan potensi lokal.

Melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan penduduk yang saat ini cukup memprihatinkan akibat masih tingginya angka kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya pendapatan perkapita, meningkatnya angka pengangguran, belum berkembangnya sektor riil serta rendahnya pertumbuhan dan produktivitas UKM dan Koperasi. Untuk itu perekonomian NTT yang saat ini masih mengandalkan sektorsektor tradisonal harus juga memperhatikan sektor-sektor non tradisional seperti industri dan tersier khususnya jasa-jasa dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada.

4) Meningkatkan infrastruktur yang memadai agar masyarakat dapat memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.

Melalui misi ini pemerintah memandang peningkatan kesejahteraan masyarakat juga perekonomian, sangat bergantung pada kelayakan infrastruktur pembangunan yang ada. Untuk itu dalam lima tahun kedepan, pemerintah akan meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur baik dalam jumlah, kualitas serta penyebarannya terutama sarana dan prasarana air dan listrik, transportasi darat, laut dan udara, pendidikan, kesehatan dan ekonomi serta infrastruktur perumahan dan permukiman .

5) Meningkatkan penegakan supremasi hukum dalam rangka menjelmakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mewujudkan masyarakat yang adil dan sadar hukum.

Melalui misi ini pemerintah Provinsi NTT ingin menata dan membina hukum tingkat daerah serta menempatkan supremasi hukum sebagai landasan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, dengan mengedepankan norma /kaidah hukum dalam masyarakat serta nilai- nilai sosial dan rasa keadilan masyarakat.

6) Meningkatkan pembangunan yang berbasis tata ruang dan lingkungan hidup.

(13)

Melalui misi ini pemerintah ingin menunjukkan pentingnya penanganan masalah penataan ruang yang merupakan salah satu matra dalam perencanaan pembangunan daerah, serta masalah lingkungan hidup yang erat kaitanya dalam mendukung kehidupan masyarakat sehari-hari.

7) Meningkatkan akses perempuan, anak dan pemuda dalam sektor publik, serta meningkatkan perlindungan terhadap perempuan, anak dan pemuda.

Sudah menjadi komitmen pembangunan nasional juga dunia untuk memperhatikan kualitas hidup serta perlindungan terhadap perempuan dan anak. Untuk itu melalui misi ini pemerintah ingin meningkatkan perlindungan dan kualitas hidup perempuan dan anak melalui peningkatan akses perempuan dan anak dalam sektor publik serta meningkatnya perlindungan hukum bagi perempuan dan anak. 8) Mempercepat penanggulangan kemiskinan, pengembangan kawasan

perbatasan, pembangunan daerah kepulauan, dan pembangunan daerah rawan bencana alam.

Melalui misi ini pemerintah daerah menekankan pada percepatan penanggulangan masalah yang mendasar pada masyarakat NTT umumnya dan masyarakat desa khususnya yakni masalah kemiskinan. Selain itu NTT juga hampir setiap tahun tertimpa bencana alam sehingga harus ada upaya penanggulangan secepat mungkin agar masyarakat tidak harus terlalu menderita. Selain itu wilayah NTT yang merupakan wilayah kepulauan perlu adanya strategi tersendiri dibandingkan dengan daerah daratan yang lebih mudah dijangkau, hal ini ditambah lagi dengan posisi NTT yang juga menjadi daerah perbatasan dengan Negara lain seperti Timor Leste dan Australia yang rawan terhadap masalah-masalah lintas batas termasuk penyelundupan.

b. Agenda Pembangunan Daerah

Visi dan Misi di atas selanjutnya diterjemahkan dalam 8 Agenda Pembangunan Provinsi NTT tahun 2009 – 2013 sebagai berikut:

1) Pemantapan Kualitas Pendidikan; 2) Pembangunan Kesehatan;

3) Pembangunan Ekonomi; 4) Pembangunan Infrastruktur;

(14)

5) Pembenahan sistem hukum (daerah) dan keadilan;

6) Konsolidasi Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 7) Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Pemuda; dan

8) Agenda Khusus: penanggulangan kemiskinan, pembangunan daerah perbatasan, pembangunan daerah kepulauan dan pembangunan daerah rawan bencana.

4. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Provinsi NTT

Strategi pembangunan daerah merupakan rencana yang menyeluruh dan terpadu mengenai upaya-upaya pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat untuk mewujudkan visi pembangunan daerah. Untuk mewujudkan visi pembangunan daerah tersebut maka Pemerintah Provinsi NTT melaksanakan 8 (delapan) misi pembangunan daerah yang akan ditempuh melalui 4 (empat) Strategi Pokok Pembangunan Daerah, yaitu:

a) Pembangunan Daerah yang Berkesinambungan dan Berkelanjutan

Pembangunan Daerah yang Berkesinambungan dan Berkelanjutan diarahkan untuk melanjutkan program pembangunan yang telah dicanangkan dan dilaksanakan pada masa-masa sebelumnya.

b) Peningkatan Kualitas Kehidupan Masyarakat

Peningkatan Kualitas Kehidupan Masyarakat diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Provinsi NTT dalam segala aspek terutama yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar yaitu kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.

c) Percepatan Pembangunan Daerah dengan Mengembangkan Ekonomi Lokal.

Percepatan Pembangunan Daerah dengan Mengembangkan Ekonomi Lokal diarahkan untuk pengembangan ekonomi lokal (lokal economic

development), yaitu dengan mengembangan kapasitas dan kegiatan

ekonomi masyarakat di daerah untuk meningkatkan derajat kemajuan ekonomi daerah secara keseluruhan;

d) Pemberdayaan Masyarakat

(15)

Pemberdayaan Masyarakat diarahkan untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan

pembangunan sosial, budaya dan ekonomi

5. Kebijakan Spasial dan Perda Provinsi NTT tentang RTRW 2010-2030

Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk mewujudkan Provinsi NTT sebagai provinsi kepulauan dan maritim yang berbasis pada pengembangan potensi sumber daya alam dan budaya lokal yang terpadu dan berkelanjutan, bertumpu pada masyarakat berkualitas, adil dan sejahtera, dengan tetap memperhatikan aspek mitigasi bencana.

a) Rencana Struktur Ruang Provinsi NTT

Rencana struktur dan pola ruang Povinsi NTT terdiri atas pusat sistem kegiatan dan pusat jaringan prasarana wilayah. Rencana pengembangan sistem perkotaan di Provinsi NTT, meliputi:

1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) terdapat di Kota Kupang, berfungsi sebagai pusat pelayanan seluruh wilayah Provinsi NTT;

2) PKN promosi (PKNp) terdapat di Waingapu di Kabupaten Sumba Timur dan Maumere di Kabupaten Sikka;

3) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) terdapat di Soe di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara, Ende di Kabupaten Ende, Ruteng di Kabupaten Manggarai dan Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat;

4) PKW promosi (PKWp) terdapat di Tambolaka di Kabupaten Sumba Barat Daya, Bajawa di Kabupaten Ngada, Larantuka di Kabupaten Flores Timur, Waikabubak di Kabupaten Sumba Barat dan Atambua di Kabupaten Belu, dan Mbay di Kabupaten Nagekeo;

5) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) terdapat di Oelamasi di Kabupaten Kupang, Ba’a di Kabupaten Rote Ndao, Seba di Kabupaten Sabu Raijua, Lewoleba di Kabupaten Lembata, Kalabahi di Kabupaten Alor, Waibakul di Kabupaten Sumba Tengah, dan Borong di Kabupaten Manggarai Timur;

6) Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) terdapat di Atambua di Kabupaten Belu, Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara, dan Kalabahi di Kabupaten Alor.

Sistem perdesaan mencakup seluruh pusat kecamatan diluar sistem perkotaan di seluruh wilayah kabupaten/kota di wilayah Provinsi.

(16)

wasan Perlindungan Setempat b) Rencana Pola Ruang

Rencana pola ruang wilayah Provinsi NTT meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya yang mempunyai nilai strategis provinsi dan/atau lintas kabupaten dan/atau kota. Rencana pola ruang Provinsi NTT diuraikan sebagai berikut:

1) Rencana Kawasan Lindung

Rencana Kawasan Lindung ditetapkan berdasarkan kebijakan dan strategi pola ruang wilayah Provinsi NTT untuk Kawasan Lindung. Rencana kawasan Lindung Provinsi NTT minimal 29,03% dari total luas wilayah Provinsi NTT yaitu sekitar 1.348.760,25 hektar, dimana luas lahan total adalah 3.297.598,85 hektar. Adapun luas perairan Provinsi NTT sekitar 19.148.400 hektar, yang mencakup pemanfaatan Lindung di wilayah Laut Provinsi NTT. Peta Rencana Pola Ruang Provinsi NTT sebagaimana terdapat pada Gambar 27.

2) Ka Gambar 27. Peta Rencana Pola Ruang Provinsi NTT

Kawasan Perlindungan Setempat meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, serta kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal. Adapun Kawasan Perlindungan Setempat yang terdapat di Propinsi NTT, meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk dan kawasan

(17)

sempadan jurang.

(18)

(a) Kawasan sempadan pantai;

Kawasan sempadan pantai yang terdapat di Provinsi NTT memiliki luas total kurang lebih 56.274 hektar, meliputi:

(1) kawasan sempadan pantai yang berjarak 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat yaitu di sepanjang pantai Provinsi Nusa Tenggara Timur; dan

(2) kawasan sempadan pantai rawan gelombang pasang dan tsunami yang berjarak lebih dari 100 meter disesuaikan dengan karakter pantai, terdapat di Maumere di Kabupaten Sikka, Daerah Atapupu/pantai utara Belu, pantai selatan Pulau Sumba, pantai utara Ende, pantai utara Flores Timur, pantai selatan Lembata, dan pantai selatan Pulau Timor.

(b) Kawasan sempadan sungai;

Kawasan sempadan sungai yang terdapat di Provinsi NTT memiliki luas total kurang lebih 181.837 hektar, meliputi: (1) kawasan sempadan sungai di kawasan non permukiman

berjarak sekurang-kurangnya 100 m dari kiri dan kanan untuk aliran sungai utama dan sekurang-kurangnya 50 meter dari kiri dan kanan untuk anak sungai; dan

(2) kawasan sempadan sungai di kawasan permukiman berjarak sekurang-kurangnya 10 meter.

(c) Kawasan sekitar danau atau waduk

Kawasan sekitar danau atau waduk memiliki luas total kurang lebih 28.944 hektar, berjarak 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

(d) Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, meliputi kawasan suaka alam laut, kawasan suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut, kawasan cagar alam dan cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, kawasan taman nasional dan taman nasional laut, kawasan

(19)

taman hutan raya, kawasan taman wisata alam dan kawasan cagar budaya.

(1) Kawasan Suaka Alam

Kawasan suaka alam merupakan kawasan dengan kriteria kawasan yang memiliki keanekaragaman biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang khas baik di darat maupun diperairan dan mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang terdapat didalamnya. Kawasan suaka alam yang terdapat di Provinsi NTT yaitu Kawasan Suaka Alam Laut Sawu dan Kawasan Suaka Alam Laut Flores.

(2) Kawasan Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut Kawasan ini memiliki kriteria :

1. merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi,

2. memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi,

3. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrant tertentu; dan

4. memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

Di Propinsi NTT, kawasan jenis ini meliputi Kawasan Suaka Margasatwa Perhatu di Kabupaten Kupang, Kawasan Suaka Margasatwa Kateri di Kabupaten Belu, Kawasan Suaka Margasatwa Harlu di Kabupaten Rote Ndao, dan Kawasan Suaka Margasatwa Ale Asisio di Kabupaten Timor Tengah Selatan.

(3) Kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut Kawasan ini memiliki kriteria :

1. memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya;

2. memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya;

(20)

3. memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan belum diganggu manusia;

4. memiliki luas dan bentuk tertentu; dan

5. memiliki ciri khas yang merupakan satu-satunya contoh suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi.

Di Provinsi NTT, kawasan jenis ini meliputi Kawasan Cagar Alam Riung di Kabupaten Ngada, Kawasan Cagar Alam Maubesi di Kabupaten Belu, Kawasan Cagar Alam Way Wuul/Mburak di Kabupaten Manggarai Barat, Kawasan Cagar Alam Watu Ata di Kabupaten Ngada, Kawasan Cagar Alam Wolo Tadho di Kabupaten Ngada, dan Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis yang terdapat di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara.

(4) Kawasan Pantai Berhutan Bakau

Kawasan pantai berhutan bakau memiliki kriteria koridor di sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah dari arah darat. Kawasan pantai berhutan bakau di Provinsi NTT terdapat di Kabupaten Belu, Rote Ndao dan Manggarai Barat.

(5) Kawasan Taman Nasional dan Taman Nasional Laut Kawasan ini ditetapkan dengan kriteria :

1. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam;

2. memiliki luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologi secara alami;

3. memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh;

4. memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di dalamnya yang secaramateri atau fisik tidak boleh diubah baik oleh ekspoitasi maupun pendudukan manusia; dan

(21)

5. memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam.

Di Provinsi NTT kawasan jenis ini meliputi Kawasan Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende, Kawasan Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti di Kabupaten Sumba Timur, Kawasan Taman Nasional Manupeu- Tanadaru di Kabupaten Sumba Tengah, Kawasan Taman Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat, Kawasan Taman Nasional Laut Komodo di Kabupaten Manggarai Barat dan Kawasan Taman Nasional Laut Selat Pantar di Kabupaten Alor.

(6) Kawasan Taman Hutan Raya

Kawasan Taman Hutan Raya ditetapkan dengan kriteria: 1. berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki

tumbuhan dan/atau satwa yang beragam; 2. memiliki arsitektur bentang alam yang baik;

3. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata; 4. merupakan kawasan dengan cirri khas baik asli

maupun buatan, baik pada kawasan yang

ekosistemnya masih utuh maupun kawasan yang sudah berubah;

5. kemiliki keindahan alam dan/atau gejala alam;

6. memiliki luas yang memungkinkan untuk

mengembangkan koleksi tumbuhan dan/atau satwa jenis asli dan/atau bukan asli;

7. untuk kawasan berdasarkan kriteria tersebut berupa Taman Hutan Raya Prof Ir. Herman Yohannes yang terdapat di Kabupaten Kupang;

(7) Kawasan Taman Wisata Alam Dan Taman Wisata Alam Laut

Kawasan jenis ini ditetapkan dengan kriteria :

1. memiliki daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang masih asli serta formasi geologi yang indah, unik dan langka;

2. memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;

(22)

3. memiliki luas yang cukup untuk menjamin pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk dimanfaatkan bagi kegiatan wisata alam; dan

4. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan kegiatan wisata alam.

Di Provinsi NTT, kawasan-kawasan yang termasuk pada kriteria tersebut meliputi:

1. Kawasan Taman Wisata Alam Tuti Adagae di Kabupaten Alor;

2. Kawasan Taman Wisata Alam Kemang Beleng I di Kabupaten Ende;

3. Kawasan Taman Wisata Alam Kemang Beleng II di Kabupaten Ende;

4. Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Besar di Kabupaten Sikka;

5. Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Menipo di Kabupaten Kupang;

6. Kawasan Taman Wisata Alam Ruteng di Kabupaten Manggarai;

7. Kawasan Taman Wisata Alam Egon Illimedo di Kabupaten Sikka;

8. Kawasan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang terdapat di Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao.

9. Kawasan Taman Wisata Alam Gugus Pulau Teluk Maumere di Kabupaten Sikka;

10. Kawasan Taman Wisata Alam Laut Tujuh Belas Pulau Riung di Kabupaten Ngada;

11. Kawasan Taman Wisata Alam Camplong di Kabupaten Kupang;

12. Kawasan Taman Wisata Pulau Batang di Kabupaten Alor; dan

13. Kawasan Taman Wisata Baumata di Kabupaten Kupang.

(8) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan

(23)

Kawasan ini ditetapkan dengan kriteria sebagai hasil budidaya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Di Provinsi NTT, kawasan ini meliputi:

1. Kawasan Kapela Tuan Ma Larantuka di Kabupaten Flores Timur;

2. Kawasan Meriam Jepang dan Tugu Jepang di Kota Kupang;

3. Kawasan Gereja Tua di Kota Kupang;

4. Kawasan Gua Alam Baumata di Kabupaten Kupang; 5. Kawasan cagar budaya berupa kampung adat yang

terdapat di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Timur, Ngada, Nagekeo, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Ende, dan Belu; dan

6. Kawasan Gua Bitauni di TTU. 3) Kawasan Rawan Bencana

Kawasan rawan bencana alam yang terdapat di Provinsi NTT, meliputi kawasan rawan tanah longsor dan gerakan tanah dan kawasan rawan banjir.

(a) Kawasan rawan longsor

Kawasan rawan longsor ditetapkan dengan kriteria kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran. Kawasan rawan longsor dan gerakan tanah terdapat di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu, Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, Kabupaten Ngada, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat. (b) Kawasan rawan banjir

Kawasan rawan bajir ditetapkan dengan kriteria kawasan yang diidentifikasi sering dan/atau berpotensi tinggi

(24)

mengalami bencana banjir. Kawasan ini terdapat di Takari dan Noelmina di Kabupaten Kupang, Benanain di Kabupaten Belu, Dataran Bena dan Naemeto di Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Ndona di Kabupaten Ende.

Selain kawasan yang disebutkan diatas terdapat juga kawasan rawan bencana alam geologi, meliputi kawasan rawan gempa, kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami, dan kawasan rawan bencana letusan Gunung Berapi.

4) Kawasan Lindung Lainnya

Kawasan Lindung Lainnya meliputi cagar biosfer, ramsar, taman buru, kawasan perlindungan plasma-nutfah, kawasan pengungsian satwa, terumbu karang, dan kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. Kawasan Lindung Lainnya di Provinsi NTT memiliki luasan sekitar 180.125,07 hektar. Kawasan Lindung Lainnya sebagaimana terdapat pada Tabel 36.

Tabel 36. Kawasan Lindung Lainnya di Provinsi NTT

No Jenis Kawasan

1 Kawasan Taman Buru Kawasan Taman Buru Dataran Bena di Kabupaten Timor Tengah Selatan;

Kawasan Taman Buru Pulau Rusa di Kabupaten Kupang;

Kawasan Taman Buru Pulau Ndana di Kabupaten Rote Ndao; dan

Kawasan Taman Buru Ndana di Kabupaten Alor.

2 Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah

Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Riung di Kabupaten Manggarai;

Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Maubesi di Kabupaten Belu;

Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Way Wull/Mburak di Kabupaten Manggarai Barat; Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Watu 21

(25)

No Jenis Kawasan

Ata di Kabupaten Ngada; dan

Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Wolo Tadho di Kabupaten Ngada.

3 Kawasan Pengungsian Satwa Kawasan Perairan Laut Flores; Kawasan Perairan Laut Sawu; Kawasan Perairan Laut Alor; dan Kawasan Perairan Laut Timor.

4 Kawasan Terumbu Karang Kawasan Terumbu Karang Laut Flores; Kawasan Terumbu Karang Laut Sawu; dan Kawasan Terumbu Karang Laut Timor. 5 Kawasan Koridor Jenis Satwa/

Biota Laut yang di Lindungi

Kawasan Komodo di Kabupaten Manggarai Barat;

Perairan Laut Flores; Perairan Laut Sawu; dan Perairan Laut Timor.

5) Rencana Kawasan Budidaya

Penetapan kawasan budidaya provinsi dilakukan dengan memperhatikan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional atau kawasan andalan. Kawasan andalan terdiri atas kawasan andalan dan kawasan andalan laut. Kawasan andalan di provinsi meliputi:

(a) Kawasan Kupang dan sekitarnya, yang memiliki sektor unggulan pertanian, industri, pariwisata, perikanan laut dan pertambangan;

(b) Kawasan Maumere – Ende, yang memiliki sektor unggulan pertanian, kehutanan, industri, pariwisata, perikanan dan perkebunan;

(c) Kawasan Komodo dan sekitarnya, yang memiliki sektor unggulan pertanian, industri, pariwisata, perikanan dan perkebunan;

(d) Kawasan Ruteng – Bajawa, yang memiliki sektor unggulan pertanian, pertambangan, pariwisata, perikanan dan perkebunan;

(26)

(e) Kawasan Sumba, yang memiliki sektor unggulan pertanian, pariwisata dan perkebunan;

(f) Kawasan Andalan Laut Flores, yang memiliki sektor unggulan pariwisata dan perikanan;

(g) Kawasan Andalan Laut Sawu dan sekitarnya, yang memiliki sektor unggulan pariwisata, perikanan dan pertambangan; (h) Kawasan Andalan Laut Sumba dan sekitarnya, yang memiliki

sektor unggulan pariwisata dan perikanan.

6) Kawasan yang Diperuntukkan Sebagai Kawasan Perikanan

Kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan perikanan terdiri dari kawasan perikanan tangkap, kawasan budidaya perikanan dan kawasan pengolahan ikan. Kawasan peruntukan perikanan tangkap tersebar di seluruh kabupaten/kota. Kawasan

peruntukan perikanan budidaya tersebar di seluruh

kabupaten/kota. Untuk meningkatkan nilai ikan tangkap dan budidaya yang dihasilkan dari perairan yang terdapat di Provinsi NTT, maka direncanakan kawasan pengolahan ikan. Kawasan pengolahan ikan terdapat di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Ende.

7) Kawasan yang Diperuntukan Sebagai Kawasan Pariwisata

Kawasan peruntukan pariwisata meliputi kawasan peruntukan pariwisata alam, kawasan peruntukan pariwisata budaya dan kawasan peruntukan pariwisata buatan/taman rekreasi.

(a) Kawasan peruntukan pariwisata alam

Kawasan yang termasuk jenis pariwisata alam meliputi (1) Taman Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat; (2) Taman Laut Tujuh Belas Pulau Riung di Kabupaten

Ngada;

(3) Taman Laut Teluk Maumere di Kabupaten Sikka; (4) Taman Laut Kepa di selat Pantar di Kabupaten Alor;

(5) Taman Laut Teluk Kupang di Kabupaten dan Kota Kupang; (6) Pantai Nembrala di Kabupaten Rote Ndao;

(7) Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende;

(27)

(8) Pantai Kolbano di Kabupaten Timor Tengah Selatan; dan (9) Kawasan Wisata Gunung Mutis di Kabupaten Timor

Tengah Selatan.

(b) Kawasan peruntukan Pariwisata Budaya

Kawasan yang termasuk jenis pariwisata budaya meliputi: (1) Atraksi Pasola di Kabupaten Sumba Barat dan Sumba

Barat Daya;

(2) Prosesi Jumad Agung di Kabupaten Flores Timur;

(3) Prosesi Jumad Agung di Gua Bitauni di Kabupaten Timor Tengah Utara;

(4) Perburuan ikan paus di Lamalera di Kabupaten Lembata; (5) Perkampungan Adat di Bena di Kabupaten Ngada;

(6) Kampung adat Koanara di Kabupaten Ende;

(7) Kampung adat Tarung di Kabupaten Sumba Barat; (8) Kampung adat Laitarung di Kabupaten Sumba Tengah (9) Kampung adat Boti di Kabupaten Timor Tengah Selatan; (10) Kampung Namata di Kabupaten Sabu Raijua;

(11) Kampung Tamkesi di Kabupaten Timor Tengah Utara; (12) Homo Florencis Liangboah di Kabupaten Manggarai; (13) Situs arkeologi Olabula di Kabupaten Nagakeo;

(14) Kuburan Megalitik di Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sikka; dan

(15) Atraksi seni budaya di seluruh kabupaten/kota. (c) Kawasan peruntukan Pariwisata Buatan

Kawasan yang termasuk jenis pariwisata buatan meliputi : (1) Taman Rekreasi Subasuka di Kota Kupang; dan

(2) Pemancingan di Perairan Tablolong Kabupaten Kupang. 6. Isu-isu dan Permasalahan Kawasan

Berbagai isu yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang merupakan hasil masukan dari berbagai pihak baik pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, maupun masyarakat antara lain:

(28)

a) Terjadinya Penurunan Ekosistem dan Lingkungan

(29)

Wilayah pesisir dan laut di TNP Laut Sawu mengalami penurunan ekosistem sebagai akibat dari berbagai aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan linggis dan hammer, potassium dan bom oleh nelayan pendatang. Di samping itu konversi ekosistem hutan bakau yang kerap dijadikan bahan bangunan dan perumahan juga menjadi persoalan yang perlu menjadi perhatian untuk mengantisipasi abrasi pantai, ekosistem mangrove tidak terdegradasi.

(2) Terjadinya penurunan keanekaragaman hayati dan habitat perikanan

TNP Laut sawu merupakan daerah migrasi ikan menuju ke Samudera Pasifik & Samudera Hindia dari berbagai biota terutama penyu, paus dan biota ekonomis tinggi lainnya, sehingga menjadi target penangkapan bagi nelayan.

Penangkapan biota laut yang berlebihan akibat dari open akses dan kurangnya pengaturan tentang ukuran yang boleh ditangkap, jenis yang tidak boleh ditangkap, jenis alat tangkap yang dilarang, serta nilai ekonomi sumberdaya tersebut menyebabkan terjadinya

overfishing yang mengancam keberadaan dan kelestarian biota.

Dikhawatirkan jika kegiatan tersebut berlanjut tanpa perlindungan dan pengendalian dapat menjadi ancaman bagi kepunahan biota tersebut.

(3) Lemahnya Koordinasi sehingga terjadi konflik lintas sektor dan antar sektor

Konflik lintas sektor dan antar sektor merupakan konflik yang terjadi dalam pemanfaatan dan pengelolaan di TNP Laut Sawu sebagai akibat tidak adanya koordinasi dan kolabarosi dari dan antar sektor tersebut, sehingga diperlukan leading sector yang dapat mengayomi semua kepentingan dalam pemanfaatan dan pengelolaan.

(4) Pengelolaan Pasca panen

Untuk meningkatkan nilai tambah (value added) dari sumberdaya diperlukan pengolahan pasca panen secara tepat melalui keragaman bentuk pengolahan yang dapat menjadikan nilai tambah dari produk yang dihasilkan dan tidak cepat membusuk,

(30)

sehingga tingkat harga produk dapat dipertahankan atau ditingkatkan.

(5) Terbatasnya sarana dan prasarana

Salah satu faktor penunjang dalam meningkatkan pengelolaan dan nilai sumberdaya adalah tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, sehingga kebijakan yang akan diterapkan dapat terlaksana sebagaimana mestinya yang ditopang dengan berbagai hasil studi yang memadai. Kondisi geografis daerah Provinsi NTT yang terdiri dari pulau-pulau dengan kemiringan yang cukup tinggi (rata-rata di atas 40%) merupakan kendala dalam pembangunan prasaran dan sarana, terutama perhubungan dan komunikasi. Hal ini berakibat sarana dan prasarana penunjang seperti hotel, restoran, transportasi dan lain-lain di lokasi calon kawasan konservasi masih sangat terbatas bahkan kurang.

(6) Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai

SDM merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pengelolaan TNP Laut Sawu. SDM baik jumlah maupun kualitasnya sangat diharapkan dapat mengembangkan segenap potensi sumberdaya yang ada secara optimal dan berkelanjutan. Jumlah dan kualitas SDM di tataran kebiijakan dan pengelolan termasuk nelayan sangat menentukan tujuan pengelolaan TNP Laut Sawu. Untuk itu diperlukan upaya secara maksimal melalui rekruitmen tenaga SDM bagi instansi terkait serta melakukan pendidikan formal dan non formal secara terencana.

Dari jumlah penduduk Provinsi NTT yang berjumlah 4,6 juta jiwa, angka “melek huruf” penduduk berusia lima tahun ke atas sebesar 83,35 persen. Rendahnya tingkat pendidikan tentunya akan mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Rendahnya kualitas SDM juga dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas karena pemahaman dan daya serap terhadap teknologi dan inovasi baru relatif kurang. Hal ini juga telah disadari oleh pemerintah daerah Provinsi NTT, sehingga dalam

(31)

rencana strategi pembangunan daerah salah satu prioritasnya adalah peningkatan kualitas SDM.

(7) Masih tingginya angka kemiskinan

Berdasarkan data statistik tahun 2012, presentasi penduduk miskin di NTT adalah 21,23%. Persentase tersebut cukup tinggi apabila dibandingkan dengan angka kemiskinan rata-rata secara nasional yang hanya mencapai 12,49%. Tingkat pendapatan sebagian masyarakat yang relatif rendah mempunyai kecenderungan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan.

Penggunaan berbagai alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan penggunaan alat tangkap dengan teknologi yang lebih memadai oleh pemilik modal menyebabkan nelayan tradisonal semakin tersisih dan semakin miskin. Oleh karena itu, diperlukan peraturan untuk memberikan peluang pada nelayan tradisonal dalam meningkatkan taraf hidupnya. Di samping itu diperlukan pendampingan, bimbingan dan pemberian modal usaha alternatif bagi nelayan tradisonal secara kontinyu dan terencana.

(8) Rendahnya pemahaman masyarakat akan kelestarian alam

Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya

kelestarian alam terkait erat dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya kelestarian alam dapat dilihat dari masih banyaknya praktek- praktek penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Meskipun berdasarkan penuturan penduduk bukan dari masyarakat setempat, akan tetapi masyarakat sampai saat ini belum merasa terganggu dengan praktek tersebut. Jika hal ini dibiarkan, maka sumberdaya perikanan yang ada di wilayah tersebut akan menjadi rusak.

Nelayan tradisional banyak yang melakukan penangkapan ikan dengan bubu. Nelayan tradisional tidak menyadari bahwa melakukan penangkapan ikan dengan bubu dapat mengakibatkan rusaknya terumbu karang. Meskipun bubu tersebut adalah alat penangkapan yang pasif, akan tetapi dengan meletakkannya di atas

(32)

terumbu karang dapat mengakibatkan rusaknya terumbu karang tersebut.

(9) Kearifan Lokal

Mengingat salah satu tujuan pengembangan TNP Laut Sawu adalah pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat, potensi kearifan lokal yang ada dimasyarakat dapat menjadi salah satu faktor pendukung terlaksananya tujuan ini, dengan merevitalisasi kearifan lokal masyarakat yang mendukung upaya perlindungan terhadap sumberdaya pesisr dan laut serta lingkungan yang terdapat pada masyarakat yang ada di desa desa pesisir di TNP Laut Sawu. Hasil identifikasi ritual adat dan kearifan lokal yang ada di masyarakat di kawasan yang masuk dalam TNP Laut Sawu menunjukkan ternyata masyarakat yang ada didalam kawasan perairan Laut Sawu memiliki tatanan tersendiri dalam upaya mengelola lingkungannya.

Ragam kebajikan ini seharusnya dapat direvitalisasi kembali, mengingat hal ini dapat menjadi suatu upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan yang bernuansa lokal. Selain itu, pemerintah juga dapat melakukan inisiasi dengan memasukkan semua hal yang berkaitan dengan kearifan lokal ini ke dalam kurikulum pendidikan formal yang berupa muatan lokal disekolah mengenai pengetahuan bentuk kearifan lokal yang ada di wilayahnya sebagai sarana untuk proses diseminasi informasi tentang upaya pentingnya melestarikan lingkungan.

(10) Aturan dan lemahnya penegakan hukum

Penegakan hukum dalam pemanfaatan dan pengelolaan TNP Laut Sawu yang sesuai dengan aturan yang ada menjadi penting untuk dapat menimbulkan efek jera, sehingga sumber daya dapat diamanfaatkan dan dikelola secara bijak namun jika penegakan hukum lemah dapat memperparah kerusakan sumberdaya. Berbagai aktivitas yang terkait dengan pelanggaran hukum dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolan di TNP Laut Sawu antara lain pemboman, pembiusan, perusakan lingkungan, ilegal fishing, penangkapan biota yang dilindungi dan lainnya. Apabila tidak dilakukan penindakan sesuai aturan hukum yang ada, hal tersebut

(33)

dapat mempercepat kerusakan ekosistem dan kritisnya biota tersebut.

(11) Kelembagaan dan Kerjasama Pengelolaan

Kelembagaan pengelolaan harus memiliki keterwakilan semua pihak baik dari masyarakat, aparat penegak hukum dan instansi terkait, sehingga lebih aspiratif dan lebih kuat. Di samping itu sistem kelembagaan yang dibangun termasuk sumber pendanaan dan aturan dalam kelembagaan perlu ditingkatkan.

Pemanfaatan potensi sumber daya alam terutama potensi wisata belum optimal dikembangkan. Pengembangan potensi wisata alam terkait dengan kerjasama antar pengelola kawasan wisata, baik lokal, regional, nasional, dan bahkan internasional. Beberapa kawasan wisata di Provinsi NTT secara umum dapat dikembangkan melalui jejaring atau kerjasama kepariwisataan dengan kawasan yang telah berkembang, misalnya dengan pengelola-pengelola wisata di Bali dalam sebuah paket wisata.

(12) Sosialisasi yang berkaitan TNP Laut Sawu dan Pembentukan Kelompok Pengawasan

Sosialisasi berkaitan dengan TNP Laut Sawu perlu dilakukan secara terprogram oleh lembaga pengelola, sehingga pada akhirnya semua yang berkepentingan merasa memiliki TNP Laut Sawu tersebut.

(13) Pembatas Zona-zona TNP Laut Sawu

Penzonasian TNP Laut Sawu secara partisipatif dilakukan guna menghasilkan zona-zona yang disepakati semua pihak yang berkepentingan. Di samping itu, untuk lebih menjamin status kawasan TNP Laut Sawu, maka diperlukan pembatas di lapangan baik batasan zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona lainnya sehingga menjadi tanda terhadap nelayan atau pemangku kepentingan lainnya, sehingga batasan

(34)

tersebut dapat menjadi pedoman yang seharusnya tidak dilanggar oleh pemangku kepentingan.

7. Visi dan Misi Pengelolaan TNP Laut Sawu Visi:

"Terwujudnya Taman Nasional Perairan Laut Sawu yang dikelola secara berkelanjutan dan kolaboratif guna menjamin keberlangsungan keanekaragaman hayati laut, nilai budaya dan kesejahteraan masyarakat".

Misi:

1. Mengembangkan upaya pemanfaatan sumber daya laut di TNP Laut Sawu secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat dan daerah.

2. Menerapkan sistem pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang adaptif guna menjamin kelestarian sumber daya laut dan ekosistemnya serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat.

3. Mengintegrasikan fungsi kawasan dengan pembangunan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur di dalam dan sekitar TNP Laut Sawu. 4. Memantapkan sistem pengelolaan TNP Laut Sawu yang berbasis

ekosistem, kehati-hatian, keterpaduan, adaptif, partisipatif dan kolaboratif.

8. Tujuan dan Sasaran Pengelolaan

Pengelolaan TNP Laut Sawu diarahkan melalui pendekatan kehati- hatian, keterpaduan, berbasis ekosistem, adaptif, partisipatif, dan kolaboratif. Pemaduserasian kebijakan dan program antara pemangku kepentingan dalam berbagai tingkatan sangat penting agar proses pembangunan dikawasan TNP Laut Sawu dapat dilaksanakan secara selaras dan berkelanjutan.

a. Tujuan Pengelolaan

Tujuan pengelolaan TNPLaut Sawu dijabarkan berdasarkan misi, yaitu:

(35)

Misi 1 “Mengembangkan upaya pemanfaatan sumberdaya laut di TNP Laut Sawu secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat dan daerah”, mencakup tujuan:

1) meningkatkan kegiatan identifikasi, inventarisasi,

monitoring dan evaluasi sumberdaya laut dan

pemanfaatannya;

2) mengembangkan mekanisme pemanfaatan sumberdaya laut dan ekosistemnya;

3) melestarikan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya laut yang selaras dengan keberlanjutan sumberdaya laut dan ekosistemnya;

4) mengembangkan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam serta budaya;

5) mengatur pengelolaan dan pengembangan industri kelautan di TNP Laut Sawu dengan tetap memperhatikan keberlanjutan sumberdaya laut;

6) mendorong pengembangan upaya perikanan yang

berkelanjutan;

7) mengembangkan strategi pengelolaan dalam bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat; dan

8) mengembangkan pemberdayaan masyarakat pesisir untuk pengembangan dalam rencana pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu.

Misi 2 “Menerapkan sistem pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang adaptif guna menjamin kelestarian sumberdaya laut dan

ekosistemnya serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan

masyarakat”, mencakup tujuan:

1) mengembangkan, menyusun, mengelola, dan memelihara Bank Data TNP Laut Sawu yang dihimpun dari berbagai kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi kelautan dan menyebarkannya dalam sistem informasi data potensi sumberdaya alam TNP Laut Sawu;

2) mengembangkan dan menerapkan sistem

pemantauan/monitoring status sumberdaya laut dan

ekosistemnya secara berkelanjutan;

(36)

3) menyelenggarakan suatu Sistem Pemantauan dan Penanggulangan Bencana di TNP Laut Sawu serta rehabilitasinya sebagai sub sistem dari sistem pencegahan dan penanggulangan bencana alam nasional dan daerah;

4) meningkatkan kegiatan Penelitian, Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan yang mendukung pengembangan TNP Laut Sawu sebagai center of excellent keanekaragaman hayati laut (marine bio diversity);

5) mengembangkan pengelolaan habitat perairan dalam guna pelestarian dan pemanfaatannya secara optimal;

6) mengembangkan dan menerapkan skema pengelolaan terpadu dan adaptif dalam kerangka antisipasi terhadap perubahan iklim;

7) mengembangan dan menerapkan skema pengelolaan habitat dan populasi jenis-jenis biota laut utamanya jenis-jenis langka dan/atau bernilai ekonomis tinggi;

8) mengembangkan pengelolaan populasi setasea;

9) mengembangkan dan menerapkan sistem pengawasan dan pengamanan kawasan yang efektif;

10) meningkatkan penguatan regulasi, perangkat dan penegakan hukum yang kuat, komprehensif dan effektif serta memperhatikan kearifan local dalam kerangka menunjang pengelolaan TNP L Sawu yang fungsional; dan

11) meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang kompeten dan berdedikasi dalam kerangka menunjang pengelolaan TNP Laut Sawu yang fungsional.

Misi 3 “Mengintegrasikan fungsi kawasan dengan pembangunan wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur di dalam dan sekitar TNP Laut Sawu”, mencakup tujuan:

1. melakukan penguatan status titik referensi sebagai titik ikat batas kawasan TNP Laut Sawu;

(37)

2. melakukan penataan dan penetapan zonasi TNP Laut Sawu, sebagai bagian integral dari sistem penataan ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota;

3. meningkatkan sistem pengelolaan terhadap alur pelayaran, jaringan pipa dan kabel bawah laut; dan

4. meningkatkan sistem pengelolaan terhadap sumber

pencemaran dari daratan dan perairan.

Misi 4 “Memantapkan sistem pengelolaan TNP Laut Sawu yang berbasis ekosistem, kehati-hatian, keterpaduan, adaptif, partisipatif dan kolaboratif”, mencakup tujuan:

1. mengembangkan institusi pengelola TNP Laut Sawu;

2. mengembangkan profesionalisme sumberdaya manusia (SDM) yang mampu mendukung pengelolaan TNP Laut Sawu;

3. meningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan TNP Laut Sawu;

4. mengembangkan sistem pendanaan yang berkelanjutan;

5. memantapkan sistem perencanaan, monitoring dan evaluasi pengelolaan TNP Laut Sawu; dan

6. mengembangkan sistem pengelolaan kolaboratif TNP Laut Sawu.

b. Sasaran Pengelolaan

Sasaran pengelolaan TNP Laut Sawu diuraikan pada setiap Misi dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, sebagaimana terdapat pada Tabel 37.

Tabel 37. Tujuan dan Sasaran Pengelolaan

Misi 1. Mengembangkan upaya pemanfaatan sumberdaya laut di TNP

Laut Sawu secara optimal dan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat dan daerah.

No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran 1 Meningkatkan kegiatan identifikasi, inventarisasi, monitoring dan evaluasi sumberdaya laut dan pemanfaatannya a. Tersedianya panduan teknis/protokol monitoring sumberdaya laut sesuai kebutuhan;

b. Adanya tim monitoring bersama; c. Terlaksananya monitoring

pemanfaatan sumber daya laut sesuai dengan protokol;

d. Tersedianya data pemanfaatan 34

(38)

sumber daya laut sebagai dasar dalam pengaturan pemanfaatan secara berkelanjutan;

e. Terpantaunya lokasi-lokasi kritis ekosistem di TNP Laut Sawu dari kegiatan merusak dan penangkapan berlebih;

f. Adanya database terpadu berbasis web terkait data inventarisasi dan monitoring sumberdaya laut dan pemanfaatannya.

2 Mengembangkan

mekanisme pemanfaatan sumberdaya laut dan ekosistemnya

a. Adanya petunjuk teknis pemanfaatan sumberdaya laut secara berkelanjutan;

b. Adanya analisis yang berkelanjutan untuk peningkatan pemanfaatan sumber daya laut dan ekosistemnya.

3 Melestarikan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya laut yang selaras dengan keberlanjutan

sumberdaya laut dan ekosistemnya;

a. Tersedianya informasi dan data praktek-praktek kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan;

b. Adanya penguatan dan pendampingan ke masyarakat terkait praktek-praktek kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya laut secara berkelanjutan

c. Terlaksananya pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan melalui pendekatan kearifan lokal.

d. Terintegrasinya kearifan lokal- kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan di dalam Rencana Pengelolaan KKP

e. Tersedianya petunjuk teknis monitoring dan evaluasi praktek- praktek kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya laut secara berkelanjutan.

4 Mengembangkan

pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam serta budaya:

a. Tersedianya informasi jenis, potensi dan daya dukung pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam dan budaya; b. Adanya petunjuk teknis dan

prosedur pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam dan budaya yang ramah lingkungan yang disyahkan oleh yang berwenang;

c. Terselenggaranya promosi pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam dan budaya yang ramah lingkungan

(39)

d. Terwujudnya pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam dan budaya yang ramah lingkungan e. Tersedianya desain

pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam dan budaya yang ramah lingkungan. 5 Mengatur pengelolaan

dan pengembangan industri kelautan di TNP Laut Sawu dengan tetap memperhatikan

keberlanjutan sumberdaya laut;

Tercapainya keterpaduan sektor- sektor terkait yang mencakup sarana dan prasarana, Ilmu dan teknologi, sumber daya manusia serta pendanaan

6 Mendorong

pengembangan upaya perikanan yang berkelanjutan;

a. Tersedianya data pendugaan populasi dan sebaran ikan ekonomis penting sebagai dasar dalam pemanfaatan secara berkelanjutan;

b. Terbentuknya sistem pengembangan upaya pemanfaatan perikanan yang berkelanjutan.

7 Mengembangkan strategi pengelolaan dalam bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat;

a. Terlaksananya pemberdayaan masyarakat melalui penciptaan suasana dan iklim memungkinkan berkembangnya potensi dan daya yang dimiliki masyarakat.

b. Tercapainya penguatan potensi dan daya masyarakat.

c. Terlaksananya Perlindungan kepentingan masyarakat melalui keberpihakan kepada masyarakat.

d. Terlaksananya penyadaran, penguatan kapasitas, dan pemberian akses kepada sumberdaya.

e. Tersedianya akses pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya dengan memperhatikan aspek lokasi, adaptif, kebersamaan dan kemitraan, keterpaduan, keberlanjutan dan kelestarian; f. Terselenggaranya Penguatan

sumber daya manusia dengan pelatihan dan penguatan kelembagaan dengan pembentukan kelompok masyarakat konservasi.

8 Mengembangkan a. Terlaksananya pemberdayaan 36

(40)

Pemberdayaan

masyarakat pesisir untuk pengembangan dalam rencana pengelolaan jangka panjang TNP Laut Sawu

masyarakat pesisir yang secara langsung maupun tidak langsung bergantung pada pengelolaan TNP

Laut Sawu dengan

pengembangan mata pencaharian alternatif;

b. Tersedianya Pengembangan teknologi alternatif ramah lingkungan, dan peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat pesisir dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya di dalam kawasan TNP Laut Sawu.

Misi 2. Menerapkan sistem pengelolaan kawasan TNP Laut Sawu yang adaptif guna menjamin kelestarian sumberdaya laut dan ekosistemnya serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat

No Tujuan-Tujuan Sasaran-Sasaran 1 Mengembangkan,

menyusun, mengelola, dan memelihara Bank Data TNP Laut Sawu yang dihimpun dari berbagai kegiatan penelitian,

pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi kelautan dan menyebarkannya dalam sistem informasi data potensi sumberdaya alam TNP Laut Sawu

a. Tersedianya Bank Data meliputi data tentang karakteristik laut, baku mutu laut, bathimetry, hydrography, oceanography, data tentang cuaca, data sumberdaya hayati dan non hayati, data tentang lempeng tanah dasar laut, data tentang gempa di laut, tsunami, data tentang pulau- pulau, data tentang peta laut, data tentang penduduk pesisir dan data lain yang diperlukan; b. Tersedianya perangkat penunjang

system Bank Data, termasuk peralatan, dan pendanaan;

c. Tersusunnya system bank data yang selalu dapat diakses, diperbaharui dan menjadi referensi serta umpanbalik dalam system pengelolaan TNP Laut Sawu.

2 Mengembangkan dan menerapkan sistem pemantauan/monitoring status sumberdaya laut dan ekosistemnya secara berkelanjutan;

a. Tersedianya panduan teknis/protokol monitoring sumberdaya laut sesuai kebutuhan dan prioritas;

b. Terlaksananya monitoring sumberdaya laut dan ekosistemnya secara berkala; c. Tersedianya analisis hasil

monitoring sumberdaya laut dan ekosistemnya sebagai masukan dan umpan balik reguler bagi pengelolaan TNP Laut Sawu sekaligus sebagai bagian dari Bank Data;

(41)

d. Tersusunnya profil status sumberdaya laut dan ekosistemnya yang selalu terperbaharui

3 Menyelenggarakan suatu Sistem Pemantauan dan Penanggulangan bencana alam di TNP Laut Sawu serta rehabilitasinya sebagai sub sistem dari sistem pencegahan dan penanggulangan bencana alam nasional dan

daerah;

a. Teridentifikasinya potensi dan klasifikasi bencana alam di Laut Sawu, termasuk diantaranya bencana Tsunami, Badai Alam yang sangat destruktif dan malapetaka laut yang sifatnya dahsyat

(massive/catastrophic/imminent

danger) sesuai dengan peraturan

perundangan dan hukum laut internasional yang berlaku;

b. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan termasuk peralatan, perlengkapan yang berteknologi tepat guna dan hasil uji coba, membuat petunjuk teknis dalam keadaan darurat (Contingency

Plan), sistem peringatan dini,

penyediaan sumberdaya manusia yang ahli, terlatih, sistem pengamanan lingkungan dan pengaturan logistik;

c. Terpadunya dan terlaksananya system peringatan dini dan penanggulangannya dalam penyelenggaraan tatakelola di dalam TNP Laut Sawu.

4 Meningkatkan kegiatan Penelitian,

Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi kelautan yang mendukung

pengembangan TNP Laut Sawu sebagai center of

excellent

keanekaragaman hayati laut (marine biodiversity);

a. Tersedianya analisis kebutuhan penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan upaya pelestarian dan pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan;

b. Tersedianya skema program penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka pengembangan TNP Laut Sawu sebagai center of excellent keanekaragaman hayati laut; c. Tersusunnya rencana

pengembangan penelitian dan pendidikan di TNP Laut Sawu seperti penelitian pemantauan degradasi dan rehabilitasi terumbu karang, rehabilitasi terumbu karang dengan manipulasi substrat terumbu karang, perilaku dan agregasi berpijah ikan ekonomis penting, 38

Gambar

Tabel 36. Kawasan Lindung Lainnya di Provinsi NTT
Tabel 37. Tujuan dan Sasaran Pengelolaan
Tabel 39. Analisis faktor eksternal kawasan TNP Laut Sawu
Gambar  30.  Mekanisme  Kolaborasi  antara  Badan  Kolaborasi  dengan  Lembaga  Pengelola  TNP  Laut  Sawu  di  tingkat  Provinsi  dan  Kabupaten
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sosialisasi mengenai berbagai peraturan dan dampak dari kegiatan destructive fishing penting untuk dilaksanakan agar masyarakat memahami betapa pentingnya menjaga kelestarian

Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor PER.25/PERMEN-KP/2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan

1 Meningkatnya kapal perikanan yang laik operasi penangkapan ikan dan usaha pengolahan, pemasaran dan budidaya perikanan yang sesuai dengan ketentuan di lokasi industrialisasi

bahwa dalam rangka efektifitas dan optimalisasi pelaksanaan penilaian hasil kerja dan penetapan angka kredit jabatan fungsional perencana di lingkungan Kementerian

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Kuota Pengambilan/Penangkapan Jenis Ikan

Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor PER.25/PERMEN-KP/2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan

bahwa dalam rangka kelancaran pelaksanaan kegiatan satuan kerja lingkup pusat Kementerian Kelautan dan Perikanan setelah berlakunya Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun

Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan